PENDAHULUAN
dikenal pertama kali pada tahun 1925 sebagai penyakit zoonosis di Indonesia yang
menyebabkan keluron pada hewan dan menjadi masalah nasional untuk kesehatan
masyarakat serta ekonomi peternak. Isolasi bakteri pertama dilakukan oleh Kirschner dari
kasus abortus sapi perah di daerah Bandung, Jawa Barat (Hardjopranjoto, 1995; Pratama
dkk., 2012).
Brucellosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri genus Brucella
dan dikategorikan oleh Office International des Epizooties (OIE) sebagai penyakit
zoonosis (Noor, 2006). Setiap spesies Brucella mempunyai hewan target sebagai reservoir,
Brucella abortus pada sapi, Brucella suis pada babi, Brucella canis pada anjing, Brucella
ovis pada domba, Brucella melitensis pada kambing dan Brucella neotomae pada tikus
hutan, tetapi bakteri ini belum pernah dilaporkan sebagai zoonosis (Ressang, 1984;
Soeharsono, 2002).
negara berkembang. Afrika dan Amerika menunjukkan angka morbiditas yang cukup
signifikan terhadap kejadian Brucellosis pada manusia (Widiasih dan Budiharta, 2012).
Ada 14 propinsi yang memiliki tingkat prevalensi rendah dan dinyatakan bebas
Brucellosis, yaitu Bali pada tahun 2002; Nusa Tenggara Barat (Lombok tahun 2002 dan
Sumbawa tahun 2006); Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan
Kalimantan Tengah tahun 2009; Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kep. Riau tahun 2009;
1
Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung dan Kep. Bangka Belitung tahun 2011. Salah satu
wilayah yang sebentar lagi dinyatakan bebas Brucellosis adalah Madura dengan prevalensi
0,04% tahun 2011 dan Sumatera Utara dengan prevalensi 0,15% tahun 2011 serta 0,00%
tahun 2012 (Naipospos, 2014). Mulai tahun 2008 dilakukan Monitoring Brucellosis pada
sapi perah, untuk mengetahui tingkat prevalensi dan insidensi kejadian penyakit dalam
periode waktu tertentu. Dari tahun ke tahun kejadian Brucellosis masih lebih dari 2%
(Samkhan dkk., 2012). Penyebab meluasnya Brucellosis di Indonesia akibat lalu lintas
ternak antar daerah atau antar pulau dalam rangka peningkatan populasi dan mutu genetik
Gejala Brucellosis pada sapi betina adalah terjadinya abortus pada usia kebuntingan
lima sampai enam bulan. Jumlah Brucella abortus sangat tinggi pada janin yang abortus,
leleran vagina, plasenta dan merupakan sumber penularan yang potensial. Pada kelahiran
berikutnya, biasanya anak dilahirkan normal, kuman tersebut sering ada dalam uterus dan
kelenjar susu. Infeksi pada sapi jantan biasanya berupa radang testis dan epididimitis
meningitis, pneumonia, endocarditis dan gejala klinis lainnya yang biasa muncul karena
infeksi bakteri pada umumya (Widiasih dan Budiharta, 2012; Poermadjaja dan Sulaiman,
2011).
mortalitasnya kecil. Pada hewan kerugian dapat berupa keguguran, anak yang dilahirkan
lemah kemudian mati pasca kelahiran, gangguan reproduksi yang menyebabkan kemajiran
dan turunnya produksi air susu pada sapi perah (Ressang, 1984).
Brucellosis merupakan penyakit ternak yang menjadi problem nasional baik dari
segi kesehatan masyarakat maunpun dari segi ekonomi peternakan. Peningkatan kasus
brucellosis sejalan dengan peningkatan populasi ternak di Indonesia. Selain itu, seringnya
2
mutasi sapi perah merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kasus brucellosis di
Indonesia. Oleh sebab itu , penyakit brucellosis dimasukkan dalam daftar 5 penyakit
menular yang menjadi prioritas utama dalam pengendalian dan pemberantasannya secara
59/KPTS/PD610/05/2007).
