Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan fenomena kejadian di masyarakat saat ini dimana penderita

diabetes melitus masih sulit menurunkan kadar gula darah meski telah menggunakan

obat-obatan. Hal tersebut disebabkan sebagian besar masyarakat belum melakukan

pola diit yang teratur. Tidak teraturnya pola diet di masyarakat dipengaruhi kurangnya

pengetahuan tentang pola diit yang telah diberikan. Padahal, bagi penderita diabetes

pengaturan diet adalah suatu metode penting yang harus dilakukan utuk mengontrol

penyakit tersebut (Utami, 2008). Diet yang baik adalah diet yang disesuaikan dengan

kebutuhan kalori klien tetapi tidak meningkatkan kadar glukosa darah. Namun pola

diet pada pasien diabetes melitus tidak teratur dikarenakan individu belum

mengetahui dan memiliki kesadaran terhadap kebutuhan dirinya serta kemampuan

untuk mandiri terhadap pola dietnya, padahal hal tersebut sangatlah penting

(Rafanani, 2012).

Menurut Yunir (2006), masalah yang selalu timbul pada penderita Diabetes

Mellitus adalah cara mempertahankan kadar glukosa darah penderita supaya tetap

dalam keadaan terkontrol, aktivitas fisik merupakan hal yang paling sering diabaikan

oleh penderita DM. Hal Ini disebabkan karena banyak penderita Diabetes mellitus

yang tidak mengetahui pentingnya aktivitas fisik sehingga tidak melaksanakanya

dalam kehidupan sehari-hari atau kurangnya kepatuhan dalam menjalankan aktivitas


fisik tersebut. Padahal aktivtas fisik merupakan hal pokok yang harus dilakukan

penderita DM. Seperti dalam penelitian Kaizu (2014), bahwa aktivitas fisik

merupakan kontrol gula darah yang baik dan menurunkan faktor resiko terjadinya

kardiovaskuler pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

Berdasarkan data Internasional Diabetes Federation (IDF) tahun 2013,

terdapat 382 juta orang didunia menderita diabetes melitus tipe II dengan kematian

mencapai 4,6 juta orang. Pada tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat kesepuluh

dunia dengan jumlah penderita diabetes melitus tipe II sebanyak 6,6 juta orang,

Indonesia menempati ututan ke-7 dari 10 negara dengan penderita diabetes tertinggi

pada tahun 2013 (IDF, 2013). Data perkumpulan Endokrinologi (PERKINI,2015)

jumlah penderita di Indonesia mencapai 9,1 juta orang, dari peringkat ke-7 menjadi

peringkat ke-5 teratas diantara nergara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di

dunia

Menurut laporan Riset Dasar (Rikerdas) tahun 2013, prevalensi DM di

Indonesia sebesar 1,5%. Pada tahun 2030 untuk indonesia diperkirakan pada tahun

2030 akan memiliki penyandang diabetes sebanyak 21,3 juta jiwa (Depkes,2013).

Sementara, di Sumatera barat diperkirakan sebanyak 3,4 juta jiwa menderita DM tipe

2 (Informasi Kementrian Kesehatan RI,2013). Selain itu, berdasarkan prevalensi

nasional, Sumatera Barat memiliki prevalensi total DM sebanyak 1,3 %, dimana

berada diurutan 14 dari 33 provinsi di Indonesia. Berdasarkan umur, penderita banyak

dalam rentang usia 56-64 tahun dengan prevalensi sebesar 4,8% (Kemenkes, 2013).
Penderita Diabetes Melitus di RSUD dr Mohammad Zyn Sampang Madura

adalah . . . . . . . .

DM jika tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi yaitu hiperglikemia.

beberapa penyebab yang memicu timbulnya hiperglikemia seperti, peningkatan

asupan karbohidrat, penurunan sekresi insulin, peningkatan luaran glukosa hati, stress

berlebih, peningkatan asupan glukosa perifal (resistensi insulin) dan kurang aktivitas

fisik. Hiperglikemia merupakan keadaan dimana gula darah melebihi batas normal,

biasanya lebih dari 200 ml/dl (Mahendra Dkk, 2008). Hiperglikemia ini biasanya

terjadi akibat tubuh tidak memproduksi insulin secara cukup untuk mengendalikan

kadar gula darah atau jika tubuh tidak memproduksi insulin sama sekali. Peningkatan

kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan kerusakan beberapa organ tubuh yang utama (Moore, 2013)

Kurang aktivitas fisik dapat memperparah terjadinya hiperglikemia, karena

aktivitas fisik memiliki peranan yang sangat penting dalam mengendalikan kadar gula

dalam darah, dimana saat melakukan aktivitas fisik terjadi peningkatan pemakaian

glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menyebabkan penurunan

glukosa darah, selain itu dengan aktivitas fisik dapat menurunkan berat badan,

meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan respirasi, menurunkan LDL dan

meningkatkan HDL sehingga mencegah penyakit jantung koroner apabila aktivitas

fisik ini dilakukan secara benar dan teratur. Anjuran olahraga atau aktivitas fisik

sebetulnya bukan merupakan hal yang baru sebelum di temukanya insulin pada tahun

1921, namun pada waktu itu belum jelas aktivitas fisik yang harus dilakukan seperti
jenis latihan, dosis, frekuensi maupun intensias dari latihan (Soegondo, Subekti,

Pradana, 2007). Menurut Misdiarly (2006), dampak dari kurangnya aktivitas fisik

dapat memperparah terjadinya hiperglikemia, meningkatkan resiko penyakit seperti

hipertensi, stroke, penyakit jantung koroner, dan obesitas. Keadaan hiperglikemia

merupakan peran utama terjadinya komplikasi pada DM. Hiperglikemia terjadi

peningkatan jalur polyol sehingga meningkatkan pembentukan protein glikasi non

enzimatik serta meningkatkan proses glikosilasi sehingga menyebabkan stres oksidasi

dan akhirnya menyebabkan komplikasi baik vaskulopati, retinopati, neuropati

ataupun nefropati diabetika (Permana, 2008).

Diabetes Mellitus tipe 2 dapat menyebabkan beberapa komplikasi secara fisik

yang bersifat akut maupun kronis. Beberapa komplikasinya yakni seperti kebutaan,

penyakit gagal ginjal terminal, bahkan amputasi ekstremitas bawah. Kondisi tersebut

dapat membuat pasien stres dan mengalami kecemasan yang hebat. Stres yang

menetap menimbulkan respon berupa aktivasi sistim saraf simpatis dan peningkatan

hormon kortisol. Kortisol ini akan meningkatkan konversi asam amino, laktat dan

piruvat dihati menjadi glukosa melalui proses glukogenesis, yang dapat

meningkatkan kadar glukosa darah. Perjalanan penyakit ditentukan oleh dampak

interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan. Intervensi terhadap life

style, pola makan yang kelebihan kalori, termasuk pengendalian glukosa darah,

terbukti memberi dampak positif terhadap perjalanan penyakit dengan perkataan lain

hadirnya faktor ini akan memperburuk toleransi tubuh terhadap glukosa, yang berarti

mempercepat laju perjalanan penyakit (Manaf, 2009).


Menurut Hartini (2009), Ada empat pilar yang perlu dijalankan agar penderita

DM dapat hidup sehat. Empat pilar pengendalian diabetes: edukasi, pengaturan

makan, olah raga atau gerak badan dan obat (tablet atau insulin). Edukasi bisa dalam

bentuk penyuluhan, konseling dan dilakukan berulang-ulang karena ini penyakit DM

merupakan penyakit metabolik yang cara penyembuhannya dengan memperhatikan

ke empat pilar pengendalian tersebut. Penderita DM dapat makan segala makanan

hanya saja ada pengawasan jumlah, jenis dan jadwal. Kepatuhan diet ada harus ditaati

oleh penderita DM agar glukosa darahnya stabil. Menurut Strong (2011) menyatakan

bahwa dokter memberikan rekomendasi kebutuhan pasien dengan memperhitungkan

tinggi badan, berat badan dan tingkat aktivitas pasien dengan pedoman dari

PERKENI (2006) distribusi energi ditetapkan sesuai dengan rekomendasi diantaranya

protein 10-20%, dan lemak 20-25% serta karbohirdrat 45-65%. Menurut Susanto

(2013), seseorang yang mengalami stres cenderung memiliki gaya hidup dan pola

makan yang buruk, dan sudah diketahui bahwa kedua hal tersebut merupakan pemicu

DM. Peningkatan kortisol secara kronik dapat menyebabkan hancurnya daya tahan

tubuh. DM dapat meningkat berawal adanya tuntutan pankreas yang berlebih untuk

mendapatkan insulin. Respon stres karena makan makanan yang banyak mengandung

kadar glukosa lebih buruk akibatnya karena aliran darah telah banyak mengandung

glukosa yang tinggi sebagai respon alami tehadap stress (Hanson, 2010).
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan edukasi yaitu

penderita diabetes dapat hidup lebih lama, karena kualitas hidup sudah merupakan

kebutuhan bagi seseorang, serta kengininan igin merawat dirinya sendiri, sehingga

komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi, selain itu juga jumlah hari

sakit penyandang diabetes dapat diminimalisir sehingga penderita dapat berfungsi dan

berperan sebaik-baiknya di dalam masyarakat.

1.2 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana evaluasi 4 pilar pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 di ruang

Dahlia Rumah Sakit dr Mohammad Zyn Sampang Madura?


1.1 Objektif
1. Mengevaluasi pelaksanaan edukasi pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di

ruang Dahlia Rumah Sakit dr Mohammad Zyn Sampang Madura ?

2. Mengevaluasi Kepatuhan Diit pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di ruang Dahlia

Rumah Sakit dr Mohammad Zyn Sampang Madura ?


3. Mengevaluasi Aktivitas fisik pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di ruang Dahlia

Rumah Sakit dr Mohammad Zyn Sampang Madura ?


4. Mengevaluasi Pengobatan pasien Diabetes Melitus di ruang Dahlia Rumah

Sakit dr Mohammad Zyn Sampang Madura?

1.2 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti


Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam

melakukan penelitian serta dapat dijadikan sebagai bekal dalam melakukan

penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang.

1.4.2 Manfaat Bagi Rumah Sakit


Dapat dijadikan masukan bagi badan layanan umum Rumah Sakit dalam

pengambilan keputusan dan kebijakan tentang upaya keberhasilan pengobatan

Diabetes Melitus.
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan tinjauan keilmuan di bidang keperawatan medikal bedah

sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dalam setiap melakukan peran

professional.
1.4.4 Manfaat Bagi Responden
Dapat menjadi bahan tambahan wawasan kesehatan dalam upaya keberhasilan

pengobatan pasien Diabetes Melitus dan terus tetap menjaga pola hidup sehat.

Anda mungkin juga menyukai