Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya dalam memberikan petunjuk, kemudahan dan
kelancaran bagi penyusun maka kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Dalam proses penyusunannya, kami masih menjumpai sedikit hambatan
untuk menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul “Absorpsi” dengan tepat
waktu.
Disadari bahwa laporan ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik
tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penyusun ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan dan bantuan baik moril maupun materiil kepada kami
dalam penyusunan laporan ini.
Pada dasarnya kami telah berusaha menyajikan yang terbaik, namun kami
menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca untuk kesempurnaan laporan ini kedepannya.
Akhir kata, kami berharap semoga laporan ini dapat diterima oleh semua
pihak sekaligus dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa pada khusunya dan
masyarakat/pembaca pada umumnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Absorpsi CO2 pada liquid dengan HCl 0,01 M
..................................................................................................................................7
Tabel 4.2 Data standarisasi HCl 0,01 M dengan Na2CO3 0,01 M.........................15
Tabel 4.3 Data Hasil Perhitungan Nilai KGa......................................................... 16
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Grafik antara laju alir dengan konsentrasi akhir larutan....................18
Gambar 4.2 Grafik antara laju alir dengan KGa.....................................................19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Hampir semua reaksi kimia yang diterapkan dalam industri kimia
melibatkan bahan baku yang berbeda wujudnya, baik berupa padatan, gas maupun
cairan. Oleh karena itu, reaksi kimia dalam suatu industri dapat terjadi dalam fase
ganda atau heterogen, misalnya biner atau bahkan tersier (Coulson 1996).
Walaupun terdapat perbedaan wujud pada bahan-bahan baku yang direaksikan,
namun terdapat satu fenomena yang selalu terjadi. Sebelum reaksi kimia
berlangsung, maka salah satu atau lebih bahan baku (reaktan) akan berpindah dari
aliran utamanya menuju ke lapisan antarfase/batas atau menuju aliran utama
bahan baku yang lain yang berada di fase yang berbeda.
Absorpsi gas-cair merupakan proses heterogen yang melibatkan perpindahan
komponen gas yang dapat larut menuju penyerap yang biasanya berupa cairan
yang tidak mudah menguap (Franks 1967).Reaksi kimia dalam proses absorpsi
dapat terjadi di lapisan gas, lapisan antar fase, lapisan cairan atau bahkan badan
utama cairan, tergantung pada konsentrasi dan reaktifitas bahan-bahan yang
direaksikanntuk memfasilitasi berlangsungnya tahapan-tahapan proses tersebut,
biasanya proses absorpsi dijalankan dalam reaktor tangki berpengaduk bersparger,
kolom gelembung (bubble column) atau kolom yang berisi tumpukan partikel
inert (packed bed column). Proses absorpsi gas-cair dapat diterapkan pada
pemurnian gas sintesis, recovery beberapa gas yang masih bermanfaat dalam gas
buang atau bahkan pada industri yang melibatkan pelarutan gas dalam cairan,
seperti H2SO4, HCl, HNO3, formadehid dll (Coulson 1996).
Dalam percobaan ini digunakan larutan NaOH sebagai cairan penyerap untuk
mengabsorbsi gas CO2. Pemilihan larutan NaOH ssebagai cairan penyerap
disebabkan oleh waktu reaksinya yang relative cepat, harganya murah, dan dapat
dengan mudah diregenerasi.
1
1.2 TujuanPercobaan
Untuk mendapatkan nilai koefisien perpindahan massa pada fase liquid dan
gas
Untuk mendapatkan faktor- faktor yang mempengaruhi koefisien perpindahan
massa.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Laju yang menunjukkan perpindahan molekul terlarut yang terabsorpsi
dikenal dengan interface mass-transfer rate dan bergantung dengan jumlah
permukaan kontak kedua fluida. Jumlah area kontak tersebut berhubungan
erat dengan ukuran dan bentuk material isian (packing), laju cairan, distribusi
cairan antar permukaan packing, potensi cairan untuk menggenang, dan sifat-sifat
lain. Berdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi dibedakan
menjadi:
Absorpsi Fisika
Komponen yang diserap pada absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih
tinggi (dibanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa melibatkan
reaksi kimia.Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol, Selexol,
Rectisol (LURGI), flour solvent (propylene carbonate).