Brucellosis adalah penyakit menular pada hewan yang disebabkan oleh bakteri
Brucella. Brucellosis ditakuti karena bersifat zoonosis artinya dapat menular ke manusia,
produksi susu pada sapi perah. Umumnya penyakit pada manusia berupa demam sehingga
dikenal juga sebagai Undulant fever, Malta fever, Gibraltar fever, atau Mediteranean fever,
dimana ketiga sebutan terakhir merupakan sebutan brucellosis yang disebabkan oleh
seluruh dunia terutama di Negara Mediteranian, Afrika Utara dan Timur, Timur Tengah,
Asia Selatan dan Tengah, Amerika Tengah dan Selatan. Di Indonesia, penyakit brucellosis
dikenal pertama kali pada tahun 1935, ditemukan pada sapi perah di Grati, Kabupaten
Pasuruan, Jawa Timur dan bakteri Brucella abortus berhasil diisolasi pada tahun 1938.
sebagai epidemi pada banyak peternakan sapi perah di Jakarta, Bandung, Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Brucellosis tersebar luas di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Jawa, Sumatera,
dan Kalimantan. Pulau Bali sampai saat ini masih terbebas karena adanya larangan
memasukkan sapi jenis lain, berkaitan kebijaksanaan pemerintah untuk memurnikan sapi
Bali.
baik untuk kesehatan masyarakat maupun persoalan ekonomi peternak. Dengan infeksi
3
yang tersifat pada hewan maupun manusia. Di Indonesia kecenderungan meningkatnya
populasi dan lebih seringnya mutasi sapi perah menjadi penyebab utama meningkatnya
kasus brucellosis.
mempunyai hewan target sebagai reservoir, yaitu Brucella abortus pada sapi, B. ovispada
domba, B. melitensis pada kambing, B. suis pada babi, B. neotomae dan B. canispada
anjing. Brucellosis pada hewan betina yang terinfeksi biasanya asimptomatik, sedangkan
pada hewan bunting dapat menyebabkan plasentitis yang berakibat terjadinya abortus pada
Jika tidak terjadi abortus, kuman Brucella dapat dieksresikan ke plasenta, cairan
fetus dan leleran vagina. Kelenjar susu dan kelenjar getah bening juga dapat terinfeksi dan
mikroorganisme ini diekskresikan ke susu. Infeksi pada hewan terjadi secara persisten
seumur hidup, dimana kuman Brucella dapat ditemukan di dalam darah, urin, susu dan
semen. Pada manusia, spesies Brucella yang pathogen adalah B. melitensis, B . abortus, B.
suis dan B. canis. Tingkat morbiditas penyakit tergantung dari spesies Brucella yang
terinfeksi atau melalui konsumsi makanan dan susu asal hewan penderita brucellosis.
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penyakit zoonosis yang
ditularkan dari ternak ke manusia dan dari manusia ke ternak, untuk mengetahui penyakit
4
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit infeksius Brucellosis disebabkan oleh infeksi bakteri dari genus Brucella.
