Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PENYAKIT ASMA BRONKIAL


DI RUANG RAWAT INAP MELATI
RUMAH SAKIT PARU
JEMBER

OLEH:
Iif Adwiyatu ‘Iffa
NIM 152310101061

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Aplikasi Klinis Keperawatan yang dibuat oleh:

Nama : Iif Adwiyatu ‘Iffa


NIM : 152310101061
Judul : Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Asma di Ruang Rawat Inap
Melati Rumah Sakit Paru Jember

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Jember, Januari 2018

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

NIP NIP
BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Anatomi Fisiologi Paru


Anatomi Paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut
dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa
subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut
mediastinum (Pearce, 2006).
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantarara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum
pleura. Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada
Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut
Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu
esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung
dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan
cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus
meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan
perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru
berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti
(Pearce, 2006).
Gambar 1. Penampang lobus-lobus pada paru
(Sumber : Simon dan Scuster, 2003, dalam Muttaqin, 2008)

Fisiologis Paru
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Fungsi
utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran
gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus
berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi
pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida
tersebut.
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit
(bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama
(trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli)
yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida
dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli
di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara
dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan
kecenderungan alveoli untuk mengempis.

1.2 Definisi Penyakit


Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
napasa yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas
dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya
bersifat revrsibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan cirri
bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan
penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi,
otonomik, dan psikologi (Soamntri, 2007). Asma adalah penyakit kronik saluran
napas yang ditandai oleh hiperaktivitas bronkus, yaitu kepekaan saluran napas
terhadap berbagai rangsangan. Manifestasi penyakit ini adalah penyempitan
saluran napas dengan berbagai gejala, mulai dari batuk-batuk, rasa berat di dada,
bunyi mengi, dan sesak napas (Graha, 2008).
Asma adalah obstruksi jalan napas akut, episodic yang diakibatkan oleh
rangsangan yang tidak menimbulkan respons pada orang sehat. Asama telah
didefinisikan sebagai gangguan yang dikarakteristikkan oleh paroksisme rekurens
mengi dan dispnea yang tidak disertai oleh penyakit jantung atau penyakit lain
(Tambayong, 2000). Dapat ditarik kesimpulan bahwa asma adalah penyakit
obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan intermitten yang ditandai oleh
penyenpitan jalan nafas, mengakibatkan dispneu, batuk dan mengi.

1.3 Epidemiologi
Asma merupakan masalah kesehatan dunia, di mana diperkirakan 300 juta
orang diduga mengidap asma. Kematian akibat asma di dunia diperkirakan
mencapai 250.000 orang/tahun. Di indonesia, prevalensi asma belum diketahui
secara pasti, namun diperkirakan 2-5% penderita Indonesia menderita asma.
Insiden pasien asma sebanyak 300 juta orang dan diperkirakan pasien asma akan
mencapai 400 juta orang pada tahun 2025. Asma lebih banyak menyerang pada
anak dan jumlahnya mencapai 8,9 milyar orang. Angka kejadian asma pada anak
meningkat 50%. Asma merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan
pasien memerlukan perawatan, baik di rumah sakit maupun di rumah. Separuh
dari semua kasus asma berkembang sejak masa anak-anak, sedangkan
sepertiganya pada masa dewasa sebelum umur 40 tahun. Asma dapat dimulai pada
segala usia, mempengaruhi laki-laki dan perempuan dan bisa terjadi pada setiap
orang dan etnis.

