Anda di halaman 1dari 15

LONG CASE

TRAUMA MEDULA SPINALIS


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Syaraf
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :
Arum Pelangi
20174011005

Diajukan Kepada :
dr. H. Zamroni, Sp,S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

1
A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. PBL


Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Klaci RT 05/04 Margoluwih Seyegan Sleman

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri punggung

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang perempuan usia 40 tahun datang ke RS PKU Muhammadyah Gamping dengan
keluhan nyeri punggung , badan lemas sampai ke kaki . Nyeri punggungnya dirasakan setelah
pasien terjatuh dari kamar mandi , pasien mengatakan terjatuhnya dengan posisi duduk .
Mual dan muntah disangkal , BAK dan BAB nya tidak lancar .

Riwayat Penyakit Dahulu


- DM (+)
- Hipertensi (-)
- Penyakit ginjal (-)
- Penyakit jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat keluhan yang sama (-)
- DM (+)
- Hipertensi (-)
- Penyakit Ginjal (-)
- Penyakit jantung (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Compos Mentis, tampak lemah
Vital Sign :
TD : 128/87 mmHg
N : 115x/menit
T : 36,7oC
Rr : 22x/menit

Status Generalis :
- Pemeriksaan Kepala-leher
 Bentuk : Mesocephal, simetris
2
 Mata : Kongjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edem palpebral (-)
 Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-)
 Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
 Leher : Limfadenopati (-)

- Pemeriksaan Thorax
Pemeriksaan Paru
 Inspeksi : Dinding dada simetris, ketertinggalan gerak (-), jejas (-)
 Palpasi : Vokal Fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
 Auskultasi : Vesicular (+), ronkhi basah halus dibasal paru (-),
wheezing (-)
- Pemeriksaan Cor
 Inspeksi : Ictus cordis (-)
 Palpasi : Ictus cordis (+) di SIC V mid clavicular
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : Suara S1>S2 normal regular

- Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Datar, jejas (-)
 Auskultasi : BU (+) normal
 Perkusi : Timpani, pekak beralih (-)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), undulasi (-)
 Hepar-Lien : Tidak teraba

- Ekstermitas
 Superior : Edem (-), deformitas (-), akral hangat
 Inferior : Edem (-), deformitas (-), akral hangat

D. PEMERIKSAAN STATUS NEUROLOGIS


Pemeriksaan nervi cranialis
a) N. I (Olfactorius) : daya pembau DBN kanan = kiri
b) N. II (Opticus) : tidak dilakukan
c) N. III (Occulomotorius), N. IV (Trochlearis), & N. VI (Abducen)
 Ptosis (-/-), nistagmus (-/-), exoftalmus (-/-), enoftalmus (-/-)
 Gerak bola mata ke atas : normal/normal
3
 Gerak bola mata ke bawah : normal/normal
 Gerak bola mata ke medial : normal/normal
 Pupil : isokor
 Strabismus : (-/-)
 Diplopia : (+/+)
 Reflek cahaya langsung : (+/+)
 Reflek cahaya konsensuil : (+/+)
 Reflek akomodatif : (+/+)

d) N. V (Trigeminus)

 Motorik : menggigit (+), membuka mulut (+)


 Sensorik : sensibilitas atas (+/+), tengah (+/+), bawah (+/+)
 Reflek : masseter (-), zygomaticus (-/-), kornea (+/+)

e) N. VII (Facialis)

 Mengerutkan dahi : sama tinggi


 Kedipan mata : kanan = kiri
 Sudut mulut : sama tinggi
 Mengerutkan alis : sama tinggi
 Menutup mata : +/+
 Lakrimasi : (-/-)

f) N. VIII (Vestibulocochlearis)

 Mendengar suara gesekan tangan : (+/+)


 Tes Rinne : tidak dilakukan
 Tes Weber : tidak dilakukan
 Tes Schwabach : tidak dilakukan

g) N. IX (Glossopharyngeus)

 Daya kecap lidah 1/3 belakang : baik


 Reflek muntah : tidak dilakukan
 Sengau : (-)

h) N. X (Vagus)

 Bersuara : normal
 Menelan : normal
i) N. XI (Accessorius)
 Memalingkan kepala : (+/+)
 Mengangkat bahu : simetris
 Atrofi otot bahu : (-/-)
j) N. XII (Hipoglossus)
 Sikap lidah : deviasi (-)
 Artikulasi : jelas
4
 Tremor lidah : (-)
 Atrofi otot lidah : (-)
 Fasikulasi lidah : (-)
 Ekstremitas

Kekuatan :

Tonus :

Trofi :

Sensibilitas :

Refleks Fisiologis :

Refleks Patologis :

Klonus :

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Hasil Nilai


Darah Rutin Rujukan

Leukosit (mm3) 5.800 4.000-11.000

Basofil (%) 1 0-1

Eosinofil (%) 3 1-3

Neutrofil (%) 52 50-70

Limfosit (%) 38 20-40

Monosit (%) 6 2-8

5
Eritrosit(juta/mm3) 3,43 3,8-5,4

Hemoglobin (g/dl) 10,6 12-18

Hematokrit (%) 30 37-54

MCV (fl) 87,2 82-98

MCH (pg) 30,9 27-34

MCHC (g/dL) 35,5 32-36

Trombosit(ribu/mm3) 290 150-400

GDS 354 70-140

E. PEMERIKSAAN CT-SCAN COLUMNA VERTEBRA LUMBAL


Hasil :
1 . Kelengkungan VLS normal
2. Trabekulasi corpus VL normal, tak tampak penurunan densitas
3. Tampak pemipihan corpus di corpus VTH 12
4. Tampak osteofit di aspek anterior corpus VL 4
5. DIV lumbal tak melebar maupun menyempit
Kesan :
1. Axial compression corpus VTH 12
2. Spondylosis VL 4
3. Tak tampak Listhesis

Diagnosis
- Trauma Medula Spinalis

Diagnosis Banding
- HNP ( Herniasi Nukleus Pulposus )
6
Penatalaksanaan
- RL
- Ketorolac 1 amp/8jam
- Methyl prednisolon 62,5mg/8jam
- Proglitasol 30mg/24jam
- Eperison 1tab/8jam
- Novorapid 16 unit

7
PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Trauma medula spinalis adalah trauma pada tulang belakang langsung maupun
tidak langsung yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga sehingga
menimbulakan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau
kematian.

2. ETIOLOGI

Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis:

1. Cedera medula spinalis traumatik

Terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak medula spinalis. Cedera medula
spinalis didefinisikan traumatik sebagai lesi traumatik pada medula spinalis dengan
beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board of
Physical Medicine and Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord Injury
Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan kontusio
dari kolum vertebra.

2. Cedera medula spinalis non traumatik

Terjadi ketika kondisi kesehatan seperti penyakit, infeksi atau tumor


mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau kerusakan yang terjadi pada
medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor penyebab
dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor neuron, myelopati spondilotik,
penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi
toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan.

3.PATOFISIOLOGI

8
Cedera medulla spinalis kebanyakan terjadi sebagai akibat cedera pada vertebra.
Medulla spinalis yang mengalami cedera biasanya berhubungan dengan akselerasi,
deselerasi, atau kelainan yang diakibatkan oleh berbagai tekanan yang mengenai tulang
belakang. Tekanan cedera pada medulla spinalis mengalami kompresi, tertarik, atau merobek
jaringan. Lokasi cedera umumnya mengenai C1 dan C2,C4, C6, dan T11 atau L2.
Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai serviikal pada C5 dan
C6. Jika mengenai spina torakolumbar, terjadi pada T12 dan L1. Fraktur lumbal adalah
fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian bawah. Bentuk cidera ini mengenai
ligament, fraktur vertebra, kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada
medulla spinalis.
Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa yang
memiliki perubahan degenerative vertebra, usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas
saat mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami cedera leher saat menyelam.
Jenis cidera ini medulla spinalis bertentangan dengan ligementum flava dan mengakibatkan
kontusio kolom dan dislokasi vertebra. Transeksi lengkap dari medulla spinalis dapat
mengikuti cedera hiperekstensi. Lesi lengkap dari medulla spinalis mengakibatkan
kehilangan pergerakan volunteer menurun pada daerah lesi dan kehilangan fungsi refleks
pada isolasi medulla spinalis.
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat dari
ketinggian, dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur vertebra
dan menekan medulla spinalis. Diskus dan fragmen tulang dapat masuk ke medulla spinalis.
Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan edema dan
perdarahan. Edema pada medulla spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.

4. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari trauma medulla spinalis terbagi menjadi 2 kategori, yaitu berdasarkan
skala impairment scale dan berdasarkan tipe atau lokasi trauma
a. Klasifikasi Impairment Scale
Menurut American Spinal Injury Association, trauma medulla spinalis
dikategorikan dalam 5 tingkatan yaitu tingkat A, B, C, D dan E. Pembagiannya
adalah sebagai berikut:

Grade Tipe Gangguan Medulla Spinalis

A Komplit Tidak ada fungsi motorik dan sensorik


sampai S4-S5
B Komplit Fungsi senosrik masih baik tapi motorik
terganggu sampai segmen S4-S5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level,
tapi otot-otot motorik utama masih memiliki
kekuatan <3
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level,
otot-otot motorik utama memiliki kekuatan
9
>=3
E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal

b. Klasifikasi Tipe dan Lokasi Trauma


Terdapat beberapa pembagian untuk klasifikasi ini, diantaranya sebagai berikut:
1) Complete spinal cord injury (Grade A)
a. Unilevel
b. Multilevel
2) Incomplete spinal cord injury (Grade B, C, D)

Sindroma Kausa Utama Gejala Klinis

Brown-Squard Trauma tembus, 1. Paresis UMN ipsilateral di


Syndrome kompresi bawah lesi dan LMN setinggi
lesi
2. Gangguan eksteroseptif
(nyeri dan suhu) kontralateral
3. Gangguan proprioseptif (raba
dan tekan) ipsilateral
Sindroma Cedera yang 1. Paresis LMN setinggi lesi,
Spinalis menyebabkan UMN dibawah lesi
2. Dapat disertai disosiasi
Anterior HNP T4-6
sensibilitas
3. Gangguan eksteroseptif,
proprioseptif normal
4. Disfungsi spinkter
Sindroma Hematomielia, 1. Paresis lengan > tungkai
2. Gangguan sensorik bervariasi
Spinalis Sentral trauma spinal
di ujung distal lengan
Servikal
3. Disosiasi sensibilitas
4. Disfungsi miksi, defekasi,
dan seksual
Sindroma Trauma, infark 1. Paresis ringan
2. Gangguan eksteroseptif
Spinalis arteri spinalis
punggung, leher, dan bokong
Posterior posterior
3. Gangguan proprioseptif
bilateral
Sindroma Trauma lower 1. Gangguan motorik ringan,

10
Konus sacral cord simetris
2. Gangguan sensorik, bilateral,
Medullaris
disosiasi sensibilitas
3. Nyeri jarang, relatif ringan,
simetris, bilateral pada
perineum dan paha
4. Refleks achilles -, patella +,
bulbocavernosus -, anal –
5. Disfungsi spinkter, ereksi,
dan ejakulasi
Sindroma Cedera akar saraf 1. Gangguan motorik sedang
Kauda Equina lumbosakral sampai berat, asimetris
2. Gangguan sensibilitas,
asimetris, tidak ada disosiasi
sensibilitas
3. Nyeri sangat berat, asimetris
4. Gangguan refleks bervariasi
5. Gangguan spinkter timbul
lambat, ringan, jarang
terdapat disfungsi seksual

5. TANDA DAN GEJALA

Adapun tanda dan gejala adalah sebagai berikut :


1. Tergantung tingkat dan lokasi kerusakan
Tanda dan gejala trauma medula spinalis tergantung dari tingkat kerusakan dan lokasi
kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan volunter,
hilangnnya sensasi nyeri, temperature, tekanan dan propriosepsi, hilangnya fungsi
bowel dan bladder dan hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.
2. Perubahan reflex
Setelah trauma medula spinalis terjadi edema medula spinalis, sehingga stimulus
reflex juga terganggu misalnya reflex pada bladder, aktivitas visceral, reflex ejakulasi.
3. Spasme otot
Gangguan spasme otot terutama terjadi pada trauma komplit trans versal, di mana
pasien terjadi ketidak mampuan melakukan pergerakan.
4. Tanda dan gejala

11
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid para lisis di bawah garis kerusakan,
hilangnya sensasi, hilangnya releks reflex spinal, hilangnya tonus vasomotor yang
mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat di bawah garis
kerusakan dan inkontinensia urine dan retensi fases.
5. Autonomic dysreflesia
Autonomic dysreflesia terjadi pada cedera thorakal enam ke atas, di mana pasien
mengalami gangguan reflex autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi
paroksimal, distensi bladder.
6. Gangguan fungsi seksual
Banyak kasus memperlihatkan pada laki-laki adanya impotensi, menurunnya sensasi
dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat dapat ereksi tetapi tidak dapat ejakulasi.

6. DIAGNOSIS

Tanda penting untuk diagnosis antara lain:

1. Nyeri leher atau punggung pasca trauma


2. Mati rasa atau kesemutan (parestesi) anggota badan atau ekstrimitas
3. Kelemahan atau paralisis
4. Kehilangan fungsi pencernaan dan kandung kencing
5. Gambaran radiologis

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

-Foto rontgen merupakan pemeriksaan penunjang yang penting pada trauma


vertebra. Foto anteroposterior dan lateral dapat digunakan untuk penilaian cepat
tentang kondisi tulang spinal. Foto lateral paling dapat memberikan informasi dan
harus dilakukan pemeriksaan terhadap alignment (kelurusan) dari aspek anterior dan
posterior yang berbatasan dengan vertebra torakalis serta pemeriksaan angulasi spinal
di setiap level. Jaringan lunak paravertebra atau prevertebral yang bengkak biasanya
merupakan indikasi perdarahan pada daerah yang fraktur atau ligamen yang rusak.
Foto anterioposterior regio thoraks dan level lainnya dapat menunjukkan vertebra
torakalis yang bergeser ke lateral atau menunjukkan luasnya pedikel yang rusak.2

- Computed tomography (CT scan) potongan sagital dan koronal dapat menggambarkan anatomi tulang dan fraktur terutama C7-T1

yang tidak tampak pada foto polos, MRI memberikan gambaran yang sempurna dari vertebra, diskus, dan medula spinalis serta merupakan prosedur

12
diagnostik pilihan pada pasien dengan cedera medula spinalis. Kanalis yang mengalami subluksasi, herdiasi diskus akut atau rusaknya ligamen jelas

tampak pada MRI. Selain itu, MRI juga dapat mendeteksi EDH atau kerusakan medula spinalis itu sendiri, termasuk kontusio atau daerah yang

mengalami iskemi.

8. PENATALAKSANAAN

-Steroid Dosis Spinal

Menurut National Acute Spinal Cord Injury Studies (NASCIS-2) dan


NASCIS-3, pasien dewasa dengan akut, nonpenetrating cedera medula spinalis dapat
diterapi dengan metilprednisolon segera saat diketahui mengalami cedera medula
spinalis. Pasien diberikan metilprednisolon 30 mg/kg berat badan secara intravena
dalam delapan jam, dan terutama dalam tiga jam setelah cedera, dilanjutkan dengan
infus metilprednisolon 5,4 mg/kg berat badan tiap jam 45 menit setelah pemberian
pertama. Jika pasien mendapatkan bolus metilprednisolon antara 3-8 jam setelah
cedera, maka seharusnya pasien tersebut menerima infus metilprednisolon selama 48
jam sedangkan jika pemberian metilprednisolon dalam tiga jam setelah cedera, maka
pemberian infus prednisolon diberikan selama 24 jam.

- Alat Ortotik

Alat ortotik eksternal yang rigid (kaku), dapat menstabilisasi spinal dengan
cara mengurangi range of motion (ROM) dan meminimalkan beban pada spinal. Pada
umumnya penggunaan cervical collars (colar brace) tidak adekuat untuk C1, C2 atau
servikotorak yang instabil. Cervicothoracic orthoses brace diatas torak dan leher,
meningkatkan stabilisasi daerah servikotorak. Minerva braces meningkatkan
stabilisasi servikal pada daerah diatas torak hingga dagu dan oksiput. Pemasangan alat
yang disebut halo-vest paling banyak memberikan stabilisasi servikal eksternal.
Empat buah pin di pasangkan pada skul (tengkorak kepala) untuk mengunci halo ring.
Stabilisasi lumbal juga dapat digunakan sebagai torakolumbal ortose.6

13
A. B. C.
Gambar 10. Alat ortose rigid, A. Cervicothoracic orthoses brace, B. Minerva
brace, C. Halo ring.9
- Operasi

Tindakan operasi dapat dilakukan dalam 24 jam sampai 3 minggu pasca


trauma. Tindakan operatif awal (kurang dari 24 jam) lebih bermakna menurunkan
perburukan neurologis, komplikasi, dan keluaran skor motorik satu tahun pasca
trauma. Tetapi boleh bertujuan untuk mengeluarkan fragmen tulang, benda asing,
reparasi hernia diskus, dan menstabilisasi vertebra guna mencegah nyeri kronis.

Indikasi untuk operasi adalah adanya fraktur, pecahan tulang yang menekan
medula spinalis, gambaran neurologis yang progresif memburuk, fraktur atau
dislokasi yang labil, terjadinya herniasi diskus intervertrebalis yang menekan medula
spinalis.

9. PROGNOSIS

Pasien dengan cedera medula spinalis komplit hanya mempunyai harapan


untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam,
maka peluang untuk sembuh kurang dari menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi
sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan
kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medula spinalis dapat
sembuh dan mandiri

14
DAFTAR PUSTAKA

Clara Valley. (2013). Spinal Cord Injury Facts and Figures at a Glance. University of
Alabama at Birmingham. Cited 2015 Agus 20. Available from
https://www.nscisc.uab.edu/PublicDocuments/fact_figures_docs/Facts%202013.pdf

De. Jong dan sjamsunhidayat. (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah . edisi 3. EGC: Jakarta

Liwang frans, Tanto,C. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. edisi 4. Media aesculapius;
Jakarta.

Mardjono, Mahar & Sidharta Priguna. (2014). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat

Margaret C. Spinal cord injury . World Health Organization. 2013 . Cited 2015 Agus 20.
Available from

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/94190/1/9789241564663_eng.pdf.

15

Anda mungkin juga menyukai