PRODI PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 5
D. Manfaat.................................................................................................................... 6
BAB II ................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 7
A. Pengertian Bahan Galian.......................................................................................... 7
B. Penggolongan Bahan Galian .................................................................................... 7
1. BAHAN GALIAN GOLONGAN “A” (STRATEGIS) .................................................... 7
2. BAHAN GALIAN GOLONGAN “B” (VITAL)............................................................. 8
3. BAHAN GALIAN GOLONGAN “C” ......................................................................... 8
C. Proses Terbentuknya Bahan Galian ......................................................................... 8
1) Konsentrasi magmatik........................................................................................... 9
2) Sublimasi ............................................................................................................ 9
3) Kontak Metasomatisme ...................................................................................... 9
4) Konsenterasi Hidrotermal ................................................................................. 11
5) Sedimentasi ....................................................................................................... 12
6) Pelapukan .......................................................................................................... 13
7) Proses Metamorfisme ....................................................................................... 15
D. Penyebaran Bahan Galian di Indonesia ................................................................. 15
a. Keberadaan Minyak dan Gas Bumi .............................................................. 15
b. Keberadaan Batubara dan Bituminus ................................................................. 17
i. Marmer ............................................................................................................. 23
2
BAB III ............................................................................................................................. 26
PENUTUP ........................................................................................................................ 26
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 26
B. Saran....................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 27
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
5
D. Manfaat
6
BAB II
PEMBAHASAN
Bahan galian adalah semua bahan atau subtansi yang terjadi dengan
sendirinya di alam dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk berbagai keperluan
industrinya. Bahan tersebut dapat berupa logam maupun non logam, dan dapat
berupa bahan tunggal ataupun berupa campuran lebih dari satu bahan.
Bahan galian merupakan mineral asli dalam bentuk aslinya, yang dapat
ditambang untuk keperluan manusia. Mineral-mineral dapat terbentuk menurut
berbagai macam proses, seperti kristalisasi magma, pengendapan dari gas dan
uap, pengendapan kimiawi dan organik dari larutan pelapukan, metamorfisme,
presipitasi dan evaporasi (Katili, R.J. 1966).
7
2. BAHAN GALIAN GOLONGAN “B” (VITAL)
Proses terbentuknya endapan bahan galian adalah komplek dan sering lebih dari satu proses
yang bekerja bersama-sama. meskipun dari satu jenis bahan, misalnya logam, kalau terbentuk oleh
proses yang berbeda maka akan menghasilkan tipe endapan yang berbeda pula. Contohnya adalah
endapan bijih besi, endapan ini dapat dihasilkan oleh proses diferensiasi magmatik oleh larutan
hidrotermal, oleh proses sedimentasi ataupun oleh proses pelapukan. Tiap-tiap proses akan
menghasilkan endapan bijih besi yang berbeda-beda baik dalam mutu, besarnya cadangan, maupun
jenis mineral-mineral ikutannya.
Diantara tenaga-tenaga geologi yang membentuk endapan bahan galian, maka air
memegang peranan yang dominan. Di dalam peranannya, air dapat dalam bentuk uap air, air
magmatik yang panas, air laut, air sungai, air tanah, air danau maupun air permukaan. Disamping
air, maka temperatur, reaksi-reaksi kimia, sinar matahari, metamorfisme, tenaga-tenaga arus dan
gelombang, juga merupakan faktor-faktor pembentuk endapan bahan galian.
Mengenal dan mengetahui proses-proses yang dapat membentuk endapan bahan galian ini
akan sangat membantu dalam pencarian, penemuan dan pengembangan bahan galian. Adapun
Proses yang dapat membentuk bahan galian antara lain :
1. Konsentrasi magmatik
2. Kontak metasomatisme
3. Sublimasi
4. Konsentrasi hidrotermal
5. Sedimentasi
6. Pelapukan
8
7. Metamorfisme
1) Konsentrasi magmatik
Beberapa dari mineral yang terdapat dalam batuan beku banyak yang mempunyai nilai
ekonomis, tetapi pada umumnya konsentrasi terlalu kecil untuk dapat diproduksi secara komersial,
oleh karena itu diperlukan suatu proses konsentrasi untuk dapat mengumpulkan bahan-bahan
tersebut dalam suatu deposit yang ekonomis. Konsentrasi tersebut terjadi pada saat batuan beku
masih berupa magma, karenanya disebut konsentrasi oleh proses magmatik. Perkecualian pada
intan, dimana tidak diperlukan konsentrasi, tetapi suatu kristal tunggal saja sudah cukup
berharga. Deposit bahan galian sebagai hasil endapan proses magmatik ini memiliki ciri-ciri
adanya hubungan yang dekat dengan batuan beku intrusif dalam atau intrusif menengah.
Konsentrasi magmatik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Magmatik awal :
Kristalisasi tanpa konsentrasi : intan
Kristalisasi dan pemisahan : khron, platina
b. Magmatik akhir :
Akumulasi dan injeksi larutan residual : besi titan, platina, titan, khron.
Akumulasi dan pemisahan larutan : beberapa tipe deposit nikel dan tembaga.
Hasil atau produk dari proses magmatik dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu logam tunggal (native
metal), oksida, silfisa dan batu mulia (gemstone).
Contoh logam tunggal : Platina, Emas, Perak, Besi-Nikel.
Contoh oksida : Besi (magnetit, hematit), Besi-titan (magnetit bertitan), Titan (ilmenit),
Khrom (kromit), Tungsten (wolframit).
Contoh sulfida : Nikel-tembaga (kalkopirit), Nikel (pentlandit, molibdenit).
