Anda di halaman 1dari 10

A.

Pengertian

Tumor kulit adalah suatu benjolan yang dapat berbentuk dari berbagai jenis sel-sel dalam
kulit (sel-sel epidermis, melanosit). Tumor-tumor ini dapat merupakan tumor jinak atau
tumor ganas, dapat terletak dalam epidermis atau menembus kedalam dermis dan
jaringan subkutan . (Arif Muttaqin, 2010)

Tumor Kulit adalah tumor yang terbentuk dari berbagai jenis sel seperti sel-sel epidermis,
dan melanosit. Tumor-tumor ini dapat merupakan tumor jinak atau ganas, dapat terletak
dalam epidermis atau menembus ke dalam dermis dan jaringan subkutan.(Price Sylvia,
2006)
Keloid merupakan pertumbuhan berlebihan dari jaringan fibrosa, padat, biasanya
terbentuk setelah penyembuhan luka kulit. Jaringan ini meluas melampaui batas-batas
luka asli,tidak mengalami regresi spontan, dan cenderung tumbuh kembali sesudah eksisi.
( Imam , 2008 )

B. Etiologi
Penyebab pasti tidak diketahui, tidak ada gen khusus yang diidentifikasi sebagai
penyebab berkembangnya suatu keloid, meskipun peningkatan prevalensi keloid
berhubungan dengan peningkatan pigmentasi kulit yang menunjukkan adanya pengaruh
genetik.Keloid dihubungkan secara genetik dengan HLA-B14, HLA-B21, HLA-Bw16,
HLA-Bw35, HLA-DR5, HLA-DQw3, dan golongan darah A.
Transmisi dilaporkan secara autosom dominan dan autosom resesif.
Keloid dapat disebabkan oleh insisi bedah, luka, penyuntikan vaksinasi (BCG), luka
bakar, bekas jerawat, setelah cacar, gigitan serangga, pemakaian anting.

C. Anatomi Fisiologi
Kulit merupakan sistem organ tubuh yang paling luas. Kulit membangun sebuah barrier

yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi

dalam banyak fungsi tubuh yang vital. Kulit bersambung dengan membran mukosa pada

ostium eksterna sistem digestivus, respiratorius dan urogenital. Kulit berfungsi untuk

menjaga jaringan internal dari trauma, bahaya radiasi sinar ultraviolet, temperatur yang

ekstrim, toksin dan bakteri. Secara mikroskopis, kulit terdiri dari 3 lapisan yaitu

epidermis, dermis dan lemak subkutan.

1. Epidermis

Merupakan bagian terluar kulit, terbagi menjadi 2 lapisan utama yaitu lapisan sel-sel

tidak berinti yang bertanduk (stratum korneum atau lapisan tanduk) dan lapisan

dalam yaitu stratum malphigi. Stratum malphigi ini merupakan asal sel-sel

permukaan bertanduk setelah mengalami proses diferensiasi. Stratum malphigi dibagi

menjadi lapisan sel basal (stratum germinativum), stratum spinosum dan stratum

granulosum. Secara berurutan 5 lapisan epidermis mulai dari bawah sampai keatas

yaitu stratum basale (germinativum), stratum spinosum, stratum granulosum, stratum

lucidum dan stratum corneum. Ketebalan lapisan epidermis bervariasi tergantung tipe

kulit. Keratinisasi, maturasi dan migrasi pada sel kulit, dimulai pada lapisan kulit

yang paling dalam yaitu stratum basale. Sel ini dikatakan sebagai keratinocit (sel kulit

yang immatur), berperan dalam merubah bentuk lapisan sel pada lapisan granular ke

dalam lapisan sel yang sudah mati. Stratum basale merupakan asal mula untuk

diperlukan sebagai regenerasi pada epidermis.

Dalam proses keratinocyt ini diproduksi sejumlah filaments (tonofilament) atau

tonofibril yang dibuat dari suatu protein yang disebut keratin dan keratohyalin
granule. Keratinocyt ditandai dengan akumulasi pada keratin yany disebut dengan

keratinisasi. Pada epidermis terdapat melanocytes yang membuat melanin dan

memberikan warna pada kulit. Fungsi lapisan epidermis adalah melindungi dari

masuknya bakteri, toksin, untuk keseimbangan cairan secara berlebihan.

2. Dermis

Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan

memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh (Price dan Wilson, 1995).

Lapisan dermis terdiri dari 2 lapisan yaitu papillaris dan retikularis. Lapisan papillaris

dermis berada langsung di bawah epidermis, tersusun terutama dari sel-sel fibroblast

yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen dari

jaringan ikat. Lapisan retikularis terletak di bawah lapisan papillaris dan juga

memproduksi kolagen serta berkas-berkas serabut elastik. Dermis juga tersusun dari

pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar

rambut. Dermis sering disebut sebagai ”kulit sejati” . Lapisan dermis lebih tebal

daripada lapisan epidermis. Fungsi dermis secara keseluruhan adalah untuk

keseimbangan cairan melalui pengaturan aliran darah kulit, termoregulasi melalui

pengontrolan aliran darah kulit dan juga sebagai faktor pertumbuhan dan perbaikan

dermal.