Secara morfologi, kuman Brucella bersifat Gram negatif, tidak berspora, berbentuk
cocobasillus (batang pendek) dengan panjang 0,6 - 1,5 μm, tidak berkapsul, tidak
berflagella sehingga tidak bergerak (non motil). Dalam media biakan, koloni kuman
Brucella berbentuk seperti setetes madu bulat, halus, permukaannya cembung dan licin,
mengkilap serta tembus cahaya dengan diameter 1-2 mm. Pada pengecatan Gram, kuman
Secara biokimia, kuman Brucella dapat mereduksi nitrat, menghidrolisis urea, dan
luar tubuh induk semang dapat bertahan hidup pada berbagai kondisi lingkungan dalam
waktu tertentu. Kemampuan daya tahan hidup kuman Brucella pada tanah kering adalah
selama 4 hari di luar suhu kamar, pada tanah yang lembab dapat bertahan hidup selama 66
hari dan pada tanah becek bertahan hidup selama 151-185 hari. Kuman Brucella juga dapat
bertahan hidup selama 2 hari dalam kotoran atau limbah kandang bagian bawah dengan
suhu yang relative tinggi . Pada air minum ternak, kuman dapat bertahan selama 5 - 114
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Class : Alphaproteobacteria
5
Ordo : Rhizobiales
Famili : Brucellaceae
Genus : Brucella
ternak, tetapi sebagai penyakit menular pada manusia, penyakit ini belum banyak dikenal
di masyarakat. Hewan yang terinfeksi kuman Brucella dapat mengalami abortus, retensi
plasenta, orchitis dan epididinitis serta dapat mengekskresikan kuman ke dalam uterus dan
susu. Penularan penyakit ke manusia terjadi melalui konsumsi susu dan produk susu yang
tidak dipasteurisasi atau melalui membrana mukosa dan kulit yang luka. Berat ringan
suis dan B. canis adalah strain yang patogen ke manusia. Gejala klinis brucellosis pada
manusia yaitu demam intermiten, sakit kepala, lemah, arthralgia, myalgia dan turunnya
berat badan. Komplikasi penyakit dapat terjadi berupa arthritis, endokarditis, hepatitis
mengakibatkan abortus pada wanita hamil. Diagnosis brucellosis dilakukan dengan isolasi
brucella spesies dalam darah dan urin serta uji serologis. Pengobatan antibiotika dapat
diberikan pada orang yang terinfeksi tetapi memerlukan waktu lama. Kontrol brucellosis
pada manusia dapat dilakukan dengan pengendalian brucellosis pada hewan melalui
program eradikasi yang komprehensif berupa program vaksinasi yang diikuti dengan
Gejala klinis dari penyakit brucellosis ini adalah abortus atau dimasyarakat dan
peternak dikenal dengan nama keluron. Keguguran biasanya terjadi pada umur
6
kebuntingan 6 sampai 9 bulan kebuntingan, selaput fetus yang yang diaborsikan terlihat
oedema, hemoragi, nekrotik dan adanya eksudat kental serta adanya retensi plasenta,
metritis dan keluar kotoran dari vagina. Penyakit brucellosis ini juga menyebabkan
perubahan didalam ambing. Lebih dari setengah dari sapi-sapi yang titer aglutinasinya
tinggi menunjukkan presentasi yang tinggi didalam ambingnya. Selain itu juga penyakit
brucellosis ini menimbulkan lesi higromata terutama pada daerah sekitar lutut. Lesi ini
terbentuk sebagai regangan sederhana atas bungkus sinovia pada persendian, yang berisi
cairan yang jernih atau jonjot fibrin maupun nanah. Kemungkinan terjadinya higroma
akibat adanya suatu trauma kemudian kuman brucella yang berada didalam darah
Pada ternak pejantan penyakit brucellosis dapat menyerang pada testis dan
