Anda di halaman 1dari 6

PERBANDINGAN FREKUENSI NATURAL DAN MODUS GETAR STRUKTUR MONOPOD

DENGAN VARIASI TINGGI POD DAN MASSA TOPSIDE

Dimas M. Rachman (4313100082), Guna Wirawan (4313100136), Bassam M. Drehem (4313100144)


Dinamika Struktur II
Jurusan Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, (2016)

1.PENDAHULUAN 2.STUDI LITERATUR


Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya Persamaan Gerak Umum
minyak dan gas bumi di laut saat ini telah Persamaan gerak umum dapat dituliskan sebagai,
berkembang hingga kegiatan yang dilakukan di
𝑚𝑣̈ + 𝑐𝑣̇ + 𝑘𝑣 = 𝑝(𝑡) (Pers. 1)
laut dalam. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan
dengan memanfaatkan bangunan lepas pantai,
di mana m adalah matriks massa, c adalah matriks
baik yang terpancang maupun terapung. Karena
redaman dan k adalah matriks kekakuan, serta p(t)
dinamisme yang terjadi di laut, pengetahuan akan
adalah gaya eksternal penggetar sistem. Untuk
karakteristik dinamis bangunan tadi sangatlah
kasus sistem tak teredan yang bergetar bebas
penting.
tanpa adanya gaya penggetar dan redaman (free
Bergesernya lokasi eksplorasi dan eksploitasi
undamped vibration) maka persamaan geraknya
menuju laut dalam menyebabkan studi terkait
menjadi,
karakteristik dinamis bangunan akibat pengaruh
kedalaman menjadi penting. Selain faktor 𝑚𝑣̈ + 𝑘𝑣 = 0 (Pers. 2)
pengaruh kedalaman, pengaruh dari fasilitas
Sehingga untuk kasus dengan 2 derajat kebebasan,
anjungan pada bangunan juga patut diperhatikan.
persamaan terakhir dapat dijabarkan menjadi,
Misalkan kita modelkan sebuah bangunan
lepas pantai terpancang menjadi sebuah batang 𝑚11 𝑚12 𝑣̈ 1 𝑘11 𝑘12 𝑣1 0
[𝑚 𝑚22 ] {𝑣̈ 2 } + [𝑘21 ]{ } = { }
𝑘22 𝑣2
(Pers. 3)
kantilever bermassa kontinu yang dijepit pada 21 0

dasar laut, dan pada ujung bebasnya terdapat suatu


dengan,
kumpulan massa M yang mewakili topside
𝑣 = displasemen (m)
bangunan tadi. Pada dasar laut terdapat kekakuan
𝑣̇ = kecepatan (m/s)
tanah baik berupa kekakuan rotasional dan
kekakuan linear. Dengan menggunakan assumed
Persamaan Lagrange
mode shape (𝜓𝑖 ) dan mengaplikasikannya pada
Persamaan Lagrange adalah persamaan yang
persamaan Lagrange, maka kita dapat menentukan
robust untuk menentukan persamaan gerak sistem
persamaan geraknya. Dari persamaan gerak inilah
dengan banyak derajat kebebasan, karena
kita dapat menentukan frekuensi natural dan
persamaan ini cukup menggunakan besaran skalar
menentukan assumed mode shape yang terjadi
berupa energi kinetik (𝑇) dan energi potensial (𝑉).
pada setiap frekuensi natural.
Pada kasus yang dibahas saat ini adalah
merupakan sistem kontinu yang kita tinjau pada 2 𝑑 𝜕𝑇 𝜕𝑇 𝜕𝑉
( )− + = 𝑝𝑖 (𝑡) (Pers. 7)
derajat kebebasan (2 mode). Respon dari sistem 𝑑𝑡 𝜕𝑞̇ 𝑖 𝜕𝑞𝑖 𝜕𝑞𝑖

untuk N-derajat kebebasan dituliskan sebagai,


menghasilkan persamaan untuk menentukan
𝑁

𝑣(𝑥, 𝑡) = ∑ 𝜓𝑖 (𝑥) 𝑞𝑖 (𝑡) (Pers. 4) koefisien-koefisien massa dan kekakuan pada


𝑖=1 persamaan gerak umum, sebagai berikut,
di mana 𝜓𝑖 adalah assumed mode shape ke-i dan 𝐿
𝑘𝑖𝑗 = ∫ 𝐸𝐼𝜓𝑖′′ 𝜓𝑗′′ 𝑑𝑥 +
𝑞𝑖 adalah koordinat respon yang ditinjau ke-i. 0

Kemudian, untuk kasus sistem dengan batang (Pers. 8)


∑ 𝑘𝜓𝑖 (𝑥)𝜓𝑗 (𝑥) +
berdeformasi secara transversal, energi kinetiknya
adalah, ∑ 𝑘𝑟 𝜓𝑖′ (𝑥)𝜓𝑗′ (𝑥)

