Anda di halaman 1dari 8

ENDODONTICS & DENTAL RESTORATIVE , PAEDIATRIC

DENTISTRY

Restorasi Preventif Resin pada Pit


dan Fisur
Juni 13, 2011@alitaqwim

Usaha Pencegahan terhadap Perkembangan Karies pada Pit dan


Fisur
Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu pada
email, dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad
renik dalam suatu karbohidat yang diragikan. Tandanya adalah adanya
demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan
bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa
serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat
menyebabkan nyeri. Namun, mengingat mungkinnya remineralisasi
terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan
(Kidd & Bechal, 1992).

Pada anak-anak, proses demineralisasi pada karies gigi berjalan lebih


cepat dibanding orang tua, hal ini disebabkan : (1) email gigi yang baru
erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai maturasi setelah
erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang
berlangsung terutama satu tahun setelah erupsi; (2) remineralisasi yang
tidak memadai pada anak-anak, bukan karena perbedaan fisiologis, tetapi
sebagai akibat pola makannya (sering makan makanan kecil); (3) lebar
tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi yang
tidak memadai; dan (4) diet yang buruk dibandingkan dengan orang
dewasa, pada anak-anak terdapat jumlah ludah dari kapasitas buffer yang
lebih kecil, diperkuat oleh aktivitas proteolitik yang lebih besar di dalam
mulut (Schuurs, 1993).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan prevalensi karies


pada gigi molar satu permanen pada anak-anak. Upaya tersebut
mengingat bahwa pentingnya fungsi gigi molar permanen dalam sistem
stomatognatik. Gigi molar satu permanen mudah diserang karies gigi
karena bentuk anatomisnya, permukaannya memiliki pit dan fisur yang
memudahkan retensi makanan dan merupakan tempat ideal bagi
pertumbuhan bakteri karies. Selain itu, sulit bagi anak untuk
membersihkan secara baik daerah pit dan fisur gigi molarnya dengan
sikat gigi, karena sebagian besar bagian dalam pit dan fisur tidak dapat
dicapai dengan bulu sikat gigi. Dengan demikian gigi molar satu
permanen paling mudah terkena karies dibandingkan gigi permanen
lainnya (Andlaw & Rock, 1993).

Mengingat prevalensi karies pada pit dan fisur cukup tinggi, maka
dilakukan berbagai upaya untuk mengubah permukaan oklusal gigi
molar satu permanen menjadi lebih tahan terhadap serangan karies. Sejak
tahun 1923, Hyatt telah menerapkan tehnik prophylactic
odontotomy yaitu memakai prinsip extension for prevention yaitu
melakukan preparasi kavitas pada fisur dalam yang belum terkena karies,
kemudian menambalnya dengan amalgam untuk tujuan profilaksis.
Bodecker pada tahun 1929 melakukan fissure eradication yaitu
menghilangkan fisur dan menghaluskannya tetapi tidak diikuti dengan
penambalan. Tehnik ini tidak berkembang dan kemudian ditinggalkan.
Walaupun kemudian sejak tahun 1950 perkembangan fluoridasi secara
topikal dan sistemik berpengaruh besar terhadap prevalensi karies pada
gigi anak, tetapi ternyata kurang efektif untuk permukaan oklusal (Yoga,
1997).
Sampai kemudian pada tahun 1950 Buonocore memperkenalkan metode
perlekatan resin pada permukaan email yang dietsa asam. Metode ini
potensial untuk tindakan pencegahan terhadap karies dan dapat
diaplikasikan langsung ke permukaan oklusal. Sejak saat itu banyak
penelitian dilakukan diantaranya ditemukan bahwa semen glass ionomer
dapat digunakan sebagai bahan penutup permukaan oklusal dengan
tehnik dan manipulasi lebih sederhana daripada resin komposit karena
dapat berikatan langsung dengan email, dentin dan sementum secara
fisik. Walaupun telah diupayan semaksimal mungkin untuk mencegah
terjadinya karies pada permukaan oklusal gigi molar satu permanen,
tetapi banyak ditemukan lesi karies kecil pada pit dan fisur yang dalam
(Waggoner, 1991; Kilpatrick, 1996; Yoga, 1997).

Restorasi Preventif Resin sebagai Alternatif Restorasi Pencegahan


Karies pada Pit dan Fisur
Restorasi pencegahan adalah suatu perawatan pencegahan yang
merupakan pengembangan dari pemakaian sealant pada permukaan
oklusal, yaitu integrasi dari pencegahan karies dengan sealant dan
penambalan karies dengan resin komposit pada permukaan yang sama.
Lesi awal pada pemukaan gigi dihilangkan dengan preparasi seminimal
mungkin, ditambal kemudian untuk mencegah terjadinya karies di masa
mendatang permukaan tambalan diberi sealant (Mathewson & Primosch,
1995).
Tujuan dari restorasi pencegahan adalah untuk menghentikan proses
karies awal yang terdapat pada pit dan fisur, terutama pada gigi molar
permanen yang memiliki pit dan fisur, seklaigus melakukan tindakan
pencegahan terhadap karies pada pit dan fisur yang belum terkena karies
pada gigi yang sama. Pit dan fisur yang dalam dan sempit atau pit dan
fisur yang memiliki bentuk seperti leher botol, secara klinis merupakan
daerah yang sangat mudah terserang karies, karena sewaktu gigi disikat
bagian dalam pit dan fisur tidak dapat dijangkau oleh bulu sikat gigi
(Yoga, 1997).

Preventive resin restoration merupakan suatu prosedur klinik yang


digunakan untuk mengisolasi pit dan fisur dan sekaligus mencegah
terjadinya karies pada pit dan fisur dengan memakai tehnik etsa asam.
Tehnik ini diperkenalkan pertama kali oleh Simonsen pada tahun 1977,
meliputi pelebaran daerah pit dan fisur kemudian pembuangan email dan
dentin yang telah terkena karies sepanjang pit dan fisur. Menurut
Simonsen, terdapat tiga tipe bahan restorasi pencegahan dengan resin
(tipe A, tipe B dan tipe C) yang diklasifikasikan berdasarkan pada
perluasan dan kedalaman karies. Klasifikasi ini untuk menentukan bahan
restorasi yang akan dipakai (Simonsen 1980; Yoga, 1997).
Awalnya, bahan yang dipakai adalah bahan sealant tanpa partikel pengisi
(unfilled) untuk tipe A, resin komposit yang dilute untuk tipe B dan
filled resin komposit untuk tipe C. Dengan perkembangan tehnologi
ditemukan bahan yang lebih tahan terhadap pemakaian, pengerasannya
diaktivasi sinar yakni resin komposit untuk gigi posterior. Generasi baru
dari bahan tersebut akan mempertinggi keberhasilan restorasi resin
pencegahan. Selain resin komposit, dipakai juga bahan tambal lain agar
dapat didapat kekuatan yang lebih besar. Seperti pada tehnik glass
ionomer resin preventive restoration, glass ionomer preventive
restoration dan sealant-amalgam preventive restoration (Yoga, 1997).
Efek peletakan sealant terhadap kelangsungan hidup mikroorganisme
dan perkembangan karies di bawah restorasi sealant telah banyak
didokumentasikan. Menurut Handelman et al. Menyatakan bahwa
terdapat penurunan yang signifikandalam jumlah mikroorganisme yang
dapat hidup setelah 2 minggu penempatan sealant, dan setelah 2 tahun
terjadi penurunan 99,9% mikroorganisme dapat hidup. Prosedur etsa
sendiri juga dapat mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat hidup
sebanyak 75%. Bahan sealant juga efektif mengisolasi bakteri yang
terperangkap di kedalaman fisur dari sumber nutrisi karbohidrat yang
berasal dari lingkungan mulut (Hicks & Flaitz, 1992; Octiara, 2002).
Aplikasi sealant juga telah diketahui dapat menghentikan perkembangan
lesi karies dengan bahan sealant dari lingkungan mulut dapat
memudahkan odontoblast untuk membentuk dentin reparatif pada daerah
yang didemineralisasi oleh serangan karies. Hasil respon biologis ini
akan menahan dan memineralisasi kembali lesi dentin (Hicks, 1984;
Octiara, 2002).