Absorpsi Kimia
Absorpsi kimia melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat
berinteraksi. Reaksi yang terjadi dapat mempercepat laju absorpsi, serta
meningkatkan kapasitas pelarut untuk melarutkan komponen terlarut. Contoh:
Absorpsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA, Benfield Process
(Kalium Karbonat)
4
Neraca massa umum :
L out x out + G out y out = L in x in + G in y in
di mana :
Gin = Laju alir molar inlet gas
Gout = Laju alir molar outlet gas
Lin = Laju alir molar outlet liquid
Lout = Laju alir molar inlet liquid
x = Fraksi mol gas terlarut dalam liquid murni
y = Fraksi mol gas terlarut dalam inert gas
5
2.4 Packing pada kolom absorber
Random Packing
Pengisian secara acak memberikan luas permukaan spesifik yang besar dan
porositas yang lebih kecil, sehingga menurunkan biaya investasi. Namun,
pressure drop yang dihasilkan akan lebih besar.
Regular or Stack Packing
Pengisian yang tersusun memberikan pressure drop yang lebih kecil dan efektif
untuk laju alir yang tinggi. Namun, investasi lebih besar.
2.6 Analisis Perpindahan Massa dan Reaksi dalam Proses Absorpsi Gas oleh
Cairan.
Secara umum, proses absorpsi gas CO2 ke dalam larutan NaOH yang disertai
reaksi kimia berlangsung melalui empat tahap, yaitu perpindahan massa CO2
melalui lapisan gas menuju lapisan antar fase gas-cairan, kesetimbangan antara
CO2 dalam fase gas dan dalam fase larutan, perpindahan massa CO2 dari lapisan
gas ke badan utama larutan NaOH dan reaksi antara CO2 terlarut dengan gugus
hidroksil (OH-). Skema proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.6.
6
Gas bulk flow Gas film Liq. film Liq. bulk flow
pg
pai
A*
Ra [ A*] a D A .k 2 .[ OH ] (3)
Kedaan batas:
D A .k 2 .[OH ]
(a) 1
kL
D A .k 2 .[OH ] [OH ] D A
(b) dengan z adalah koefisien reaksi
kL z. A * D B
kimia antara CO2 dan [OH-}, yaitu = 2.
Di fase cair, reaksi antara CO2 dengan larutan NaOH terjadi melalui beberapa
tahapan proses:
7
NaOH (s) Na+ (l) + OH- (l) (a)
CO2 (g) CO2 (l) (b)
CO2 (l) + OH- (l) HCO3- (l) (c)
HCO3- (l) + OH- (l) H2O (l) + CO32- (l) (d)
CO32- (l) + Na+ (l) Na2CO3(l) (e)
Langkah d dan e biasanya berlangsung dengan sangat cepat, sehingga
proses absorpsi biasanya dikendalikan oleh peristiwa pelarutan CO2 ke dalam
larutan NaOH terutama jika CO2 diumpankan dalam bentuk campuran dengan gas
lain atau dikendalikan bersama-sama dengan reaksi kimia pada langkah c (Juvekar
dan Sharma, 1973).
Eliminasi A* dari persamaan 1, 2 dan 3 menghasilkan :
a.H . pg . D A .k 2 .[OH ]
Ra (4)
a.H . D A .k 2 .[OH ]
1
k Ga
D A .k 2 .[OH ]
Jika nilai kL sangat besar, maka: 1 , sehingga persamaan di atas
kL
2
menjadi: a.H . pg . D A .k 2 .[OH ] k L
Ra (5)
2
a.H . D A .k 2 .[OH ] k L
1
k Ga
Jika keadaan batas (b) tidak dipenuhi, berarti terjadi pelucutan [OH-] dalam
larutan. Hal ini berakibat:
D A .k 2 .[OH ] [OH ] D A
(6)
kL z. A * D B
Dengan demikian, maka laju absorpsi gas CO2 ke dalam larutan NaOH akan
mengikuti persamaan:
a.H . pg . .k L
Ra (7)
a.H . .k L
1
k Ga
8
Dengan adalah enhancement factor yang merupakan rasio antara koefisien
transfer massa CO2 pada fase cari jika absorpsi disertai reaksi kimia dan tidak
disertai reaksi kimia seperti dirumuskan oleh Juvekar dan Sharma (1973):
1/ 2
[OH ] D B
1 .
