Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA (SC)

A. Definisi
Seksio secarea merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah anestesia
sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding abdomendan uterus.
Prosedurini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai ( mis, usia kehamilan lebih dari 24
minggu ). (Buku Ajar bidan,Myles,edisi 14.2011).
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi distres
janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta
previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. Sectio sesarea dapat
merupakan prosedur elektif atau darurat .Untuk sectio caesarea biasanya dilakukan anestesi
spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan dan pemasangan duk
dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek depresif obat anestesi pada bayi .(Buku
pre operatif .arif muttaqin.2010.)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio Caesaria ialah tindakan untuk
melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding
uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen
(laparotomi)dan dinding uterus (histerotomi).Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin
dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus kehamilan abdomen.
(obstetri williams,2005). Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
(Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas yaitu, Sectio caesarea adalah pengeluaran
janin melalui insisi dinding abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan
distres pada janin atau jika telah terjadi distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu
tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi
sefalopelvis janin dan ibu.
B. Jenis – Jenis Sectio Caesaria
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi
pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Tipe ini yang paling
banyak dilakukan. Segmen bawah uterus tidak begitu banyak mengandung pembuluh
darah dibanding segmen atas sehingga resiko perdarahan lebih kecil. Karena segmen
bawah terletak diluar kavum peritonei, kemungkinan infeksi pasca bedah juga tidak
begitu besar. Di samping itu resiko rupture uteri pada kehamilan dan persalinan
berikutnya akan lebih kecil jika jaringan parut hanya terbatas pada segmen bawah uterus.
Kesembuhan luka biasanya baik karena segmen bawah merupakan bagian uterus yang
tidak begitu aktif.
Indikasi SC yang berasal dari ibu:

- Sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk

- Terdapat kesempitan panggul

- Solusio Plasenta tingkat I-II

- Komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia, eklamsia

- Setelah operasi plastic vaginam:

 Bekas luka / sikatriks yang luas

 Fistula vesika-vaginal, rekto-vaginal

- Gangguan perjalanan persalinan, karena :

 Kista ovarium

 Mioma uteri

 Karsinoma serviks

 Kekakuan serviks

 Rupture uteri iminem

- Kehamilan yang disertai penyakit seperti :

 Penyakit jantung, DM

Indikasi yang berasal dari janin :

- Fetal distress/ gawat janin

- Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin

- Prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil


- Kegagalan persalinan vakumatau forseps ekstraksi

Pertolongan persalinan SC tidak akan dipertimbangkan pada :

- Janin yang telah meninggal

- Kelainan congenital

- Terdapat kesempitan panggul absolute (CD ≤ 5 cm)

Keuntungan insisi segmen bawah rahim menurut kehier :

- Segmen bawah rahim lebih tenang

- Kesembuhan lebih baik

- Tidak banyak menimbulkan perlekatan

- Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.

- Bahaya peritonitis tidak besar.

- Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

Kerugiannya :

- Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin

- Terjadi perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan

2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal


Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan
section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
Indikasi :

- SC yang dengan sterilisasi

- Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi robekan segmen
bawah rahim dan perdarahan

- Janin kepala besar dalam letak lintang

- Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul

Keuntungan :

- Mudah dilakukan karena lapangan operasi relative luas

Kerugian :

- Kesembuhan luka operasi relative sulit


- Kemungkinan terjadinya rupture uteri pada kehamilan berikutnya lebih besar

- Kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar

3. Sectio cacaria ekstra peritoneal


Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan
ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
- Atonia uteri
- Plasenta accrete
- Myoma uteri
- Infeksi intra uteri berat

C. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan
bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya
akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

D. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa
dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit,
luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang
keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret
yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002).
F. Komplikasi

1. Pada Ibu

Telah dikemukakan bahwa dengan kemajuan tehnik pembedahan, dengan


adanya antibiotika dan dengan persediaan darah yang cukup, seksio sesaria sekarang
jauh lebih aman daripada dahulu. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas
yang baik dan tenaga-tenaga kompeten kurang dari 2 per 1000.

Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pembedahan ialah


kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan dan
lamanya persalinan berlangsung. Tentang faktor pertama, niscaya seorang wanita
dengan plasenta previa dan perdarahan banyak memikul resiko yang lebih besar
daripada seorang wanita lain yang mengalami seksio sesaria elektif karena disproporsi
sefalopelvik. Demikian pula makin lama persalina berlangsung makin meningkat
bahaya infeksi post operatif apalagi setelah ketuban pecah.

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul adalah :

a. Infeksi Puerperal

Komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selam beberapa
hari dalam masa nifas atau bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya.
Infeksi post operatif terjadi bila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala
infeksi intra partum, atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi sangat diperkecil dengan pemberian antibiotika, akan
tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama seksio sesaria klasik dalam hal
ini lebuh berbahaya daripada seksio sesaria transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteria uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru,
dan sebagainya sangat jarang terjadi.

d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak , ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Kemungkinan peristiwa ini leih banyak ditemukan sesudah seksio sesaria klasik.

2. Pada Anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan seksio sesaria
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan seksio sesaria.
Menurut statistic di Negara-negara pengawasan antenatal dan intra natal yang baik,
kematian prenatal pasca seksio sesaria berkisar antara 4 dan 7 %.
G. Penatalaksanaan

1. Perawatan selama kelahiran sesarea (pre Op)

- Persiapan fisik praoperatif dilakukan dengan mencukur rambut pubis,


memasang kateter untuk mengosongkan kandung kemih, dan memberi obat
preoperative sesuai resep. Antasida seringkali diberikan untuk mencegah
aspirasi akibat secresi asam lambung kedalam paru-paru pasien.

- Cairan intravena mulai diberikan untuk mempertahankan hidrasi dan


menyediakan suatu saluran terbuka (openline) untuk pemberian darah / obat
yang diperlukan.

- Sample darah dan urin diambil dan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis.

- Selama preoperative orang terdekat didorong untuk terus bersama wanita


tersebut selama mungkin untuk memberikan dukungan emosional secara
berkelanjutan.

- Perawat memberikan informasi esensial tentang prosedur, mengkaji persepsi


wanita dan pasangan atau suaminya tentang kelahiran sesarea. Ketika wanita
mengungkapkan , perawat dapat mengidentifikasi gangguan potensial konsep
diri selama periode pasca partum.

- Jika ada waktu sebelum melahirkan, perawat dapat mengajari wanita tersebut
tentang harapan pasca operasi, cara merdakan nyeri, mengubah posisi, batuk dan
napas dalam.

- Perawat dikamar bedah bisa membantu mengatur posisi wanita tersebut diatas
meja operasi,. Adalah penting untuk mengatur posisi wanita tersebut sehingga
uterus berada pada posisi lateral untuk menghindari penekanan pada vena cava
inferior yang dapat menurunkan perfusi plasenta.

- Perawatan bayi didelegasi kepada dokter anak dan perawat yang melakukan
resusitasi neonatus karena bayi ini dianggap beresiko sampai ada bukti kondisi
fisiologis bayi stabil setelah lahir.

2. Perawatan pasca partum (post Op)

- Pengkajian keperawatan segera setelah melahirkan meliputi pemulihan dari efek


anastesi, status pasca operasi dan pasca melahirkan dan derajat nyeri.

- Kepatenan jalan napas dipertahankan dan posisi wanita tersebut diatur untuk
mencegah kemungkinan aspirasi.
- Tanda-tanda vital diukur setiap 15 menit selama 1-2 jam sampai wanita itu
stabil. Kondisi balutan insisi, fundus dan jumlah lokea, dikaji demikian pula
masukan dan haluaran.

- Perawat membantu wanita tersebut untuk mengubah posisi dan melakukan


napas dalam serta melatih gerakan kaki. Obat-obatan untuk mengatasi nyeri
dapat diberikan

- Masalah fisiologis selama beberapa hari pertama dapat didominasi oleh nyeri
akibat insisi dan nyeri dari gas di usus halus dan kebutuhan untuk
menghilangkan nyeri.

- Tindakan lain untuk mengupayakan kenyamanan, seperti mengubah posisi,


mengganjal insisi dengan bantal, memberi kompres panas pada abdomen dan
tehnik relaksasi.

- Ambulasi dan upaya menghindari makanan yang menghasilkan gas dan


minuman berkarbonat bisa mengurangi nyeri yang disebabkan gas.

- Perawatan sehari-hari meliputi perawatan perineum, perawatan payudara dan


perawatan higienis rutin termasuk mandi siram setelah balutan luka diangkat.

- Setiap kali berdinas perawat mengkaji tanda-tanda vital, insisi, fundus uterus,
dan lokia. Bunyi napas, bising usus, tanda homans, eliminasi urine serta
defekasi juga dikaji.

- Pasangan atau suami dapat dilibatkan dalam sesi pengajaran dan penjelasan
tentang pemulihan pasangannnya. Beberapa orangtua akan marah,frustasi atau
kecewa karena wanita tidak dapat melahirkan pervaginam. Beberapa wanita
mengungkapkan perasaan seperti harga diri rendah atau citra diri yang negative.
Akan sangat berguna bila ada perawat yang hadir selama wanmita melahirkan,
mengunjungi dan membantu mengisi “kesenjangan” tentang pengalaman
tersebut.

- Rencana pulang terdiri dari informasi tentang diet, latihan fisik, pembatasan
aktifitas, perawatan payudara, aktifitas seksual dan kontrasepsi, medikasi, dan
tanda-tanda komplikasi serta perawatan bayi.

H. Tanda - Tanda Komplikasi Pasca Operasi Setelah Pemulangan

Laporkan tanda-tanda berikut kepada petugas perawatan kesehatan :

- Demam lebih dari 38 ºC

- Nyeri saat buang air kecil


- Lokia lebih banyak daripada periode menstruasi normal

- Luka terbuka

- Kemerahan dan berdarah pada tempat insisi

- Nyeri abdomen yang parah

I. Penatalaksanaan Pasca Tindakan (Medis)

1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per
hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan
pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk)
agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi
obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan
karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma.
Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai
terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV
setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-
manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan
bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi
nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan
jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau
general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan
abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole.

J. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak
jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
i. Darah lengkap, golongan darah (ABO)
j. Urinalis untuk mengetahui kadar albumin
6. Kultur mengidentifikasi adanya virus herpes simplex II
7. Ultrasonografi melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan dan presentasi janin.

K. Pengkajian Fokus Keperawatan

Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps
tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.

a. Identitas atau biodata klien


Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan
diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.

2) Riwayat kesehatan sekarang :


Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.

d. Pola-pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.

3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien
nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.

4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita
takut untuk melakukan BAB.

5) Istirahat dan tidur


Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan

6) Pola hubungan dan peran


Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang
lain.

7) Pola penagulangan sters


Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas

8) Pola sensori dan kognitif


Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi
kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara
lain dan body image dan ideal diri

10) Pola reproduksi dan sosial


Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.

e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan

2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah

3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kunuing

4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.

5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung

6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae
dan papila mamae

7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus
uteri 3 jari dibawa pusat.

8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture

10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.

11) Tanda-tanda vital


Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

L. Diagnosa Keperawatan Dengan SC

Diagnosa yang mungkin muncul:

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan

2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri

3. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma pembedahan

4. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini

5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur bedah

6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.


DAFTAR PUSTAKA

Bobak Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4, ECG :
Jakarta.

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC: Jakarta

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan


dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Depkes RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta. http://www.depkes.go.id

Gary,F C,2006,Williams obstetric edisi 21,Jakarta : EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :


mocaMedia

Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aesculaplus:
Jakarta.

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis: Definition And Klasification 20012-2014. NANDA


Internasional Philadelphia

Prawiroharjo, Sarwono. 2001. “Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal.”

Fakultas Kedokteran UNPAD. OBSTETRI OPERATIF

Anda mungkin juga menyukai