Anda di halaman 1dari 13

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit menyatakan bahwa Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan
Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap
pengelolaan perbekalan farmasi, sedangkan Komite Farmasi dan Terapi adalah bagian
yang bertanggung jawab dalam penetapan formularium. Agar pengelolaan perbekalan
farmasi dan penyusunan formularium di rumah sakit dapat sesuai dengan aturan yang
berlaku, maka diperlukan adanya tenaga yang profesional di bidang tersebut. Untuk
menyiapkan tenaga profesional tersebut diperlukan berbagai masukan diantaranya adalah
tersedianya pedoman yang dapat digunakan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di
instalasi farmasi rumah sakit.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat kepada pasien sehingga kualitas
pelayanan kesehatan pasien semakin meningkat. Sebagai apoteker khususnya yang
bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk mampu merealisasikan tugas dan fungsinya
sebagai manajerial dalam pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis
pakai dan mampu mengaplikasikan tugasnya sebagai pelayanan farmasi klinik.
Dalam rangka mencapai tujuan pelayanan kefarmasian tersebut maka diperlukan
pedoman bagi apoteker dan pihak lain yang terkait. Pedoman tersebut dituliskan dalam
bentuk Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi untuk memastikan pelayanan yang
diberikan pada pasien telah memenuhi standar mutu.

B. Tujuan Pedoman
Adapun tujuan dari pedoman pelayanan instalasi farmasi RSU Mutia Sari ini yaitu:
1. Memberikan ketentuan dasar dalam penyelenggaraan pelayanan di Instalasi Farmasi
RSU Mutia Sari.
2. Menyediakan standar pelayanan terbaik yang bermutu, efektif, dan efisien di Instalasi
Farmasi RSU Mutia Sari.
3. Meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kefarmasian agar tetap sesuai dengan
standar pelayanan terbaik serta peraturan yang berlaku.
4. Menyediakan sistem informasi pengelolaan perbekalan farmasi kesehatan yang dapat
digunakan sebagai dasar perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi.
5. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam
rangka keselamatan pasien (patient safety).

C. Ruang Lingkup Pelayanan


1. Dalam setiap penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSU
Mutia Sari harus mengikuti kebijakan dan pedoman ini.
2. Pedoman ini berlaku dalam membuat dan melaksanakan panduan dan standar
operasional di Instalasi Farmasi RSU Mutia Sari
3. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang
bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus
didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.
4. Apoteker dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian tersebut juga harus
mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang disebut dengan manajemen risiko.
Untuk meningkatkan keamanan, terdapat pula panduan untuk Obat yang perlu
diwaspadai (high- alert medication). High-alert medication adalah Obat yang harus
diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel
event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak
Diinginkan (ROTD).
5. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud pada poin 3 meliputi:
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.
1. Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada poin 3 meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

D. Batasan Operasional
Batasan operasional dari instalasi farmasi mencakup proses :
 Pengelolaan Perbekalan Farmasi yang meliputi kegiatan merancang proses yang
efektif, penerapan, dan perbaikan terhadap pemilihan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pemusnahan, dokumentasi dan
monitoring dan evaluasi,
 Farmasi Klinik yang meliputi pelayanan resep (dispensing), pelayanan informasi
obat, konsultasi informasi dan edukasi, pencatatan penggunaan obat, identifikasi,
pemantauan dan pelaporan reaksi obat yang tidak dikehendaki dan efek samping
obat, pemantauan terapi obat, visite, evaluasi penggunaan obat.

1. Bagan Organisasi
Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi
yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan kefarmasian.
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi
dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi
penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen
mutu, dan harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga
mutu sesuai harapan pelanggan.
2. Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi
a. Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi
antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter
yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil
dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan :
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan
kebutuhan. (merujuk pada SK Dirjen Yanmed nomor YM.00.03.2.3.951)

b. Organisasi dan Kegiatan Panitia Farmasi:


1) Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan
bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit
setempat : Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3
(tiga) Dokter, Apoteker dan Perawat
2) Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker
yang ditunjuk.
3) Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2
(dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan
sekali.
4) Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan
Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
5) Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya
berhubungan dengan penggunaan obat.

c. Fungsi dan Ruang Lingkup


1) Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan obat
untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara
subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus
meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
2) Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak
produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
3) Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus.
4) Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturanmengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
5) Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji
rekam medis dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara
rasional.
6) Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
7) Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.

d. Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi


1) Memberikan rekomendasi pada Pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya
pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
2) Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah
sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain
3) Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat
terhadap pihak-pihak yang terkait
4) Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan
umpan balik atas hasil pengkajian tersebut

e. Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi


1) Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris)
2) Menetapkan jadwal pertemuan
3) Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan
4) Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan
5) Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit
6) Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh
pihak yang terkait
7) Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan
8) Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan
antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain
9) Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia
Farmasi dan Terapi
10) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
11) Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat
12) Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat
pada pihak terkait

f. Formularium Rumah Sakit


Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia
Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap
batas waktu yang ditentukan.
Komposisi Formularium :