D A .k 2 .[OH ]
z. A * D A
. (8)
kL [OH ] D B
z. A * D A
Nilai diffusivitas efektif (DA) CO2 dalam larutan NaOH pada suhu 30oC adalah 2,1
10-5 cm2/det (Juvekar dan Sharma, 1973).
Nilai kGa dapat dihitung berdasarkan pada absorbsi fisik dengan meninjau
perpindahan massa total CO2 ke dalam larutan NaOH yang terjadi pada selang
waktu tertentu di dalam alat absorpsi. Dalam bentuk bilangan tak berdimensi, kGa
dapat dihitung menurut persamaan (Kumoro dan Hadiyanto, 2000):
1, 4003 1/ 3
k Ga .dp 2 .Q CO 2
4,0777 CO 2 CO 2 (9)
DA CO 2 .a CO 2 .D A
6(1 ) Vvoid
Dengan a dan
dp VT
Secara teoritik, nilai kGa harus memenuhi persamaan:
2
mol (CO2 , liq ) mol (CO3 )
k GA (10)
A.Z . . p lm . A.Z . . p lm .
Jika tekanan operasi cukup rendah, maka plm dapat didekati dengan p = pin-pout.
Sedangkan nilai kla dapat dihitung secara empirik dengan persamaan (Zheng dan
and Xu, 1992):
0,3 0,5
k la .dp .Q
0,2258 NaOH NaOH (11)
DA .a .D A
9
Jika laju reaksi pembentukan Na2CO3 jauh lebih besar dibandingkan
dengan laju difusi CO2 ke dalam larutan NaOH, maka konsentrasi CO2 pada batas
film cairan dengan badan cairan adalah nol. Hal ini disebabkan oleh konsumsi
CO2 yang sangat cepat selama reaksi sepanjang film.Dengan demikian, tebal film
(x) dapat ditentukan persamaan:
D A .( p in p out )
x 2
(12)
mol (CO3 ).R.T
10
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
11
H
E
V-5
F-3
V-3
P-5
V-1
F-1 V-4
A
F-2 V-7
V-6
V-2
B
P
C
C. GambarAlat
12
3.2Variabel Percobaan
Flow meter NaOH : 2,3,4,5,6 LPM
Flow meter CO2 2,4 LPM
Flow meter udara 1 LPM
3.3 Skema Pecobaan
13
3.4 Prosedur Percobaan
1. Tutup semua valve yang ada.
2. Isi bak penampung bawah dengan larutan NaOH 0.01 N.
3. Nyalakan pompa untuk mengisi bak penampung overflow.
4. Nyalakan kompresor untuk mengalirkan udara kedalam kolom dan atur laju
aliran udara dengan melihat flowmeter udara.
5. Mengalirkan larutan NaOH yang telah disiapkan kebagian atas kolom
dengan laju alir tertentu dengan melihat flowmeter untuk LPM.
6. Tunggu sampai keadaan steady state (kira-kira 10 menit) kemudian diambil
sample cairan untuk dianalisa konsentrasinya.
7. Analisa konsentrasi CO2 pada liquid menggunakan titrasi dengan larutan
HCl sebanyak dua kali masing-masing menggunakan indikator MO.
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sample
Laju Alir (LPM) NaOH Vol HCL (mL)
No. (mL)
15
Tabel 4.2 Data standarisasi HCl 0,01 M dengan Na2CO3 0,01 M
Praktikum kali ini yaitu Absorbsi, yang merupakan proses heterogen yang
melibatkan perpindahan komponen gas yang dapat larut menuju penyerap yang
biasanya berupa cairan yang tidak mudah menguap. Dalam praktikum ini,
digunakan gas CO2 sebagai absorbat dan larutan NaOH 0.01 N sebagai absorben.
Absorbsi ini menggunakan larutan NaOH 0.01 N yang dialirkan kedalam
kolom dengan spray dan dengan kolom yang dilengkapi dengan packing. Ini
16
bertujuan untuk memperluas permukaan kontak antara NaOH dengan CO2.
Sehingga proses absorbsi berjalan optimal. NaOH mengalir dari bagian atas
kolom, sedangkan gas CO2 mengalir dari bagian bawah kolom. Dimana diketahui
bahwa NaOH mempunyai berat jenis yang lebih besar dari gas CO2. Maka sifat
alami fluida yaitu akan mengalir dari atas ke bawah akibat gaya gravitasi bumi.
Sedangkan gas yang akan bergerak ke atas karena dibantu dengan tekanan
kompresor. Aliran ini ditujukan agar kontak dapat terjadi antara cairan dan gas.
Konsep praktikum absorbsi ini yaitu mengenai perbedaan tekanan udara
sepanjang kolom isian basah dengan laju alir air. Kolom isian basah merupakan
kolom yang dialiri air dan udara. Prinsipnya kontak antara cairan dan udara yang
terjadi dikolom di mana cairan dialirkan dari kolom bagian atas, sedangkan gas
dari kolom bagian bawah (counter current) sehingga akan terjadi kontak antara
cairan dan udara didalam kolom yang dapat menimbulkan penurunan tekanan.
Beberapa variabel yang mempengaruhi penyerapan CO2 oleh NaOH yaitu:
Tinggi dan diameter kolom, dimana semakin tinggi kolom dan semakin beras
diameternya maka waktu tinggal akan semakin lama dan akan mempengaruhi
jumlah zat yang bereaksi.
Tinggi dan jenis isian (packing), yaitu fungsi utama packing ini adalah untu
memperluas permukaan kontak. Semakin luas permukaan kontak, diharapkan
semakin banyak zat yang saling bertumbukan dan mengalami reaksi.
Konsentrasi cairan NaOH dan laju alir CO2 ,udara dan NaOH. Semakin besar
konsentrasi dan laju alirnya maka mol CO2 yang terserap akan semakin besar
pula.
Setelah semua proses berjalan dengan baik atur flowmeter sesuai dengan
variabel yang ditentukan asisten laboratorium yaitu 2, 3, 4, 5, dan 6 LPM larutan
NaOH dan untuk CO2 yaitu 2 dan 4 LPM. Jika kondisi operasi sudah stabil pada
variabel yang diinginkan tunggu sampai waktu 10 menit kemudian ambil sampel
kira-kira 10 ml untuk dianalisa konsentrasi CO2. Ambil 5 ml sample masukkan
kedalam beaker glass kemudian tambahkan beberapa tetes indikator MO
kemudian titrasi menggunakan HCl 0.01N dari warna kuning sampai warna jingga.
Sample di titrasi dua kali dengan HCl untuk mengetahui banyaknya CO2 yanng
17
terserap. Dalam titrasi diharapkan orang yang melakukan titrasi sebaiknya
dilakukan oleh orang yang sama untuk semua sample karena setiap orang
mempunyai cara pandang yang berbeda untuk perubahan reaksi dalam titrasi
tersebut. Kemudian menghitung konsentrasi Na2CO3, NaHCO3, dan CO2 yang
terabsorsi.
Gambar 4.1 Grafik antara laju alir dengan konsentrasi akhir larutan
Dari grafik diatas yang konsentrasi akhir larutan paling banyak yaitu pada
variabel laju alir 3 dan 5 LPM yaitu sebesar 0.0159.Konsentrasi akhir larutan
hasilnya tidak stabil dikarenakan laju alir pada saat proses absorpsi untuk
flowmeter laju alirnya tidak stabil sehingga menurut kelompok kami data yang
dihasilkan juga kurang valid. Pada hubungan antara laju alir dengan konsentrasi
akhir larutan terlihat nilai yang tidak stabil dengan bertambahnya laju alir CO2,
hal ini terlihat pada konsentrasi akhir pada LPM NaOH 3 dan 5 LPM.