Banyak metode yang digunakan untuk mempersiapkan restorasi resin


pencegahan diterangakn dalam literatur. Namun pada dasarnya
menggunakan urutan perawatan sebagai berikut: isolasi, preparasi,
restorasi dan aplikasi sealant. Pada tahap awal, permukaan oklusal gigi
dibersihkan memakai rubber dam atau dapat juga dengan gulungan kapas
(cotton roll) disertai saliva ejektor (Yoga, 1997).

Permukaan yang kering sangat penting untuk retensi bonding.


Kontaminasi salivadan cairan harus dihindarkan selama aplikasi sealant
dan polimerisasi. Menurut Ferguson dan Ripa pada tahun 1980
mengindikasikan bahwa isolasi dengan rubber dam menghasilkan retensi
yang lebih baik untuk sealant yang diaktivasi dengan sinar, tetapi tidka
untuk bahan sealant autopolimerisasi yang tanpa dilakukan tanpa
bantuan asisten. Namun, menurut penelitian Eidelman et al. (1983), tidak
ada perbedaan yang bermakna antara pemakaian rubber dam dengan
gulungan kapas terhadap retensi fisur silen, yakni pemakaian rubber dam
silen yang beretensi penuh rata-rata antara 97% setelah 6 bulan dan 96%
setelah 24 bulan sedangkan isolasi dengan emmakai gulungan kapas
rata-rata 99% silen yang beretensi penuh untuk 6 bulan dan 88% untuk
24 bulan.
Gambar 1. Tahapan tehnik restorasi preventif resin. (1) pemberian rubber
dam, (2) hasil preparasi kavitas, (3) pemberian etsa asam berupa gel
selama 15 detik, (4) pemberian dentin/enamel primer, (5) selapis tipis
resin adhesive, (6) aplikasi resin komposit pada kavitas Sumber :
Strassler & Goodman, 2002
Pada pembuangan jaringan karies, maka daerah pit dan fisur yang buang
adalah daerah yang mengalami dekalsifikasi atau yang dicurigai telah
terjadi karies dengan menggunakan round bur kekuatan rendah. Daerah
retnsi tidak diperlukan karena restorasi ini mendapatkan perlekatan ke
jaringan dengan tehnik etsa asam. Tujuannya adalah untuk membuang
seluruh jaringan karies dan struktur gigi seminimal mungkin.
Selanjutnya dilakukan profilaksi dengan pumis yang tidak mengandung
fluor sehingga permukaan email benar-benar bersih dan dibur sebelum
dietsa. Sebagai alternatif untuk memperoleh tujuan yang sama, dapat
menggunakan sikat gigi dan pasta gigi. Dengan metode ini nilai retensi
yang diperoleh sebanding dengan metode menggunakan profilaksis
pumis (Yoga, 1997).

Tahap selanjutnya adalah penetsaan asam menggunakan asam fosfat


37% yang diletakkan pada permukaan email di oklusal gigi (pit dan
fisur). Pengetsaan ini menghasilkan pori-pori yag memungkinakan
infiltrasi mikroskopis resin ke dalam permukaan gigi yang kemudian
resin akan berpolimerisasi dan membentuk ikatan dengan gigi (Simonsen
1980; Yoga, 1997). Bentuk bahan etsa asam fosfat ada dua macam ayaitu
larutan dan gel. Menurut Brown (1988) bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna pada penetrasi asam fosfat yang berbentuk larutan atau gel
pada pit dan fisur sehingga sama efektifnya karena mempunyai pola etsa
yang mirip dan keduanya tidak efektif membuang sisa debris dari pit dan
fisur. Tetapi sehubungan dengan kualitas panganan klinis yang lebih baik
dianjurkan penggunaan bahan etsa bentuk gel untuk aplikasi sealant.

