Anda di halaman 1dari 13

Nama : Aldi Setia Utama

NPM : 1723022004

UTS KAPITA SELEKTA

1. Mengapa materi pengukuran perlu dibelajarkan?, apa hubungannya dengan ilmu fisika
dan kehidupan sehari-hari?. Kompetensi pengukuran apa saja yang perlu dikuasai siswa
SMA?

2. Bagaimana menentukan ketelitian suatu alat ukur? Berikan contohnya pada beberapa
jenis jangka sorong serta cara menentukan hasil ukurnya!

3. Gambar di samping adalah sebuah track B


balapan lintasan rata yang membentuk loop.
Gambarkan sketsa grafik laju sebuah sepeda
motor terhadap waktu pada sirkuit tersebut A

C
4. Sebuah balok bermasa Mb digantung dengan
tali lalu ditembak dengan peluru bermasa mp
dengan kecepatan Vp. Balok berayun setinggi
h dan peluru menembus balok sehingga
kecepatannya menjadi Vp’. Turunkan h
persamaan untuk menentukan h.

5. Mengapa bola pingpong ketika “disinter” (di-spin), arahnya berbelok sehingga mengecoh
lawan dan sulit dikembalikan. Berikan analisisnya menggunakan konsep fluida

6. Pilihlah suatu KD fisika SMA, tentukan suatu miskonsepsi yang sering terjadi pada KD
tersebut. Bagaimana pembelajarannya untuk mereduksi miskonsepsi tersebut?

7. Berikan penjelasan mengapa terjadi perbedaan titik didih air pada daerah yang berbeda
tekanan udaranya! Apakah ada perbedaan waktu yang diperlukan untuk memasak air
menggunakan panci tertutup dengan terbuka?, berikan penjelasan yang memadai.

8. Berikan gagasan (ide) untuk membelajarkan konsep “waktu yang diperlukan oleh sebuah
benda yang bergerak parabolik untuk naik sama dengan waktu untuk turun”.
JAWABAN

1. Karena materi pengukuran sangat penting dalam mempelajari ilmu fisika, selain itu
materi pengukuran adalah materi awal yang harus disampaikan, jika siswa tidak
paham dengan materi pengukuran tersebut, akan sulit untuk melanjutkan materi
berikutnya.
Hubungan ilmu fisika dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita menemukan
gejala-gejala fisika dikehidupan sehari-hari, contohnya banyak sekali seperti alat ukur
yang dapat membantu kita untuk mengetahui besaran yang di ukur. Ketika ingin
mengukur tinggi badan Anda, mistar atau meteran pita dapat Anda gunakan. Selain itu
Anda pun dapat mengukur diameter sebuah benda dengan menggunakan jangka
sorong atau mikrometer sekrup. Sebenarnya, masih banyak alat ukur lainnya yang
dapat kita temukan, Maka dari ilmu fisika dengan kehidupan sehari berhubungan satu
sama lain. Kopetensi yang hendak dikuasai oleh peserta didik yaitu bisa menggunakan
alat-alat ukur dengan baik, bisa membaca sekala-sekala pada masing-masing alat ukur
dan bisa menggunakan alat ukur sesuai dengan fungsinya, siswa sekolah menengah
atas harus menguasai alat-alat ukur seperti, jangka sorong, mikrometer sekrup, neraca,
termometer dan lain-lain

2. Ketelitian jangka sorong adalah setengah dari skala terkecilnya. Ketidakpastian dari
jangka sorong adalah:
1
× 0,1 = 0,05 𝑚𝑚 = 0,005 𝑐𝑚
2

Dengan ketelitian 0,05 mm dimana jumlah garis pada skala slider ada 20 garis,
sehingga 1 mm : 20 = 0,05 mm.
Ketelitian Jangka Sorong
a. Ketelitian 0,02mm : skala Vernier terbagi 50 garis
b. Ketelitian 0,05mm : skala Vernier terbagi 20 garis
c. Ketelitian 1/128inch : skala vernier terbagi 8 ruas satuan yg dipakai Inch
(bagian atas)
Gambar.1. Pembacaan skala jangka sorong

Dari gambar di atas, kita bisa melihat :

 pembacaan skala utama yang berhimpit dengan skala nonius nol adalah di
antara 4,7 cm dan 4,8 cm.
 skala nonius yang berhimpit tegak dengan skala utama adalah skala keempat (4
x 0,1 mm )senilai 0,4 mm atau 0,04 cm.
 Jadi, pembacaan jangka sorong tersebut adalah : (4,7 + 0,04) cm = 4,74 cm

Gambar.2. Pengukuran jangka sorong


Skala Utama (SU) merupakan angka pada rahang tetap yang ditunjuk oleh angka nol
rahang geser. Dari gambar diatas nampak bahwa skala utama SU = 1,7 cm atau 17
mm
Skala Nonius (SN) merupakan angka pada rahang geser yang membentuk garis lurus
dengan skala pada rahang tetap dikalikan dengan ketelitian alat. Untuk jangka sorong
virtual ini sebesar 0,1 mm, sehingga SN = 8 x 0,1 mm = 0,8 mm
Hasil Pengukuran (HP) = Skala Utama (SU) + Skala Nonius (SN). HP = (17 + 0,8)
mm = 17,8 mm
3. Bentuk lintasan yang memungkinkan dari keadaan grafik laju terhadap waktu adalah:

Bentuk lintasan di atas didasarkan pada kurva kelajuan terhadap waktu seperti di
bawah ini:

4. Massa balok mula-mula diam = 𝑀𝑏


Massa peluru sebelum menembus balok = 𝑚𝑝
Kecepatan peluru sebelum menembus balok = 𝑣𝑝
Kecepatan peluru setelah menembus balok = 𝑣𝑝 ′
Turunkan persamaan untuk menentukan ℎ

Keadaan yang sesuai gambar adalah konsep ayunan balistik tentang tumbukan
Ayunan balistik yang terdiri dari sebuah bermasa 𝑀𝑏 digantung dengan tali lalu
ditembak dengan peluru bermasa 𝑚𝑝 dengan kecepatan 𝑣𝑝 . Balok berayun setinggi ℎ
dan peluru menembus balok sehingga kecepatannya menjadi 𝑣𝑝 ′. Dari keadaan ini
maka berlaku hukum kekekalan momentum pada ayunan balistik, yaitu:
𝑀𝑏 𝑣𝑏 + 𝑚𝑝 𝑣𝑝 = 𝑀𝑏 𝑣𝑏′ + 𝑚𝑝 𝑣𝑝′ … … … … (1)
Oleh karena balok mula-mula diam (𝑣𝑏 = 0), persamaan diatas menjadi:
𝑀𝑏 (0) + 𝑚𝑝 𝑣𝑝 = 𝑀𝑏 𝑣𝑏 ′ + 𝑚𝑝 𝑣𝑝 ′
𝑣𝑝 = 𝑀𝑏 𝑣𝑏′ + 𝑚𝑝 𝑣𝑝′ … … … … (2)

Dengan demikian kecepatan peluru dirumuskan:


𝑀𝑏 𝑣𝑏 ′ + 𝑚𝑝 𝑣𝑝 ′
𝑣𝑝 = … … … … (3)
𝑚𝑝

Sesaat setelah bertumbukan, peluru tidak bersarang di dalam balok melainkan


menembus balok dengan kecepatan 𝑣𝑝 ′. Oleh karena balok terikat pada tali, balok
berayun hingga pada ketinggian maksimum ℎ sedangkan peluru terus melaju. Pada
peristiwa balok berayun tersebut berlaku hukum kekekalan energi mekanik, yaitu
energi kinetik sistem diubah seluruhnya menjadi energi potensial pada balok yang
berayun dengan ketinggian ℎ tersebut.
𝐸𝑀 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 ↔ 𝐸𝑀 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢
𝐸𝑘 = 𝐸𝑝 (𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘) ↔ 𝐸𝑘 = 𝐸𝑝 (𝑝𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢)

Karena peluru tidak ikut berayun, maka keadaan peluru tetap melaju tanpa perubahan
energi potensial, sehingga 𝐸𝑝 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 = 0
𝐸𝑘 = 𝐸𝑝 (𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘) ↔ 𝐸𝑘 = 0
1
𝑀 𝑣 ′2 = 𝑀𝑏 𝑔 ℎ𝑏 … … … … (4)
2 𝑏 𝑏

Kecepatan balok setelah bertumbukan adalah


𝑀𝑏 𝑔 ℎ𝑏
𝑣𝑏 ′2 =
1
2 𝑀𝑏
𝑣𝑏 ′2 = 2 𝑔 ℎ𝑏
𝑣𝑏′ = √2 𝑔 ℎ𝑏 … … … … (5)

Untuk mencari nilai ℎ atau ℎ𝑏 dapat menggunakan persamaan:


𝑣𝑏 ′ = √2 𝑔 ℎ𝑏
𝑣𝑏 ′
ℎ𝑏 2 =
√2 𝑔
√𝑣𝑏 ′
ℎ = ℎ𝑏 = … … … … (6)
2𝑔

5. Udara akan bergerak berlawanan dengan arah gerak pusat massa bola. Jika udara di
bagian atas bergerak lebih cepat dari pada bagian bawah. Menurut hukum bernaulli
maka tekanan pada bagian bawah lebih besar begitu sebaliknya. Perbedaan tekanan
kedua sisi bola akan menghasilkan suatu gaya yang dikenal dengan Magnus.
Besarnya gaya magnus :

𝑭𝑳 = 𝑪𝑳 𝝆𝑫𝟑 𝒇𝒗
Dengan:
𝐹𝐿 = gaya angkat
𝐶𝐿 = Koefisien gaya angkat
𝑣 = Kecepatan bola
𝐷 = Diameter bola
𝑓 = Frekuensi spin bola
𝜌 = Rapat massa fluida

Pada kasus gerak spin pada bola ping pong selain gaya berat dan gaya magnus, ada
pula gaya hambat udara yang arahnya berlawanan dengan arah gerak bola. Namun
pada kasus yang ini hambatan udara di abaikan. Gerakan bola juga bergantung pada
arah gerak spin karena arah gerak spin akan menekan gaya magnus yang dihasilkan.
Arah spin yang akan di turunkan pada kasus bola ping pong pada gerak dengan arah
spin kedepan (searah jarum jam) dan kebelakang (berlawanan arah jarum jam).
Berikut penurunan persamaan arah spin kedepan (searah jarum jam):

∑ 𝐹 = 𝑚𝑎

𝐹𝐿 − 𝑚𝑔 𝑗̂ = 𝑚 (𝑎𝑥 𝑖̂ + 𝑎𝑦 𝑗̂)

𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 (−𝑣𝑥 𝑗̂ + 𝑣𝑦 𝑖̂) − 𝑚𝑔 𝑗̂ = 𝑚 (𝑎𝑥 𝑖̂ + 𝑎𝑦 𝑗̂)

Dari persamaan di atas dipisahkan komponen sumbu x dan y nya, sehingga:


Komponen sumbu x:
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑦 = 𝑚𝑎𝑥
𝑑𝑣𝑥
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑦 = 𝑚 … … … … … … . (1)
𝑑𝑡
3
𝑑𝑣𝑦 𝑑 2 𝑣𝑥
𝐶𝐿 𝜌𝐷 𝑓 = 𝑚 2 … … … … … . . (2)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

Komponen sumbu y:
−𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑥 − 𝑚𝑔 = 𝑚𝑎𝑦
𝑑𝑣𝑦
−𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑥 − 𝑚𝑔 = 𝑚 … … … … … … . (3)
𝑑𝑡
𝑑𝑣𝑥 𝑑 2 𝑣𝑦
−𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 = 𝑚 2 … … … … … . . (4)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Subtitusikan persamaan (1) dan (4):
𝑑𝑣𝑥 𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑥
=
𝑑𝑡 𝑚
𝑑𝑣𝑥 𝑑 2 𝑣𝑦 𝑚
= − 2 .
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑥 𝑑 2 𝑣𝑦 𝑚
=− 2 .
𝑚 𝑑𝑡 𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓

3
𝑚2 𝑑 2 𝑣𝑦
−𝐶𝐿 𝜌𝐷 𝑓𝑣𝑦 = . … … … … … … . (5)
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 𝑑𝑡 2
Subtitusi persamaan (2) dan (3) :
𝑑𝑣𝑦 −𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑥 − 𝑚𝑔
=
𝑑𝑡 𝑚
𝑑𝑣𝑦 𝑚 𝑑 2 𝑣𝑥
= .
𝑑𝑡 𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 𝑑𝑡 2
−𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑥 − 𝑚𝑔 𝑚 𝑑 2 𝑣𝑥
= .
𝑚 𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 𝑑𝑡 2