Contoh batu mulia : Intan, Garnet (almandit), Peridotit
2) Sublimasi
Sublimasi adalah perubahan wujud dari padat ke gas tanpa mencair terlebih dahulu .Proses
sublimasi merupakan proses yang tidak begitu berarti dalam pembentukan bahan galian, tetapi
memang ada bahan galian yang terbentuk oleh proses ini. Proses sublimasi menyangkut perubahan
langsung dari keadaan gas atau uap menjadi keadaan padat, tanpa melalui fase cair. Proses ini
berhubungan erat dengan kegiatan gunung berapi dan fumarol, tetapi sublimat yang dihasilkan
sering jumlahnya tidak cukup banyak untuk dapat ditambang secara menguntungkan.
Belerang adalah bahan galian yang terjadi sebagai akibat proses sublimasi, yang secara lokal
sering cukup menguntungkan untuk ditambang. Disamping belerang sering juga dapat dijumpai
garam-garam klorida dari besi, tembaga, seng dan garam-garam dari logam alkali lainnya, tetapi
umumnya relatif sangat kecil untuk dapat ditambang secara menguntungkan.
3) Kontak Metasomatisme
9
Metasomatisme adalah proses kontak yang terjadi antara bebatuan dengan air
panas (hydrothermal) atau fluida lainnya. Ini salah satu dari proses pembentukan
endapan mineral. Ada juga seperti hidrothermal, endapan lateritik, pegmatik,
magmatik, dan lain-lain. Tentu dengan banyaknya klasifikasi tipe endapan ada
yang membedakan antara satu dan yang lainnya, Pada saat magma cair dan pijar
dalam keadaan sangat panas menerobos batuan maka magma tersebut panasnya
akan semakin turun dan membentuk batuan intrusi. Dalam proses tersebut akan
terjadi tekanan dan suhu yang sangat tinggi terutama pada kontak antara magma
dengan batuan samping (country rock) yang diterobosnya.Akibat dari panas tanpa
ada perubahan kimiawi dinamakan kontak metamorfisme. Akibat dari panas
disertai perubahan kimia dinamakan kontak metasomatisme.
. Proses tersebut dapat terjadi pada keadaan yang dangkal, menengah
ataupun pada kedalaman yang besar, sehingga dikenal adanya batuan beku intrusif
dangkal, menengah ataupun dalam. Dalam proses tersebut akan terlihat adanya
tekanan dan suhu yang sangat tinggi terutama pada kontak terobosannya, antara
magma yang masih cair dengan batuan disekitarnya. Pengaruh dari kontak ini
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
Pengaruh dari panas saja, tanpa adanya perubahan-perubahan kimiawi baik pada magmanya
maupun pada batuan yang diterobos. kOntak ini disebut kontak metamorfisme.
Pengaruh panas dan disertai adanya perubahan-perubahan kimiawi sebgai akibat pertukaran
ion dan sebagainya. Dari magma ke batuan yang diterobos dan sebaliknya. Kontak semacam ini
disebut kontak metasomatisme.
Kedua jenis kontak tersebut menimbulkan hasil yang sangat berbeda kecuali pada keadaan
yang sangat jarang dapat menghasilkan endapan bahan galian seperti silimanit. Sebaliknya, pada
kontak metasomatisme dapat dihasilkan bahan-bahan galian yang berharga. Mineral yang terjadi
sebagai akibat kontak metasomatisme akan lebih beraneka ragam bila dibandingkan dengan yang
terjadi pada kontak metamorfisme; hal ini karena pada yang disebut terkahir tersebut hanya terjadi
efek panas saja, sedang pada kontak metasomatis terjadi efek padas dan kimiawi bersama-sama.
Manakala komposisi magma yang menerobos kaya akan material-material bahan galian,
maka akan dihasilkan deposit kontak metasomatik, terutama kalau lingkungannya terdiri dari
batuan sedimen yang gampingan, karena hal itu akan lebih menguntungkan untuk terjadinya reaksi
kimia. Magma tersebut haruslah mengandung unsur-unsur utama yang nantinya akan menjadi
bahan galian. Penerobosan haruslah terjadi pada kedalaman yang cukup dakam,dan tidak terlalu
sangkal. Batuan yang diterobos haruslah batuan yang mudah bereaksi. Jadi jelaslah bahwa tidak
semua terobosan magma akan menghasilkan endapan bahan galian kontak metasomatisme.
Suhu diantara kontak akan berkisar antara 500oC sampai 1100oC untuk magma yang
bersifat silika, dan makin jauh letaknya dari kontak, suhunya makin menurun. Terdapatnya
mineral-mineral tertentu akan menunjukan shu tertentu pula, dimana mineral tersebut terbentuk,
misalnya adanya mineral wollastonit menunjukkan bahwa suhu tidak melebihi 1125 oC, kuarsa
menunjukan suhu di atas 573oC dan seterusnya.
Bahan galian hasil kontak metasomatisme terjadi karena adanya proses rekristalisasi,
penggabungan unsur, pergantian ion, maupun penambahan unsur-unsur baru dari magma ke
10
batuan yang diterobosnya. Dari proses rekristalisasi batugamping misalnya, akan dihasilkan batu
marmer, sedangkan rekristalisasi batupasir kuarsa akan menghasilkan batu kuarsit.
Kalau suatu batuan samping memiliki komposisi mineral AB dan CD, maka proses
penggabungan kembali (recombination) akan berubah menjadi mineral AC dan BD, dan oleh
proses penambahan unsur-unsur dari magma akan berubah lagi menjadi mineral ACX dan BDY,
dimana mineral X dan Y unsur baru dari magma.
Penambahan unsur baru dari magma sebagian berupa logam, silika, belerang, boron, khlor,
flour, kalsium, magnesium dan natrium. Mineral logam (ore minerals) yang berbentuk dalam
kontak metasomatisme hampir semuanya berasal dari magma, demikian juga mengenai
kendungan-kandungan yang asing pada batuan yang terterobos, melalui proses penambahan
unsur.Jenis magma yang menerobos perlapisan batuan yang akhirnya akan menghasilkan endapan
bahan galian kontak metasomatisme pada umumnya terbatas pad jenis magma silika dengan
komposisi menengah (intermidiate) seperti kuarsa monzonit, granodiorit atau kuarsa diorit. Tetapi
magma yang sangat kaya akan silika seperti jenis granit jarang yang akan menghasilkan endapan
bahan galian, demikian pula dengan magma yang ultrabasa. Sedangkan pada magma yang basa
kadang-kadang terbentuk endapan bahan galian metasomatisme.
Hampir semua endapan bahan galian kontak metasomatik berasosiasi dengan tubuh batuan
beku intrusif yang berupa stock, batholit ataupun tubuh-tubuh batuan beku intrusif lain yang
seukuran dengan stock atau batholit, tidak pernah berasosiasi dengan dike atau sill yang berukuran
kecil, sedangkan lacolith atau sill yang besar meskipun jarang dijumpai tetapi kadang-kadang
dapat menghasilkan endapan bahan galian kontak metasomatik.
Batuan samping yang terterobos oleh magma, yang paling besar kemungkinannya untuk
dapat menimbulkan deposit kontak metasomatik adalah batuan karbonat. Batu gamping murni
maupun dolomit dengan segera akan mengalami rekristalisasi dan rekombinasi dengan unsur-
unsur yang berasal dari magma, malahan pada batu gamping yang tidak murni, efek kontak
metasomatik yang terjadi lebih kuat, karena unsur-unsur pengotoran seperti silika, alumina dan
besi adalah bahan-bahan yang dapat dengan mudah membentuk kombinasi-kombinasi batu dengan
oksida kalsium. Seluruh masa batuan di sekitar kontak dapat berubah menjadi garnet, silika dan
mineral bijih.
Sedang batuan yang agak sedikit terpengaruh oleh intrusi magma adalah batupasir. Kalau
mengalami rekristalisasi batupasir akan menjadi kuarsit yang kadang-kadang mengandung
mineral-mineral kontak metasomatik yang tersebar setempat-setempat. Sedang lempung akan
mengalami pengerasan dan dapat berubah menjadi hornfels, yang umumnya mengandung mineral-
mineral andalusit, silimanit dan staurolit.
Jadi secara umum dikatakan bahwa batuan yang paling peka terhadap kontak
metasomatisme dan paling cocok untuk terjadinya pembentukan endapan bahan galian bijih adalah
batuan sedimen, terutama yang bersifat gampingan dan tidak murni.Sedangkan bentuk, posisi atau
penyebaran daripada bahan galian yang terjadi pada proses kontak metasomatisme banyak
tergantung juga pada struktur dari batuan yang diterobos, akan tetapi pada umumnya terbentuk
tidak teratur dan terpisah-pisah.
4) Konsenterasi Hidrotermal
11
Produk akhir dari proses diferensiasi magmatik adalah suatu larutan yang disebut larutan sisa
magma, yang mungkin dapat mengadung konsenterasi logam yang dulunya berada dalam magma.
Larutan sisa magma ini yang juga disebut larutan hidrotermal, banyak mengandung logam-
logam yang berasal dari magma yang sedang membeku dan diendapkan ditempat-tempat sekitar
magma yang sedang membeku tadi. Larutan ini makin jauh letaknya dari magma makin
kehilangan panasnya, sehingga dikenal adanya deposit hidrotermal suhu tinggi di tempat yang
terdekat dengan intrusi, deposit hidrotermal suhu menengah ditempat yang agak jauh, dan deposit
hidrotermal suhu rendah di tempat yang terjauh. Deposit tersebut juga
dinamakan hipotermal, mesotermal dan epitermal, tergantung dari suhu, tekanan, dan keadaan
geologi di mana mereka terbentuk, seperti yang ditunjukan oleh mineral-mineral yang
dikandungnya.
Dalam perjalanannya melalui (menerobos) batuan, larutan hidrotermal akan mendepositkan
mineral-mineral yang dikandungnya di rongga-rongga batuan dan membentuk deposit celah
(cavity filling deposit) atau melalui proses metasomatik membentuk deposit pengganti
(replacement deposit).Secara umum deposit replacement terjadi pada kondisi suhu dan tekanan
tinggi jadi pada daerah lebih dekat batuan intrusinya, merupakan deposit hipotermal. Sebaliknya
deposit pengisian atau deposit celah (cavity filling deposit) lebih banyak terjadi di daerah dengan
suhu dan tekanan rendah, jadi merupakan deposit epitermal, yang terletak agak jauh dari batuan
intrusifnya.
5) Sedimentasi
Proses-proses sedimentasi tidak saja menghasilkan batuan-batuan sedimen, tetapi dapat juga
menghasilkan deposit-deposit mineral berharga seperti mangan, besi, tembaga, batubara, karbonat,
tanah lempung, belerang, lempung pemurni (fuller’s earth atau bleekarde), lempung bentonit,
tanah diatome, dan secara tidak langsung deposit vanadium-uranium. Meskipun demikian deposit-
deposit tersebut sebenarnya juga batuan sedimen, yang kebetulan karena sifat-sifat kimiawi dan
fisikanya kemudian menjadi sangat berharga. Karenanya, cara terbentuknya juga sama dengan cara
terbentuknya batuan sedimen, harus ada batuan yang bertindak sebagai sumber (asal), harus ada
suatu proses yang mengangkut dan mengumpulkan bahan-bahan hasil rombakan batuan asal, dan
akhirnya pengendapan hasil rombakan tersebut pada suatu cekungan pengendapan tertentu.
Kemudian mungkin saja dapat terjadi alterasi kimiawi ataupun kompaksi dan perubahan-
perubahan lain pada endapan tersebut. Jadi dalam proses di atas jelaslah bahwa batuan asal
12
haruslah mengalami pelapukan terlebih dahulu, baik pelapukan fisik maupun pelapukan kimia,
sebelum diangkut dan diendapkan ditempat lain.
Jenis batuan asal, cara pengangkutannya, dan lingkungan pengendapan dimana bahan-bahan
tersebut akan diendapkan kembali, pada umumnya akan serupa bagi satu jenis bahan
tertentu.Termasuk dalam proses sedimentasi ini pengendapan deposit mineral akibat penguapan
(evaporation). Proses penguapan ini paling baik terjadi di daerah beriklim panas dan kering.Air
tanah, air danau atau air pada daerah laut yang tertutup seperti laguna, dapat menghasilkan
deposit-deposit mineral sebagai akibat proses penguapan. Juga sumber-sumber air panas dapat
menghasilkan deposit serupa.
Deposit-deposti mineral yang terjadi oleh proses ini adalah garam dapur dari penguapan air
laut atau air tanah yang asin, gipsum dan anhidrit berasal dari penguapan daerah lagun atau
kadang-kadang dapat juga dari daerah rawa-rawa, garam-garam kalium dari penguapan air laut,
dan dari penguapan air tanah dapat diendapkan garam-garam natrium karbonat, kalsium karbonat,
garam nitrat dan natrium sulfat.
Melihat proses kejadiannya, maka hampir semua deposit mineral sebagai akibat penguapan
ini berbentuk tipis dan meluas, jarang dijumpai dalam bentuk yang tebal. Misalnya endapan
gipsum, biasanya tebalnya antara 1 sampai 2 meter saja, kecuali kalau pada saat terjadinya
pengendapan disertai pula dengan penurunan dasar cekungan pengendapan secara perlahan-lahan,
maka dalam hal ini mungkin saja endapan gipsumna dijumpai dalam keadaan agak tebal.
6) Pelapukan
Proses pelapukan yang meskipun berjalan lambat tetapi terus-menerus dalam jangka waktu
lama, sehingga pada akhirnya batuan dan mineral-mineral yang dikandungnya akan mengalami
disintregasi sebagai akibat pelapukan fisik dan dekomposisi sebagai akibat pelapukan kimiawi.
Pelapukan fisika dan kimiawi terdiri dari bermacam-macam proses yang dapat bekerja sendiri-
sendiri ataupun secara bersama-sama. Pelapukan kimiawi banyak terjadi di daerah yang beriklim
basah dan panas seperti di Indonesia ini, sedang pelapukan fisik lebih menonjol di daerah yang
beriklim kering.
Hasil pelapukan dapat dibedakan atas tiga jenis atau kelompok, yaitu :
a. Bahan-bahan yang dilarutkan dan diangkut sebagai larutan.
b. Bahan-bahan yang diangkut bukan sebagai larutan, tetapi sebagai bahan padat, yaitu sebagai
beban melayang (suspensi) dan sebagai beban dasar (bed-load).
c. Bahan-bahan yang tertinggal.
Diantara ketiga jenis bahan sebagai hasil proses pelapukan diatas, maka bahan jenis pertama kalau
merupakan bahan berharga konsentrasinya akan merupakan deposit evaporit (penguapan) yang
telah diterangkan di depan. Sedang konsentrasi bahan galian kedua akan merupakan deposit karena
proses sedimentasi seperti telah diuraikan di depan.
Sedang bahan-bahan yang tertinggal dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu :
a. Yang berupa tanah (soil) biasa, tanpa kandungan mineral-mineral berharga.
13
b. Yang berupa residu, terdiri dari mineral berharga dalam jumlah yang dapat
diusahakan.
c. Residu yang berupa mineral berat dan mineral ringan yang tidak dapat larut
karena sifatnya yang stabil di mana hanya mineral yang berat yang berharga,
sedang yang ringan tidak berharga. Keduanya dapat dipisahkan dengan cara dialiri
air atau udara.
d. Bahan yang dapat larut oleh air yang meresap ke dalam tanah dan diendapkan
di tempat yang dangkal dibawahnya untuk membentuk deposit mineral berharga.
Keadaan alami batuan asalnya , keadaan topografi dan iklim akan membentuk
deposit konsenterasi residual, kelompok kedua membentuk deposti konsenterasi
mekanis atau deposit placer dan kelompok ketiga akan membentuk deposit
pengkayaan sekunder (secondary enrichment deposit).
(1) Deposit konsentrasi residual
Konsenterasi residual adalah suatu pengumpulan bahan residu yang berharga
setelah bagian-bagian tidak berharga tersingkirkan oleh proses pelapukan. Contoh
deposit yang terbentuk secara ini adalah bijih besi yang terkandung dalam
gamping murni dalam bentuk besi karbonat. Oleh proses Pelarutan (pelapukan
kimiawi) gampingnya akan larut dan besinya tertinggal. Seperti juga besi, mangan
juga dapat terbentuk akibat pelapukan kimiawi.
Meskipun aluminium termasuk unsur yang sangat banyak dijumpai pada
kerak bumi, tetapi sebagian besar ada dalam kombinasi dengan bahan lain yang
masih menimbulkan kesulitan untuk dapat diambil secara komersial. Sampai
sekarang hanya bauksit yang merupakan bijih aluminium yang komersial. Bauksit
adalah suatu oksida aluminium yang terhidrasi, dan berasal dari hasil pelapukan
batuan beku yang kaya akan mineral-mineral feldspar dan tidak mengandung
mineral kuarsa, yaitu nepheline syenit. Bauksit yang baik mengandung kira-kira
50% aluminium dan kurang dari 6% silika, 10% oksida besi dan 4% oksida
titanium.
Beberapa jenis batuan beku yang basa, mengandung sejumlah kecil nikel. Di
bawah pengaruh pelapukan di daerah tropis atau subtropis batuan semacam itu
akan melepaskan silika dan menghasilkan ikatan nikel dan magnesium. Di
beberapa tempat, nikel tersebut dalam bentuk mineral garnierit, oleh proses
konsentrasi residual dapat menjadi deposit yang komersial.
(2) Deposit konsetrasi mekanis atau placer
Sisa pelapukan yang tidak dapat larut akan menghasilkan suatu selubung dari bahan-bahan lepas,
diantaranya berat dan beberapa lagi ringan; ada yang getas (britlle) dan ada yang tahan (durable).
Bahan-bahan tersebut oleh suatu media tertentuk seperti air yang mengalir (sungai), angin arus
pantai (beach), ataupun ari permukaan (running water) dapat mengalami pemisahan bagian yang
berat terhadap bagian yang ringan secara gravitasi dan membentuk endapan placer.
Konsentrasi hanya dapat terjadi kalau mineral berharga yang bersangkutan memiliki tiga sifat
sebagai berikut:
Berat jenisnya tinggi
14
Tahan terhadap pelapukan kimiawi
Tahan terhadap benturan-benturan fisik (durable)
Mineral placer yang memiliki sifat-sifat tersebut adalah emas, platina, tinstone, magnetit, khromit,
ilmenit, rutil, tembaga, batu mulia, zircon, monazit, fosfat, tantalit, columbit. Diantara bahan-
bahan tersebut di atas yang paling berharga sebagai deposit placer adalah emas, platina, tinstone,
ilmenit (bijih titanium), intan dan ruby.
(3) Deposit sebagai akibat oksidasi dan pengkayaan sekunder
Air dan oksigen adalah tenaga pelapukan kimiawi yang sangat kuat, kalau mereka
bersentuhan dengan suatu deposit bijih, maka hasilnya adalah reaksi-reaksi kimia yang kadang-
kadang dapat drastis dan merubah deposit yang sudah ada tersebut. Air permukaan yang
mengandung oksigen akan bersifat sebagai bahan pelarut yang mampu melarutkan mineral-
mineral tertentu. Suatu deposit bijih dapat teroksidasi dan dapat kehilangan banyak kandungan
mineral yang berharga karena tercuci (leached), kemudian terbawa ke bawah oleh air permukaan
yang sedang turun ke bawah (meresap ke bawah).
Pada bagian bawah, akhirnya larutan tersebut mengendapkan kandungan-kandungan mineral
logamnya menjadi endapan bijih teroksidasi (oxidized ores), ini terjadi di atas muka air tanah.Pada
saat larutan memasuki air tanah di bawah muka air tanah, mereka memasuki zona dimana tidak
ada oksigen dan kandungan logamnya lalu diendapkan dalam bentuk logam-logam sulfida. Proses
tersebut dinamakan pengkayaan sulfida sekunder.
7) Proses Metamorfisme
Metamorfisme adalah suatu proses dimana batuan dan mineral mengalami ubahan akibat
adanya tekanan dan suhu yang tinggi yang ditimpakan kepadanya, disamping itu kadang-kadang
disertai pula dengan penambahan air dan karbon dioksida. Ubahan ini dapat dalam bentuk
kristalisasi maupun rekombinasi dari kandungan-kandungan batuan yang menimbulkan mineral-
mineral bukan logam baru yang berharga. Deposit mineral yang terjadi oleh proses metamorfisme
terutama adalah grafit, asbes, talk, batusabun, garnet dan bahan-bahan abrasif.
15
Energi minyak dan gas bumi mempunyai peran yang sangat strategis dalam
berbagai kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pada umumnya minyak
bumi dewasa ini memiliki peran sekitar 80% dari total pasokan energi untuk
konsumsi kebutuhan energi di Indonesia. Berdasarkan perkembangan ilmu yang
didasari penelitian Asal minyak dan Gas bumi tidak hanya dari plankton tetapi ada
yang dari tumbuh-tumbuhan bahkan ada yang dari anorganik. Teori anorganik
merupakan teori yang beranggapan bahwa minyak dan gas bumi berasal dari
proses anorganik. Salah satu teorinya adalah Karbon (C) dan Hidrogen (H) dapat
membentuk minyak dan gas bumi apabila kondisi temperatur dan tekanan yang
ekstrim.
Minyak bumi berasal dari lapisan batuan induk, kemudian bergerak ke
batuan reservoir yang dapat memungkinkan minyak bumi terakumulasi
didalamnya. Proses migrasi ini merupakan perpindahan minyak bumi dari lapisan
batuan induk menuju ke lapisan batuan reservoir untuk dikonsentrasikan
didalamnya. Namun dalam studi perminyakan diketahui bahwa tumbuh-tumbuhan
tingkat tinggi akan lebih banyak menghasilkan gas ketimbang menghasilkan
minyak bumi. Hal ini disebabkan karena rangkaian karbonnya juga
semakinkompleks.
etelah ganggang-ganggang maka akan teredapkan di dasar cekungan sedimen. Keberadaan
ganggang ini bisa juga dilaut maupun di sebuah danau. Jadi ganggang ini bisa saja ganggang air
tawar, maupun ganggang air laut. Tentusaja batuan yang mengandung karbon ini bisa batuan hasil
pengendapan di danau, di delta, maupun di dasar laut. Batuan yang mengandung banyak
karbonnya ini yang disebut Source Rock (batuan Induk) yang kaya mengandung unsur Carbon
(high TOC-Total Organic Carbon).
Proses pembentukan carbon dari ganggang menjadi batuan induk ini sangat spesifik. Itulah
sebabnya tidak semua cekungan sedimen akan mengandung minyak atau gasbumi. Kalau saja
carbon ini teroksidasi maka akan terurai dan bahkan menjadi rantai carbon yang tidak mungkin
dimasak.Proses pengendapan batuan ini berlangsung terus menerus. Kalau saja daerah ini terus
tenggelam dan terus ditumpuki oleh batuan-batuan lain diatasnya, maka batuan yang mengandung
karbon ini akan terpanaskan. Tentusaja kita tahu bahwa semakin kedalam atau masuk amblas ke
bumi, akan bertambah suhunya. Ketika proses penimbunan ini berlangsung tentusaja banyak jenis
batuan yang menimbunnya. Salah satu batuan yang nantinya akan menjadi
batuan reservoiratau batuan sarang Pada prinsipnya segala jenis batuan dapat menjadi batuan
sarang, yang penting ada ruang pori-pori didalamnya. Batuan sarang ini dapat berupa batupasir,
batugamping bahkan batuan volkanik.
Minyak yang dihasilkan oleh batuan induk yang termatangkan berupa minyak
mentah. Namun meskipun berupa cairan, minyakbumi yang mentah ciri fisiknya berbeda dengan
air. Dalam hal ini sifat fisik yang terpenting yaitu berat-jenis dan kekentalan. Kekentalan minyak
Bumi lebih tinggi dari air, namun berat jenis minyakbumi ini lebih kecil.
Nayoan dkk. (1974) dalam Barber (1985) menjelaskan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara cekungan minyak bumi yang berkembang di berbagai
tempat dengan elemen-elemen tektonik yang ada. Berdasarkan data terakhir yang
16
dikumpulkan dari berbagai sumber, telah diketahui ada sekitar 60 basin yang
diprediksi mengandung cebakan migas yang cukup potensial. Diantaranya basin
Sumatera Utara, Sibolga, Sumatera Tengah, Bengkulu, Jawa Barat Utara, Natuna
Barat, Natuna Timur, Tarakan, Sawu, Asem-Asem, Banda, dll.
Cekungan busur belakang di timur Sumatera dan utara Jawa merupakan
lapangan-lapangan minyak paling poduktif. Pematangan minyak sangat didukung
oleh adanya heat flow dari proses penurunan cekungan dan pembebanan. Proses
itu diperkuat oleh gaya-gaya kompresi telah menjadikan berbagai batuan sedimen
berumur Paleogen menjadi perangkap struktur sebagai tempat akumulasi
hidrokarbon (Barber, 1985). Secara lebih rinci, perkembangan sistem cekungan
dan perangkap minyak bumi yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh tatanan
struktur geologi lokal. Sebagai contoh, struktur pull apart basin menentukan
perkembangan sistem cekungan Sumatera Utara (Davies, 1984).
Pembentukan cekungan terjadi selama Neogen ketika terjadi proses
penurunan cekungan dan sedimentasi yang bersifat transgresif, dan dilanjutkan
bersifat regresif di Miosen Tengah (Barber, 1985). Pola-pola ini menjadiken
pembentukan delta berjalan efektif sebagai pembentuk perangkap minyak bumi
maupun batubara. Zona tumbukan (collision zone), tempat endapan-endapan
kontinen bertumbukan dengan kompleks subduksi, merupakan tempat prospektif
minyak bumi. Cekungan Bula, Seram, Bituni dan Salawati di sekitar Kepala
burung Papua, cekungan lengan timur Sulawesi, serta Buton, merupakan
cekungan yang masuk dalam kategori ini. (Barber, 1985).
Keberadaan endapan aspal di Buton berasosiasi dengan zona tumbukan
antara mikro kontinen Tukang Besi dengan lengan timur-laut Sulawesi, dengan
Banggai Sula sebagai kompleks ofiolit (Barber, 1985; Sartono, 1999).Kehadiran
minyak di Papua berasosiasi dengan lipatan dan patahan Lenguru, yang
merupakan tumbukan mikro kontinen Papua Barat dengan tepi benua Australia
(Barber, 1985). Sumber dan reservoar hidrokarbon terperangkap struktur di
bagian bawah foot-wall sesar normal serta di bagian bawah hanging-wall sesar
sungkup (Simanjuntak dkk, 1994).
17
Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan
waktu yang lama ( puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika,
kimia ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk
dari tumbuh-tumbuhan perlu diketahui dimana batubara berbentuk dan faktor-
faktor yang akan mempengaruhinya, serta bentuk lapisan batubara. Untuk
menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal 2 macam teori:
a) Teori Insitu
b) Teori drift
18
terendapkan/terkumpul sebagai suatu massa yang mampat, yang disebut PEAT
(GAMBUT).
PEAT (GAMBUT) : merupakan hasil dari proses pengendapan pemanpatan
dan pemadatan dari bahan-bahan pembentukan lapisan batubara.Untuk
pembentukan PEAT setebal 1ft, dibutuhkan waktu ± 100 th. Kadang-kadang
dalam suatu lapisan batubara dijumpai adanya struktur kayu yang masih tampak
jelas dan utuh. Hal ini disebabkan karena pada proses pembentukannya, bakteri
tidak bekerja secara sempurna (proses metabolisme bakteri tidak sempurna).Tidak
aktifnya bakteri, karena bakteri tersebut terkena racun (toxin), sehingga bahan
kayu-kayuan yang ada akan tetap utuh sampai pembentukan batubara
b) Proses termodinamik
Proses perubahan PEAT menjadi lapisan batubara oleh adanya panas dan
tekanan, juga proses dari luar seperti proses geologi (pelipatan, dsb).Dari adanya
panas dan tekanan (T dan P) ini, maka akan terbentuk lapisan batubara, dari
PEAT menjadi LIGNIT sampai ANTRASIT (dalam beberapa kelas atau “rank”).
Adanya klasifikasi ini tergantung pada intensitas panas dan tekanan.
c. Emas
Jebakan emas dapat terjadi di lingkungan batuan plutonik yang tererosi, ketika
kegiatan fase akhir magmatisme membawa larutan hidrotermal dan air tanah.
Proses ini dikenal sebagai proses epitermal, karena terjadi di daerah dangkal dan
suhu rendah. Proses ini juga dapat terjadi di lingkungan batuan vulkanik (volcanic
hosted rock) maupun di batuan sedimen (sedimen hosted rock), yang lebih dikenal
dengan skarn. Contoh cukup baik atas skarn terdapat di Erstberg (Sudradjat,
1999). Skarn Erstberg berupa roofpendant batugamping yang diintrusi oleh
granodiorit. Sebaran skarn dikontrol oleh oleh struktur geologi setempat. Sebagai
sebuah roofpendant, zona skarn bergradasi dari metasomatik contact sampai
metamorphic zone (Juharlan, 1993).