1 𝐿 1 dan,
𝑇 = ∫ 𝜌𝐴(𝑣̇ )2 𝑑𝑥 + ∑ 𝑀𝑣̇ 2 (Pers. 5)
2 𝑜 2 𝐿
𝑚𝑖𝑗 = ∫ 𝜌𝐴𝜓𝑖 𝜓𝑗 𝑑𝑥 +
begitu pula dengan energi potensialnya dapat 𝑜 (Pers. 9)
dituliskan sebagai,
∑ 𝑀𝜓𝑖 (𝑥)𝜓𝑗 (𝑥)
1 𝐿
𝑉 = ∫ 𝐸𝐼(𝑣′′)2 𝑑𝑥
2 𝑜
(Pers. 6)
1 1 Frekuensi Natural
+ ∑ 𝑘𝑣 2 + ∑ 𝑘𝑟 (𝑣 ′ )2
2 2 Frekuensi natural per definisi adalah frekuensi
getaran sistem itu sendiri tanpa adanya penggetar
dengan,
eksternal. Dari persamaan gerak getaran bebas
𝜌 = massa jenis material (kg/m3)
(persamaan 3), kia asumsikan bahwa respon
𝐴 = luas penampang material (m2)
memiliki bentuk harmonis,
M = kumpulan massa (dashpot mass) (kg)
E = modulus Young material (Pa) 𝑣1 = 𝐴1 cos(𝜔𝑡 − 𝛼)
(Pers. 10)
I = inersia luas penampang (m4-) 𝑣2 = 𝐴2 cos(𝜔𝑡 − 𝛼)
k = kekakuan linear dashpot (N/m)
𝑘𝑟 = kekakuan rotasianal dashpot (N/deg) Substitusikan pernyataan di atas ke persamaan 3,

𝑣′ = 𝑑𝑣/𝑑𝑥 = 𝜃 (deg) maka kita dapatkan persamaan 3 menjadi,

𝑣′′ = 𝑑 2 𝑣/𝑑𝑥 2 (m) 𝑚11 𝑚12 𝐴1


𝑘11 𝑘12 0
[[ ] − 𝜔2 [𝑚 𝑚22 ]] {𝐴2 } = {0} (Pers.11)
𝑘21 𝑘22 21

Perhatikan notasi sigma menandakan jumlah


dashpot yang ada pada sistem. Lalu persamaan terakhir memiliki solusi trivial bahwa suku selain
energi kinetik dan potensial yang telah dibuat, amplitude (A1 dan A2) lah yang nilainya boleh
beserta definisi displasemen dari persamaan 4, sama dengan nol, atau,
disubstitusikan ke dalam persamaan Lagrange
𝑘11 − 𝜔2 𝑚11 𝑘12 − 𝜔2 𝑚12
berikut, det [[ ]] = 0 (Pers.12)
𝑘21 − 𝜔2 𝑚21 𝑘22 − 𝜔2 𝑚22
Dengan menyelesaiakn persamaan 12 di atas,
maka kita dapat mengetahui frekuensi natural
sistem untuk setiap mode.

3.KRITERIA SIMULASI
Data Struktur Kombinasi I
Massa Topside (M) = 20 ton
Diameter Pod (D) =2m
Gambar 1. Model Numerik yang Dibuat
Ketebalan Pod (t) = 20 mm
Tinggi Pod (L) = 50 m 4.HASIL DAN PEMBAHASAN
Dengan bantuan Matlab kita dapat menghitung
Data Struktur Kombinasi II persamaan gerak dan frekuensi natural masing-
Massa Topside (M) = 40 ton masing kombinasi yang telah ditentukan. Hasil
Diameter Pod (D) = 2 m perhitungan disajikan sebagai berikut,
Ketebalan Pod (t) = 20 mm
Tinggi Pod (L) = 100 m Tabel 1. Persamaan Gerak (Matriks Kekakuan dan Massa)

Kombinasi I
Data Struktur Kombinasi III
10672 2578.94
Massa Topside (M) = 40 ton Kekakuan 𝐾=[ ]
2578.94 410358.61
Diameter Pod (D) = 2 m
36276.59 32207.44
Ketebalan Pod (t) = 20 mm Massa 𝑀=[ ]
32207.44 29765.95
Tinggi Pod (L) = 150 m

Kombinasi II
Data Material
Massa Jenis Baja = 7.85 ton/m3 2668 322.368
Kekakuan 𝐾=[ ]
Modulus Young (E) = 210 GPa 2578.94 51255.61

72553.18 64414.88
Massa 𝑀=[ ]
Data Tanah 64414.88 59531.91
Tipe Tanah = Clay
Modulus Geser (G) = 34.5 MPa Kombinasi III
Poisson Ratio (𝜈) = 0.5 1185.77 95.51
Kekakuan 𝐾=[ ]
Posisi Kekakuan = 6*D = 12 m 95.51 15182.97
Kekakuan Lateral = 184 kN/m
88829.77 76622.33
Kekakuan Rotasi = 184 kN/deg Massa 𝑀=[ ]
76622.33 69297.86