3
𝑚2 𝑑 2 𝑣𝑥
−𝐶𝐿 𝜌𝐷 𝑓𝑣𝑥 − 𝑚𝑔 = . … … … … (6)
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 𝑑𝑡 2

Persamaan (5) dan (6) adalah bentuk persamaan diferensial, bila diselesaiakan
didapatkan:
𝑣𝑦 = −𝐴 sin 𝜔𝑡 + 𝑣0 sin 𝜃 cos 𝜔𝑡 … … … … … (7)
𝑔
𝑣𝑥 = − + 𝐴 cos 𝜔𝑡 + 𝑣0 sin 𝜃 sin 𝜔𝑡 … … … … … (8)
𝜔

Dengan:
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓
𝜔=
𝑚
(𝑔 + 𝑣0 cos 𝜃 . 𝜔)
𝐴=
𝜔
𝜃 = 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙
Persamaan posisi x:

𝑥 = ∫ 𝑣𝑥 𝑑𝑡

𝑔
𝑥 = ∫− + 𝐴 cos 𝜔𝑡 + 𝑣0 sin 𝜃 sin 𝜔𝑡 𝑑𝑡
𝑡
𝑔 𝐴 𝑣0 sin 𝜃
𝑥=− 𝑡 + sin 𝜔𝑡 − cos 𝜔𝑡 + 𝐶
𝜔 𝜔 𝜔
Pada saat t = 0, x = 0, sehingga:
𝑔 𝐴 𝑣0 sin 𝜃
𝑥 (0) = − (0) + sin 𝜔(0) − cos 𝜔(0) + 𝐶
𝜔 𝜔 𝜔
𝑣0 sin 𝜃
0=0+0− +𝐶
𝜔
𝑣0 sin 𝜃
𝐶=
𝜔
𝑔 𝐴 𝑣0 sin 𝜃 𝑣0 sin 𝜃
𝑥 = − 𝑡 + sin 𝜔𝑡 − cos 𝜔𝑡 +
𝜔 𝜔 𝜔 𝜔
Persamaan posisi y:

𝑦 = ∫ 𝑣𝑦 𝑑𝑡

𝑦 = ∫ −𝐴 sin 𝜔𝑡 + 𝑣0 sin 𝜃 cos 𝜔𝑡 𝑑𝑡

𝐴 𝑣0 sin 𝜃
𝑥= cos 𝜔𝑡 + sin 𝜔𝑡 + 𝐶
𝜔 𝜔
Pada saat t = 0, y = 0, sehingga:
𝐴 𝑣0 sin 𝜃
𝑦 (0) = cos 𝜔(0) + sin 𝜔(0) + 𝐶
𝜔 𝜔
𝐴
0= +0+𝐶
𝜔
𝐴
𝐶= −
𝜔
𝐴 𝑣0 sin 𝜃 𝐴
𝑦 = cos 𝜔𝑡 + sin 𝜔𝑡 −
𝜔 𝜔 𝜔
Untuk gerak bola dengan spin kedepan, kecepatan aliran udara di bagian atas bola
lebih rendah dari pada di bagian bawahnya, sehingga tekanan di atas lebih tinggi dari
pada di bawah bola. Hal ini menyebabkan bola akan melengkung kebawah. Bola
seolah-olah keluar ke atas namun kemudian ternyata menukik tajam. Persamaan gerak
dengan arah spin kebelakang (berlawanan arah jarum jam):

∑ 𝐹 = 𝑚𝑎
𝐹𝐿 − 𝑚𝑔 𝑗̂ = 𝑚 (𝑎𝑥 𝑖̂ + 𝑎𝑦 𝑗̂)

𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 (𝑣𝑥 𝑗̂ − 𝑣𝑦 𝑖̂) − 𝑚𝑔 𝑗̂ = 𝑚 (𝑎𝑥 𝑖̂ + 𝑎𝑦 𝑗̂)

Komponen sumbu x:
−𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑦 = 𝑚𝑎𝑥
𝑑𝑣𝑥
−𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑦 = 𝑚 … … … … … … . (9)
𝑑𝑡
𝑑𝑣𝑦 𝑑2 𝑣𝑥
−𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 = 𝑚 2 … … … … … . . (10)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