Konsep cebakan emas epitermal merupakan hal baru yang memberikan
perubahan signifikan pada potensi emas Indonesia. Cebakan yang terbentuk
secara epitermal ini terdapat pada kedalaman kurang dari 200 m, dan berasosiasi
19
dengan batuan gunungapi muda berumur kurang dari 70 juta tahun. Sebagian
besar host rock merupakan batuan vulkanik, dan hanya beberapa yang merupakan
sediment hosted rock. Cebakan emas epitermal umumnya terbentuk pada bekas-
bekas kaldera dan daerah retakan akibat sistem patahan.
Proses mineralisasi dalam di lingkungan batuan vulkanik ini dikenal sebagai
sistem porfiri (porphyry). Contoh baik atas porfiri terdapat di kompleks Grasberg
di Papua, dengan mineralisasi utama bersifat disseminated sulfide dengan mineral
bijih utama kalkopirit yang banyak pada veinlet (MacDonald, 1994). Contoh lain
terdapat di Pongkor dan Cikotok di Jawa Barat, Batu Hijau di Sumbawa, dan
Ratotok di Minahasa.
d. Intan
Intan termasuk dalam kelompok bahan galian yang terbentuk secara alami di
kedalaman tertentu dari permukaan bumi, termasuk dalam kelompok mineral
Carbon sebagai mineral utama penyusun intan (diamond).
Mineral Carbon terdapat di alam dengan 3 bentuk dasar, yaitu sebagai :
1. Diamond (Intan)- Sangat Keras, dengan kristal (berwarna) jernih
2. Graphite- Lunak, berwarna hitam, tersusun dari (unsur) carbon murni, struktur
molekulernya tidak padat sekuat diamond (intan), hal tersebutlah yang
menjadikan graphite lebih lunak dibandingkan diamond.
3. Fullerite, merupakan mineral yang terbuat dari molekul yang berbentuk bulat
sempurna yang tersusun dari 60 atom Carbon
Intan terbentuk pada kedalaman 100 mil (161 Km) di bawah permukaan
bumi, pada batuan yang cair pada bagian mantel bumi yang memiliki temperature
dan tekanan tertentu yang memungkinkan untuk merubah (mineral) carbon
menjadi intan.
Kebanyakan intan yang kita temukan sekarang merupakan hasil pembentukan proses jutaan-
milyar tahun yang lalu, erupsi magma yang sangat kuat membawa intan-intan tersebut ke
permukaan, membentuk pipa kimberlite, penamaan kimberlite berasal dari penemuan pertama pipa
tempat intan berada tersebut di daerah Kimberley, Afrika Selatan.
Intan juga dapat ditemukan di dasar sungai sebagai endapan yang kita sebut
sebagai endapan intan alluvial, pada dasarnya intan type alluvial juga berasal dari
pipa Kimberlite purba yang kemudian mengalami proses geologi lanjutan berupa
pengangkutan oleh air atau glacier yang berlangsung pada jutaan-milyar tahun
yang lalu, sehingga intan-intan yang berasal dari pipa kimberlite tersebut terbawa
bermil-mil jauhnya dari tempat asalnya dan kemudian terendapkan di dasar
sungai.
20
Intan ditemukan di alam dalam bentuk batu yang masih kasar, sehingga harus
melalui beberapa proses terlebih dahulu agar tercipta sebagai perhiasan yang
berkilau untuk kemudian menjadi barang yang komersil.
Keterdapatan Intan di Kalimantan
plume tectonics dan pipa intan kimberlite: Kalimantan case
Melihat peta penyebaran intan di seluruh dunia (Evans, 1997), jelas tergambar di
situ bahwa deposit intan yang besar selalu berasosiasi dengan daerah continental
craton (> 1500 Ma old). Teori terbaru sekarang tentang origin of diamonds adalah
bahwa intan bukanlah hasil kristalisasi magma di intrusi ultrabasa (akan in-situ),
tetapi bahwa intan adalah ex-situ, mereka adalah mineral - mineral di upper
mantle yang terbawa hot plume mantle yang sedang up-welling. Maka, intan
bukanlah fenokris, tetapi xenokris.
Endapan intan di indonesia terdapat di kalimantan Barat ( Landak , Sangau ),
Kalimantan Tengah ( Purukcau ) dan kalimantan selatan ( Martapura, plehari ) dan
yang paling terkenal adalah yang dihasilkan di Kalimantan Selatan dimana
penggaliannya sudah ada sejak lama. Raffles mengatakan pada tahun 1738 intan
yang berasal dari kalimantan itu bernilai jutaan dolar.
e. Potash
f. Batu Gamping
Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik,
secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di
alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah
kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang
koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat
bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya.
21
Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan kaptan,
bahan campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain. Potensi
batu kapur di Indonesia sangat besar dan tersebar hampir merata di seluruh
kepulauan Indonesia. Sebagian besar cadangan batu kapur Indonesia terdapat di
Sumatera Barat.Pada umumnya deposit batu gamping ditemukan dalam bentuk
bukit. Oleh sebab itu teknik penambangan dilakukan dengan tambang terbuka
dalam bentuk Quarry tipe sisi bukit (Side hill type).
g. Dolomit
Dolomite yang baru dikenal sejak tahun 1882, merupakan variasi batu gamping
yang mengandung > 50% karbonat istilah dolomite pertama kali digunakan untuk
batuan karbonat tertentu yang terdapat didaerah TYeolean Alpina (Pettijohn.F.J.
1956). Dolomit dapat terbentuk karena proses primer dan sekunder. Secara
sekunder, dolomite umumnya terjadi kerena proses pelindian (leaching) tau
peresapan unssur magnesium dari air laut kedalam batu gamping, atau yang lebih
dikenal dengan proses dolomitisasi yaitu proses perubahan mineral kalsit menjadi
dolomite. Selain itu dolomite sekunder dapat juga terbentuk karena diendapkan
secara tersendiri sebagai endapan evaporit.
Pembentukan dolomite sekunder dapat terjadi karena berbeberapa factor
diantaranya adalah tekanan air yang banyak mengandung unsure magnesium dan
prosesnya berlangsung dalam waktu lama. Dengan semakin tua umur batu
gamping, semakin besar kemungkinan nya untuk berubah menjadi dolomite.
Dolomite primerterbentuk bersama-sama dalam cebakan bijih.
Penggunaan dolomit dalam industri tidak seluas penggunaan batugamping
dan magnesit. Kadang-kadang penggunaan dolomit ini sejalan atau sama dengan
penggunaan batugamping atau magnesit untuk suatu industri tertentu. Akan tetapi,
biasanya dolomit lebih disukai karena banyak terdapat di alam. Madiapoera, T
(1990) menyatakan bahwa penyebaran dolomit yang cukup besar terdapat di
Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura
dan Papua. Di beberapa daerah sebenarnya terdapat juga potensi dolomit, namun
jumlahnya relatif jauh lebih kecil dan hanya berupa lensa-lensa pada endapan
batugamping.Penambangan dolomit dilakukan sama dengan penambangan batu
gamping. Dan potensi dolomit dengan kualitas yang paling baik berada di sedayu
dan tuban , Jawa Timur.
h. Kalsit
22
Sifat fisika dari kalsit adalah bobot isi 2,71; kekerasan 3 (skala Mohs); bentuk
prismatik; tabular; pejal; berbutir halus sampai kasar; dapat terbentuk sebagai
stalaktit, modul tubleros, koraloidal, oolitik atau pisolitik. Warna kalsit yang tidak
murni adalah kuning, coklat, pink, biru, lavender, hijau pucat, abu-abu, dan hitam.
Penggunaan kalsit saat ini telah mencakup berbagai sektor yang didasarkan
pada sifat fisik dan kimianya. Penggunaan tersebut, meliputi sektor pertanian,
industri kimia, makanan, logam dan lainnya.
Kalsit terdapat di sepanjang pantai barat Sumatera, Jawa bagian selatan dan
utara (sebagian kecil). Bentuk endapan dapat datar, bukit atau berupa lensa.
Cadangan yang diketahui merupakan klasifikasi cadangan tereka di daerah
Indarung (10,1 juta ton), Sumatera Barat (10 juta ton) dan Begelan di Kabupaten
Purwokerto (0,1 Juta ton).Proses penambangan yang dilakukan dengan
menggunakan peralatan secara sederhana antara lain gancu dan linggis.
i. Marmer
Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau
malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya
endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk
berbagai foliasi mapun non foliasi. Akibat rekristalisasi struktur asal batuan
membentuk tekstur baru dan keteraturan butir. Marmer Indonesia diperkirakan
berumur sekitar 30–60 juta tahun atau berumur Kuarter hingga Tersier.
Penggunaan marmer atau batu pualam tersebut biasa dikategorikan kepada
dua penampilan yaitu tipe ordinario dan tipe staturio. Tipe ordinario biasanya
digunakan untuk pembuatan tempat mandi, meja-meja, dinding dan sebagainya,
sedangka tipe staturio sering dipakai untuk seni pahat dan patung.Proses
penambangan marmer dilakukan secara sederhana dengan peralatan sederhana
seperti gergaji.Daerah penghasil marmer yang telah diketahui berpotensi dan
sudah diitambang berada didaerah Jawa Timur (Tulungagung), Lampung,
Makassar, Timor.
j. Oniks
23
terkena proses metamorfose maka akan terbentuk oniks marmer. Seperti marmer,
oniks tidak tahan terhadap larutan asam oleh sebab itu disarankan jangan sampai
terkena air hujan. Oniks biasanya dimanfaatkan sebagai hiasan seperti asbak, vas,
lampu duduk/ gantung atau bentuk dekorasi lainnya.
Endapan oniks yang sudah diketahui keberadaannya yaitu didaerah jawa
barat (Ciniru, kabupaten kuningan), Jawa tengah (Daerah wirosari), dan beberapa
daerah jawa timur. Proses penambangan yang dilakukan sama seperti
penambangan marmer.
k. Rijang
m. Mangan
Mangan termasuk unsur terbesar yang terkandung dalam kerak bumi. Bijih
mangan utama adalah pirolusit dan psilomelan, yang mempunyai komposisi
oksida dan terbentuk dalam cebakan sedimenter dan residu. Mangan mempunyai
warna abu-abu besi dengan kilap metalik sampai submetalik, kekerasan 2 – 6,
berat jenis 4,8, massif, reniform, botriodal, stalaktit, serta kadang-kadang
berstruktur fibrous dan radial. Mangan berkomposisi oksida lainnya namun
berperan bukan sebagai mineral utama dalam cebakan bijih adalah bauxit,
manganit, hausmanit, dan lithiofori, sedangkan yang berkomposisi karbonat
adalah rhodokrosit, serta rhodonit yang berkomposisi silika.
Cebakan mangan dapat terjadi dalam beberapa tipe, seperti cebakan
hidrotermal, cebakan sedimenter, cebakan yang berasosiasi dengan aliran lava
bawah laut, cebakan metamorfosa, cebakan laterit dan akumulasi residu. Sekitar
90% mangan dunia digunakan untuk tujuan metalurgi, yaitu untuk proses
produksi besi-baja, sedangkan penggunaan mangan untuk tujuan non-metalurgi
antara lain untuk produksi baterai kering, keramik dan gelas, kimia, dan lain-lain.
24
Potensi cadangan bijih mangan di Indonesia cukup besar, namun terdapat di
berbagai lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Potensi tersebut terdapat di
Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi,
Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
27