mengakibatkan orkhitis dan epididimitis serta gangguan pada kelenjar vesikula seminalis
dan ampula. Brucellosis juga menyebabkan abses serta nekrosis pada buah pelir dan
kelenjar kelamin tambahan. Sehingga semen yang diambil dari pejantan mungkin
a. Sapi
Gejala klinik yang mencolok terjadi abortus, terutama pada usia kebuntingan lanjut
(7-8 bulan). Umumnya sapi hanya mengalami keguguran sekali saja pada
keguguran tersebut masih membawa kuman Brucella Abortus sampai 2 tahun. Sapi
yang terinfeksi secara kronik dapat mengalami higroma yaitu pembesaran kantong
7
b. Babi
intervetebrales. Pada babi jantan dapat ditemukan orchitis tetapi kuman Brucella
suis tidak ditemukan pada semen atau urine. Dibandingkan dengan sapi, kejadian
c. Anjing
Bakteri Brucella canis merupakan penyebab utama sterilitas pada pejantan dan
abortus pada induk, terutama terjadi di kennel (pembiak) anjing di Amerika. Anjing
sehingga testis terlihat membengkak beberapa lama kemudian diikuti atropi, testis
e. Manusia
Brucellosis bersifat zoonosis, jika bakteri ini terjangkit pada manusia biasanya
disebabkan oleh kontak langsung dengan organ-organ alat genital atau cairan
Table 1. Reservoar alami spesies Brucella dan penyebaran penyakit secara geografis pada
manusia
Organisme Hewan reservoar Daerah penyebaran
brucellosis
B. melitensis Kambing, domba dan unta Mediteranean, Asia dan
Amerika Latin
B. abortus Sapi, kerbau, unta dan yaks Seluruh dunia, kecuali
8
Jefiang, Israel dan beberapa
negara Eropa bebas
B. suis Babi Amerika Selatan, Asia
Tenggara dan Amerika
Serikat Barat bagian Tengah
B. canis Anjing Kosmopolitan
Sumber: Lisgaris dan salata (2005)
memperhatikan lalu lintas ternak untuk daerah yang bebas. Pada sapi didasarkan pada
tindakan higiene dan sanitasi, vaksin anak sapi dengan Strain 19 dan pengujian serta
penyingkiran sapi reaktor. Sapi yang tertular sebaiknya dijual atau dipisahkan dari
kelompoknya. Fetus dan placenta yang abortusan harus dikubur atau dibakar dan tempat
yang terkontaminasi harus didesinfeksi dengan 4% larutan kresol atau desinfektan sejenis.
Program vaksinasi dilakukan pada anak sapi umur 3-7 bulan dengan vaksin Brucella Strain
9
19. Tapi penggunaan Strain 19 harus hati-hati karena dapat menyebabkan brucellosis atau
demam unggulan pada manusia. Metode pengendalian lainnya ialah vaksinasi dengan
45/20 terhadap semua ternak, uji serologik secara teratur dengan SAT atau BRT dan CFT,
2.1.4. Pengobatan
komplikasi dan relapsis. Pada hewan penyakit brucellosis sampai saat ini belum ada obat
yang cukup efektif. Namun pada pengobatan kasus brucellosis penggunaan lebih dari satu
antibiotik yang diperlukan selama beberapa minggu, hal ini dikarenakan bakteri berada di
streptomisin dan rifampisin setiap hari selama minimal 6 minggu. Pada orang dewasa dan
anak di atas umur 8 tahun, antibiotika yang diberikan adalah doksisiklin dan rifampisin
dengan komplikasi endocarditis memerlukan pengobatan yang lebih agresif yaitu dengan
wanita hamil penderita brucellosis, antibiotika pilihan yang harus diberikan adalah
10
kombinasi TMP-SMX. Percobaan telah menunjukan bahwa cotrimoxazol dan rifampisin
adalah obat yang aman untuk digunakan dalam pengobatan terhadap wanita hamil yang
menderita brucellosis.
