Anda di halaman 1dari 17

FRAKTUR HUMERUS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :
Arum Pelangi
Diyan Rasikhah

Diajukan Kepada :
dr. Kuncahyo Kamal A, Sp.OT

BAGIAN ILMU BEDAH ORTHOPAEDY


RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

1
A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Alamat : Tumut Sumbersari Moyudan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Tanggal masuk : 24 Februari 2018

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri pada lengan kanan atas

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang wanita berusia 43 tahun datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah Gamping pada
tanggal 24 Februari 2018 pukul 08.30 dengan keluhan nyeri pada lengan kanan atas dan sulit
digerakan. Pasien mengatakan 1 jam sebelumnya jatuh terpleset saat akan ke kamar mandi
dengan posisi tubuh tengkurap serta tangan kanan tertindih tubuhnya sendiri.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat serupa (-), DM (-) , Hipertensi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-)

Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Compos mentis, GCS E4V5M6
 Vital Sign
- Tekanan Darah: 108/ 80 mmHg
- Denyut Nadi : 119 kali/menit
- Respirasi : 20kali/menit
- Temperatur : 37 oC

Kepala : Vulnus laseratum (-), hematome (-), Vulnus eksoriasi (-) , tenderness (-).
Reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), konjungtiva anemis (-/-),

2
Leher :
• Inspeksi : hematome (-), vulnus laceratum (-), Vulnus eksoriasi(-)
• Palpasi : Tenderness (-), Swelling (-), Pulsasi (+), simetris, reguler
• ROM : DBN
Thorax :
• Inspeksi : terlihat bentuk dada normal, simetris,, retraksi (-), sikatrik (-), jejas (-)
• Palpasi : fokal fremitus (N), ketinggalan gerak (-)
• Perkusi : Sonor (+)
• Auskultasi. : vesikuler
Abdomen
• Inspeksi : Jejas (-), hematom (-)
• Auskultasi : Bising usus (+) normal
• Perkusi : Timpani (+)
• Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstremitas
• Capillary Refill Time < 2 detik
• Akral hangat
• Regio brachium: nyeri (+), deformitas (+), ROM ↓↓

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis Kerja
Close fracture complete transversal displaced 1/3 mid humerus dextra

3
Diagnosis Banding
Close fraktur complete 1/3 mid humerus dextra
Close fraktur complete 1/3 distal humerus dextra
Close fraktur complete 1/3 proksimal humerus dextra

Penatalaksanaan
Non Operatif
A. Farmakologi
• Infus Ringer Lactate : 20 tpm
• Injeksi analgetik : Injeksi Ketorolac 1 amp
B. Non Farmakologis
• immobilisasi pada bagian fraktur: pasang spalk, bidai/balut
Operatif : Konsul dokter spesialis orthopedic pre ORIF

4
FRAKTUR HUMERI

Definisi

Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang
terbagi atas:
1. Fraktur leher humeri
2. Fraktur tuberkulum mayus
3. Fraktur diafisis
4. Fraktur suprakondiler
5. Fraktur kondiler
6. Fraktur epidondilus medialis

1. Fraktur Leher Humeri


Fraktur leher humeri umumnya terjadi pada wanita tua yan telah
mengalami osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada tulang. Mekanisme trauma
biasanya penderita jatuh dan terjadi trauma pada anggota gerak atas.
Klasifikasi: fraktur impaksi dan fraktur dan impaksi, dengan atau tanpa pergeseran.
Pengobatan: pada fraktur impaksi atau tanpa imaksi yang tidak disertai pergeseran
dapat dilakukan terapi konservatif saja dengan memasang mitela dan mobilisasi segera pada
gerak sendi bahu. Bila fraktur disertai dengan pergeseran dapat dipertimbangkan tindakan
operatif.
Komplikasi : kekakuan pada sendi, trauma saraf yaitu nervus axilaris, dislokasi sendi bahu.