1) Halaman judul
2) Daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi
3) Daftar Isi
4) Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat
5) Produk obat yang diterima untuk digunakan
6) Lampiran
Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu digunakan oleh staf medis,
di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan menentukan
pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan
kesejahteraan pasien.

g. Pedoman Penggunaan Formularium


Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada
dokter, apoteker, perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam
menerapkan sistem formularium. Meliputi :
1) Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan
Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,
organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung. Sistem
Formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
2) Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan
tiap-tiap institusi.
3) Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh
Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem Formularium yang
dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan terapi.
4) Nama obat yang tercantum dalam Formularium adalah nama generik.
5) Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di Instalasi
Farmasi.
6) Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek
terapinya sama, seperti :
a. Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang
sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta.
b. Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus
didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.
c. Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat
dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter
untuk mendiagnosa dan mengobati pasien

h. Panitia yang Terkait dengan Tugas Farmasi Rumah Sakit


Apoteker dapat berperan dalam Tim/Panitia yang menyangkut dengan pengobatan
antara lain :
1) Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
2) Panitia Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
3) Tim PKMRS, dan lain-lain.

3. Administrasi dan Pelaporan


Administrasi Perbekalan Farmasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan
pencatatan manajemen perbekalan farmasi serta penyusunan laporan yang berkaitan
dengan perbekalan farmasi secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan,
triwulanan, semesteran atau tahunan.
Administrasi Keuangan Pelayanan Farmasi merupakan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan
laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan
farmasi secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran
atau tahunan.
Administrasi Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar
dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak
yang berkepentingan.
Tujuan pelaporan adalah :
a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
b. Tersedianya informasi yang akurat
c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
d. Mendapat data/laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan
e. Agar anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi dapat
dikelola secara efisien dan efektif.
Proses pendataan dan pelaporan dapat dilakukan secara :
a. Tulis tangan,
b. Otomatisasi dengan menggunakan komputer (soft ware)

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
6. Peraturan pemerintahan No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
alat kesehatan
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1439 tahun 2002 tentang Penggunaan Gas Medis
pada Sarana Pelayanan Kesehatan
BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia yang
melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam bagan organisasi
rumah sakit dengan persyaratan :
- Terdaftar di Departeman Kesehatan
- Terdaftar di Asosiasi Profesi
- Mempunyai izin kerja
- Mempunyai SK penempatan

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional


yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi
aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian
adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus
dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan.

Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan
cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi rumah sakit.

Tabel 1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia di Instalasi Farmasi RSU Mutia Sari
Jumlah
Nama Jabatan Fungsi Pendidikan Sertifikasi
Kebutuhan

STRA, SIPA
Mengorganisir
Ka. Instalasi Apoteker Seminar/pelatihan 1
dan mengarahkan
manajemen farmasi

Mengkoordinir STRA,
Koordinator beberapa Apoteker SIPA,seminar/pelatihan 3
Penyelia manajemen farmasi
Melaksanakan
Asisten pekerjaan teknis SMF atau D3
STRTTK, SIKTTK 6
Apoteker pelayanan Farmasi
kefarmasian
Membantu kerja
teknis dan Minimal
Tenaga
melaksanakan lulusan SMA – 5
Administrasi
pekerjaan atau setara
administrasi
B. Distribusi Ketenagaan
1. Jenis Ketenagaan
Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga :
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) (Sarjana Farmasi, D3, dst)

Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga :


1) Tenaga Administrasi
2) Operator Komputer /Teknisi yang memahami kefarmasian

2. Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan factor-faktor yang berpengaruh
pada kegiatan yang dilakukan, yaitu :
a. Kapasitas tempat tidur dan BOR
b. Jumlah resep atau formulir pesanan per hari
c. Volume perbekalan farmasi
d. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian)

3. Jenis Pelayanan
a. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
b. Pelayanan rawat inap
c. Pelayanan rawat jalan
d. Penyimpanan dan pendistribusian

C. Pengaturan Jaga

Tabel 2. Pengaturan Jaga


KUALIFIKASI FORMAL DAN
NAMA JABATAN WAKTU KERJA JUMLAH SDM
INFORMAL
Sarjana Farmasi, Apoteker,
memiliki STRA, SIPA, pernah
Kepala Instalasi
mengikuti 1 Shift 1
Farmasi
seminar/pelatihan
manajemen farmasi

Koordinator Sub Unit Sarjana Farmasi, Apoteker,


3 shift (24 jam) 3
(Apoteker) memiliki STRA, SIPA
D3 Farmasi / SMF, memiliki
Asisten Apoteker 3 shift (24 jam) 6
STRTTK, SIKTTK

Tenaga Administrasi Minimal lulusan SMA 1 shift 1


BAB III STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan
Terlampir

B. Standar Fasilitas

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN

BAB V LOGISTIK

BAB VI KESELAMATAN KERJA

BAB VII PENGENDALIAN MUTU

BAB IX PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai