Anda di halaman 1dari 9

Hubungan Antara Klinis, MRI dan Temuan Arthroskopis :

Sebuah Tuntunan dalam Mendiagnosis dengan Benar Pada


Robekan Meniskus
Abstrak

Tujuan : Tujuan dari penelitian prospektif ini adalah untuk membandingkan dan
menghubungkan klinis, MRI, dan temuan arthroskopis pada kasus terduga
robekan meniskus. Menggunakan temuan arthroskopis sebagai gold standard;
sensitifitas, spesifisitas, akurasi, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif dari
pengamatan klinis dan MRI dievaluasi untuk menilai apakah mungkin, setelah
dilakukan pemeriksaan yang teliti, dapat melewatkan MRI dan langsung
melakukan arthroskopi pada kasus yang dicurigai.

Metode : Pasien dengan total 80 orang dengan riwayat trauma lutut, pemeriksaan
radiologis preoperatif, dan MRI menjalani arthroskopi dalam periode waktu 8
bulan di departemen kami. Semua pasien menjalani pemeriksaan klinis oleh
dokter bedah berpengalaman. Pemeriksa ini mengevaluasi dan mencatat hasil dari
3 macam uji : uji joint line tenderness medial dan lateral, uji Mc Murray, dan uji
Apley. Cidera di klasifikasikan sebagai robekan meniskus jika terdapat setidaknya
dua hasil uji positif. Pada akhir, temuan arthroskopis digunakan sebagai gold
standard; sensibilitas, spesifisitas, akurasi, nilai prediksi positif dan negatif dari
pemeriksaan klinis dan MRI di evaluasi dan dibandingkan.

Hasil : Pemeriksaan klinis yang dilakukan oleh dokter bedah lutut berpengalaman
menunjukkan hasil yang lebih baik pada sensitivitas ( 91 vs 88%),spesifisitas (87
vs 75 %), akurasi (90 vs 82%), nilai prediksi positif ( 94 vs 88%) dan nilai
prediksi negatif ( 81 vs 71%) dibandingkan MRI pada robekan meniskus medial.
Parameter ini menunjukkan perbedaan yang minimal untuk robekan meniskus
lateral.

Kesimpulan : Pemeriksaan klinis yang dilakukan oleh dokter bedah lutut


berpengalaman memberiksan hasil setara atau lebih baik untuk mendiagnosa
cidera meniskus dibandingkan dengan MRI, MRI tidak diperlukan untuk
mengkonfirmasi lesi ini dan tidak perlu digunakan sebagai alat diagnostik primer.
Kata Kunci : Meniscus, Robek, Lutut, Pemeriksaan, Robekan Meniskus, MRI
PENDAHULUAN

Meniskus memiliki peran penting dan dibutuhkan pada sendi lutut.


Meniskus berfungsi untuk lubrikasi, meningkatkan area kontak antara femur dan
tibia, mengurangi muatan beban pada kartilago sendi, dan meningkatkan stabilitas
lutut.1,2 Robekan meniskus, yang ditemukan pada usia muda dan tua, adalah
penyebab paling sering dari nyeri lutut.3 Merupakan hal yang penting untuk
membuat diagnosa yang akurat pada robekan meniskus sehingga terapi yang
sesuai dapat diberikan. Riwayat mendetail dan pemeriksaan fisik dapat membantu
untuk membedakan pasien yang memiliki robekan meniskus dengan mereka yang
mengalami nyeri lutut akibat kondisi lainnya.4,5

Magnetic Resonance Imaging (MRI) dinilai sebagai metode non-invasif


gold-standard untuk mendiagnosa robekan meniskus.6,7 Pemeriksaan tersebu rutin
digunakan untuk menunjang diagnosa pada cidera meniscus sebelum disarankan
untuk pemeriksaan arthroskopi dan operasi. Terlebih lagi, riwayat pasien sendiri
adalah alat diagnostik yang kurang adekuat, dan akurasi diagnostik dari uji klinis
untuk robekan meniskus sering dipertanyakan. Sebuah tinjauan dari literatur yang
tersedia mengungkapkan hasil yang bertolak belakang mengenai kegunaannya.8,9

Tujuan kami adalah untuk mengevaluasi dan membandingkan sensitifitas,


spesifisitas, akurasi, nilai prediksi positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV)
dari pemeriksaan klinis dan MRI untuk mendiagnosa robekan meniskus, dengan
pertimbangan arthrostkopi sebagai gold stand.

Hipotesis pada penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang


signifikan pada akurasi diagnostik MRI dan uji klinis untuk mendiagnosa robekan
meniskus.

METODE

Semua pasien dengan riwayat cidera lutut, yang datang ke departemen


orthopedi kami dari bulan agustus 2015 hingga april 2016 dan menjalani
pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiografis, MRI, dan arthroskopi, dinilai
memenuhi syarat untuk mengikuti penelitian ini. Kriteria eksklusi adalah episode
knee locking sebelumnya, nyeri tekan pada kedua garis sendi lateral dan medial,
kombinasi cidera ligamen orkolateral krusiata, perubahan degeneratif, fraktur,
riwayat trauma sebelumnya, riwayat operasi lutut, dan cidera tambahan pada lutut
antara waktu penegakkan diagnosa MRI/klinis dan operasi.

Seluruh pasien diperiksa oleh dokter bedah orthopedi dengan pengalaman


lebih dari 10 tahun di area bedah lutut. Riwayat pasien didapat sebelum dilakukan
pemeriksaan klinis. Penilaian klinis berdasarkan uji joint line tenderness lateral
dan medial, uji McMurray, dan uji apley, serta uji spesifik lain untuk
menyingkirkan kondisi cidera lain pada lutut.

Uji joint line tenderness lutut dinilai pada saat pasien dalam posisi supinasi
dan lutut fleksi hingga sudut 90o pada sisi lateral dan medial. Uji McMurray
dilakukan secara standar dengan meletakkan lutut fleksi melebihi 90o dan
kemudian merotasi tibia pada femur hingga rotasi internal penuh untuk menguji
meniskus lateral, atau rotasi eksternal penuh untuk menguji meniskus medial.
Manuver yang sama dilakukan dengan meningkatkan derajat fleksi secara
bertahap untuk secara progresif memuat lebih banyak segmen posterior dari
meniskus. Uji tekanan valgus dan valrus dilakukan. Selama manuver, garis sendi
dipalpasi baik secara medial dan lateral. Uji dinilai positif jika terdapat klik atau
nyeri disepanjang garis sendi.10

Uji Apley dilakukan dengan pasien dalam keadaan pronasi pada meja
pemeriksaan dan lutut di fleksi hingga 90o. Lutut pemeriksa diletakkan
disepanjang aspek posterior dari paha pasien dan tibia ditekan ke sendi lutut yang
sedang di rotasi interna dan eksterna. Uji dinilai positif jika terdapat nyeri dengan
uji rotasi eksterna untuk keterlibatan medial meniskus dan rotasi interna untuk
keterlibatan meniskus lateral.

Cidera meniskus dicurigai saat setidaknya dua dari 3 uji memiliki hasil
positif.

Cidera meniskus pada MRI di hitung skor berdasarkan sistem grading


yang dijelaskan oleh Lotysch et al11 dan Crue et al.12 Intensitas sinyal grade 3 pada
MRI didefenisikan debagai sinyal abnormal pada meniskus memanjang hingga
permukaan sendi. Diagnosa adanya robekan hanya dapat dibuat jika temuan
defenitif dari intensitas sinyal-tinggi terlihat mencapai permukaan sendi (Gambar
1). Sebuah gambaran abnormal tunggal dinilai kurang untuk mendiagnosa
robeknya meniskus pada MRI. Perubahan sinyal Grade 1 dan 2 pada meniskus
tidak mencapai permukaan artikular tidak dinilai sebagai robekan. MRI pada lutut
yang sakit diperiksa dengan scanner 1,5 Tesla (Magnetom Avanto; Siemens,
Munich, Jerman). Protokol pencitraan terdiri atas sekuen sagital T1, T2, GRE;
koronal T2, PD; dan axial T2 dan GRE. Penekanan lemak didapat pada seluruh
kasus dengan sekuens T2 dan PD. Parameter pencitraan adalah area pandang pada
14 – 16 cm; 320 x 240 ukuran matrix; ketebalan potongan 3.0 mml dan sebuah
jarak interseksi 1 mm untuk gambaran sagital dan koronal. Scan MRI di tinjau
oleh dokter
radiologis pakar

muskuloskeletal yang tidak mengetahui temuan pemeriksaan klinis ortopedik.

Gambar 1. Sinyal Hiperintensitas Grade 3 pada meniskus medial. (A) Sekuens T2 Sagital. (B)
Sekuens T2 Koronal.
Gambar 2. Gambaran arthroskopi pada
robekan meniskus medial-lateral.

Seluruh pasien menjalani arhtroskopi lutut. Seluruh arthroskopi dilakukan


oleh dokter bedah ortopedi dengan pengalaman lebih dari 10 tahun di area bedah
arthroskopi lutut. Standar portal anteromedial dan anterolateral digunakan.
Operasi dilakukan dibawah anestesi loco-regional. Pemeriksaan lutut dibawah
anestesi dilakukan sekali lagi untuk mengecek adanya tanda ketidakstabilan.
Interval antara MRI dan arthroskopu adalah dari minimum 25 hari hingga
maksimum 50 hari (waktu rata-rata 40 hari). Catatan mengenai klinis, MRI dan
temuan arthroskopi disimpan dan kemudian dibandingkan. Sensitivitas,
spesifisitas, PPV, NPV dan akurasi temuan pemeriksaan klinis dan MRI
bergantung pada arthroskopi sebagai gold standard (Gambar 2).

HASIL

Penelitian cohort ini terdiri dari 80 pasien ( 48 laki-laki dan 32 perempuan)


dengan rentang usia dari 17 hingga 49 tahun ( usia rata-rata, 28,4 tahun).

Terdapat 49 asien dengan diagnosa terduga robekan meniskus. Diagnosa


klinis ditegakkan menggunakan arthroskopi pada 31 kasus (positif sesungguhnya).
Sebanyak 3 pasien negatif palsu (satu uji klinis positif dengan robekan meniskus
dikonfirmasi selama arthroskopi), 2 kasus positif palsu (pemeriksaan klinis positif
tanpa adanya robekan meniskus pada arthroskopi), dan 13 pasien adalah negatif
sesungguhnya. Pada sub kelompok lainnya, kami menemukan plica patellar
medial pada 6 pasien, cidera kartilago pada kondilus femoralis medial pada 4
pasien, dan tidak terdapat cidera pada 3 pasien.
Penilaian MRI memperlihatkan 28 pasien positif sesungguhnya, 5 pasien
negatif palsu, 4 pasien positif palsu, dan 12 pasien negatif sesugguhnya.

Tabel 1. Nilai diagnostik dari pemeriksaan klinis dan MRI untuk robekan MM.

Pemeriksaan Klinis (%) MRI (%)


Sensibilitas 91 85
Spesifisitas 87 75
Akurasi 90 82
PPV 94 88
NPV 81 71
Keterangan : MM, Meniskus Medial; MRI, Magnetic Resonance Imaging; NPV : Nilai Prediksi
Negatif; PPV : Nilai Prediksi Positif.

Tabel 2. Nilai diagnostik dari pemeriksaan klinis dan MRI untuk robekan LM.

Pemeriksaan Klinis (%) MRI (%)


Sensibilitas 86 85
Spesifisitas 90 91
Akurasi 87 87
PPV 95 94
NPV 75 77
Keterangan : LM, Meniskus Lateral; MRI, Magnetic Resonance Imaging; NPV : Nilai Prediksi
Negatif; PPV : Nilai Prediksi Positif.

Pemeriksaan klinis menunjukkan sensibilitas, spesifisitas, akurasi, PPV,


dan NPV yang lebih baik dibandingkan dengan MRI ( Tabel 1).

Terdapat 31 pasien dengan terduga robekan meniskus lateral; diantaranya,


pemeriksaan klinis mengidentifikasi hasil positif sesungguhnya pada 18 pasien.
Sebanyak 3 pasien negatif palsu, satu pasien positif palsu, dan 9 pasien negatif
sesungguhnya. Pada subkelompok lainnya, terdapat 3 pasien dengan kerusakan
kartilago pada kondilus femoralis lateral, 1 pasien dengan kerusakan kartilago
pada plateau tibialis lateral, 1 pasien dengan plica patellar lateral, dan 4 pasien
tanpa kelainan intra-artikular.

MRI menunjukkan robekan grade 3 pada 17 pasien dimana diagnosis


dikonfirmasi dengan arthroskopi. Terdapat 3 pasien negatif palsu, 1 pasien positif
palsu dan 10 pasien negatif sesungguhnya.

Diantara diagnosis pemeriksaan klinis dan diagnosis scan MRI untuk


cidera meniskus lateral, hanya terdapat sedikit perbedaan mengenai nilai
diagnostik (Tabel 2).
DISKUSI

Tujuan kami adalah mengevaluasi dan membandingkan akurasi diagnostik


dari pemeriksaan klinis dan MRI untuk mengetahui apakah adanya kemungkinan
untuk melewatkan pemeriksaan MRI pada kasus terduga robekan meniskus.
Kemudian, validitas dari pemeriksaan klinis dan MRI memprediksi perbedaan
pada cidera meniskus lateral serta medial juga diteliti. Penelitian sebelumnya
membandingkan pemeriksaan klinis dan scan MRI dengan arthroskopi pada sendi
lutut sebagai gold standard. Hasil yang bertolak belakang tampak pada tinjauan
literatur ini. Mohan et al,4 pada rangkaian penelitian retrospektif mereka yang
terdiri dari 130 pasien, menunjukkan bahwa akurasi diagnostik pemeriksaan klinis
adalah 88% untuk robekan meniskus medial dan 92% untuk robekan meniskus
lateral; mereka menyimpulkan bahwa diagnosa klinis dari robekan meniskus
memiliki tingkat kepercayaan yang sama dengan MRI. Rose et al13 menemukan
akurasi diagnostik yang lebih baik pada pemeriksaan klinis daripada MRI di
rangkaian penelitian pada 100 pasien. Pada sisi lain, pada rangkaian penelitian
retrospektif yang terdiri dari 145 pasien oleh Abdon et al, 14 pemeriksaan klinis
hanya memiliki akurasi 61% untuk robekan meniskus. Rangger et al 15 meneliti
121 pasien dengan robekan meniskus. Mereka menyimpulkan bahwa MRI harus
dilakukan sebelum arthroskopi lutut pada seluruh kasus dimana diagnosa klinis
telah diperkecil menjadi terduga cidera meniskus.15

Namun, MRI adalah modalitas pencitraan utama yang unggul dalam hal
akurasi untuk menggambarkan kelainan meniskus dan sering digunakan karena
bermacam lesi intra-artikular memiliki gejala yang serupa.16-18 Karena alasan ini,
MRI dinilai sebagai alat diagnostik preoperatif rutin oleh banyak dokter bedah
orthopedi untuk menegakkan atau mengkonfirmasi diagnosa robekan meniskus.
Namun, berdasarkan hasil penelitian kami, kami percaya bahwa saat robekan
meniskus dicurigai setelah pemeriksaan klinis yang teliti dilakukan oleh dokter
bedah lutut ahli, MRI dapat dihindari sebagai alat diagnostik. Jika pasien tidak
memiliki gejala klinis, walaupun MRI menunjukkan robekan meniskus,
arthroskopi lutut tidak diperlukan.13 Pada banyak kasus, bergantung pada MRI
sendiri tanpa menggunakan penilaian klinis dapat mengarah pada terapi yang
tidak dibutuhkan. Pada beberapa kasus, MRI tidak mencegah terjadinya “operasi
yang tidak diperlukan”.19

Sistem MRI yang digunakan dalam penelitian ini memiliki medan


kekuatan 1,5 Tesla dan dinilai diperlukan untuk mendapatkan gambar dengan
kualitas tinggi. Magee et al menetapkan bahwa MRI lutut yang dilakukan dengan
3.0 Tesla memiliki perbandingan yang lebih baik dalam hal sensitivitas dan
spesifisitas dengan yang dilakukan dengan 1,5 Tesla atau scanner dengan medan
kekuatan lebih rendah.20 Namun, penelitian mereka tidak membandingkan secara
langsung medan kekuatan lain pada populasi penelitian yang sama. Baru baru ini,
sebagaimana disarankan oleh Van Dyck et al,21 kegunaan MRI 3,0 Tesla tidak
meningkatkan secara signifikan akurasi untuk mengevaluasi meniskus lutut
dibandingkan dengan protokol 1,5 Tesla yang serupa. 21 Oleh karena itu, penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk menilai kemampuan diagnostik sesungguhnya dari
medan kekuatan scanner yang berbeda.

Hasil dari penelitian kami sesuai dengan penelitian sebelumnya pada


sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi pemeriksaan klinis dan MRI untuk
mendeteksi cidera meniskus.13,22,23

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, ukuran sampel


adalah kecil dan tidak ada analisa kekuatan yang dilakukan. Kedua, Waktu rata-
rata antara MRI dan arthroskopi hampir 6 minggu yang dapat menyebabkan lesi
meniskus pulih, sehingga menyebabkan positif palsu pada MRI. Ketiga, terdapat
bias karena hanya pasien yang diajukan untuk MRI yang dimasukkan pada
penelitian ini. Verifikasi bias inheren mempengaruhi seluruh pasien, karena
mereka semua menjalani MRI sebelum arthroskopi yang mungkin mempengaruhi
pilihan untuk melakukan arthroskopi.

Kesimpulannya, dokter bedah terlatih serta teruji dapat bergantung dengan


aman pada pemeriksaan klinis untuk mendiagnosa cidera meniskus. Pemeriksaan
klinis setidaknya sama akuratnya dengan MRI di tangan dokter bedah orthopedi
yang handal. Saat diagnosa klinis kemungkinan adalah robekan meniskus,
melakukan scan MRI sebelum pemeriksaan arthroskopi tidaklah diperlukan. MRI
tidak harus digunakan sebagai alai diagnostik primer pada cidera meniskus.
Modalistas pencitraan yang mahal ini hanya boleh digunakan untuk cidera lutut
yang meragukan, sulit dan kompleks.

Anda mungkin juga menyukai