Komponen sumbu y:
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑥 − 𝑚𝑔 = 𝑚𝑎𝑦
𝑑𝑣𝑦
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑥 − 𝑚𝑔 = 𝑚 … … … … … … . (11)
𝑑𝑡
𝑑𝑣𝑥 𝑑 2 𝑣𝑦
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 = 𝑚 2 … … … … … . . (12)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Subtitusikan persamaan (10) dan (11):
𝑑𝑣𝑦 𝑑 2 𝑣𝑥 1
= 𝑚 2
𝑑𝑡 𝑑𝑡 −𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓
𝑑𝑣𝑦 𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑥 − 𝑚𝑔
=
𝑑𝑡 𝑚
𝑑2 𝑣𝑥 1 𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑥 − 𝑚𝑔
𝑚 2 =
𝑑𝑡 −𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 𝑚
𝑚2 𝑑 2 𝑣𝑥
𝐶𝐿 𝜌𝐷 3 𝑓𝑣𝑥 − 𝑚𝑔 = . … … … … … … . (13)
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 𝑑𝑡 2
Subtitusi persamaan (9) dan (13) :
𝑑𝑣𝑥 −𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑦
=
𝑑𝑡 𝑚
𝑑𝑣𝑥 𝑚2 𝑑 2 𝑣𝑦
= .
𝑑𝑡 𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 𝑑𝑡 2
−𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓𝑣𝑦 𝑚 𝑑 2 𝑣𝑦
= . … … … … (14)
𝑚 𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓 𝑑𝑡 2

Persamaan (13) dan (14) adalah bentuk persamaan diferensial, bila diselesaiakan
didapatkan:
𝑔
𝑣𝑥 = + 𝐴 cos 𝜔𝑡 − 𝑣0 sin 𝜃 sin 𝜔𝑡 … … … … … (15)
𝜔
𝑣𝑥 = 𝐴 sin 𝜔𝑡 + 𝑣0 sin 𝜃 cos 𝜔𝑡 … … … … … (16)
Dengan:
𝐶𝐿 𝜌𝐷3 𝑓
𝜔=
𝑚
(𝑔 + 𝑣0 cos 𝜃 . 𝜔)
𝐴=
𝜔
𝜃 = 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

Persamaan posisi x:

𝑥 = ∫ 𝑣𝑥 𝑑𝑡

𝑔
𝑥=∫ + 𝐴 cos 𝜔𝑡 − 𝑣0 sin 𝜃 sin 𝜔𝑡 𝑑𝑡
𝜔
𝑔 𝐴 𝑣0 sin 𝜃
𝑥= 𝑡 + sin 𝜔𝑡 + cos 𝜔𝑡 + 𝐶
𝜔 𝜔 𝜔
Pada saat t = 0, x = 0, sehingga:
𝑔 𝐴 𝑣0 sin 𝜃
𝑥 (0) = (0) + sin 𝜔(0) − cos 𝜔(0) + 𝐶
𝜔 𝜔 𝜔
𝑣0 sin 𝜃
0=0+0+ +𝐶
𝜔
𝑣0 sin 𝜃
𝐶= −
𝜔
𝑔 𝐴 𝑣0 sin 𝜃 𝑣0 sin 𝜃
𝑥 = − 𝑡 + sin 𝜔𝑡 + cos 𝜔𝑡 −
𝜔 𝜔 𝜔 𝜔
Persamaan posisi y:

𝑦 = ∫ 𝑣𝑦 𝑑𝑡

𝑦 = ∫ 𝐴 sin 𝜔𝑡 + 𝑣0 sin 𝜃 cos 𝜔𝑡 𝑑𝑡


𝐴 𝑣0 sin 𝜃
𝑥=− cos 𝜔𝑡 + sin 𝜔𝑡 + 𝐶
𝜔 𝜔
Pada saat t = 0, y = 0, sehingga:
𝐴 𝑣0 sin 𝜃
𝑦 (0) = − cos 𝜔(0) + sin 𝜔(0) + 𝐶
𝜔 𝜔
𝐴
0= − −0+𝐶
𝜔
𝐴
𝐶=
𝜔
𝐴 𝑣0 sin 𝜃 𝐴
𝑦 = − cos 𝜔𝑡 + sin 𝜔𝑡 −
𝜔 𝜔 𝜔

Jika bola bergerak dengan spin kebelakang. Kecepatan aliran udara di bagian atas
bola lebih cepat dari pada bagian bawahnya, sehingga tekanan di bagian atas bola
lebih rendah dari pada bagian bawahnya dan menyebabkan bola akan terangkat
sedikit.
6. K-D 3.6 Menerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat, dan momentum sudut
pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari.

Miskonsepsi:
Dalam menghitung titik berat untuk benda yang lebih dari satu, siswa sering
melakukan kesalahan penentuan titik tengah dengan menggunakan koordinat kartesius
ataupun bidang sehingga perolehan hasilnya pun ikut keliru.

Konsep yang benar


Untuk menentukan titik berat benda yang lebih dari satu, menetukan titik tengah
dengan cara mencari luas pada benda 1 dan mencari x1 dan y1 (maksudnya sumbu x
dan y pada benda 1), selanjutnya cari luas benda 2 dan mecari x2 dan y2 sehingga
didapat koordinat titik berat beda (xo, yo) dengan rumus
7. Kita mengetahui bahwa titik didih adalah suhu dimana tekanan uap suatu zat cair
sama dengan suhu udara luar, sehingga proses penguapan terjadi diseluruh bagian
cairan. Hal ini dapat kita perhatikan dengan adanya gelembung yang tidak lain uap-
uap (gas) yang ingin keluar dari cairan. Sementara itu, tekanan uap sendiri adalah
tekanan yang ditimbulkan oleh uap yang terdapat diatas permukaan suatu cairan, atau
sebagaimana yang sudah saya uraikan sebelumnya, tekanan uap adalah kemampuan
suatu zat untuk melepaskan diri dari kelompoknya (cair atau padat ) dan membentuk
uap atau gas. Dari penjelasan tersebut kita dapat analogikan bahwa proses mendidih
adalah proses proses pertukaran uap dengan udara luar. Karena proses pertukaran uap
dengan udara luar, sehingga uap akan mendorong keatas, sedangkan udara luar
mendorong kebawah. Pada panci tertutup akan cepat mendidih dikarenakan, Semakin
banyak yang mendorong keatas semakin mudah menguap atau dengan kata lain
semakin mudah mendidih. Berbeda dengan panci terbuka yang mendidih dengan
waktu yang lama hal tersebut dikarenakan, semakin banyak udara luar mendorong
kebawah, maka semakin sedikit zat yang dapat menguap, sehingga membutuhkan
waktu lebih untuk mencapai titik didihnya tinggi.

8. Pada gambar dibawah ini waktu yang dibutuhkan oleh benda untuk mencapai jarak
terjauh adalah waktu yang dibutuhkan oleh benda untuk bergerak dari titik A ke titik
C dengan waktu 𝑡𝐴𝐶 .

A C

Waktu yang dibutuhkan oleh benda untuk bergerak dari titik A ke titik B disebut
waktu naik, sedangkan waktu yang dibutuhkan benda untuk bergerak dari titik B ke
titik C disebut waktu turun. Dari gambar dapat di lihat bahwa waktu naik dan waktu
turun benda dapat dinyatakan dengan 𝑡𝑛𝑎𝑖𝑘 = 𝑡𝑡𝑢𝑟𝑢𝑛 . Dan jumlah dari waktu naik dan
waktu turun akan sama dengan jumlah waktu yang dibutuhkan benda untuk mencapai
titik terjauh yaitu dari titik A ke titik B dan ke titik C. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai jarak terjauh adalah dua
kali waktu naik, yaitu: 𝑡𝑚𝑎𝑥 = 2𝑡𝑛𝑎𝑖𝑘

Dimana 𝑡𝑛𝑎𝑖𝑘 disebut juga waktu di titik B atau titik puncak (𝑡𝑝 ) sehingga:
𝑡𝑚𝑎𝑥 = 2𝑡𝑝

Keterangan:
𝑡𝑚𝑎𝑥 = waktu untuk mencapai jarak terjauh
𝑡𝑝 = waktu untuk mencapai titik tertinggi

Anda mungkin juga menyukai