BAB II
PEMBAHASAN
b. Pramedikasi
Pramedikasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan. Sebagai persiapan atau
bagian dari anestesi. Pramedikasi dapat diresepkan dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan,
misalnya relaksan, antiemetik, analgesik dll.
d. Stoking kompresi
Stocking dengan ukuran yang tepat harus dipakai ibu sebelum operasi dilakukan, terutama pada
ibu yang memiliki resiko tinggi, misal obesitas atau varises vena. Kematian akibat emboli
pulmoner merupakan resiko bagi ibu yang melahirkan dengan operasi atau mengalami
imobilitas.
f. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan di
unit perawatan dan persiapan di ruang operasi Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan
terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum,
meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan
keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler,
status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.
?Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki
riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein
yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka
yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan
kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian
juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmoll),
kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmoll) dan kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mgdl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi
mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal
baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti
oligurianuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung
dan kolon dengan tindakan enemalavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam
(biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan
kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada
pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggumenghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren)
harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.
Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman.
Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang
dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait
daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan.
a) Persiapan Kulit Untuk Pembedahan (Mencukur)
1) Pengertian
Pencukur rambut dilakukan untuk menghilangkan rambut tubuh yang menjadi tempat
mikroorganisme dan menghambat pandangan lengan pembedahan.
2) Tujuan
Mencegah terjadinya infeksi
Menurunkan angka terjadinya injuri saat operasi.
3) Persiapan alat
a. Alat cukur listrik
b. Gunting, handuk
c. Bola kapas
d. Aplikator (jika diperlukan)
e. Larutan antiseptik (tidak menjadi keharusan)
f. Lampu portable
g. Selimut mandi
h. Bengkok
i. Sketsel
4) Prosedur
a. Inspeksi kondisi umum kulit bila terjadi lesi, iritasi, atau tanda infeksi, pencukuran seharusnya
tidak dilakukan. Kondisi ini meningkatkan kemungkinan terhadap infeksi luka pasca operasi
b. Tinjau kembali pesanan dokter untuk memastikan area yang akan dipotong. (tinjau prosedur
ruang operasi sesuai kebijakan institusi) area luas untuk pemotongan rambut tergantung pada
tempat insisi, tempat pembedahan.
c. Jelaskan mengenai prosedur dan rasionalisasinya untuk pemotongan rambut diatas permukaan
yang luas. Meningkatkan kerja sama dan meminimalkan ansietas karena klien dapat berpikir
insisi akan seluas tempat pemotongan rambut.
d. Cuci tangan Mengurangi transmisi infeksi.
e. Tutup pintu ruangan atau tirai tempat tidur memberikan privasi pada klien
f. Atur posisi tempat tidur yang sesuai (tempat tidur di tinggikan) Menghindari bekerja sambil
membungkuk dalam waktu yang lama.
g. Atur posisi pasien senyaman mungkin dengan posisi pembedahan. Pemotongan rambut dan
persiapan kulit dapat memerlukan waktu beberapa menit.
h. Keringkan area yang dipotong dengan handuk. Menghilangkan kelembaban, yang
mempengaruhi kebersihan potongan dari pemotongan.
i. Pegang pemotong pada tangan dominan, sekitar 1 cm diatas kulit, dan gunting rambut pada arah
tumbuhnya. Mencegah penarikan rambut dan abrasi kulit
j. Atur selimut sesuai kebutuhan. Mencegah pemajangan bagian tubuh yang tidak perlu
k. Dengan ringan, sikat rambut yang tercukur dengan handuk. Menghilangkan rambut yang
terkontaminasi dan meningkatkan kenyamanan klien memperbaiki penglihatan terhadap area
yang dipotong
l. Bila memotong area diatas permukaan tubuh (missal umbilicus atau lipat paha) bersihkan lipatan
dengan aplikator berujung kapas yang telah dicelupkan ke arah larutan antiseptik, kemudian
dikeringkan. Menghilangkan secret, kotoran, dan sisa potongan rambut, yang menjadi tempat
pertumbuhan mikroorganisme.
m. Berikan klien bahwa prosedur telah selesai. Menghilangkan ansietas klien
n. Bersihkan dan rapikan peralatan sesuai kebijakan institusi, buang sarung tangan. Pembuangan
peralatan yang kotor sesuai tempatnya mencegah penyebaran infeksi dan mengurangi resiko
cidera.
o. Inspeksi kondisi kulit setelah menyelesaikan pemotongan rambut. Menentukan bila terdapat sisa
rambut atau bila kulit terpotong
p. Dokumentasikan prosedur, area yang dipotong atau dicukur, dan kondisi kulit sebelum dan
sesudah tindakan.
q. Hal yang perlu diperhatikan
Lakukan kewaspadaan ekstra bila klien memiliki kecenderungan perdarahan sebelumnya seperti
pada leukemia, anemia aplikasi, atau hemofilia atau telah menerima terapi anti koagulan. Bila
klien memiliki kecenderungan perdarahan atau pada terapi antikoagulan, pencukuran kering
mungkin dianjurkan.
r. Penyuluhan klien
Jelaskan tujuan pencukuran, dan pentingnya untuk keselamatan klien.
Klien harus memahami bahwa pencukuran permukaan kulit lebih luas dari pada area pembedahan
yang sesungguhnya.
5) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat
merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada
pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah
operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan
personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
6) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
JENIS-JENIS PEMBEDAHAN
JENIS-JENIS ANESTESI
Anestesi dapat dibagi menjadi anestesi umum, anestesi regional, anestesi lokal,
hipoanestesia, dan akupuntur.
1) Anestesi umum
Anestesi umum dilakukan untuk memblok pusat kesadaran otak dengan menghilangkan
kesadaran, menimbulkan relaksasi, dan hilangnya rasa. Pada umumnya, metode pemberiannya
adalah dengan inhalasi dan intravena.
2) Anestesi regional
Anestesi regional merupakan anestesi yang dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan
sadar untuk meniadakan proses konduktivitas pada ujung atau serabut saraf sensoris di bagian
tubuh tertentu, sehingga dapat menyebabkan adanya hilang rasa pada daerah tubuh tersebut.
Metode umum yang digunakan adalah melakukan blok saraf, memblok regional intravena
dengan torniquet, blok daerah spinal, dan melalui epidural.
3) Anestesi lokal
Anestesi lokal merupakan anestesia yang dilakukan untuk memblok transmisi impuls saraf pada
daerah yang akan dilakukan anestesia dan pasien dalam keadaan sadar. Metode yang digunakan
adalah infiltrasi atau topikal.
4) Hipoanestesia
Hipoanestesia merupakan anestesia yang dilakukan untuk membuat status kesabaran menjadi
pasif secara artifisial sehingga terjadi peningkatan ketaatan pada saran atau perintah serta untuk
mengurangi kesadaran sehingga perhatian menjadi terbatas. Metode yang digunakan adalah
hipnotis.
5) Akupuntur
Akupuntur merupakan anestesia yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri dengan
merangsang keluarnya endorfin tanpa menghilangkan kesadaran. Metode yang banyak
digunakan adalah jarum atau penggunaan elektrode pada permukaan kulit.
2. Persiapan diet
Pasien yang akan dibedah memerlukan persiapan khusus dalam hal pengaturan diet. Sehari
sebelum bedah, pasien boleh menerima makanan biasa. Namun, 8 jam sebelum bedah tersebut
dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan. Sedangkan, cairan tidak diperbolehkan 4 jam
sebelum operasi, sebab makanan dan cairan dalam lambung dapat menyebabkan terjadinya
aspirasi.
3. Persiapan kulit
Persiapan ini dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan dibedah dari
mikroorganisme dengan cara menyiram kulit dengan sabun heksaklorofin (hexachlorophene)
atau sejenisnya yang sesuai dengan jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut, maka
harus dicukur.
5. Latihan kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak tromboflebitis. Latihan kaki yang
dianjurkan antara lain latihan memompa otot, latihan quadrisep dan latihan mengencangkan
glutea. Latihan memompakan otot dapat dilakukan dengan mengontraksikan otot betis dan paha,
kemudian istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga sepuluh kali. Latihan quadrisep dapat
dilakukan dengan membengkokkan lutut kaki rata pada tempat tidur, kemudian meluruskan kaki
pada tempat tidur, mengangkat tumit, melipat lutut rata pada tempat tidur, dan ulangi hingga
lima kali. Latihan mengencangkan glutea dapat dilakukan dengan menekan otot pantat,
kemudian coba gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu istirahat, dan ulangi hingga lima kali.
6. Latihan mobilitas
Latihan mobilitas dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mencegah dekubitus,
merangsang peristaltik, serta mengurangi adanya nyeri. Melalui latihan mobilitas, pasien harus
mampu menggunakan alat di tempat tidur, seperti menggunakan penghalang agar bisa memutar
badan, melatih duduk di sisi tempat tidur, atau dengan menggeser pasien ke sisi tempat tidur.
Melatih duduk diawali dengan tidur fowler, kemudian duduk tegak dengan kaki menggantung di
sisi tempat tidur.
7. Pencegahan cedera
Untuk mengatasi resiko terjadinya cedera, tindakan yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan
bedah adalah :
a. Cek identitas pasien
b. Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu, misalnya cincin, gelang, dan lain-lain
c. Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi
d. Lepaskan kontak lensa
e. Lepaskan protesis
f. Alat bantu pendengaran dapat digunakan jika pasien tidak dapat mendengar
g. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih
h. Gunakan kaos kaki antiemboli bila pasien beresiko terjadi tromboflebitis.
7. Pelaksanaan anestesia
Anestesia dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain anestesia umum, inhalasi atau
intravena, anestesia regional, dan anestesia lokal.
8. Pelaksanaan pembedahan
Setelah dilakukan anestesia, tim bedah akan melaksanakan pembedahan sesuai dengan ketentuan
pembedahan.
2 Menghilangkan kegelisahan : merupakan gejala defisit oksigen dan hemorrhagi, bisa juga
diakibatkan oleh posisi selama fase intra operatif, cara penanganan jaringan oleh ahli bedah, dan
reaksi tubuh terhaap pemulihan anesthesia. Dapat dihilangkan dengan analgesik pasca operatif
yang diresepkan dan perubahan posisi secara rutin.
3 Menghilangkan mual dan muntah : pengaruh anesthesia untuk mengeluarkan mukus dan saliva
dalam lambung yang tertelan selama periode anesthesia. Bila berlebihan dapat dihilangkan
dengan agens anesthestik dan antiemetik. Posisi pasien selama mual-muntah adalah dengan
dibalikkan miring ke salah satu sisi untuk meningkatkan drainage mulut, mencegah aspirasi
muntahan, dan suction jika diperlukan. Jika muntah tidak kunjung berhenti, maka perlu
dilakukan pemasangan NGT.
4 Menghilangkan distensi abdomen : diakibatkan oleh akumulasi gas dalam saluran intestinal.
Penanganannya dengan memasang selang kateter rektak, selang NGT, meminta pasien untuk
sering berbalik, melakukan latihan dan mobilisasi dini jika keadaan pasien memungkinkan.
6 Mempertahankan suhu tubuh normal : ruangan dipertahankan pada suhu yang nyaman dan
penggunaan selimut untuk mencegah kedinginan.
7 Menghindari cedera : restrain boleh digunakan hanya bila keadaan pasien benar-benar mendesak
untuk menggunakannya. Meski begitu, penggunaan restrain harus diawasi jangan sampai
mencederai pasien, mengganggu terapi IV, selang dan peralatan pemantau. Apabila kegelisahan
disebabkan oleh nyeri, maka dianjurkan penggunaan analgesik dan sedatif.
8 Mempertahankan status nutrisi yang normal : makin cepat pasien dapat mentoleransi diet yang
biasa, makin cepat fungsi GI tract yang normal akan pulih kembali. Ambulasi dini dan latihan di
tempat tidur dapat membantu memperlancar kembalinya fungsi GI tract. Cairan merupakan
substansi pertama yang dapat ditoleransi oleh pasien. Jus buah dan teh dapat diberikan sebagai
asupan selanjtnya jika tidak terjadi mual dan muntah (bukan es atau cairan hangat). Setelah itu
makanan secara bertahap diberikan mulai dari yang paling lunak sampai pada makanan padat
biasa sesuai dengan toleransi pasien.
9 Meningkatkan fungsi urinarius yang normal : membiarkan air mengalir di kran dan kompres
hangat pada perineum merupakan upaya yang dianjurkan untuk merangsang eliminasi pasien.
Masukan dan haluaran harus terus dicatat.
11 Memulihkan mobilitas : pasien dengan mobilitas terbatas harus dibalik dari posisi satu ke posisi
lainnya setiap 2 jam.
12 Ambulasi dini : ditentukan oleh kestabilan sistem CV dan neuromuskuler pasien, tingkat
aktivitas fisik pasien yang lazim, dan sifat pembedahan yang dilakukan. Ambulasi dini dapat
menurunkan insiden komplikasi pasca operasi. Ambulasi dini tidak diperkenankan melebii
toleransi pasien. Kondisi pasien menjadi faktor penentu dan kemajuan langkah diikuti dengan
memobilisasi pasien : pasien diminta untuk bergerak secara bertahap dari posisi berbaring ke
posisi duduk dampai semua tanda pusing telah hilang (dengan menaikkan bagian kepala temapt
tidur), pasien dapat dibaringkan dengan posisi benar-benar tegak dan dibalikkan sehingga kedua
tungkai menjuntai di atas tepi tempat tidur dan setelah persiapan ini, pasien dapat dibantu untuk
berdiri di sisi tempat tidur.
13 Pengaturan posisi : posisi telentang tanpa menaikkan kepala, berbaring miring ke salah satu sisi
dengan lengan atas ke depan, posisi fowler posisi paling umum tetapi juga merupakan posisi
yang paling sulit untuk dipertahankan.
16 Bila memungkinkan, cuci muka dan tangan klien untuk menyejukkan perasaan klien yang baru
dioperasi. Basahi bibirnya bila belum diperbolehkan untuk minum.
2.1.4 LUKA
PENGERTIAN LUKA
Kulit merupakan bagian tubuh paling luar yang berguna dalam melindungi diri dari
trauma luar serta masuknya benda asing. Taruma dapat menyebabkan luka pada kulit, yaitu suatu
keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi
tubuh sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
JENIS LUKA
Berdasarkan sifat kejadiannya, luka dibagi menjadi dua jenis yaitu luka disengaja dan
luka tidak disengaja. Luka disengaja misalnya luka terkena radiasi atau bedah, sedangkan luka
tidak disengaja misalnya adalah luka trauma. Luka tidak disengaja juga dibagi menjadi luka
tertutup dan luka terbuka. Luka disebut tertutup jika tidak terjadi robekan, sedangkan luka
terbuka jika terjadi robekan dan kelihatan. Luka terbuka seperti luka abrasi (yakni luka akibat
gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan), dan luka hautration (luka akibat alat-alat yang
digunakan dalam perawatan luka). Di bidang kebidanan, luka yang sering terjadi adalah luka
episiotomi, luka bedah seksio caesare, atau luka saat proses persalinan.
Berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi dua, yaitu luka mekanik dan luka
nonmekanik.
Luka mekanik terdiri atas :
1. vulnus scissum, luka sayat akibat benda tajam. Pinggir lukanya terlihat rapi.
2. vulnus contusum, luka memar karena cedera pada jaringan bawah kulit akibat benturan
benda tumpul.
3. vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya yang
menyebabkan robeknya jaringan rusak dalam.
4. vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar (di bagian mulut lukanya), tetapi
besar di bagian dalam luka.
5. vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan peluru.
6. vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian luka.
7. vulnus abrasio, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai ke pembuluh
darah.
Sedangkan luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau serangan
listrik.
1. Tahap respon inflamasi akut terhadap cedera. Tahap ini dimulai saat terjadinya luka. Pada
tahap ini, terjadi proses hemostasis yang ditandai dengan pelepasan histamin dan
mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel
darah putih ke daerah yang rusak.
2. Tahap destruktif. Pada tahap ini, terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit
polimorfonuklear dan makrofag.
3. Tahap poliferatif. Pada tahap ini, pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan
menginfiltrasi luka.
4. Tahap maturasi. Pada tahap ini, terjadi reepitelisasi, kontraksi luka, dan organisasi
jaringan ikat.
1. Perdarahan, masalah ditandai dengan adanya perdarahan yang disertai perubahan tanda
vital seperti adanya peningkatan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan
darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang dingin dan lembap.
2. Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau panas, rasa
nyeri dan timbul bengkak, jaringan disekitar luka mengeras, serta adanya kenaikan
leukosit.
3. Dehiscene, merupakan pecahnya luka secara sebagian atau seluruhnya yang dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi, terjadinya
trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (demam), takikardia,
dan rasa nyeri pada daerah luka.
Jahitan digunakan untuk hemostasis atau untuk menghubungkan struktur anatomi yang terpotong
(Sabiston,1995). Menurut Sodera dan Saleh (1991), jahitan merupakan hasil penggunaan bahan
berupa benang untuk mengikat atau ligasi pembuluh darah dan menghubungkan antara dua tepi
luka. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penjahitan merupakan tindakan
menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk mencegah pendarahan dengan
menggunakan benang.
1. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu sama lain
dengan hati-hati.
2. Tegangan dari tepi–tepi kulit harus seminimal mungkin atau kalau mungkin tidak ada
sama sekali. Ini dapat dicapai dengan memotong atau merapikan kulit secara hati–hati
sebelum dijahit.
3. Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengn memakai traksi ringan pada
tepi–tepi kulit dan lebih rentan lagi pada lapisan dermal daripada kulit yang dijahit.
4. Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang dapat diserap atau
dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu mmenjahit kulit.
5. Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih disukai daripada
jahitan yang lebih besar dan berjauhan.
6. Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan. Oleh karena itu jahitan
pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48 jam–5 hari), sedangkan jahitan pada
dinding abdomen dan kaki harus dibiarkan selama 10 hari atau lebih.
7. Semua luka harus ditutup sebersih mungkin.
8. Pemakaian forsep dan trauma jaringan diusahakan seminimal mungkin.
Menurut Sodera dan Saleh (1991), penjahitan merupakan suatu cara menjahit untuk
mendekatkan atau menghubungkan dua tepi luka. Dapat dibedakan menjadi :
1. Jahitan Primer (primary Suture Line) adalah jahitan yang digunakan untuk
mempertahankan kedudukan tepi luka yang saling dihubungkan selama proses
penyembuhan sehingga dapat sembuh secara primer.
2. Jahitan Kontinyu yaitu jahitan dengan sejumlah penjahitan dari seluruh luka dengan
menggunakan satu benang yang sama dan disimpulkan pada akhir jahitan serta dipotong
setelah dibuat simpul. Digunakan untuk menjahit peritonium kulit, subcutis dan organ.
3. Jahitan Simpul/Kerat/Knot, yaitu merupakan tehnik ikatan yang mengakhiri suatu jahitan.
Digunakan untuk memperkuat dan mempertahankan jahitan luka sehingga jahitan tidak
terlepas atau mengendor. Yang dimaksud dengan jerat adalah pengikatan satu kali,
sedang simpul adalah pengikatan dengan dua jerat atau lebih.
1. Seide (Silk/Sutra): Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi
dengan perekat, tidak diserap oleh tubuh. Pada penggunaan disebelah luar, maka benang
harus dibuka kembali. Berguna untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri besar.
Ukuran yang sering digunakan adalah nomor 2 nol 3 nol, 1 nol dan nomor 1.
2. Plain Catgut: Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan berlangsung dalam waktu 7–10
hari dan warnanya putih kekuningan. Berguna untuk mengikat sumber pendarahan kecil,
menjahit subcutis dan dapat pula digunakan untuk bergerak dan luas lukanya kecil.
Benang ini harus dilakukan penyimpulan 3 kali karena dalam tubuh akan mengembang.
Bila penyimpulan dilakukan hanya 2 kali akan terbuka kembali.
3. Chromic Catgut: Bersifat dapat diserap oleh tubuh, penyerapannya lebih lama yaitu
sampai 20 hari. Chromic Catgut biasanya menyebabkan reaksi inflamasi yang lebih besar
dibandingkan dengan plain catgut. Berguna untuk penjahitan luka yang dianggap belum
merapat dalam waktu 10 hari dan bila mobilitas harus segera dilakukan.
1. Overlapping: Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka
menjadi tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat dan apabila
sembuh maka hasilnya akan buruk.
2. Nekrosis: Jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi sehingga
menyebabkan kematian jaringan.
3. Infeksi: Infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka yang telah
terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.
4. Perdarahan: Terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.
5. Hematoma: Terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan tidak
dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung dan menyebabkan
bengkak.
6. Dead space (ruang/rongga mati): Yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi karena
penjahitan yang tidak lapis demi lapis.
7. Sinus: Bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya ada jahitan
multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak sebagai benda asing.
8. Dehisensi: Adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena jahitan
yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk.
9. Abses: Infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah.
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Pinset anatomi
2. Pinset cirurghi
3. Gunting steril
4. Naald voerder
5. Jarum
6. Benang
7. Larutan BetadineTM
8. Alkohol 70%
9. Obat anestesia
10. Spuit
11. Duk steril
12. Pisau steril
13. Gunting erban
14. Plester/pembalut
15. Bengkok
16. Kasa steril
17. Mangkok kecil
18. Handskon steril
Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
3. Gunakan sarung tangan steril
4. Lakukan desinfeksi pada daerah yang akan dijahit (dengan BetadineTM dan alkohol 70%),
kemudian lakukan anestesia pada daerah yang akan dijahit.
5. Lakukan jahitan pada daerah yang dikehendaki dengan menggunakan teknik menjahit
yang telah disesuaikan dengan kondisi luka.
6. Berikan obat BetadineTM
7. Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
8. Lakukan pembalutan
9. Catat perubahan keadaan luka
10. Cuci tangan
1. Pinset anatomi
2. Pinset cirurghi
3. Gunting steril
4. Kapas sublimat/savlon dalam tempatnya
5. Larutan H2O2
6. Larutan Boorwater
7. NaCl 0,9%
8. Gunting perban (gunting tidak steril)
9. Plester/pembalut
10. Bengkok
11. Kasa steril
12. Mangkok kecil
13. Handskon steril
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
3. Gunakan sarung tangan steril
4. Buka plester dan balutan dengan menggunakan pinset
5. Bersihkan luka dengan menggunakan sublimat/savlon,H2O2, Boorwater, atau NaCl 0,9%.
Penggunaanya disesuaikan dengan keadaan luka. Lakukan hingga bersih.
6. Berikan obat luka
7. Tutup luka dengan kasa steril
8. Balut luka
9. Catat perubahan keadaan luka
10. Cuci tangan
11.
PERAWATAN LUKA KRONIK
A. PENGERTIAN
Merawat luka untuk mempercepat proses penyembuhan luka
B. TUJUAN
1. meningkatkan penyembuhan luka
2. merangsang pertumbuhan jaringan
3. melindungi luka dari kontaminasi
4. mencegah terjadinya infeksi lanjutan
C. INDIKASI
Luka kronik ( Luka dekubitus, venous, arteri, diabetik )
D. PERSIAPAN ALAT
1 Alat-alat steril
a. Pinset anatomois 1 buah
b. Pinset cirugis 1 buah
c. Gunting bedah/jaringan 1 buah
d. Kassa steril dalam kom tertutp secukupnya
e. Sarung tangan steri 1 pasang
f. Infus set yang sudah dimodifikasi ( bila diperlukan)
g. Korentang/forcep
E. PELAKSANAAN
A. Pengertian
Mengganti balutan yang kotor dengan balutan yang bersih
B. Tujuan
1 Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga kebersihan
luka
2 Melindungi luka dari kontaminasi
3 Dapat menolong hemostatis ( bila menggunakan elastis verband )
4 Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5 Menurunkan pergerakan dan trauma
6 Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan
C. Indikadi
Pada balutan yang sudah kotor
D. Kontra Indikasi
1 Pembalut dapat menimbulkan situasi gelap, hangat dan lembab sehingga mikroorganisme dapat
hidup
2 Pembalut dapat menyebabkan iritasi pada luka melalui gesekan – gesekan pembalut.
E. Persiapan Alat
1 Alat-alat steril
a. Pinset anatomis 1 buah
b. Pinset sirugis 1 buah
c. Gunting bedah/jaringan 1 buah
d. Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
e. Kassa desinfektan dalam kom tertutup
f. sarung tangan 1 pasang
g. korentang/forcep
F. Pelaksanaan
b. Pembalut harus sesuai dengan tujuan, contoh : untuk menjaga agar luka jangan
terkontaminasi, untuk merapatnya luka, atau untuk menghentikan perdarahan
d. Pembalut yang kotor/ basah segera diganti. Pada luka operasi tanpa drain sampai angkat
jahitan ( minimal 5 hari ), pembalut yang tepat berada di atas luka tidak boleh diganti.
Jadi bila pembalut kotor/ basah hanya bagian atasnya saja yang diganti, atau pembalut
diganti sesuai dengan instruksi dokter
e. Memperhatikan apakah ada perdarahan, atau kotoran – kotoran yang lain untuk
menetukan kapan drain dapat diangkat
1. Pinset anatomi
2. Pinset cirurghi
3. Arteri klem
4. Gunting angkat jahitan steril
5. Lidi kapas (lidi yang diberi/dilapisi kapas pada ujungnya)
6. Kasa steril
7. Mangkok steril
8. Gunting pembalut
9. Plester
10. Alkohol 70%
11. Larutan H2O2, savlon/lisol atau larutan lainnya sesuai dengan kebutuhan
12. Obat luka
13. Gunting perban
14. Bengkok
15. Handskon steril
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
3. Gunakan sarung tangan steril
4. Buka plester dan balutan dengan pinset
5. Bersihkan luka dengan sublimat/savlon, H2O2, Boorwater, NaCl 0,9%, atau bahan
lainnya yang telah disesuaikan dengan keadaan luka. Lakukan hingga bersih
6. Angkat jahitan dengan menarik simpul jahitan sedikit ke atas, kemudian gunting benang
dan tarik dengan hati-hati. Lalu benang dibuang pada kasa yang disediakan
7. Tekan daerah sekitar luka hingga pus/nanah tidak ada
8. Berikan obat luka
9. Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
10. Lakukan pembalutan
11. Catat perubahan keadaan luka
12. Cuci tangan.
Alat kesehatan habis Pakai
Digunakan utk
mengambil darah utk
pemeriksaan di
lab.digunakan dgn
menusuk ujung jari
dengan alat tsb
DAFTAR PUSTAKA
http://www.podiatrytoday.com/article/1894
Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24, 2000:15,5:
Proquest Nursing & Allied Health Search
Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003; 34,5: Proquest
Nursing & Allied Health Search
Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice Nursing; Jun 23,
2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry
Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of Community Nursing; Sep 2007;
21,9; Proquest Nursing & Allied Health Search
Uliyah,M. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan