I. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian kastrasi
2. Mengetahui macam – macam metode kastrasi
3. Mengetahui tekhnik operasi kastrasi
4. Mengetahui keuntungan dan kerugian kastrasi
Kucing yang akan dikebiri harus dalam keadaan sehat. Sebagian besar kucing
dikebiri ketika berumur 5 – 8 bulan. Para ahli perilaku hewan menyarankan mengkebiri
kucing sebelum memasuki masa puber, karena dapat mencegah munculnya sifat /
perilaku kucing yang tidak diinginkan.
Preanastesi
Menurut Sardjana dan Kusumawati (2004) pada umumnya obat-obat preanastesi bersifat
sinergis terhadap anastetik namun penggunaanya harus disesuaikan dengan umur, kondisi dan
temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, teknik anastesi yang dipakai, adanya
antisipasi komplikasi, dan lainnya.
Atropin Sulfat
Atropin sulfat berbentuk kristal putih, tidak berwarna dan tidak berbau. Atropin dalam bentuk
bubuk atau tablet harus disimpan dalam container tertutup dengan suhu 15º-30ºC, sedangkan
dalam bentuk injeksi harus disimpan pada suhu kamar.
Atropin sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang diberikan
baik secara subkutan, intra vena maupun intra muskuler (Plumb, 1998), sedangkan menurut
Rossof (1994), atropin sebagai premedikasi diberikan dengan dosis 0,03-0,06 mg/kg.
Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, misalnya pada susunan syaraf pusat, merangsang
medulla oblongata dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsang respirasi akibat
dilatasi bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan
lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek atropin pada
mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas, atropin dapat mengurangi
sekresi hidung, mulut dan bronkus. Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat
bifasik yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara
langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin
sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot
polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin
(Ganiswarna, 2001).
Anestesi
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestasi umum
tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran. Pada
operasi-operasi daerah tertentu seperti perut, maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran,
dibutuhkan juga relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar
(Ibrahim, 2000).
Agar anestasi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan utamanya adalah
memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu
keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat
yang tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak
menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung,
tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik,
kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diingini (Gan, 1987). Obat anestesi umum
yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai sifat-sifat antara lain : pada dosis yang
aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai
kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat
tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak
dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan.
(1) Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), stadium ini dimulai dari pemberian
agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Pada stadium ini hewan masih sadar
dan memberontak. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil,
dapat terjadi urinasi dan defekasi.
(2) Stadium II (stadium eksitasi involunter), stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran
sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini adanya eksitasi dan gerakan yang
tidak menurut kehendak. Pernafasan tidak teratur, inkontinentia urin, muntah, midriasis,
hipertensi, dan takikardia.
(3) Stadium III (pembedahan/operasi), stadium ini terbagi dalam 3 bagian yaitu; (a) Plane I,
ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan
thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva
dan kornea terdepres. ( II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro
medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. (c) Plane III, ditandai dengan
respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. Stadium
IV (paralisa medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisa otot dada, pulsus
cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena
terhentinya sekresi lakrimal (Archibald, 1966).
Setelah hewan berada dalam kondisi anastesi harus dilakukan monitoring anastesi terhadap:
(1) Tingkat kedalaman anastesi, sesuai tingkat depresi terhadap sistem syaraf pusat yang
dapat dilihat melalui tekanan darah, respirasi, reflek pupil, pergerakan bola mata dan
kesadaran, (2) temperatur tubuh, dimana umumnya tubuh tidak mampu mempertahankan
temperatur tubuhnya, (3) kardiovaskular melalui monitoring pulsus dan detak jantung dan (4)
respirasi, melalui pemeriksaan tipe respirasi dan komplikasi sistem respirasi (Sardjana dan
Kusumawati, 2004).
Ketamin HCl
Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relative aman
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistim somatik tetapi lemah lemah
untuk sistim visceral, tidak menyebabkan relaksasi otot lurik bahkan kadang-kadang
tonusnya sedikit meninggi.
Secara kimiawi, ketamin analog dengan phencyclidine. Ketamin HCl berwarna putih dan
berbentuk bubuk kristal yang mempunyai titik cair 258-261ºC. Satu gram ketamin dilarutkan
dalam 5 ml aquades dan 14 ml alkohol. Ketamin yang digunakan sebagai agen anestesi untuk
injeksi dipasaran biasanya mempunyai pH antara 3,5-5,5 (Anonimus b, 2005).
1. Ketamin HCl bekerja dengan memutus syaraf asosiasi serta korteks otak dan thalamus
optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik sedikit dipengaruhi. Ketamin
HCl merupakan analgesia yang tidak menyebabkan depresi dan hipnotika pada syaraf
pusat tetapi berperan sebagai kataleptika. Setelah pemberian ketamin, refleks mulut
dan menelan tetap ada dan mata masih terbuka.
2. Menurut Slatter (2003), penggunaan ketamin mempunyai keuntungan dan kerugian.
Keuntungan penggunaan ketamin, yaitu; (1) dalam pengaplikasianya ketamin sangat
mudah, (2) menyebabkan pendepresan kardiovaskuler dan respirasi minimal, (3)
dapat digunakan dalam situasi darurat dimana hewan belum dipuasakan, karena
refleks faring tetap ada, (4) induksi cepat dan tenang, dan (5) dapat dikombinasikan
dengan agen preanestesi atau anestesi lainnya. Kerugian dari penggunaan ketamin
adalah (1) menyebabkan relaksasi otot tidak maksimal bila penggunaannya secara
tunggal, (2) respon yang bervariasi pada beberapa pasien, (3) dapat menyebabkan
hipotermia, (4) dapat menyebabkan kekejangan ektremitas, (5) menyebabkan konvulsi
pada beberapa pasien, dan (6) recovery yang lama.
3. Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin bersama xylazine
dapat dipakai untuk anastesi pada kucing. Ketamin dengan pemberian tunggal bukan
anastetik yang bagus (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Dosis pada kucing 10-30
mg/kg secara intra muskuler, mula kerja obat 1-5 menit, lama kerja obat 30-40 jam
dan recoverinya 100-150 menit (Lumley, 1990). Menurut Kumar (1997) dosis
ketamin pada anjing dan kucing ialah 10-20 mg/kg diberikan secara intra muskuler.
III. MATERI DA METODE
1. Alat
a. Atropin dosis 0,03 mg , sediaan 0,25 mg/cc 0,03 mg / 0,25 mg/cc x 3 kg = 0,36
mg / kg BB
b. ACP dosis 20 mg, sediaan 0,1 mg / 0,1 cc 0,1 mg x 3 kg = 0,3 mg / kg BB
c. Ketamin dosis 20 mg, sediaan 10 mg / 0,1 cc ( 20 mg x 3 kg ) / 0,1 = 0,6 cc
d. Alkohol 70%
e. Betadine
f. Kapas
g. Duk kleem
h. Towel
i. Needle holder
j. Needle
k. Pinset anatomis
l. Pinset chirurgis
m. Gunting tumpul – tumpul
n. Gunting tajam - tajam
2. Bahan
a. Kucing jantan dengan berat badan 3 kg.
basahi bulu – bulu scrotum dan daerah sekitar scrotum dengan air lalu cukur
buat sayatan / insisi dari cranial ke caudal pada bagian testis sebelah kanan
Pada testis sebelah kanan dan Pada testis sebelah kiri, ductus deferens
Setelah operasi dilakukan, pasien dirawat hingga jahitan sudah dapat dibuka.
Setiap hari, pasien dikontrol secara rutin, pemberian revanol dan betadin 2 kali sehari
membantu mempercepat pengeringan luka jahitan. Pada hari ke 5 jahitan sudah dapat
dibuka, perawatan secara rutin dan pemberian revanol dan betadin dapat mencegah
terjadinya infeksi.
VII. Daftar pustaka
VIII. Kesmpulan