𝑥 𝑥 2
𝜓1 = 𝑑𝑎𝑛 𝜓2 = ( )
𝐿 𝐿
Tabel 2. Perbandingan Frekuensi Natural
Kombinasi III
Frekuensi Natural (rad/s)
Kombinasi (L = 150 m, M = 40 ton)
Mode 1 Mode 2
𝑥
Kombinasi I 0.53946 18.8054 Mode 1 𝜙1 = 0.0000027𝑥 2 +
150
Kombinasi II 0.18889 4.7472 𝑥
Mode 2 𝜙2 = − 0.000051𝑥 2
150
Kombinasi II 0.11286 2.2274

Plot dari ketiga mode shape setiap kombinasi


Perhatikan pada kombinasi I dan II yang
dapat diperhatikan pada gambar berikut ini,
divariasikan adalah massa topside dan tinggi pod,
di mana pada kombinasi II memiliki nilai massa
dan tinggi pod 2 kali lipat dari kombinasi I. Dari
hasil yang didapatkan, ternyata pada kedalaman
yang lebih dalam (tinggi pod lebih tinggi), dan
massa yang lebih besar, maka frekuensi
naturalnya akan berkurang drastis.
Perhatikan pula pada kombinasi II dan III,
yang divariasikan adalah pada kedalamannya
(tinggi pod). Yang terjadi adalah, frekuensi
naturalnya berkurang namun tidak terlalu
signifikan, tidak sesignifkan apabila massanya Gambar 2. Plot Mode Shape Kombinasi I
ikut diubah.
Persamaan modus getar (mode shape) yang
dihitung dapat disajikan pada tabel berikut,

Tabel 3. Persamaan Mode Shape

Kombinasi I
(L = 50 m, M = 20 ton)
𝑥
Mode 1 𝜙1 = 0.0000068𝑥 2 +
50
𝑥
Mode 2 𝜙2 = − 0.00045𝑥 2
50

Gambar 3. Plot Mode Shape Kombinasi II


Kombinasi II
(L = 100 m, M = 40 ton)
𝑥
Mode 1 𝜙1 = 0.000004𝑥 2 +
100
𝑥
Mode 2 𝜙2 = − 0.000112𝑥 2
100
Gambar 5. Plot Respon Sistem Kombinasi I
Gambar 4. Plot Mode Shape Kombinasi III

Dari mode shape yang dihitung, kita dapat


menentukan respon setiap mode untuk masing-
masing kombinasi, berikut adalah persamaan
respon nya,

Tabel 4. Persamaan Respon Gerak Sistem

Kombinasi I

Mode 1 𝑢1 = 1.016913 cos(0.53946 𝑡)

Mode 2 𝑢2 = −0.1257 cos(18.8054 𝑡) Gambar 6. Plot Respon Sistem Kombinasi II

Kombinasi II

Mode 1 𝑢1 = 1.040215 cos(0.18889 𝑡)

Mode 2 𝑢2 = −0.1248 cos(4.7472 𝑡)

Kombinasi III

Mode 1 𝑢1 = 1.061575 cos(0.11286 𝑡)

Mode 2 𝑢2 = −0.1565 cos(2.2274 𝑡)

Gambar 7. Plot Respon Sistem Kombinasi III


Apabila persamaan respon di atas kita plotkan
dalam waktu t tertentu, maka kita dapat
mengetahui respon sistem tersebut. Hasil plot nya
dapat dilihat pada gambar berikut.
5.KESIMPULAN
Dari simulasi yang dilakukan terlihat bahwa
seiring bertambahnya kedalaman maka frekuensi
naturalnya akan semakin kecil, hal ini
dikarenakan semakin berkurangnya kekakuan
monopod (hal ini sesuai dengan intuisi bahwa
semakin panjang batang kantilever, maka semakin
jauh pula simpangannya, sehingga membutuhkan
waktu yang lama untuk melakukan 2 kali
simpangan (1 siklus).
Penambahan massa topside juga
mempengaruhi frekuensi naturalnya, hal ini sesuai
intuisi pula, bahwa apabila pada ujung batang
kantilever diberi tambahan massa, maka untuk 1
kali simpangan perlu waktu yang lebih lambat
karena ada yang memberatkan di sana.

6.DAFTAR PUSTAKA
[1] Craig, Roy R. 1981. Structural Dynamics:
Introduction to Computer Methods. John Wiley &
Sons, New York.
[2] Avila, S.M. et al. 2013. Numerical Modelling
of the Dynamic Behavior of Wind Turbine Tower.
11th International Conference on Vibration
Problems, Lisbon, Portugal.

Anda mungkin juga menyukai