Selanjutnya diletakkan selapis tipis bonding resin atau bonding dentin ke


dalam preparasi kavitas, kemudian diikuti dengan komposit posterior
yang dicairkan untuk kavitas tipe B atau bahan komposit posterior untuk
tipe C yang dilanjtkan dengan penyinaran selama 60 detik. Aplikasikan
bahan sealant di atas daerah restorasi dan pit dan fisur sekitarnya yang
telah dietsa, kemudian disinar selama 40 detik. Untuk restorasi preventif
resin tipe A hanya bahan silen yang diaplikasikan pada permukaan
oklusal termasuk enamel yang dipreparasi (Octiara, 2002).
Gambar 2. Hasil perawatan menggunakan tehnik restorasi preventif
resin. (A) Gambaran klinis lesi karies pada gigi premolar pertama rahang
atas dan molar pertama (sebelum perawatan), (B) folow up selama 5
tahun menujukkan hasil yang baik (sesudah perawatan) Sumber :
Strassler & Goodman, 2002
Pada ketiga tipe bahan di atas yaitu tipe A, tipe B dan tipe C sebagiman
halnya sealant memerlukan pemeriksaan ulangan setiap 6 bulan, karena
walaupun terlihat baik tetapi beberapa bulan kemudian kemungkinan
terlihat lepasnya bahan tambal dari gigi, baik sebagian amupun
seluruhnya. Kontaminasi cairan adalah alasan yang paling sering
menyebabkan kegagalan bonding. Selain itu penyebab lainnya adalah
berkurangnya resin karena pemakaian. Keadaan ini dapat ditutupi
dengan penambahan material pada kunjungan ulang (Mathewson &
Primosch, 1995).

Perbedaan Sealant pada Restorasi Preventif Resin dengan Restorasi


Amalgam
Restorasi pencegahan dengan resin merupakan jawaban terhadap filosofi
extension for prevention pada teori preparasi amalgam kelas I, dimana
bentuk preparasi kavitas harus mencapai tepi lesi karies serta
menyertakan pit dan fisur yang kemungkinan akan terkena karies di
masa yang akan datang. Perluasan ini menyebabkan pembuangan
jaringan sehat gigi yang cukup banyak dan ternyata preparasi amalgam
konservatif justru melemahkan struktur gigi (Mathewson & Primosch,
1995).
Perlekatan restorasi amalgam sebagai pengganti sealant pada permukaan
oklusal disukai lebih dari dua pertiga dokter gigi, alasan utamanya
karena percaya bahwa amalgam sebagai bahan restorasi permanen
sedangkan sealant hanya restorasi sementara. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa amalgam sering membutuhkan penggantian
restorasi. Restorasi amalgam pada bagian oklusal yang bertahan selama 5
tahun pada gigi molar satu permanen yaitu sebanyak 30% untuk pasien
berusia 5-7 tahun dan 43% pada usia 7-9 tahun. Kerusakan amalgma
yang perlu penggantian karena terbentuknya kavitas perifer meningkat
secara signifikan. Hal ini disebabkan pada restorasi amalgam terbentuk
celah mikro kira-kira 3 µm di antara restorasi dengan dinding kavitas,
sehingga menghasilkan kebocoran di sekitar restorasi yang akhirnya
menyebabkan terbentuknya karies (Hicks, 1984; Octiara, 2002).

Penelitian Houpt et al. (1982) menghasilkan 92% restorasi preventif


resin beretensi sempurna setelah 18 bulan dan 6% beretensi sebagian,
insiden karies dilaporkan kurang dari 1% pada gigi yang direstorasi
selama 3 tahun. Retensi bahan resin sealant ini didapat dari kontak yang
rapat antara bahan resin dengan enamel yang dietsa (hubungan resin tag
dan enamel yang dietsa) sehingga dapat mengurangi kebocoran mikro
sepanjang permukaan antara enamel dan resin yang akhirnya dapat
menurunkan insiden akries sekunder (Houpt et al., 1982; Hicks, 1984;
Octiara, 2002).

Anda mungkin juga menyukai