1.4 Etiologi dan Faktor Resiko


Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom,
imunologis, infeksi, endokrin, dan psikologis dalam berbagai tingkat pada
berbagai individu.
Beberapa etiologi atau penyebab menurut (Hartantyo, 1997) :
a. Autonom, aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian
kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan
nafas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya,
mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung aferens
merangsang kontraksi otot polos bronkus. Neurotranmisi peptide vasoaktif
(PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. Neurotransmisis peptide
vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada
terbukanya jalan nafas.
b. Imunologis dan Infeksi , penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi
setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung
sari dan ketombe. Seringkali, kadar IgE total maupun spesifik penderita
seperti ini meningkat terhadap antigen yang terlibat. Pada penderita
lainnya dengan asma yang serupa secara klinik tidak ada bukti keterlibatan
IgE dimana uji kulit negative dan kadar IgE rendah. Bentuk asma inilah
yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada orang
dewasa (asma yang timbul lambat), disebu intrinsic.
c. Endokrin, menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan
kehamilan dan menstruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma
membaik pada beberapa anak pubertas, hal ini dikaitkan dengan hormonal.
d. Psikologis, emosi dapat memicu gejalagejala asma pada beberapa anak
dan dewasa yang menderita penyakit asma, tetapi emosional atau sifat dan
perilaku dijumpai pada anak asma lebih sering dari pada anak dengan
penyakit kronis lainnya dikaitkan dengan psikologis labil pada anak.
Faktor resiko asma menurut (Sundaru, 2006), beberapa faktor resiko
timbulnya asma bronchial telah diketahui secara pasti, antara lain: riwayat
keluarga, tingkat sosial ekonomi rendah, etnnis, daerah perkotaan, letak geografi
tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok.
Faktor resiko pencetus asma bronchial, antara lain: asap rokok, tungau debu
rumah, jenis kelamin, binatang piaraan, perabot rumah tangga, perubahan cuaca,
riwayat penyakit keluarga.

2.4 Klasifikasi asma


Berdasarkan berat penyakit, asma dibedakan menjadi dua, antara lain:
a. Asma ekstrinsik, bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reksi
alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengruh apa-apa
terhadap orang yang sehat.
b. Asma Instrinsik, asma yang tidak responsive terhadap pemicu yang berasal
dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stses, infeksi dan kondisi
lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara dan
aktivitas olahraga yang berlebihan.
Menurut Global Initiative for Astha (GINA), penggolongan asma dibagi
berdasarkan gejala klinis penyakit, yaitu :
a. Asma Intermiten (asma jarang), gejalanya kurang dari seminggu,
serangannya singkat, gejala muncul pada malam hari <2 kali dalam
sebulan, FEV 1 atau PEV >80%,FEV 1 atau PEV 1 variabilitas 20%-30%.
b. Asma mild persistent (Asma persisten ringan), gejalanya lebih dari sekali
seminggu, serangan menggangggu aktivitas dan tidur, gejala pada malam
hari >2 kali sebulan, FEV 1 atau PEV >80%, PEV atau FEV 1 variabilitas
<20%-30%.
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang), gejala setiap hari,
serangan mengganggu aktivitas dan tidur, gejala pada malam hari >1
dalam seminggu, FEV 1 atau PEV 6-%-80%, PEV atau FEV variabilitas
>30%.
d. Asma severe persistent (asma persisten berat), gejala setiap hari, serangan
terus menerus, gejala pada malam hari setiap hari, terjadi pembatasan
aktivitas fisik, FEV atau PEV = 60%, PEF atau FEV variabilitas >30%.
Selain berdasarkan gejala klinis penyakit, asma juga diklasifikasikan
berdasarkan derajat asma, yaitu:
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada
akhir ekspirasi.
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
ekspirasi dan kadang terdengar juga saat inspirasi.
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan
mengi ssangat nyaring terdengar tanpa stetoskop.
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingungan, sudah
tidak terdengar mengi dan timbul brakikardi.

2.5 Manifestasi Klinis


Adapun tanda dan gejala yang timbul pada penyakit asma adalah sebagai
berikut:
a. Pernafasan berbunyi (wheezing/ mengi/ bengek) terutama saat
mengeluarkan nafas. Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan
yang berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdengar wheezing
adalah penderita asma.
b. Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki
c. Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit
d. Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca dingin
e. Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara
karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan.

2.6 Prosedur Intervensi


Pengobatan assma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor
pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian
steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid
jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg
bb/24 jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas.
2.7 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema
paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma.Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari
20%.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.Benyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

2.8 Kebutuhan Dasar Manusia dengan Istirahat


2.8.1 Pengertian
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi
oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh akan berfungsi
secara optimal. Istirahat dan tidur itu sendiri memiliki makna yang berbeda pada
setiap individu. Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang relaks, tanpa
tekanan emosional, dan bebas dari perasaan gelisah.
Sedangkan tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan
aktivitas fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses
fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap stimulus eksternal. National
Sleep Foundation (NSF) merekomendasikan berapa lama waktu tidur pada setiap
usia berdasarkan para ahli terkait.
Berikut rekomendasi waktu ideal selama tidur berdasarkan usia:
1. Usia 0 – 3 bulan, 14 - 17 jam per hari yang sebelumnya 12-18 jam per
hari
2. Usia 4-11 bulan, 12-15 jam per hari yang sebelumnya 14-15 jam per hari
3. Usia 1-2 tahun, 11-14 jam per hari yang sebelumnya 12-14 jam per hari
4. Usia 3-5 tahun, 10-13 jam per hari yang sebelumnya 11-13 jam per hari
5. Usia 6-13 tahun, 9-11 jam yang sebelumnya 10-11 jam.
6. Usia 14-17 tahun, 8-10 jam per hari yang sebelumnya 8,5 – 9,5 jam per
hari
7. Usia 18-25 tahun, 7-9 jam per hari
8. Usia 26-64 tahun 7-9 jam
9. Usia 65 ke atas yakni 7-8 jam per hari

2.8.2 Tahapan Istirahat


EEG, EMG, dan EOG dapat mengidentifikasi perbedaan signal pada level
otak, otot, dan aktivitas mata. Normalnya, tidur dibagi menjadi dua yaitu nonrapid
eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Selama masa NREM
seseorang terbagi menjadi empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit
selama siklus tidur. Sedangkan tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira 90
menit sebelum tidur berakhir.
1. Tahapan Tidur NREM
a. NREM tahap I
 Tingkat transisi
 Merespons cahaya
 Berlangsung beberapa menit
 Mudah terbangun dengan rangsangan
 Aktifitas fisik, tanda fital, dan metabolisme menurun
 Bila terbangun terasa sedang bermimpi
b. NREM tahap II
 Periode suara tidur
 Mulai relaksasi otot
 Berlangsung 10-20 menit
 Fungsi tubuh berlangsung lambat
 Dapat dibangunkan dengan mudah
c. NREM tahap III
 Awal tahap dari keadaan tidur nynyak
 Sukit dibangunkan
 Relaksasi otot menyeluruh
 Tekanan darah menurun
 Berlansung 15-30 menit
d. NREM tahap IV
 Tidur nyenyak
 Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif
 Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun
 Sekresi lambung menurun
 Gerak bola mata cepat
2. Tahapan tidur REM
a) Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM
b) Pada orang dewasa normal NREM yaitu 20-25% dari tidur malamnya
c) Jika individu terbangun pada tidur REM, maka biasanya terjadi mimpi
d) Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga berperan
dalam belajar, memori dan adaptasi.
3. Karakteristik tidur REM
a) Mata : cepat tertutup dan terbuka.
b) Otot-otot : kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
c) Pernapasan : tidak teratur, kadang dengan abnea.
d) Nadi : cepat dan iriguler.
e) Tekanan darah : meningkat atau fluktuasi.
f) Sekresi gaster : meningkat.
g) Metabolisme : meningkat, temperatur tubuh naik.
h) Gelombang otak : EEG aktif.
i) Siklus tidur : sulit dibangunkan.
2.8.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Istirahat
 Penyakit
 Lingkungan
 Motivasi
 Kelelahan
 Kecemasan
 Nutrisi
 Alkohol
 Obat-obatan, beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan
tidut antara lain:
a) Diuretik : menyebabkan insomnia
b) Antidepresan : menyupresi REM
c) Kafein : meningkatkan saraf simpais
d) Beta-bloker : menimbulkan insomnia
e) Narkotika : menyupresi REM
2.8.4 Gangguan Tidur
a) Insomnia
Pengertian insomnia mencakup banyak hal. Insomnia dapat berupa
kesulitan untuk tidur ataukesulitan untuk tetap tidur, bahkan seseoranng yang
terbangun dari tidur tapi merasa belumcukup tidur dapat di sebut mengalami
insomnia (japardi 2002). Jadi insomnia merupakan ketidak mampuan untuk
mencukupi kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas. Insomnia
bukan berarti seseorang tidak dapat tidur/kurang tidur karena orang yang
menderita insomniasering dapat tidur lebih lama dari yang mereka pikirkan, tetapi
kualitasnya berkurang.
b) Somnambulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup
adanya otomatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, duduk
di tempat tidur, mensabrak kursi,berjalan kaki dan berbicara. Termasuk tingkah
laku berjalan dalam beberapa menit dankembali tidur. Lebih banyak terjadi pada
anak-anak, penderita mempunyai resikoterjadinya cidera.
c) Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak di sengaja (mengompol) terjadi pada
anak-anak, remaja dan paling banyak pada laki-laki, penyebab secara pasti belum
jelas, namun ada bebrapa faktor yangmenyebabkan Enuresis seperti gangguan
pada bladder, stres, dan toilet training yang kaku.
d) Narkolepsi
Merupakan suatu kondisi yang di cirikan oleh keinginan yang tak
terkendali untuk tidur, dapat dikatakan pula bahwa Narkolepsi serangan
mengantuk yang mendadak sehingga ia dapat tertidur pada setiap saat di mana
serangn mengantuk tersebut datang. Penyebabnya secara pasti belum jelas, tetapi
di duga terjadi akibat kerusakan genetika sistem saraf pusat di mana periode REM
tidak dapat di kendalikan. Serangan narkolepsi dapat menimbulkan bahaya bila
terjadi pada waktu mengendarai kendaraan, pekerja yang bekerja pada alat-alat
yang berputar-putar atau berada di tepi jurang.
e) Night Terrors
Adalah mimpi buruk, umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau lebih,
setelah tidur beberapa jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak, pucat dan
ketakutan.
f) Mendengkur
Disebabkan oleh adanya rintangan terhadap pengaliran udara di hidung
dan mulut. Amandelyang membengkak dan Adenoid dapat menjadi faktor yang
turut menyebabkan mendengkur.Pangkal lidah yang menyumbat saluran nafas
pada lansia. Otot-otot dibagian belakang mulut mengendur lalu bergetar bila
dilewati udara pernafasan.
PATHWAYS

Pencetus serangan
(alergen, emos/stres, obat-obatan, dan infeksi)

Hipersensitifitas

Stimulasi IgE

Degranulasi (pemecahan)
sel mast

Melepaskan histamin, baradikinin,


prostaglandin dll

Respon dinding bronkus

Bronchospasme Edema Mukosa Hipersekresi mukosa

wheezing
Penyempitan Penumpukan sekret
bronkus kental

Ketidak efektifan
pola nafas Ventilasi Tergaggu Sekret tidak dapat dikeluarkan

Kerusakan Pertukaran Gas Hipoksemia Nafas lewat mulut Ketidakefektifan


bersihan jalan
nafas
Intoleransi aktivitas Mukosa kering

Resiko infeksi
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Pada pasien dengan asma biasanya mengeluh batuk-batuk kurang lebih
selama 8 minggu pada pagi, siang, dan malam hari, sesak napas, bunyi pada saat
bernapas/wheezing, rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk dan
sesak napas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan pasien dengan asma dapat disebabkan karena batuk, sesak
napas, rasa tertekan di dada, dan sering terbangun saat tidur karena batuk dan
sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain
yaitu wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan
kesadaran, sianosis serta perubahan tekanan darah.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit pernapasan yang pernah di derita pasien di masa lalu
yang menjadi pemicu timbulnya asma seperti infeksi saluran napas atas, sakit
tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada pasien penderita asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma
atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas
pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
 Pola nutrisi dan metabolisme
kurang nafsu makan (mual dan muntah) dan porsi tidak dihabiskan
 Pola eliminasi
menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, dan kulit sehingga
perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk,
kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.Dalam hal
ini, pada penderita dengan asma biasanya keluaran keringat meningkat.
 Pola aktivitas dan latihan
perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien seperti olahraga dan
aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat menjadi faktor penyebab terjadinya asma
yang disebut dengan Exerase Induced Asthma. Saattimbulsesakpadapasen ,
makaaktivitas yang sedangdilakukannyaakanterganggu.
 Pola tidur dan istirahat
perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi berapa
lama tidur dan istirahat serta berapa besar kelelahan yang dialami. Adanya
wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien
Biasanyapengidappenyakit asma sering terbangun saat tidur bila timbul sesak.
 Pola hubungan dan peran
pada pola hubungan dan peran tidak mempengaruhi secara besar. ketika
asma pada penderitanya kambuh hal itu akan mempengaruhi perannya missal
sebagai seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya
sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya dengan
baik ketika asmanya kambuh.
 Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
 Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya.
 Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungannya tidak akan berubah
secara total.mungkin jika asma pasien kambuh hal itu akan mempengaruhinya.
 Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
g. Pemeriksaan fisik
Dada :
a. Contour ,confek, tidak ada depresi sternum
b. Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
c. Keabnormalan struktur thorax
d. Contour dada simetris
e. Kulit thorax : hangat, kering, pucat / tidak, warna merata
f. RR dan ritme selama 1 menit
Palpasi :
a. Temperatur kulit
b. Fremitus : vibrasi dada
c. Pengembangan dada
d. Krepitasi
f. Edema
Auskultasi :
a. Vesikuler
b. Bronkovesikuler
c. Hiperventilasi
d. Ronchi
e. Wheezing
f. Lokasi perubahan suara napas serta kapan saatnya terjadi

2. 2 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)


a) Pola nafas tidak efektifb.d ketidakadekuatan ekspansi paruakibat obstruksi
jalan nafasditandai dengan adanya sesak napas, RR meningkat dan
penggunaan otot bantu pernafasan
b) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkhokonstriksi, bronkhospasme
ditandai dengan sekresi mukus yang kental, adanya wheezing, RR
meningkat napas dangkal dan cepat.
c) Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2 atau kerusakan alveoli
ditandai dengan sianosis, takipneu
d) Nyeri b.d sesak nafas ditandai dengan RR dan nadi meningkat.
e) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.danoreksia
ditandai dengan mual, muntah, penurunan BB.
f) Intoleransi aktivitas b.dkelemahan akibat suplai darah (O2) kurang dari
kebutuhan tubuhditandai dengan ketidaknyamanan atau dispnea saat
beraktivitas, dispneu.
2.3 Perencanaan/Nursing Care Plan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifa Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien semi
n pola nafas b.d tindakan fowler untuk
ketidakadekuata keperawatan memaksimalkan
n ekspansi paru selama 1x60 menit ventilasi
masalah pola nafas 2. Observasi tanda-tanda
tidak efektif sudah vital
teratasi 3. Kaji kualitas,frekuensi
Kriteria hasil : dan kedalaman
1) Menunjukkan pernafasan
pola napas 4. Identifikasi
normal/efektif etiologi/faktor pencetus
2) Suhu, nadi, RR, (kolaps paru)
dan tekanan 5. Ajarkan batuk efektif
darah dalam 6. Menjelaskan kepada
batas normal pasien dan keluarga
Suhu: 36,5°C- fungsi pemasangan
37,5°C oksigen nasal pada
RR: 12- pasien
20x/menit 7. Kolaborasi pemberian
TD: 80/120 oksigen tambahan
3) Tidak ada melalui nasal kanul
sianosis dan sesuai indikasi
tanda/gejala
hipoksia

2. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1.berikan posisi semi fowler


napas tidak tindakan perawatan 2.mengauskultasi bunyi
efektif 1x60 menit, jalan nafas,catat adanya bunyi
b.dbronkhokons napas bersih dan nafas misalnya:
triksi, bronkhos efektif setelah hari mengi,krekels dan
pasme perawatan, dengan ronkhi
kriteria hasil: 3.mengkaji frekuensi
a) Tidak ada pernafasan, catat rasio
dypsnoe, inspirasi/ekspirasi
sianosis, 4. Memberikan minum
b) Tidak ada hangat sedikit sedikit
ronchi dan suara tapi sering.
krek-krek 5.ajarkan teknik relaksasi
6.ajarkan teknik batuk
efektif
7.Melaksanakan tindakan
delegatif :
Bronchodilator,
mukolitik, untuk
mencairkan dahak
sehingga mudah
dikeluarkan.
3. Gangguan Setelah dilakukan 1.Posisikan pasien
pertukaran gas tindakan semifowler
b.d gangguan keperawatan selama 2.Kaji status respirasi
suplai O2 atau 1x60 menit 3.Ukur TV
kerusakan Gangguan pertukaran 4.Observasi sianosis
alveoli pasien teratasi khususnya membran
dengan kriteria hasi: mukosa
1. Menunjukkan 5. Jelaskan pada pasien dan
fungsi paru dalam keluarga tentang persiapan
batas normal tindakan dan tujuan
2. Tidak mengalami penggunaan alat tambahan
nafas dangkal (Oksigen, Suction,)
3. Tidak 6. Lakukan kolaborasi
menggunakan dengan pemberian oksigen
otot aksesoris 7.Lakukan kolaborasi
untuk bernapas. dengan memberi
4. Tanda tanda vital bronkodilator melalui
dalam rentang nebulizer
normal
Daftar Pustaka

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Jakarta:
EGC
Graha, Chairinniza. 2008. Terapi untuk Anak Asma: panduan bagi Orang Tua
Menangani Anak ynag Menderita Asma. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo

Global Initative for Asthma (GINA). 2017. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention.
http://ginasthma.org/2017-gina-report-global-strategy-for-asthma-
management-and-prevention/ (diakses pada, 13 November 2017).
Hartantyo I, dkk. (1997). Pedoman Pelayanan Medik Anak. Edisi Kedua.
Semarang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Undip, SMF Kesehatan Anak
RSUP Dr. Kariadi
Huda, Amin Nurarif, S. Kep., Ns. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan
diagnose Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi jilid 3. Jogjakarta:
Mediaction Publishing
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
https://books.google.co.id/books?id=G3KXne15oqQC&pg=PA4&dq=gamb
ar+anatomi+paru+buku&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjpjs6qxNbYAhXJPI
8KHYsZD9kQ6AEIMDAB#v=snippet&q=anatomi%20paru%20&f=false
(diakses Sabtu, pada 13 Januari 2018)
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan
kedua puluh Sembilan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
https://books.google.co.id/books?id=3ZyOm94xiCMC&pg=PA1&dq=sherwo
od+2001+anatomi+dan+fisiologi+manusia&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwi
kytzV88vYAhVJr48KHS7uAckQ6AEILjAB#v=onepage&q=sherwood%20
2001%20anatomi%20dan%20fisiologi%20manusia&f=false (diakses pada
Selasa, 9 Januari 2018)

Anda mungkin juga menyukai