3. Lapisan Subkutaneus

Jaringan subkutan adalah merupakan lapisan lemak dan jaringan ikat yang banyak

terdapat pembuluh darah dan saraf. Pada lapisan ini penting untuk pengaturan

tempertur pada kulit. Lapisan ini dibuat dari kelompok jaringan adiposa (sel lemak)

yang dipisahkan ole sel fibrous septa. Sebagai bantalan jaringan yang lebih dalam dan
pada lapisan ini berfungsi sebagai pelindung tubuh terhadap dingin serta tempat

penyimpanan bahan bakar. Makan yang berlebih akan meningkatkan penimbunan

lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun

merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.

Fisiologi Penyembuhan Luka


Proses dasar biokimia dan selular yang sama terjadi dalam penyembuhan semua
cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai;
luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar; atau luka akibat tindakan bedah.
Proses fisiologis penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam 4 fase utama :
1. Respons inflamasi akut terhadap cedera: mencakup hemostasis, pelepasan histamin
dan mediator lain dari sel-sel. yang rusak, dan migrasi sel darah putih (leukosit
polimorfonuklear dan makrofag) ke tempat yang rusak tersebut.
2. Fase destruktif., Pembersihan jaringan yang mati dan yang mengalami devitalisasi
oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag.
3. Fase proliferatif: Yaitu pada saat pembuluh darah baru, yang diperkuat oleh jaringan
ikat, menginfiltrasi luka.
4. Fase maturasi: Mencakup re-epitelisasi, konstraksi luka dan reorganisasi jaringan ikat.
Peristiwa seluler dan biokimia utama di dalam setiap fase dijelaskan secara lebih
terinci pada, yang memperjelas implikasi praktis untuk penatalaksanaan luka pada
setiap tingkat.
Dalam kenyataannya, fase-fase penyembuhan tersebut saling tumpang-tindih dan durasi
dari setiap fase serta waktu untuk penyembuhan yang sempuma bergantung pada
beberapa faktor, termasuk ukuran dan tempat luka, kondisi fisiologis umum pasien, dan
adanya bantuan ataupun intervensi dari luar yang ditujukan dalam rangka mendukung
penyembuhan.

D. Patofisiologi
Keloid dapat dijelaskan sebagai suatu variasi dari penyembuhan luka. Pada suatu luka,
proses anabolik dan katabolik mencapai keseimbangan selama kurang lebih 6-8 minggu
setelah suatu trauma. Pada stadium ini, kekuatan luka kurang lebih 30-40% dibandingkan
kulit sehat. Seiring dengan maturnya jaringan parut (skar), kekuatan meregang dari skar
juga bertambah sebagai akibat pertautan yang progresif dari serat kolagen. Pada saat itu,
skar akan nampak hiperemis dan mungkin menebal, tepi penebalan ini akan berkurang
secara bertahap selama beberapa bulan sampai menjadi datar, putih, lemas, dapat
diregangkan sebagai suatu skar yang matur. Jika terjadi ketidakseimbangan antara fase
anabolik dan katabolik dari proses penyembuhan, lebih banyak kolagen yang diproduksi
dari yang dikeluarkan, dan skar bertumbuh dari segala arah. Skar sampai diatas
permukaan kulit dan menjadi hiperemis.
Skar yang meluas ini akan timbul sebagai keloid dengan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain : semua rangsang fibroplasia yang berkelanjutan (infeksi kronik, benda
asing dalam luka, tidak ada regangan setempat waktu penyembuhan, regangan berlebihan
pada pertautan luka), usia pertumbuhan, bakat, ras dan lokasi.

E. Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda dari keloid adalah adanya benjolan kemerahan berbentuk kubah, keras,
tidak teratur, berbatas jelas, menonjol, pigmentasi, ukurannya jauh lebih besar daripada
lukanya sendiri, sifatnya melebar dan meninggi dengan terlihat adanya teleangiectasis.
Pada tahap awal benjolan terasa kenyal, gatal, dan nyeri bila disentuh tetapi lama-
kelamaan benjolan mengeras dan tidak terasa apa-apa. Perkembangan keloid biasanya
cepat, kira-kira dalam jangka waktu bulanan.

Pada pemeriksaan fisik perlu diketahui riwayat lesi, ciri-ciri lesi, serta frekuensi tempat-
tempat lesi. Pada keloid sebenarnya tidak perlu melakukan pemeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan darah karena hanya akan mempermahal biaya pemeriksaan, tetapi
cukup melakukan biopsi saja.

Lokasi-lokasi munculnya keloid antara lain adalah di pipi, telinga, leher, dan cenderung
di dada bagian atas dan bahu.

F. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Keloid ditangani secara konservatif dengan penyuntikan sediaan kortikosteroid
intrakeloid yang diulang 2-3 minggu sekali sampai efek yang diinginkan tercapai.
Penyuntikan ini biasanya dapat memperkecil keloid dan mengurangi iritasi.
Pengobatan baru untuk keloid juga termasuk penyuntikan interferon, verapamil,
bleomisin, asam retinoid, toksin botolinum intrakeloid.

b. Pembedahan

1. Krioterapi
Digunakan nitroge liquid yang mempengaruhi mikrovaskularisasi dan
menyebabkan kerusakan sel melalui kristal intrasel yang mengakibatkan anoksia
sel. Penggunaan krioterapi tanpa modalitas tanpa modalitas terapi yang lain
menghasilkan resolusi tanpa rekurensi pada 51-74% pasien setelah 30 bulan
observasi.

2. Eksisi
Rekurensi dapat terjadi sekitar 45-100% pada pasien dengan terapi eksisi tanpa
modalitas terapi lain seperti radioterapi atau injeksi kortikosteroid post eksisi.

3. Terapi laser
Dapat digunakan laser karbon dioksida, laser argon atau YAG laser. Dengan laser
karbon dioksida, lesi dapat terpotong dan terbakar dengan trauma jaringan yang
minimal.
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan artitis reumatoid, adalah:

1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan desrtuksi sendi akibat akumulasi cairan sinovial

dan proses peradangan

Di tandai dengan: keluhan nyeri, kekakuan dalam pergerakan, aktivitas terganggu

Tujuan: nyeri berkurang dan klien mampu mengontrol rasa nyerinya, dengan kriteria

hasil:

a. Klien mengatakan rasa nyeri berkurang

b. Klien mampu berrelaksasi dan melakukan aktivitas yang dapat ditolerir

c. Klien terlihat/dapat tenang dan mampu beristirahat dengan maksimal

Rencana tindakan:

a. Observasi sifat, intensitas, lokasi dan durasi tingkat nyeri

b. Beri obat non steroi anti inflamasi (analgeisk), antipiretik sesqui program observasi

catat adanya toksisitas dari obat, seperti mual muntah

c. Anjurkan klien istirahat dengan adekuat dan imobilisasikan persendian yang sakit

dengan alas yang khusus.

d. Beri kompres hangat untuk mengurangi kekakuan dan nyeri pada persendian

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan, deformitas fungsi sendi

Di tandai dengan: pergerakan lambat, ROM menurun, koordinasi terganggu, kekuatan

otot menurun dan adanya rasa nyeri


Tujuan: klien mampu mempertahankan posisi, gerakan sendi yang optimal serta

deformitas minimal, dengan kriteria hasil:

a. Klien mengatakan nyeri berkurang saat melakukan aktivitas/pergerakan

b. Klien dapat meningkatkan aktivitas secara bertahap

Rencana tindakan:

a. Observasi kesimetrisan sendi, bentuk dan tanda-tanda inflamasi

b. Kaji kemampuan klien dalam melakukan ROM aktif maupun pasif, kolaborasi

dengan fisioterapi untuk rehabilitasi

c. Observasi kekakuan pada pagi hari serta beberapa lama

d. Bantu klien saat melakukan aktivitas seperti duduk, berjalan/memindah benda

3. Ketidakmampuan melakukan perawatan diri berhubungan dengan deformitas sendi, rasa

nyeri, penurunan kekuatan sendi

Ditandai dengan: pergerakan yang kaku, nyeri, lelah

Tujuan: klen dapat memperlihatkan kemampuan untuk memenuhi ADL dan menunjukkan

penurunan tingkat ketergantungan, dengan kriteria hasil:

a. Rasa nyeri minimal

b. Klien mampu memenuhi kebutuhan ADL

Rencana tindakan:

a. Tentukan tingkat ketergantungan klien dengan menggunakan skala ketergantungan

b. Pertahankan mobilitas kontrol nyeri dan program latihan

c. Ajarkan klien posisi duduk dan berdiri sesuai dengan body alignment
d. Ingatkan kepada keluarga untuk memberi kesempatan pada kilen untuk memenuhi

ADL-nya secara mandiri sesuai dengan kemampuan klien dan cegah terjadi cedera

jatuh.
DAFTAR PUSTAKA

Annonimous, (2007), Apotik Online Dan Media Informasi Penyakit, diakses dari

http://www.medicastore.com/

Annonimous, (2007), Artritis, diakses dari http://republika_online.com

Mansjoer, Arif, dkk. (ed), (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid 1, Media

Aeskulapius, Jakarta

Santosa, Budi (ed.), (2005), Panduan Diagnosa Keperawatn Nanda 2005-2006, Prima Medika,

Jakarta

Wilkinson, Judith M., (2007), Diagnosis Keperawatan, dengan intervensi NIC dan Kriteria Hasil

NOC,

Anda mungkin juga menyukai