Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah
kepala janin dilahirkan. setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada
umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan
pada saat ibu mengedan akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis,
bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan
tetap berada pada posisi anteroposterior. Pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu
depan terhadap simfisis.1
Insidensi distosia bahu amat bervariasi tergantung kriteria diagnosis yang
digunakan. Gross dan rekan (1987) berhasil mengidentifikasi 0,9% dari hampir 11.000
persalinan pervaginam yang dikategorikan sebagai mengalami distosia bahu di Toronto
General Hospital. Meski demikian, distosia bahu sejati yang baru didiagnosis ketika
diperlukan manuver lain selain traksi ke bawah dan episiotomi untuk melahirkan bahu
hanya ditemukan pada 24 kelahiran (0,2%). Trauma nyata pada janin ditemukan hanya
pada distosia bahu yang memerlukan manuver untuk melahirkan. 2
Terdapat sejumlah bukti bahwa insidensi distosia bahu meningkat sejak tahun
1960-1980 (Hopwood, 1982). Hal ini tampaknya disebabkan oleh peningkatan berat
lahir. Modanlou dan rekan (1982) menyatakan bahwa neonatus yang mengalami distosia
bahu memiliki disproporsi bahu-kepala dan dada-kepala yang secara nyata lebih besar
dibanding dengan bayi lain yang sama-sama makrosomik yang dilahirkan tanpa distosia.2
Dari 1 per 1000 bayi dengan berat badan < 3,500 g, sampai 16 per 1000 bayi yang lahir
>4000 g. Banyak studi untuk mengidentifikasi faktor predisposisi distosia bahu, lebih
dari 50% kasus terjadi tanpa adanya faktor resiko dan terjadi tanpa peringatan. Distosia
bahu dapat menjadi salah satu dari keadaan darurat yang paling menakutkan di kamar
bersalin

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah
kepala janin dilahirkan dan diperlukannya maneuver obstetric oleh karena dengan tarikan
biasa kearah belakang pada bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. 1,2,3
Setelah kepala lahir, terjadi impaksi bahu depan pada symphysis pubis dalam
diameter AP, sedemikian rupa sehingga sisa badan tidak dapat dilahirkan dengan metode
umum. Mungkin terjadi ketiadaan rongga antara Kepala bayi terhadap panggul maternal
umumnya dikenal sebagai "tanda kura-kura". Dalam hal ini resusitasi tidak mungkin
dilakukan.2,4

2.2 ETIOLOGI
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu
untuk melipat kedalam panggul (mis. pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yang pendek pada multipara, sehingga penurunan kepala yang terlalu
cepat akan menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala
telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu
berhasil melipat masuk ke dalam panggul2,5
Pada pelahiran yang diperkirakan akan terjadi distosia bahu, satu atau lebih
manuver mungkin digunakan sebagai profilaksis. Rerata waktu pelahiran kepala-sampai-
tubuh pada kelahiran normal adalah 24 detik, dibanding 79 detik pada kasus-kasus
distosia bahu. Dianggap distosia bahu jika waktu pelahiran kepala-sampai-tubuh yang
lebih dari 60 detik.2,5,6

2.3 DIAGNOSIS
Diagnosis distosia bahu jika terdapat tanda-tanda :

2
 Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva dan menekan vulva
dengan kencang
 Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
 Dagu tertarik dan menekan perineum.
 Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
simfisis pubis.

2.4 KOMPLIKASI
Komplikasi distosia bahu meliputi 2,4,6
1. Fetal/Neonatal
- Kematian
- Hypoxia/Asphyxia dan Sequelae
akibat kompresi tali pusat yang mengakibatkan kerusakan saraf permanen
- Perlukaan kelahiran
- Faktur klavikula-humerus
 Fraktur klavikula relatif sering terjadi dan telah didiagnosis pada 0,4% bayi yang
dilahirkan per vaginam di Parkland Hospital (Roberts et al, 1995). Fraktur jenis ini,
meski terkadang dihubungkan dengan distosia bahu, sering terjadi tanpa kejadian
klinis apapun yang mencurigakan.
- kelumpuhan plexus brakhialis
 Rusaknya plexus brachialis umumnya terjadi akibat traksi lateral kepala janin yang
berlebihan. Kerusakan akar syaraf umumnya terjadi setinggi C5 Dan C6 yang dapat
berakibat lumpuh. Cedera terletak di bagian atas atau bawah dari pleksus tersebut.
Hal ini biasanya terjadi akibat traksi pleksus brakhialis ke bawah pada pelahiran
bahu depan. Erb palsy terjadi akibat cedera pada saraf spinalis C5-6 dan terkadang
juga C7. Kelainan ini terdiri atas paralisis otot-otot bahu dan lengan atas yang
mengakibatkan lengan atas menggantung yang dapat mencapai siku. Keterlibatan
saraf-saraf spinal bawah (C7-T1) selalu melibatkan cedera pada saraf di atasnya dan

3
menyebabkan kecacatan termasuk pada tangan, yang dapat mengakibatkan
deformitas. Hampir 80 persen dari anak-anak ini sembuh sempurna dalam waktu 13
bulan, dan di antara yang mengalami defek residual tidak ada yang menderita defisit
sensorik maupun motorik berat pada tangan
2. Maternal
- Perdarahan postpartum
- Atoni
- Laseasi jalan lahir
- Ruptur uteri

2.5 FAKTOR RISIKO DAN PENCEGAHAN.


Beberapa faktor risiko pada ibu, termasuk obesitas, multiparitas, kelainan
panggul, kehamilan postmature, ibu yang pendek dan diabetes, berpengaruh terhadap
distosia bahu akibat hubungannya dengan peningkatan berat lahir. Contohnya, Keller dan
rekan (1991) mengidentifikasi distosia bahu pada 7% dari kehamilan dengan penyulit
diabetes gestasional. Serupa dengan hal itu, hubungan antara kehamilan lewat waktu

4
dengan distosia bahu tampaknya disebabkan karena banyak janin terus tumbuh setelah
usia 42 minggu. 2,4,5

Faktor Resiko
- Kehamilan Post-Term
- Maternal obesitas
- Makrosomia janin
- Riwayat distosia bahu sebelumnya
- Persalinan yang prolonged
- Kencing manis yang kurang terkontrol

Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakukan
dengan cara
1. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi,
janin luar biasa besar (> 4,5-5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (> 4 kg)
dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang
memanjang dengan janin besar.
2. Identifikasi dan obati diabetes ibu
3. Kenali adanya distosia seawall mungkin. Upaya mengejan menekan suprapubis
atau fundus dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera pada janin
4. Perhatikan waktu dan segera minta tolong begitu distosia diketahui.

2.6 PENATALAKSANAAN 2,4,5


Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan, pelaku praktek obstetric harus
mengetahui betul prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit yang terkadang dapat sangat
melumpuhkan ini. Diperlukan seorang asisten untuk membantu. Pengurangan interval
waktu antara pelahiran kepala sampai pelahiran badan amat penting untuk bertahan
hidup. Usaha untuk melakukan traksi ringan pada awal pelahiran, yang dibantu dengan

5
gaya dorong ibu, amat dianjurkan. Traksi yang terlalu keras pada kepala atau leher, atau
rotasi tubuh berlebihan, dapat menyebabkan cedera serius pada bayi.
Beberapa ahli menyarankan untuk melakukan episiotomi luas dan idealnya
diberikan analgesik yang adekuat. Bahu posterior yang belum masuk ke panggul akan
semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan
ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut dapat dilakukan
episiotomy yang luas. Setelah menyelesaikan tahap-tahap ini, dapat diterapkan berbagai
teknik untuk membebaskan bahu depan dari posisinya yang terjepit di bawah simfisis
pubis ibu:

1. Massanti Manuever
Penekanan suprapubik sedang dilakukan oleh seorang asisten sementara
dilakukan traksi ke bawah terhadap kepala bayi.

Gambar.Suprapubic Pressure (Massanti Maneuver)


2. Manuver McRoberts
Yang ditemukan oleh Gonik dan rekan (1983) dan dinamai sesuai nama William
A. McRoberts, Jr. yang mempopulerkan penggunaannya di University of Texas di
Houston. Manuver ini terdiri dari ibu terlentang, mengangkat tungkai dari pijakan kaki

6
pada kursi dan memfleksikannya sejauh mungkin ke abdomen (sedekat mungkin kearah
dada) serta rotasikan kedua kaki kerah luar (abduksi). Prosedur ini yang menyebabkan
pelurusan terhadap vertebra lumbal, bersama dengan rotasi simfisis pubis kepala ibu yang
menyertainya serta pengurangan sudut kemiringan panggul. Meski ini tidak memperbesar
ukuran panggul, rotasi panggul kepala cenderung membebaskan bahu depan yang
terjepit. Gonik dan rekan (1989) menguji posisi McRoberts secara obyektif pada model di
laboratorium dan menemukan bahwa manuver ini mampu mengurangi tekanan ekstraksi
pada bahu janin.
Pada maneuver ini dilakukan episotomi kemudian mintalah asisten untuk
menekan suprasimpisis kea rah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk
menekan bahu anterior agar masuk ke bawah simpisis. Sementara itu lakukan tarikan
pada kepala janin kearah posterokaudal dengan mantap. Langkah tersebut melahirkan
bahu anterior. Hindari tarikan berlebihan karena dapat mencederai pleksus brakhialis.
Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah selanjutnya dengan pertolongan persalinan
presentasi kepala.

Gambar. Manuver McRoberts

3. Maneuver Woods
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu
posisi punggung bayi. Dengan memutar bahu belakang secara progresif sebesar 180

7
derajat dengan gerakan seperti membuka tutup botol, bahu depan yang terjepit dapat
dibebaskan.

Gambar maneuver Woods


Pelahiran bahu belakang meliputi penyusuran lengan belakang janin secara hati-
hati hingga mencapai dada, yang diikuti dengan pelahiran lengan tersebut. Masukkan
tangan penolong yang bersebrangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti
tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior,
telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi ( biasanya dilakukan dengan
menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap kearah
dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang yang
cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simpisis. Dengan bantuan tekanan
suprasimpisis kea rah posterior. Lakukan tarikan kepala kea rah posterokaudal dengan
mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Manfaat posisi merangkak didasari asumsi fleksibilitas sendi sakroiliaka bisa
meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi
akan membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi terlentang atau
litotomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya. Pasien menopang tubuhnya
dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada maneuver ini bahu posterior dilahirkan

8
terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala. Bahu posterior dirotasi 180 derajat,
dengan demikian. Bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada di bawah
arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi
bahu anterior. Dalam posisi seperti itu bahu anterior akan sangat mudah dilahirkan.

4. Rubin Manuver
Terdiri dari 2 langkah :
 mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan
pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya
 tangan mencari bahu anak yang paling mudah dijangkau dna kemudian
ditekan arah depan dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua
bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu depan
dari simpisis pubis.

Gambar Rubin manuever

5. Manuver Zavanelli
Prinsipnya mengembalikan kepala ke dalam rongga panggul dan kemudian
melahirkan secara sesar. Bagian pertama dari manuver ini adalah mengembalikan kepala

9
ke posisi oksiput anterior atau oksiput posterior bila kepala janin telah berputar dari
posisi tersebut. Langkah kedua adalah memfleksikan kepala dan secara perlahan
mendorongnya masuk kembali ke vagina, yang diikuti dengan pelahiran secara sesar.
Cedera pada janin biasa terjadi pada keadaan-keadaan sulit yang menerapkan manuver
Zavanelli; terdapat delapan kasus kematian neonatal, enam kasus lahir mati, dan 10
neonatus menderita kerusakan otak. Ruptur uteri juga pernah dilaporkan.

Gambar maneuver Zavanelli

6. Fraktur klavikula yang dilakukan secara sengaja


Dengan cara menekan klavikula anterior terhadap ramus pubis dapat dilakukan
untuk membebaskan bahu yang terjepit. Namun, pada praktiknya, sulit mematahkan
klavikula secara sengaja pada bayi besar. Fraktur klavikula biasanya akan sembuh dengan
cepat, dan tidak seserius cedera nervus brakhialis, asfiksia atau kematian.

7. Kleidotomi
yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain, dan biasanya
dilakukan pada janin mati.

8. Simfisiotomi
Yaitu memotong simfisis

10
Prinsip dasar penangan utama distosia bahu (Manajemen ALARMER) :
 A: Ask for help (Minta bantuan)
 L: Lift/hyperflex Legs Hyperflexi kedua kaki ( McRobert's Manoeuver)
 A: Anterior shoulder disimpaction (disimpaksi bahu depan)  Pendekatan secara
abdominal penekanan suprapubic terhadap bahu depan (Mazzanti Manuver) atau
Pendekatan pervaginal adduction bahu depan dengan tekanan untuk mempermudah
aspek bahu belakang (yaitu. bahu didorong ke arah dada) dimana hal Ini
menghasilkan diameter tekecil (Rubin Manuver)
 R : Rotation of the posterior shoulder (Pemutaran bahu belakang)Bahu belakang
diputar 180° menjadi bahu depan.
 M : Manual removal posterior arm (mengeluarkan bahu belakang secara manual)
 E : Episiotomy
 R : Roll over onto ‘all fours’(knee-chest position)

Hindari :
- Panik
- Menarik
- Mendorong
Jika cara-cara tersebut diatas telah dicoba berulang kali namun tidak berhasil, ada cara-
cara lain yang diusulkan, yaitu:

11
1. Patahkan tulang klavikula atau humerus
2. Symphysiotomy
3. Zavenelli manoeuver (cephalic rep[lacement) : membalikkan gerakan perputaran
dalam persalinan. Putar kepala ke OA, fleksikan, dorong keatas, putar menjadi lintang,
disengage dan lakukan suatu seksio sesarea

Yang harus dikerjakan setelah distosia bahu terjadi :


1. Selalu ingat akan adanya resiko perlukaan jalan lahir ibu dan perdarahan postpartum.
Penanganan aktif kala tiga. Meriksa dan memperbaiki laserasi jalan lahir.
2. Lakukan resusitasi bayi yang sesuai dan benar. Mencari adanya trauma pada bayi.
3. Setiap kejadian distosia bahu harus didokumentasikan dan manoeuvers apa yang
digunakan untuk mengatasinya harus diuraikan sepenuhnya.
4. Informed consent kepada pasien dan keluarga
.

12
BAB III

KESIMPULAN

1. Selalu antisipasi dan siap-siap akan kemungkinan terjadinya suatu distosia bahu karna
sebagian besar kasus terjadi tanpa diduga sebelumnya dan tanpa adanya suatu faktor
resiko.

2. Selalu ingat akan tatalaksana distosia bahu (ALARMER)

3. Bila distosia bahu terjadi, jangan panik, jangan menarik, jangan mendorong dan jangan
memutar kepala bayi dengan menggunakan leher atau kepala bayi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Ali M. Distosia bahu. Di akses 17 Juni 2011. Available in URL


http://www.kalbe.co.id./2010/07/distosia-bahu.html#axzz1PZwdPvo0
2. Kurnia Irwan. Distosia bahu. Di akses 17 Juni 2011 Available in URL
http://www.scribd.com/doc/36703952/DISTOSIA-BAHU
3. Dodo W. Distosia bahu. Di akses 17 Juni 2011. Available in URL
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/distosia-bahu.html
4. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta PT. Bina Pustaka ; 2005
5. Anynomous. Distosia bahu. Diakses 17 Juni 2011 Availablein URL. http://belibis-
a17.com/2008/10/10/distosia-bahu/
6. Benson Rc dan Pernoll Ml. Buku saku Obstetri dan ginekologi. Edisi kesembilan.
Jakarta. EGC ; 2008

14

Anda mungkin juga menyukai