Seharusnya nilai konsentrasi akhir yang didapat pada LPM 3 lebih kecil dari LPM
4 maupun LPM 5, tetapi pada data diperoleh nilai yang sama dengan LPM 5
sehingga tidak sesuai dengan teori. Seharunya semakin tinggi laju alir udara maka
semakin besar konsentrasi akhir larutan, karena laju alir udara yang semakin
tinggi maka transfer massa udara ke air akan semakin sedikit karena waktu tinggal
ataupun waktu kontak akan semakin cepat sehingga komponen yang terabsorpsi
ke air semakin sedikit.
Dengan demikian pada percobaan penentuan konsentrasi akhir larutan
dengan metode titrasi cenderung naik meskipun ada beberapa yg turun. Menurut
18
kelompok kami seharusnya semakin tinggi laju alir maka semakin tinggi pula
konsentrasi larutan akhir.Namun dari hasil yang diperoleh ada hasil yang nilainya
lebih rendah padahal laju alirnya lebih tinggi, sehingga dapat diasumsikan
terdapat beberapa penyimpangan atau ketidak sesuaian. Adapun faktor-faktor
penyebab dari penyimpangan ini antara lain:
- Pengambilan sampel dilakukan pada kondisi operasi yang belum stabil.
- Kesalahan dalam membaca skala kolom titrasi.
19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Semakin besar laju alir cenderung semakin besar pula konsentrasi larutan
akhir meskipun di beberpa titik terjadi penurunan.
2. Koefisien perpindahan massa keseluruhan untuk fasecair (Kga) meningkat
dengan naiknya laju alir cairan pula. Hal ini dikarenakan semakin besar
laju alir cairan maka akan menaikkan lama waktu kontak gas dengan
cairan.
5.2 SARAN
1. Sebaiknya memulai praktikum lebih awal, karena banyak variable dan
banyak data yang akan di cari, dan juga masih antisipasi jika terjadi
kendala di alat absorbsi. Sehingga praktikum dapat selesai tepat waktu dan
tidak sampai larut malam.
2. Sebaiknya untuk yang melakukan titrasi dilakukan oleh 1 orang yang sama,
karena titik acuan ketika terjadi reaksi pada larutan setiap orang memiliki
pandangan yang berbeda.
3. Untuk alatnya lebih diperbaiki lagi agar hasil yang diperoleh lebih valid
dan optimal. Terutama kompresor karena tidak dapat menyimpan udara
terlalu lama.
20
Daftar Pustaka
21
APPENDIKS
22
massaairda lamsampel
Mol air =
Mr
22000
=
18
= 1222,222 mol
Ya = 0, maka nilai Yb adalah :
molCO 2terserap
Yb =
molCO 2terserap molHClsisa molair
0,04745
=
0,04745 0,0000475 1222,222
= 0.00003882 mol
b. Menghitung Ya* danYb*
Ya* = Yb*
0,5 xmolHClsis a
Yb* =
(o,5 xmolHClsis a ) Yb
0,5 x0,0000475
=
(0,5 x0,0000475) 0,00003882
= 0.380 mol
c. Menghitung Δ YL
Δ YL
(Yb * Yb) (Ya * Ya )
ΔY L=
(Yb * Yb)
Ln
(Ya * Ya )
(0,380 0,00003882 ) (0,380 0)
=
(0,380 0,00003882 )
Ln
(0,380 0)
= 0.377 mol
Yb Ya
d. Ma =
YL
0,00003882 0
=
0,3770
= 0,000103 mol
23
e. Menghitung Laju Liquid (L)
LPM
L=
273
22,4 x
303
2
=
273
22,4 x
303
= 0,0991 mol
f. Menghitung KGa :
KGa = x Ma
ᆡ
0 , 0991
= 0 , 0001961
78
x 0,000103
= 0.00067 kg.mol/ m3
24