2. Fraktur tuberkulum mayus humeri


Fraktur dapat terjadi bersamaan dengan dislokasi humeri atau merupakan fraktur
tersendiri akibat trauma langsung di daerah sendi bahu biasanya terjadi pada orang tua dan
umumnya tidak mengalami pergeseran. Pengobatan fraktur dengan dislokasi humeri
direposisi, biasanya fraktur juga terposisi dengan sendirinya. Pengobtan fraktur tanpa
pergeseran fragmen dengan cara konservatif. Pada fraktur yang disertai pergeseran fragmen
sebaiknya dilakukan operasi dengan memasang screw. Komplikasi painful syndrome.

5
3. Fraktur Diafisis
Fraktur diafisis humerus biasanya terjadi pada 1/3 tengah humerus dimana trauma
dapat bersifat memuntir yang menyebabkan fraktur spiral dan bila trauma bersifat langsung
dapat menyebabkan fraktur tranversal, oblik pendek atau komunutif. Fraktur patologis
biasanya terjadi pada 1/3 proksimal humerus.

Gambaran klinis pada fratur humerus ditemukanan pembengkakan, nyeri tekan serta
deformitas pada daerah humerus. Pada setiap fraktur humerus harus diperiksa adanya lesi
nervus radialis terutama pada daerah 1/3 tengah humerus. Pemeriksaan radiologis dapat
ditentukan lokasi dan konfigurasi fraktur. Prinsip pengobatan adalah konservatif karena
angulasi dapat tertutup oleh otot dan secara fungsionl tidak terjdi gangguan, disamping itu 1/3
kontak cukup memadai terjadinya union. Pengobatan konservatif dilakukan dengan
pemasangan Uslab atau pemasangan gips tergantung (hanging cast). Pengobatan
operatif dengan pemasangan plate atau screw atau pin dari Rush atau pada fraktur terbuka
dengan fiksasi eksternal.
Indikasi operasi :
- Fraktur terbuka
- Terjadi lesi nervus radialis setelaah dilakukan reposisi (jepitan nervus radialis)
- Nonunion
- Penderita yang ingin segera bekerja secra aktif

4. Fraktur Supracondylar Humerusi


Adalah fraktur dari os humerus distal pada bagian supracondylar, salah satu fraktur
paling sering pada anak-anak. Fragmen distal dapat displacement baik ke posterior atau ke
anterior. Mekanisme cedera posterior angulasi atau displacement (95 persen dari semua
kasus) menunjukkan cedera hyperextension, biasanya karena jatuh dengan posisi lengan
hyperextensi. Humerus rusak tepat di atas kondilus. Fragmen distal terdorong ke belakang
dan (lengan bawah biasanya pronasi) memutar ke dalam. Ujung bergerigi dari fragmen
proksimal bersentuhan ke dalam jaringan lunak anterior, terkadang melukai arteri brakialis
atau saraf medianus. Displacement ke anterior jarang, biasanya dikarenakan kekerasan
langsung (misalnya jatuh tepat pada bagian siku) pada saat keadaan flexi.

6
Gambar Klasifikasi Gartland

Klasifikasi (Gartland):
Tipe I : adalah patah tulang undisplaced.
Tipe II : adalah fraktur angulated dengan posterior korteks masih dalam kontinuitas.
IIA - cedera kurang parah dengan fragmen distal hanya angulated.
IIB - cedera parah, terjadi baik angulated dan malrotated.
Tipe III : fraktur sepenuhnya terpisah (meskipun periosteum posterior biasanya masih
bertahan, yang akan membantu saat reduksibedah).

5. Fraktur kondilus humerus


Fraktur kondilus humerus jarang terjadi pada orang dewasa dan sering terjadi pada
anak-anak. Mekanisme trauma biasanya terjadi pada saat tangan dalam posisi out stretched
dan sendi siku dalam posisi fleksi dengan trauma pada bagian lateral atau medial. Fraktur
condilus lateralis sering terjadi dari pada medialis. Klasifikasi pemeriksaan radiologi
- Fraktur pada satu kondilus

7
- Fraktur interkondiler (fraktur T/Y)
- Fraktur komunutif
Fraktur kondiler sering bersama-sama dengan fraktur suprakondiler. Gambaran klinis nyeri
dan pembengkakan serta perdarahan subkutan pada daerah sendi siku. Ditemukan nyeri
tekan, ganguan pergeraan serta krepitasi pada daerah tersebut. Pengobatan fraktur tanpa
pergeseran fragmen tidak memerlukan reposisi, cukup dengan pemasangan gips sirkuler
selama 6 minggu dan dilanjutkan dengan fisioterapi secara hati-hati. Fraktur kondiler
adalah fraktur yang mengenai permukaan sendi sehingga memerlukan reduksi dengan
operasi segera, akurat dan rigid sehingga mobilisasi dapat dilakukan secepatnya.

Anatomi dan Fisiologi


Os. Humerus

Gambar Anatomi Os. Humerus

8
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung
bawah.
1) Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi
dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu.
Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Di sebelah luar
ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan
disebelah depan terdapat sebuahmbenjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara
tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari
otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
2) Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Di sebelah
lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima
insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari
sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-
spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3) Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama
tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-
benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi
dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu
epikondil lateral dan medial.

Tipe Fraktur
Klasifikasi fraktur humerus berdasarkan Ortopedics Trauma Association Ortopaedics Trauma
Association (OTA)
Tipe A: fraktur sederhana (simple fracture)
A1: spiral
A2: oblik (>30°)
A3: transversa (<30°)
Tipe B: fraktur baji (wedge fraktur)
B1:spiral wedge
B2:bending wedge
B3:fragmented wedge

9
Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)
C1: Spiral
C2: Segmental
C3: Ireguler (significant comminution)
Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi :
1. Fraktur sepertiga proximal humerus.
Fraktur yang mengenai proximal metafisis sampai insersi m.pectoralis mayor
diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi pectoralis
mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta
distal fragmen bergeser kearah medial. Fraktur antara insersi m. pectoralis mayor
dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir distal dari proksimal
fragmen dengan pergeseran lateral dan proksimal dari distal fragmen.
2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus. Jika fraktur terjadi di distal dari insersi
deltoid pada sepertiga tengah korpus humerus, pergeseran ke medial dari fragmen
distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan terjadi.

Gambaran klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen
tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada ekstrimitas.
Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas normal.
Exstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur.
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
pada tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.
6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan arteri
brakhialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi pergelangan
tangan atau ekstensi jari-jari tangan

Diagnosis

10
1. Laboratorium : Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas .
2. Radiologi. Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur
(transversal, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas).
Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan. Sendi bahu dan siku harus
terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada
perencanaan preoperative dapat membantu pada perencanaaan perioperative.
Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-scan, bone –scan dan MRI jarang
diindikasikan, kecuali pada kasus dengan kemungkinan fraktur patologis.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vaskularisasi. CT-scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang lebih kompleks

Penatalaksanaan
1. Konservarif : Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani
secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan serta
rotasi fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai 30o, masih dapat ditoleransi,
ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya pada patah tulang terbuka dan non-
union perlu reposisi terbuka dan non union perlu reposisi terbuka diikuti dengan
fiksasi interna. Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban
pada lengan dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah.
Hanging cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan sikufleksi 90
derajat dan bagian lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast
(pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek (short cast) dari
bahu hingga siku atau functional polypropylenebrace selama kurang lebih 6 minggu.
Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan konservatif. Pergelangan tangan
dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan pendulum pada bahu dimulai
dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif ditunda hingga fraktur mengalami
union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6 minggu, variasi lainnya sekitar
minggu. Sekali mengalami union, hanya sling (gendongan) yang dibutuhkan hingga
fraktur mengalami konsolidasi. Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan
pada terapi konservatif.
a. Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus dengan
pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada fraktur

11
transversa dan oblik pendek menunjukkan kontra indikasi relatif karena
berpotensial terjadinya gangguann dan komplikasi pada saat penyembuhan.
Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat sepanjang waktu
dengan posisi cast tetap untuk efektifitas.
b. Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki stabilitas
yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging arm cast.
Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff. Coaptation splint diindikasikan
pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal dan untuk
jenis fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan
penggunaan hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla,
bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan functional brace
pada 1-2 minggu pasca trauma.
c. Shoulder spica cast
Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi dan eksorotasi
ekstrimitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi cast, berat cast dan
bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan ekstrimitas
atas.
d. Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan
alignment fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan. Brace
biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien diberikan hanging
arm cast atau coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini
meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat dipercaya dan
ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff dapat
digunakan untuk menopang lengan bawah, aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi
varus (kearah midline).
Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman, membosankan dan
frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini kadang-kadang cukup
dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat bahwa tingkat komplikasi
setelah internal fiksasi pada humerus tinggi dan sebagian besar fraktur humerus
mengalami union tanpa tindakan operatif.
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukant tindakan
pembedahan, diantaranya:
 Cedera multiple berat
 Fraktur terbuka

12
 Fraktur segmental
 Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
 Fraktur patologis
 Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah (anterbrachii) dan humerus
tidak stabil bersamaan
 Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
 Non-union
Fiksasi dapat berhasil dengan:
1. Kompresi plate dan screws
Platting menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki keuntungan
tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungdi bahu dan siku. Ini membutuhkan diseksi
luas dan perlindungan pada saraf radialis. Platting umumnya diindikasikan pada fraktur
humerus dengan kanal medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus,
fraktur humerus dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan eksplorasi
untuk evaluasi dan perawatan yang berhubungan dengan lesi neurovaskuler, serta humerus
non-union.
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
Nail diindikasi pada fraktur segmental dimana penempatan plate akan memerlukan diseksi
jaringan lunak, frakatur humerus pada tulang osteopenic, serta pada fraktur humerus
patologis. Antegrade nailing terbentuk dari paku Antegrade nailing terbentuk dari paku
pengunci yang kaku (rigid interlocking nail) yang dimasukkan ke dalam rotator cuff dibawah
kontrol (petunjuk) fluroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun memiliki
kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada rotator cuff pada beberapa kasus yang berarti.
Jika hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan fraktur belum mengalami union,
penggantian nailing dan bone grafting mungkin diperlukan; atau dapat diganti dengan
external fixator . Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari masalah
tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan kurang aman dalam
mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur.
3. External fixation
External fixation merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka dan mungkin
merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka dan fraktur segmental energi tinggi.
Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi, defek atau kehilangan
tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak yang luas.

13
Perawatan Pasca Bedah
 Perawatan luka operasi pada umumnya
 Pasien diinstruksikan untuk mulai latihan ROM ringan beberapa hari setelah
operasi dengan penekanan untuk menggerakkan jari-jari, pergelangan tangan dan siku
untuk mencegah kekakuan sendi. Tambahkan latihan gerakan pendulum pada sendi bahu
sesegera mungkin dimulai minggu-minggu awal post operatif.
 Disarankan pasien untuk memakai sling sampai fungsi otot kembali secara penuh.
 Latihan keras dihindari sampai 12 minggu atau sampai fraktur sembuh

Komplikasi
1. Cedera vaskuler jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstrimitas,
kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan
tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi
dan perbaikan langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler. Pada keadaan internal
fixation dianjurkan
2. Cedera saraf radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama fraktur oblik
pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera yang tertutup, saraf ini
sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan operasi segera. Pergelangan tangan dan
telapak tangan harus secara teratur digerakkan dari pergerakkan pasif putaran
penuh hingga mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih.
Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan dalam 12 minggu, saraf harus dieksplorasi.
Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat
kembali dengan baik dengan pemindahan tendon. Jika fungsi saraf masih ada
sebelum manipulasi lalu kemudian cacat setelah dilakukan manipulasi, hal
ini dapat diamsusikan bahwa saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan
operasi eksplorasi.
3. Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis tidak
mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan
kejadian fraktur berulang meningkat. Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan
pembentukan pus, jaringan lunak disekitar fraktur harus dibuka dan di
drainase. Pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini namun jika intramedullary

14
nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak perlu dilepas.
Komplikasi lanjut delayed union and non-union fraktur transversa kadang
membutuhkan waktu beberapa bulan untuk menyambung kembali, terutama jika
traksi digunakan berlebihan (penggunaan hanging cast jangan terlalu berat).
Penggunaan teknik yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah,
sejauh ada tanda-tadna pembentukan kalus (callus) cukup baik dengan
penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu tetap
bergerak. Tingkat non- union dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi
rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih
cenderung mengalami baik delayed union dannon-union.Intermedullary nailing
menyebabkan delayed union, tetapi jika fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat
non-union dapat tetap dibawah 10%.
4. Join stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas lebih awal,
namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu nyeri disarankan) dapat membatasi
pergerakan bahu untuk beberapa minggu. Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus
jarang terjadi. Pada anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak
perlu di pikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana pada lengan hingga ke
badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih tua memerlukan plaster splint
pendek

Kesimpulan

Fraktur humerus adalah dalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus
yang terbagi atas fraktur leher humeri, fraktur tuberkulum mayus, fraktur diafisis, fraktur
suprakondiler, fraktur kondiler, fraktur epidondilus medialis dimana gejala pada fraktur
humerus sama dengan fraktur pada tulang lainnya yaitu terjadi deformitas, nyeri, shortening,
pembengkakan dan perubahan warna kulit pada area fraktur, krepitasi. Dalam menegakkan
diagnosis fraktur humerus dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk

15
mengetahui gambaran garis fraktur dan pergeseran tulang lainnya. Penatalaksanaan pada
fraktur humerus umumnya dapat ditangani secara tertutup karena toleransinya yang baik
terhadap angulasi, pemendekan serta rotasi fragmen patah tulang. Hanya pada patah tulang
terbuka dan non-union perlu reposisi terbuka dan non union perlu reposisi terbuka diikuti
dengan fiksasi interna. Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi. Hanging
cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan sikufleksi 90 derajat. Fiksasi yang
digunakan dalam menangani fraktur humerus antara lain adalah kompresi plate dan screws,
pin semifleksible dan external fixation. Komplikasi fraktur humerus antara lain cedera
vaskuler, cedera saraf radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, infeksi luka pasca trauma
yang sering menyebabkan osteitis kronik dan joint stiffnes

DAFTAR PUSTAKA

Anonymus. Fraktur Patah Tulang (online).2009.


(http://perawatpsikiatri.blogspot.com/search/label)diakses tanggal 11 April 2009

Apley A Graham, Solomom Lous. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Edisi ke-7
Jakaerta; Widya medika 1995

16
Bernard B, 1996. Fraktur dan dislokasi. Yayasan Essentica Medika:Yogyakarta.
P.1028-1030.

Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture
In: A-Z of Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University
Press; p 110-111.

Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In


Chapter 43: Orthopedic; In:Handbook of Fracture second edition.
Wolters Klunser
Company : New York

Netter, Frank H. Netter’s Orthopaedics, Edisi ke-1 USA Elseveir 2006

Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,2007,


Bab. 14; Trauma. Jakarta. Hal 380-395

Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo 2002 Anatomi Bagian I,


Penerbit Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga; Surabaya

Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The SkeletalSystem: The Appendicular
Skeleton.

Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah ke 2. EGC:
Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai