Anda di halaman 1dari 12

PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI PASIEN

INTENSIVE CARE UNIT (CRITICALLY


ILL) DENGAN ENTERAL
NUTRITION (EN)
FEBRUARY 7, 2015 ~ ANANDATI

Oleh: Yosephin Anandati Pranoto/Dietetic Internship FK UB

Sebanyak 75% pasien ICU ditemukan mengalami malnutrisi akut pada saat masuk
(first admission). Kondisi penurunan status gizi selama masa rawat secara signifikan
lebih parah terjadi pada pasien dengan status gizi buruk dibandingkan dengan
kelompok pasienyang beresiko mengalami malnutrisi berdasarkan hasil skrining gizi
(Kim dan Choi-Kwon, 2011).
Early enteral nutrition (early EN) adalah memberikan nutrisi enteral dalam kurun
waktu 24 jam pasien masuk ruang ICU/timbulnya critical illness. EarlyEN terbukti
dapat mencegah kerusakan yang timbul pada saluran pencernaan terutama fili-fili usus
yang diakibatkan oleh puasa. Hal ini dapat memberikan keuntungan secara klinis dan
telah dibuktikan oleh banyak penelitian dan review meta-analysis. Early EN terbukti
dapat menurunkan angka mortalitas dan pneumonia serta dapat mempertahankan
fungsi imunitas pada pencernaan. Target early EN adalah memberikan formula enteral
rata-rata 32ml/jam kemudian meningkatkan secara bertahap sesuai daya terima pasien
terhadap pemberian makanan enteral (Doig, 2013).
Berdasarkan kajian meta analysis terhadap beberapa penelitian dengan disain RCT
membuktikan bahwa early feeding pada pasien dapat menurunkan kejadian
komplikasi infeksi dan lama perawatan di ICU. Turunnya kejadian komplikasi infeksi
dikarenakan dengan pemberian earlyfeeding dapat mempertahankan dan
meningkatakan imunitas tubuh pada kondisi kritis. Disarankan bahwa pemberian
nutrisi enteral pada pasien di ICU dilakukan dalam waktu 12 jam sejak masuknya
pasien, dalam kondisi kritis seperti apapun. Tidak ada manfaat yang dapat dibuktikan
dengan melakukan penundaan support nutrisi pada pasien. Intake kalori yang
disarankan pada pasien sepsis adalah 25-30 kkal/kgBB/hari dengan asupan protein
sebanyak 1,5g/kgBB/hari. Beberapa penelitian eksperimental menyatakan bahwa
memberikan asupan berdasarkan metabolic expenditure/BMR saja dapat
memperparah kondisi inflamasi dan meningkatkan resiko mortalitas pada pasien
dengan sepsis. Prinsip manajemen nutrisi pada pasien sepsis yang terbaik adalah: do it
early, do it gastrically, do it with immune-enhancingdiet and do it slowly (Aguilar-
Nascimento, dkk., 2012). Tujuan dari enteral feeding adalah untuk memenuhi
kebutuhan kalori dan zat gizi pasien tanpa menimbulkan efek yang memperparah
kondisi/keluhan pasien. Keputusan untuk enteral feedingmeliputi antara lain:
 Rute: gastric vs jejunal à biasanya rute melalui gastric lebih aman karena mudah
menempatkan dan memonitor pipa makanan (simple), rute melalui jejunal
membutuhkan waktu yang lebih banyak dan harus mendapatkan verifikasi dan
panduan secara radiologis (kompleks)
 Formula enteral: kebutuhan nutrient spesifik pada pasien
 Jumlah dan frekuensi pemberian formula: bolus vs continuous à pemberian
dengan cara bolus tidak boleh pada pemberian rute via jejunal
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pengosongan lambung membutuhkan
waktu pemanasan atau pemberian makan pada pasien dengan enteral feeding harus
dilakukan secara perlahan dengan jumlah yang sedikit. Pemberian enteral
feeding yang dimulai dengan perlahan dan jumlah sedikit oleh tenaga medis bertujuan
untuk mengevaluasi kegagalan pemberian makan, namun pada kenyataannya sebelum
hasil didapatkan biasanya kekurangan gizi/wasting yang terjadi pasien sudah menjadi
terlalu parah dan memperburuk kondisi pasien. Oleh karena pertimbangan tersebut,
maka pemberian enteral feeding dengan cara tetesan perlahan sebaiknya diabaikan
karena tidak ada perbedaan outcome pasien yang relevan antara pemberian makan
dengan perlahan dan sedikit-sedikit dibandingkan dengan segera memberikan
makanan sesuai target kebutuhan pasien. Justru dengan memberikan jumlah asupan
makanan segera dan sesuai dengan target kebutuhan pasien akan menguntungkan bagi
kondisi pasien secara umum dan tenaga medis untuk mengetahui batasan toleransi
pemberian feeding enteral pada pasien dan dengan cepat mengetahui penyesuaian
yang harus dilakukan setelahnya (Rolandelli, dkk., 2005).
Kegawatan dan Kondisi Kritis Pada Pasien ICU
Seseorang yang menjalani masa rawat di Intensive Care Unit (ICU) atauintermediate
care unit dalam periode waktu yang lama (mingguan hingga bulanan) biasanya dapat
disebut dengan istilah Chronic Critical Illness (CCI). Kondisi CCI ditemukan pada 5-
10% dari pasien yang ada di ICU. Kegagalan untuk dilakukan penyapihan dari
ventilator, kelumpuhan dan hipoalbuminemia (kwarshiorkor-like malnutrition)
,neuroendocrine exhaustion, penyakit metabolism tulang, myopathy dan naturopathy
merupakan beberapa manifestasi dari CCI. Pasien dengan CCI akan berada dalam
perawatan intensif (ICU) dalam periode waktu yang lama pasien dengan CCI
membutuhkan sumber daya yang langka dalam penanganannya dan kebanyakan kasus
pasien meninggal oleh karena komplikasi infeksi. Kondisi medis yang terjadi pada
pasien dengan CCI antara lain: kebutuhan akan tracheostomy dan ketidakmampuan
tubuh untuk mencapai nilai normal serum albumin. Kondisi hipoalbuminemia dan
malnutrisi pada pasien CCI merupakan hasil dari respon stress tubuh yang
berkepanjangan (dalam waktu lama) dengan katabolisme hiperadregenic persisten.
Pasien dengan CCI mengalami kondisi hiperkatabolik dan bukan hipermetabolik. Hal
ini menyebabkan hilangnya massa otot diafragmatik dan kekuatan otot pernafasan.
Pemenuhan nutrisi pada pasien CCI difokuskan untuk mendukung massa protein
tubuh atau tujuan utama dari pemberian makan adalah untuk mencapai nilai
keseimbangan nitrogen (mendekati) positif. 1,5-2,0 g protein/kgBB pasien diberikan
untuk menjaga massa otot dan kalori selain dari protein dipenuhi minimal untuk
kebutuhan metabolism/BMR. Yang harus diwaspadai dari pasien CCI adalah
sindroma refeeding danoverfeeding. Intoleransi pasien terhadap pemberian makanan
melalui enteral tube harus selalu dimonitor, seperti munculnya peningkatan asam
lambung, distensi abdomen, mual-muntah, aspirasi, penumonitis dan diare. Jika terjadi
intoleransi terhadap pemberian makanan enteral maka support dari parenteral dapat
digunakan (Rolandelli, dkk., 2005).
Sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia dan menjadi
penyebab utama kematian pada pasien yang dirawat di noncoronary intensive care
units/Intensive Care Unit (ICU). Tingkat kefatalan pasien sepsis adalah 30-40% kasus
yang diduga akan terus meningkat seiring dengan pertambahan populasi usia lanjut
dan juga banyaknya pengobatan menggunakan immunosuppressive agents. Pada
pasien dengan kondisi kritis penggunaan total parenteral nutrition (TPN)
berhubungan dengan penurunan imunitas dan peningkatan insidensi infeksi dan
komplikasi dan juga meningkatkan resiko kematian dibandingkan dengan penggunaan
enteral nutrition. Pasien dengan sepsis biasanya akan mengalami resiko yang tinggi
terhadap komplikasi dan kematian dengan digunakannya TPN, oleh karena itu
sebaiknya nutrisi enteral sebaiknya menjadi pilihan yang paling baik dan aman
kecuali apabila ditemukan adanya disfungsi pada usus/GI track pasien. Sudah banyak
penelitian yang menemukan dan mendukung bahwa konsep pemberian makanan
enteral pada pasien dapat meningkatkan utilisasi zat gizi, mencegah iskemia pada usus
dan juga meningkatkan performa sirkulasi darah.
Pemenuhan nutrisi pada pasien dalam kondisi kritis telah banyak didukung oleh
penelitian di dunia dan sebaiknya dilakukan secara cepat dan sesegera mungkin
memenuhi kebutuhan total energi dan zat gizi. EN merupakan pilihan yang
diprioritaskan dan harusdiberikan dalam periode waktu 24-48 jam setelah pasien
masuk ruang ICU. Walaupun setelah dilakukan operasi seperti GI anastomosis,
pemberian nutrisi secara oral maupun enteral tidak hanya dikatakan aman tapi juga
berhubungan dengan peningkatan kondisi penyembuhan dan berkurangnya resiko
komplikasi. Pemberian EN dengan kandungan immune nutrients dapat meningkatkan
proses perbaikan kondisi pasien yang mengalami kondisi kritis. Beberapa nutrien
yang dikategorikan sebagai immune nutrients yang dapat dimasukkan ke dalam
formula EN adalah arginine. Defisiensi arginin biasanya terjadi setelah dilakukan
trauma pasca operasi, pemberian EN perioperatif dapat menhindarkan pasien dari
resiko terjadinya komplikasi infeksi dan gangguan pada anastomotis. Arginine
bersamaan dengan omega tiga yang diberikan pada suplementasi perioperatif dapat
mengembalikan fungsi T-limfosit, termasuk CD4 countyang menguntungkan pada
pasien bedah. Arginine juga dapat mempercepat penyembuhan luka dengan
meningkatkan produksi poliamines (Aguilar-Nascimento, 2012).
Faktor Penghambat Pemenuhan Kebutuhan Gizi Pada Pemberian Enteral
Nutrition
Walaupun perkembangan administrasi EN saat ini telah berkembang dari tahun ke
tahun dalam hal keahlian, material dan formula, sebuah artikel review
menggarisbawahi terjadinya pemenuhan gizi pada pasien ICU yang inadekuat
dikarenakan oleh beberapa faktor penghambat. Terjadinya ketidak-adekuat-an EN
untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan kondisi kritis sangat
sering ditemukan.Hanya sekitar 50-95% pemenuhan energi dan rata-rata 38-82%
untuk pemenuhan asupan protein yang tercapai. Selama dirawat di ICU hanya 14-52%
pasien yang berhasil mencapai target asupannya. Kondisi di mana pemenuhan
kebutuhan pasien tidak tercapai dikatakan sebagai
kondisi underfeeding. Underfeeding berhubungan secara signifikan terhadap
munculnya outcome yang buruk pada pasien seperti misalnya:
 Infeksi
 Luka tekan
 Sulitnya penyembuhan luka
 Lama rawat inap yang panjang
 Peningkatan morbiditas dan mortalitas
Beberapa kondisi yang menjadi penghalang dalam usaha pemenuhan nutrisi pasien
dengan EN yang memunculkan kondisi underfeeding antara lain adalah:
 Inisiasi EN yang ditunda
 Frekuensi dan jumlah pemberian yang inadekuat (preskripsi yang kurang)
 Tidak terpenuhinya preskripsi yang seharusnya diberikan pada pasien
 Interupsi proses pemberian EN
Faktor terkait karakteristik pasien sendiri ternyata tidak memiliki hubungan signifikan
terhadap terjadinya underfeeding seperti status gizi dan keparahan penyakit.Interupsi
pemberian EN yang juga menyebabkan tidak terpenuhinya preskripsi yang seharusnya
diberikan pada pasien disebabkan oleh misalkan: tes untuk diagnosis, prosedur
operasi, intoleransi pada saluran pencernaan, gangguan pada feeding tube dan
prosedur rutin keperawatan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk
menghindariunderfeeding pada pasien ICU adalah menetapkan dan menjalankan
protokel baku untuk pemberian asupan gizi yang harus dijalankan oleh tenaga medis
terutama perawat. Pada proses pemberian EN, early feeding dan rapid
progression untuk mencapai target pemenuhan energi dan protein berkontribusi
positif terhadap terpenuhinya asupan gizi pasien ICU(Kim, dkk., 2012).

Parenteral Nutrition Support


Pemberian Parenteral Nutrition (PN) dini dengan kontraindikasi relatif terhadap
pemberian EN tidak menimbulkan perbedaan signifikan pada pasien ICU. Dengan
support dari parenteral resiko untuk dilakukan tindakan invasif pemasangan ventilator
berkurang namun tidak mengurangi masia rawat di ICU atau lama rawat inap di RS
secara keseluruhan (Doig, dkk., 2013). EN tetap disarankan untuk menjadi pilihan
pertama bagi pasien karena penggunaannya yang secara signifikan dapat menekan
terjadinya komplikasi infeksius pada pasien dengan kondisi kritis dan lebih ekonomis
dibandingkan dengan penggunaan PN. Penggunaan PN pada pasien dengan kondisi
kritis meningkatkan resiko terjadinya hiperglikemi (Gramlich, dkk.,2004).

Hingga kini penggunaan PN pada pasien kritis masih diperdebatkan terkait efeknya
yang dapat menimbulkan komplikasi infeksi pada pasien walaupun dalam kondisi
pasien tidak dapat menerima EN. Pedoman yang dikeluarkan oleh Amerika dan Eropa
menunjukkan perbedaan pendapat. Pedoman yang dikeluarkan pada tahun 2009
oleh European Society for Clinical Metabolism and Nutrition mengatakan bahwa
setelah 2-3 hari pemberian EN tidak dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi
pasien maka dalam waktu 24-48 jam, PN dapat diberikan. Sedangkan guideliness
yang dikeluarkan tahun 2009 oleh American Society of Enteral and Parenteral
Nutrition mengatakan bahwa pasien ICU yang selama tujuh hari pertama tidak dapat
diberikan EN maka dukungan gizi yang lain tidak perlu untuk diberikan, termasuk
PN(Aguilar-Nascimento, 2012).
Daftar Pustaka:
 Kim Hyunjung., dkk. 2012. Why patients in critical care do not receive adequate
enteral nutrition? A review of the literature. Journal of Critical Care (2012)
27,702-713.
 Kim Hyunjung. Choi-Kwon Smi. 2011. Changes in nutritional status in ICU
patients receiving enteral tube feeding: a prospective descriptive study.Intensive
and Critical Care Nursing (2011)27,194-201.
 Gramlich Leah., dkk. 2004. Does Enteral Nutrition Compared to Parenteral
Nutrition Result in Better Outcomes in Critically Ill Adult Patients? A Systematic
Review of the Literature. Elsevier Nutrition 20:843-848.
 Doig S. Gordon., dkk. 2013. Early Enteral Nutrition in Critical Illness: Clinical
Evidence and Pathophysiological Rationale. Australia: Northern Clinical School
Intensive Care Research Unit.
 Aguilar-Nascimento E. Jose., dkk. 2012. Optimal timing for the intitiation of
enteral and parenteral nutrition in critical medical and surgical condition. Elsevier
Nutrition 28 (2012) 840-843.
 Doig S. Gordon., dkk. 2013. Early parenteral nutrition in critically ill patients with
short-term relative contraindications to early enteral nutrition. JAMA,
May 22/29,2013;309:20.
 Rolandelli H. Rolando., dkk. 2005. Enteral and Tube Feeding 4th USA: Elsevier.
Nutrisi enteral pada pasien ICU

Sangat umum bagi pasien Intensive Care Unit (ICU) untuk membutuhkan sokongan nutrisi
karena sebagian pasien telah mengalami suatu periode sakit dengan asupan nutrisi yang buruk
dan terjadi penurunan berat badan. Pada hampir semua pasien yang sakit kritis, dijumpai
anoreksia atau ketidakmampuan makan karena kesadaran yang terganggu, sedasi, ataupun karena
intubasi jalan nafas bagian atas. Tujuan sokongan nutrisi bagi pasien sakit kritis (The American
Society for Parenteral and Enteral Nutrition)adalah :
1. Menyediakan sokongan nutrisi yang konsisten dengan kondisi medis pasien dan ketersediaan
rute pemberian nutrien.
2. Mencegah dan mengatasi defisiensi makro dan mikronutrien.
3. Menyediakan dosis nutrien yang sesuai dengan metabolism yang telah ada.
4. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan teknik pemberian nutrisi.
5. Meningkatkan outcome pasien; mengurangi morbiditas, mortalitas dan waktu penyembuhan.

Sokongan nutrisi bagi pasien sakit kritis dapat secara enteral maupun parenteral. Masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga penentuannya harus melihat dan
mempertimbangkan semua aspek yang ada kasus per kasus. Selain itu jumlah, perhitungan
kalori, jenis nutrien, serta saat pemberian juga mempengaruhi keadaan pasien secara
keseluruhan.

DEFINISI
1. Nutrisi Enteral
Pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi
diberikan melalui tube ke dalam lambung (Gastric tube/G-tube, Nasogastric Tube/NGT) atau
duodenum, atau jejunum. Dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin. Dosis
nutrisi enteral biasanya berkisar antara 14-18 kkal/ kgbb/ hari atau 60-70% dari tujuan yang
hendak dicapai.
2. Nutrisi Parenteral
Nutrisi total atau tambahan melalui rute vena pada pasien yang tidak dapat mengkonsumsi
kebutuhan nutrisi sehari-hari melalui rute enteral.
NUTRISI ENTERAL
Indikasi
• Pasien dengan malnutrisi berat yang akan menjalani pembedahan saluran cerna bagian bawah.
• Pasien dengan malnutrisi sedang-berat yang akan menjalani prosedur mayor elektif saluran
cerna bagian atas.
• Asupan makanan yang diperkirakan tidak adekuat selama >5-7 hari pada pasien malnutrisi, >7-
9 hari pada pasien yang tidak malnutrisi.

Kontraindikasi Absolut
• Pasien yang diperbolehkan untuk asupan oral non-restriksi dalam waktu <7 hari
• Obstruksi usus
• Pankreatitis akut berat
• Perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas
• Muntah atau diare berat
• Instabilitas hemodinamik
• Ileus paralitik

Kontraindikasi Relatif
• Edema dinding usus yang signifikan
• Fistula high output (>800 mL/hari)
• Infus nutrisi pada proksimal anastomosis saluran cerna yang baru.

Keuntungan
• Peningkatan berat badan dan retensi nitrogen yang lebih baik
• Mengurangi frekuensi steatosis hepatik
• Mengurangi insiden perdarahan gastrik dan intestinal
• Membantu mempertahankan integritas barier mukosa usus, struktur mukosa serta fungsi dan
pelepasan hormon-hormon trofik usus.
• Mengurangi risiko sepsis
• Beberapa zat gizi tidak dapat diberikan parenteral, seperti: glutamin, arginin, nukleotida, serat
(dan asam lemak rantai pendek yang dihasilkannya melalui proses degradasi usus), asam lemak,
dan mungkin juga peptida.
• Meningkatkan angka ketahanan hidup
• Biaya lebih ringan
• Erosi lubang hidung

Komplikasi
Komplikasi nutrisi enteral lebih sering terjadi pada pasien yang membutuhkan perawatan intensif
dibandingkan pada pasien yang sakitnya lebih ringan.

Komplikasi yang berhubungan dengan feeding tubes


Faring (trauma, perdarahan, perforasi ruang retrofaringeal, abses), perforasi esofagus,
pneumomediastinum, pneumothoraks, perdarahan pulmoner, pneumonitis klinis, efusi pleura,
empiema, perforasi lambung, perforasi usus Kegagalan insersi Rasa tidak enak Sinusitis
Kesalahan memasukkantube Obstruksi tube Komplikasi bedah dari gastrotomi dan yeyunostomi
Aerofagi
Komplikasi yang berhubungan dengan cara pemberian nutrisi enteral
Infeksi nosokomial dari kontaminasi bakteri pada makanan Nausea, distensi abdomen dan rasa
tidak enak Regurgitasi atau muntah Aspirasi pulmoner Diare Pseudo-obstruksi intestinal
Interaksi dengan pengobatan enteral
Komplikasi yang berhubungan dengan isi makanan
Hiperglikemia
Azotemia
Hiperkarbia
Abnormalitas elektrolit
Defisiensi zat gizi spesifik (pada penggunaan jangka panjang)

NUTRISI PARENETRAL
Indikasi
Kegagalan percobaan nutrisi enteral dengan feeding tube usus halus dan kondisi saluran cerna
seperti yang tercantum dalam kontraindikasi nutrisi enteral
Kontraindikasi
Hiperglikemi berat, azotemi, ensefalopati, hiperosmolalitas, dan abnormalitas berat cairan dan
elektrolit.
Komplikasi
Hiperglikemi (mungkin karena fungsi imunitas yang terganggu), komplikasi akses vena (segera:
pneumothoraks, trauma vaskuler, hemothoraks; lambat: infeksi, sepsis).

BENTUK PEMBERIAN KALORI


Terdapat 3 bentuk pemberian kalori, yaitu :
1. Karbohidrat
Sebanyak 30-70% dari total kalori dapat diberikan dalam bentuk karbohidrat. Biasanya dalam
bentuk glukosa, tetapi fruktosa dan sorbitol juga digunakan. Insulin mungkin perlu untuk
mempertahankan konsentrasi glukosa darah dalam batas normal, terutama karena resistensi
insulin sering timbul akibat stres tubuh.
2. Lemak
Sebanyak 20-50% dari total kalori dapat diberikan dalam bentuk lemak. Pasien sakit kritis sering
lebih banyak menggunakan lemak sebagai sumber energi daripada glukosa. Lemak juga
menyediakan asam lemak esensial yang dibutuhkan sel. Trigliserida omega-6-polyunsaturated
fatty acid(PUFA) harus diberikan untuk mencegah defisiensi asam lemak esensial (minimal 7%
total kalori). Trigliserida rantai panjang dan sedang dapat juga dipakai sebagai sumber energi;
rasio yang tepat tergantung pada jenis produk dan rute pemberian.
3. Protein
Sebanyak 15-20% dari total kalori dapat diberikan dalam bentuk protein atau asam amino,
bergantung pada rute pemberian.

Kebutuhan mikronutrien juga harus dipertimbangkan; biasanya diberikan Natrium dan Kalium
O1 mmol/kgbb., dapat ditingkatkan jika terdapat kehilangan yang berlebihan. Elektrolit lain
seperti: magnesium, besi, tembaga, seng, dan selenium, juga dibutuhkan dalam jumlah yang
lebih sedikit. Pasien dengan suplementasi nutrisi yang lama membutuhkan pengecekan kadar
elektrolit-elektrolit ini secara periodik. Elektrolit yang sering terlupakan adalah fosfat;
kelemahan otot yang berhubungan dengan penggunaan ventilator yang lama, dan kegagalan
lepas dari ventilator, dapat disebabkan oleh hipofosfatemia. Mikronutrien lainnya adalah
vitamin-vitamin yang larut dalam air ataupun lemak. Jumlah kebutuhan yang tepat untuk
vitaminvitamin spesifik ini masih belum jelas, walau beberapa penelitian telah menunjukkan
konsentrasi yang sangat rendah dalam sirkulasi.

Beberapa Penyulit dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi


Beberapa penyulit, di antaranya adalah pembatasan intake cairan total, intoleransi glukosa,
fungsi ginjal yang terganggu, pengosongan lambung yang terlambat / berkurangnya absorpsi
makanan, diare, dan puasa untuk pelaksanaan beberapa prosedur.

Saat Tepat untuk Memulai Nutrisi Enteral


Para dokter sering terlalu berhati-hati dalam menentukan saat pemberian nutrisi enteral. Banyak
yang mengatakan bahwa saat yang tepat untuk memberikan nutrisi enteral adalah jika bising usus
telah terdengar; hal ini tidak tepat karena fungsi usus dapat cukup normal walaupun bising usus
tidak terdengar. Pada nutrisi enteral, hindari kalori yang berlebihan, makanan yang hanya tinggal
diserap (predigested food) dan overfeeding. Selain itu berikan makanan yang mengandung serat
dan banyak vitamin.19 Tidak ada bukti yang menyokong bahwa pemberian nutrisi enteral
hendaknya dimulai dari jumlah kecil, kecuali pada pasien yang telah kelaparan dalam waktu
lama, karena risiko sindrom refeeding. Secara umum, pemberian nutrisi enteral harus cukup
sejak awal.
Diare dapat timbul pada pemberian makanan yang berlebihan, selain karena terapi antibiotika
multipel, berkepanjangan dan tidak sesuai. Diare bukan indikasi untuk menghentikan nutrisi
enteral dan sering akan hilang jika pemberian nutrisi enteral diteruskan.
Anggapan bahwa pada pankreatitis akut tidak boleh diberi nutrisi enteral untuk mengistirahatkan
pankreas juga akhir-akhir ini dianggap tidak benar, bahkan pasien akan lebih baik jika diberi
nutrisi secara enteral. Kekurangan nutrisi enteral selama sakit kritis juga berhubungan dengan
penurunan besar dalam konsentrasi lipid bilier yang akan berangsur-angsur menjadi normal
kembali setelah nutrisi enteral selama 5 hari. Kemungkinan hilangnya stimulasi enteral pada
pasien ICU menyebabkan metabolism lipid pada hati terganggu.

IMMUNONUTRITION
Immunonutrition adalah nutrisi lengkap yang mengandung unsure protein (arginin, glutamin dan
kasein), karbohidrat (dekstrin dan fruktosa), lemak (minyak jagung dan minyak ikan), zat,
vitamin-vitamin, dan bermacam-macam mineral.
Walaupun manfaat immunonutrition cukup menjanjikan, penggunaan nutrisi tersebut masih
kontroversial. Arginin, salah satu zat dalamimmunonutrition, dapat mengganggu fungsi jantung
jika diberikan dalam dosis berlebihan. Glutamin, suatu asam amino non-esensial, jika diberikan
dalam dosis besar malah dapat mengganggu saluran cerna. Dosis glutamin yang dianjurkan
adalah 0.2-5 g/kgbb./hari. Dosis ini aman, murah, dapat ditoleransi tubuh dengan baik,
meningkatkan keseimbangan nitrogen tubuh serta fungsi barier usus.
Defisiensi glutamin sering timbul pada pasien sakit kritis karena hiperkatabolisme yang terjadi.
Defisiensi glutamin dapat menyebabkan peningkatan translokasi bakteri atau toksin, risiko
sepsis, morbiditas dan mortalitas, lama rawat di ICU atau rumah sakit, serta penurunan aktivitas
makrofag pada dinding usus.Glutamin dalam dosis yang dianjurkan juga dapat menurunkan
prevalensi syok, infeksi, jumlah hari menggunakan ventilator, mortalitas, lama
perawatan, dan biaya.
Penggunaan suplementasi glutamin pada pasien ICU telah diteliti olehItalian Society of Enteral
and Parenteral Nutrition (SINPE). Kelompok ini menyimpulkan bahwa suplementasi glutamin
aman tetapi masih belum jelas apakah melalui enteral lebih menguntungkan daripada melalui
parenteral.4 Pemberian immunonutrition bagi pasien kritis memang masih banyak diperdebatkan.
Penilaian dan pengambilan keputusan harus dilakukan dengan berbagai pertimbangan setelah
melihat kasus per kasus. Tindakan yang diberikan pun harus fleksibel jika kondisi pasien
berubah sewaktu-waktu.

PENUTUP
Pemberian nutrisi di ICU, terutama nutrisi enteral, membutuhkan penelitian mendalam lebih
lanjut sehingga hasilnya dapat lebih reliable dan mencakup berbagai aspek. Selain itu, masih
banyak kontroversi yang masih membutuhkan jawaban agar penanganan pasien ICU makin baik
yang akan menurunkan morbiditas, mortalitas, masa penggunaan ventilator, lama perawatan, dan
biaya.
Nutrisi enteral dalam banyak hal memang lebih baik daripada nutrisi parenteral tetapi harus tetap
waspada terhadap risiko komplikasi. Penghitungan atau perkiraan jumlah kebutuhan nutrisi juga
penting karena jumlah yang kurang dapat memperburuk malnutrisi yang telah dialami pasien.
Tetapi jumlah yang berlebihanpun dapat membahayakan, terutama pada pasien kritis.
Saat yang tepat untuk memulai pemberian nutrisi enteral merupakan hal penting yang
membutuhkan pertimbangan masak. Menurut penelitian terkini, pemberian awal nutrisi enteral
pada pasien yang telah teresusitasi dengan baik dan hemodinamiknya stabil,
memberikan outcome yang menggembirakan. Pemberian immunonutrition pun harus dengan
penuh pertimbangan karena jika berlebihan dapat membahayakan, terutama pada pasien
kritis. Immunonutrition yang mengandung zat-zat nutrisi yang terlalu banyak atau kompleks
dapat menimbulkan efek merugikan karena sebagian zat-zat tersebut dapat berinteraksi satu sama
lainnya dan menimbulkan efek negatif.

Sumber :
Yuliana (RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung). Cermin Dunia Kedokteran. vol. 36 no. 2

Anda mungkin juga menyukai