1. Distribusi Penyakit
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama di negara Mediteran, Eropa, Afrika
Timur, negara-negara timur Tengah, India, Asia Tengah, Meksiko dan Amerika
menimpa mereka yang bekerja menangani ternak yang terinfeksi dan jaringannya,
seperti petani, dokter hewan dan pekerja di tempat pemotongan hewan. Penyakit ini
banyak menyerang laki-laki. Kasus-kasus sporadis dan KLB terjadi pada orang
yang mengkonsumsi susu mentah dan produk susu (terutama keju lunak yang tidak
dipasturisasi) dari sapi, domba dan kambing. Kasus-kasus infeksi B. canis terbatas
terjadi pada pekerja yang merawat anjing. Penderita yang dilaporkan terjadi di AS,
kurang dari 120 kasus tiap tahunnya; diseluruh dunia, penyakit ini terkadang tidak
2. Reservoir
Sapi, babi, kambing dan domba bertindak sebagai reservoir. Infeksi bisa terjadi
pada bison, rusa besar, karibu dan beberapa spesies dari rusa. B. canis kadang-
peliharaan dan sebagian besar anjing liar terbukti mempunyai titer antibody
11
2.2. Jurnal Mengenai Penyakit Brucellosis
Contoh susu sebanyak 599 telah diambil dari 313 peternakan. Dari 599 contoh susu
tersebut, 85 (14,2%) di antaranya positif MRT yang berasal dari 64 (20,4%) peternakan
(Tabel 1) . Sebanyak 922 contoh darah diambil dari 64 peternakan tersangka . Dari 922
contoh serum, 215 (23,3%) bereaksi positif RBPT dan 201 (21,8%) bereaksi positif CFT
tersangka . Sapi-sapi sero-positif brucellosis ini masing- masing berasal pada Kecamatan
banyaknya sapi sero-positif brucellosis dibagi dengan populasi sapi setempat, sehingga
terlihat bahwa prevalensi brucellosis di DKI Jakarta rata-rata sebesar 4,5% yang
Brucellosis pada sapi perah dengan tingkat prevalensi yang bervariasi pernah
dilaporkan terjadi di Jawa Timur (2,71 %), Jawa Barat (0,29 %), DKI Jakarta (l1,8 %), DI
penyakit secara lebih teliti di salah satu daerah terserang tersebut, yaitu DKI Jakarta,
12
ternyata bahwa ada sebanyak 20,4% peternakan atau kelompok sapi perah di Jakarta
Kasus keguguran ini paling banyak (64,7%) terjadi pada umur kebuntingan 5 bulan
atau lebih, sedangkan umur kebuntingan 3-4 bulan sebanyak 21,2% dan umur kebuntingan
kurang dari 3 bulan sebanyak 14,1 % (Tabel 4). Kcsus keguguran paling banyak terjadi
pada frekuensi keguguran satu kali, yaitu 67 kcsus (78,8%), keguguran 2 kcli 11 kcsus
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
manusia.
2) Penyakit infeksius Brucellosis disebabkan oleh infeksi bakteri dari genus Brucella.
3) Penularan penyakit ke manusia terjadi melalui konsumsi susu dan produk susu
yang tidak dipasteurisasi atau melalui membrana mukosa dan kulit yang luka.
4) Gejala klinis brucellosis pada manusia yaitu demam intermiten, sakit kepala,
5) Pada ternak pejantan penyakit brucellosis dapat menyerang pada testis dan
6) Penyakit brucellosis di Indonesia dikenal pertama kali pada tahun 1935, ditemukan
7) Brucella mempunyai hewan target sebagai reservoir, yaitu Brucella abortus pada
sapi,B. ovis pada domba, B. melitensis pada kambing, B. suis pada babi, B.
3.2. Saran
1. Sebaiknya bila meminum susu, memakan daging pastikan susu yang akan diminum
14
2. Setelah melakukan pemotongan hewan, perawatan hewan dan pemerahan susu
sebaiknya cuci tangan dan membersihkan diri agar steril dari kuman yang dapat
3. Gunakan alat-alat keselamatan kerja atau pelindung tubuh dari hewan saat merawat
15
DAFTAR PUSTAKA
AGus SUDIBYO Balai Penelifan Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30, Kctak Pos 52, Bogor
16144, Indonesia (Diterima dewan redaksi 1 Msret 1995)
ALTON, G.G., L.M . JoNEs, R.D.ANGUS, and J.M. VERGER. 1988 . Techniquesfor the
Brucellosis Laboratory. Institute National de la Recherche, Agronomicque, Paris .
Budiharjo. 2009. Manual standar diagnostik penyakit hewan. Direktur jendral pertenakan
dan Japang International Cooperation Agency (JICA), Jakarta
Hardjopranjot. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya
16