Anda di halaman 1dari 46

PENDAHULUAN

Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.


Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini
disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan
berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya.
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat
diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
Selain keperawatan pre operatif , pada saat ini perawatan luka telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan
juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini.
Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan
dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan
metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan
suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai
dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif,
perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama
perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh
perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka modern sangat
mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam
perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat
dituntut untuk memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses
pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk
yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan
(safety). Secara umum,perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada
intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi,
dan sosial.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERAWATAN BEDAH


PENGERTIAN PERIOPERASI
Perioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prabedah
(preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pascabedah (postoperasi). Prabedah merupakan masa
sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir
sampai pasien di meja bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak
ditransfer ke meja bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pascabedah
merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang
pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Adapun persiapan klien di unit perawatan meliputi :

a. Konsultasi dengan dokter obstetrik dan dokter anestesi


Semua ibu yang akan dioperasi harus diperiksa dokter obstetri dan dokter anestesi sebelum
operasi dilakukan. Anggota multidisiplin lainnya juga dapat terlibat, misalnya fisioterapis.

b. Pramedikasi
Pramedikasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan. Sebagai persiapan atau
bagian dari anestesi. Pramedikasi dapat diresepkan dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan,
misalnya relaksan, antiemetik, analgesik dll.

c. Perawatan kandung kemih dan usus


Konstipasi dapat terjadi sebagai masalah pascabedah setelah puasa dan imobilisasi, oleh karena
itu lebih baik bila dilakukan pengosongan usus sebelum operasi. Kateter residu atau indweling
dapat tetap dipasang untuk mencegah terjadinya trauma pada kandung kemih selama operasi.

d. Stoking kompresi
Stocking dengan ukuran yang tepat harus dipakai ibu sebelum operasi dilakukan, terutama pada
ibu yang memiliki resiko tinggi, misal obesitas atau varises vena. Kematian akibat emboli
pulmoner merupakan resiko bagi ibu yang melahirkan dengan operasi atau mengalami
imobilitas.

e. Mengidentifikasi dan melepas prostesis


Semua prostesis seperti lensa kontak, gigi palsu, kaki palsu, perhiasan dll harus dilepas sebelum
pembedahan. Selubung gigi juga harus dilepas seandenya akan diberikan anestesi umum, karena
adanya resiko terlepas dan tertelan. Pakai gelang identitas, terutama pada ibu yang diperkirakan
akan tidak sadar dan disiapkan gelang identitas untuk bayi.

f. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan di
unit perawatan dan persiapan di ruang operasi Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan
terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum,
meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan
keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler,
status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.
?Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki
riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein
yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka
yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan
kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian
juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmoll),
kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmoll) dan kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mgdl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi
mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal
baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti
oligurianuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung
dan kolon dengan tindakan enemalavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam
(biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan
kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada
pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggumenghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren)
harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.
Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman.
Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang
dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait
daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan.
a) Persiapan Kulit Untuk Pembedahan (Mencukur)
1) Pengertian
Pencukur rambut dilakukan untuk menghilangkan rambut tubuh yang menjadi tempat
mikroorganisme dan menghambat pandangan lengan pembedahan.
2) Tujuan
 Mencegah terjadinya infeksi
 Menurunkan angka terjadinya injuri saat operasi.
3) Persiapan alat
a. Alat cukur listrik
b. Gunting, handuk
c. Bola kapas
d. Aplikator (jika diperlukan)
e. Larutan antiseptik (tidak menjadi keharusan)
f. Lampu portable
g. Selimut mandi
h. Bengkok
i. Sketsel
4) Prosedur
a. Inspeksi kondisi umum kulit bila terjadi lesi, iritasi, atau tanda infeksi, pencukuran seharusnya
tidak dilakukan. Kondisi ini meningkatkan kemungkinan terhadap infeksi luka pasca operasi
b. Tinjau kembali pesanan dokter untuk memastikan area yang akan dipotong. (tinjau prosedur
ruang operasi sesuai kebijakan institusi) area luas untuk pemotongan rambut tergantung pada
tempat insisi, tempat pembedahan.
c. Jelaskan mengenai prosedur dan rasionalisasinya untuk pemotongan rambut diatas permukaan
yang luas. Meningkatkan kerja sama dan meminimalkan ansietas karena klien dapat berpikir
insisi akan seluas tempat pemotongan rambut.
d. Cuci tangan Mengurangi transmisi infeksi.
e. Tutup pintu ruangan atau tirai tempat tidur memberikan privasi pada klien
f. Atur posisi tempat tidur yang sesuai (tempat tidur di tinggikan) Menghindari bekerja sambil
membungkuk dalam waktu yang lama.
g. Atur posisi pasien senyaman mungkin dengan posisi pembedahan. Pemotongan rambut dan
persiapan kulit dapat memerlukan waktu beberapa menit.
h. Keringkan area yang dipotong dengan handuk. Menghilangkan kelembaban, yang
mempengaruhi kebersihan potongan dari pemotongan.
i. Pegang pemotong pada tangan dominan, sekitar 1 cm diatas kulit, dan gunting rambut pada arah
tumbuhnya. Mencegah penarikan rambut dan abrasi kulit
j. Atur selimut sesuai kebutuhan. Mencegah pemajangan bagian tubuh yang tidak perlu
k. Dengan ringan, sikat rambut yang tercukur dengan handuk. Menghilangkan rambut yang
terkontaminasi dan meningkatkan kenyamanan klien memperbaiki penglihatan terhadap area
yang dipotong
l. Bila memotong area diatas permukaan tubuh (missal umbilicus atau lipat paha) bersihkan lipatan
dengan aplikator berujung kapas yang telah dicelupkan ke arah larutan antiseptik, kemudian
dikeringkan. Menghilangkan secret, kotoran, dan sisa potongan rambut, yang menjadi tempat
pertumbuhan mikroorganisme.
m. Berikan klien bahwa prosedur telah selesai. Menghilangkan ansietas klien
n. Bersihkan dan rapikan peralatan sesuai kebijakan institusi, buang sarung tangan. Pembuangan
peralatan yang kotor sesuai tempatnya mencegah penyebaran infeksi dan mengurangi resiko
cidera.
o. Inspeksi kondisi kulit setelah menyelesaikan pemotongan rambut. Menentukan bila terdapat sisa
rambut atau bila kulit terpotong
p. Dokumentasikan prosedur, area yang dipotong atau dicukur, dan kondisi kulit sebelum dan
sesudah tindakan.
q. Hal yang perlu diperhatikan
Lakukan kewaspadaan ekstra bila klien memiliki kecenderungan perdarahan sebelumnya seperti
pada leukemia, anemia aplikasi, atau hemofilia atau telah menerima terapi anti koagulan. Bila
klien memiliki kecenderungan perdarahan atau pada terapi antikoagulan, pencukuran kering
mungkin dianjurkan.
r. Penyuluhan klien
 Jelaskan tujuan pencukuran, dan pentingnya untuk keselamatan klien.
 Klien harus memahami bahwa pencukuran permukaan kulit lebih luas dari pada area pembedahan
yang sesungguhnya.
5) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat
merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada
pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah
operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan
personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
6) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.

JENIS-JENIS PEMBEDAHAN

1. Jenis-jenis pembedahan berdasarkan lokasi


Berdasarkan lokasinya, pembedahan dapat dibagi menjadi bedah toraks kardiovaskuler, bedah
neurologi, bedah ortopedi, bedah urologi, bedah kepala leher, bedah digestif, dan lain-lain.

2. Jenis-jenis Pembedahan Berdasarkan Tujuan


Berdasarkan tujuannya, pembedahan dapat dibagi menjadi :

 Pembedahan diagnosis, ditujukan untuk menentukan sebab terjadinya gejala


penyakit seperti biopsi, eksplorasi, dan laparotomi.
 Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit, misalnya
pembedahan apendektomi.
 Pembedahan restoratif,dilakukan untuk memperbaiki deformitas,menyambung
daerah yang terpisah.
 Pembedahan paliatif, dilakukan untuk mengurangi gejala tanpa menyembuhkan
penyakit.
 Pembedahan kosmetik, dilakukan untuk memperbaiki bentuk dalam tubuh seperti
rhinoplasti.

JENIS-JENIS ANESTESI
Anestesi dapat dibagi menjadi anestesi umum, anestesi regional, anestesi lokal,
hipoanestesia, dan akupuntur.
1) Anestesi umum
Anestesi umum dilakukan untuk memblok pusat kesadaran otak dengan menghilangkan
kesadaran, menimbulkan relaksasi, dan hilangnya rasa. Pada umumnya, metode pemberiannya
adalah dengan inhalasi dan intravena.
2) Anestesi regional
Anestesi regional merupakan anestesi yang dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan
sadar untuk meniadakan proses konduktivitas pada ujung atau serabut saraf sensoris di bagian
tubuh tertentu, sehingga dapat menyebabkan adanya hilang rasa pada daerah tubuh tersebut.
Metode umum yang digunakan adalah melakukan blok saraf, memblok regional intravena
dengan torniquet, blok daerah spinal, dan melalui epidural.
3) Anestesi lokal
Anestesi lokal merupakan anestesia yang dilakukan untuk memblok transmisi impuls saraf pada
daerah yang akan dilakukan anestesia dan pasien dalam keadaan sadar. Metode yang digunakan
adalah infiltrasi atau topikal.
4) Hipoanestesia
Hipoanestesia merupakan anestesia yang dilakukan untuk membuat status kesabaran menjadi
pasif secara artifisial sehingga terjadi peningkatan ketaatan pada saran atau perintah serta untuk
mengurangi kesadaran sehingga perhatian menjadi terbatas. Metode yang digunakan adalah
hipnotis.
5) Akupuntur
Akupuntur merupakan anestesia yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri dengan
merangsang keluarnya endorfin tanpa menghilangkan kesadaran. Metode yang banyak
digunakan adalah jarum atau penggunaan elektrode pada permukaan kulit.

2.1.1 PERAWATAN PREOPERASI


Beberapa hal yang perlu dikaji dalam tahap prabedah adalah pengetahuan tentang
persiapan pembedahan, pengalaman masa lalu, dan kesiapan psikologis. Hal-hal penting lainnya
seperti pengobatan yang mempengaruhi kerja obat anetesia, seperti antibiotika yang berpotensi
dalam istirahat otot; antikoagulan yang dapat meningkatkan perdarahan; antihipertensi yang
mempengaruhi anestesia dan dapat menyebabkan hipotensi; diuretika yang berpengaruh pada
ketidakseimbangan potassium; dan lain-lain. Selain itu, perlu juga diketahui adanya riwayat
alergi obat, status nutrisi ada atau tidaknya alat protesis seperti gigi palsu dan lain-lain.
Pemeriksaan lain dianjurkan sebelum pelaksanaan operasi adalah radiografi toraks,
kapasitas vital, fungsi paru-paru, analisis gas darah pada pemantauan sistem respirasi, dan
elektrokardiograf; pemeriksaan darah seperti leukosit, eritrosit, hematokrit, elektrolit, dan lain-
lain; pemeriksaan air kencing, albumin, Blood Urea Nitrogen (BUN), kreatinin untuk
menentukan gangguan sistem renal; dan pemeriksaan kadar gula darah atau lainnya untuk
mendetaksi gangguan metabolisme.
Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai
persiapan pasien dalam menghadapi kondsi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk
dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara
lain latihan nafas dalam, latiihan batuk efektif dan latihan gerak sendi.

a. Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif


1) Pengertian
Suatu tindakan pendidikan kesehatan yang diajarkan pada klien sebelum operasi
2) Tujuan
a) Mencegah terjadinya komplikasi paru-paru akibat pembedahan
b) Membantu paru-paru berkembang dan mencegah terjadinya akumulasi sekresi yang terjadi
setelah anestesi
3) Prosedur
a. Tidur dengan posisi semi fowler atau fowler penuh dengan lutut fleksi, abdomen relaks dan dada
ekspansi penuh.
b. Letakkan tangan diatas perut
c. Bernafas pelan melalui hidung dengan membiarkan dada ekspansi dan rasakan perut mengempis
dengan tangan yang ada diatasnya
d. Tahan nafas selama 3 detik
e. Keluarkan nafas melalui bibir yang terbuka sedikit secara pelan-pelan (abdomen/perut kontraksi
dengan inspirasi)
f. Tarik dan keluarkan nafas 3x, kemudian setelah inspirasi diikuti dengan batuk yang kuat /keras
untuk mengeluarkan sekret
g. Istirahat
h. Ulangi tahap c sampai g
b.Latihan Kaki
1) Pengertian
Suatu tindakan latihan persiapan fisik yang diajarkan ke pasien pada saat periode sebelum
operasi (pre operasi).
2) Tujuan
a. Memperlancar peredaran darah
b. Mencegah vena statis
c. Mempertahankan tonus otot
3) Prosedur
Ajarkan pada pasien tiga bentuk latihan yang berisi tentang kontraksi dan relaksasi otot
quadriceps (vastus intermedius, vastus lateralis, rectus femoris dan vastus medialis) dan otot
gastroknemius.
a. Lakukan dorsifikasi dan flantar fleksi pada kaki. Latihan kadang-kadang diberiakan seperti
dalam keadaan memompa. Gerakan ini akan membuat kontrksi dan relaksasi pada otot betis.
Latihan kaki menolong mencegah terjadinya thrombophlebitis dan vena statis.
b. Fleksi dan ekstensi pada lutut dan penekanan kembali lutut kedalam bed.
Instruksikan pasien untuk memulai latihan segera setelah operasi sesuai dengan kemampuannya.
c. Naikkan dan turunkan kaki dari permukaan bed. Ekstensikan lutut untuk menggerakan kaki.
Latihan ini menimbulkan kontraksi dan relaksasi otot quadriceps. Awasi pasien dalam
melakukan latihan kurang lebih satu jam setiap bangun tidur, dengan catatan frekuensi latihan
tergantung kondisi pasien. Jelaskan pada pasien bahwa dengan kontraksi otot akan memperlancar
peredaran darah.
c. Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien
dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses
penyembuhan pasien
Keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah
operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek
atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika
pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus
(peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah
menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi
dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis
vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi
tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka
pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami
pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan mempengaruhi proses
penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan.
Demikian juga faktor usispenuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko
pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum
dilakukan pembedahan operasi.
1) Faktor resiko terhadap pembedahan
a)Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayianak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih
besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan
pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
b) Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitaskegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan
dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi
maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses
penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C,
vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali
sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan
mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit
dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan
karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu,
distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih
sering pada pasien obes.
c)Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal
menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga
pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan
maupun pasca pembedahan sangat tinggi.
d) Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak
terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah
terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga
akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang
berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat
terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan
kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
e)Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi
arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
f) Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah
sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada
kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan
operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan
pemasangan NGT.
2) Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan.
Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa
menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang
dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti
ECG, dan lain - lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada
pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga
dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan
untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien
layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam
pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil
pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien
sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung
pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
a) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah
fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic
Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop),
EKGECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
b) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit,
LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium,
natrium, dan chlorida), CT BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada
sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk
memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganasjinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang
normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan
diambil darahnya jam 8 pagi)? dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
e) Dan lain-lain
Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan
karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran
darah dan sistem saraf.
3) Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang
sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu
Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis,
operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani
tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan
merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan
operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat
pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera
setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi
nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik
dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum,
maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani
surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien
terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut
akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan,
pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail,
maka pihak pasienkeluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh
pasienkeluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran
keluarga.
Rencana Tindakan :

1. Pemberian pendidikan kesehatan prabedah


Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencakup penjelasan mengenai berbagai informasi
dalam tindakan pembedahan. Informasi tersebut di antaranya tentang jenis pemeriksaan yang
dilakukan sebelum bedah, alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah, ruang
pemulihan, dan kemungkinan pengobatan setelah bedah.

2. Persiapan diet
Pasien yang akan dibedah memerlukan persiapan khusus dalam hal pengaturan diet. Sehari
sebelum bedah, pasien boleh menerima makanan biasa. Namun, 8 jam sebelum bedah tersebut
dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan. Sedangkan, cairan tidak diperbolehkan 4 jam
sebelum operasi, sebab makanan dan cairan dalam lambung dapat menyebabkan terjadinya
aspirasi.

3. Persiapan kulit
Persiapan ini dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan dibedah dari
mikroorganisme dengan cara menyiram kulit dengan sabun heksaklorofin (hexachlorophene)
atau sejenisnya yang sesuai dengan jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut, maka
harus dicukur.

4. Latihan bernapas dan latihan batuk


Latihan ini dilakuakan untuk meningkatkan kemampuan pengembangan paru-paru. Sedangkan
batuk dapat menjadi kontraindikasi pada bedah intrakranial, mata, telinga, hidung dan
tenggorokan karena dapat meningkatkan tekanan, merusak jaringan, dan melepaskan jahitan.
Pernapasan yang dianjurkan adalah pernapasan diafragma, dengan cara seperti berikut :
a. Atur posisi tidur semifowler, lutut dilipat untuk mengembangkan toraks
b. Tempatkan tangan di atas perut
c. Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung, biarkan dada mengembang
d. Tahan napas selama 3 detik
e. Keluarkan napas dengan mulut yang dimoncongkan
f. Tarik napas dan keluarkan kembali, lakukan hal yang sama hingga tiga kali setelah napas
terakhir, batukkan untuk mengeluarkan lendir
g. Istirahat

5. Latihan kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak tromboflebitis. Latihan kaki yang
dianjurkan antara lain latihan memompa otot, latihan quadrisep dan latihan mengencangkan
glutea. Latihan memompakan otot dapat dilakukan dengan mengontraksikan otot betis dan paha,
kemudian istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga sepuluh kali. Latihan quadrisep dapat
dilakukan dengan membengkokkan lutut kaki rata pada tempat tidur, kemudian meluruskan kaki
pada tempat tidur, mengangkat tumit, melipat lutut rata pada tempat tidur, dan ulangi hingga
lima kali. Latihan mengencangkan glutea dapat dilakukan dengan menekan otot pantat,
kemudian coba gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu istirahat, dan ulangi hingga lima kali.

6. Latihan mobilitas
Latihan mobilitas dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mencegah dekubitus,
merangsang peristaltik, serta mengurangi adanya nyeri. Melalui latihan mobilitas, pasien harus
mampu menggunakan alat di tempat tidur, seperti menggunakan penghalang agar bisa memutar
badan, melatih duduk di sisi tempat tidur, atau dengan menggeser pasien ke sisi tempat tidur.
Melatih duduk diawali dengan tidur fowler, kemudian duduk tegak dengan kaki menggantung di
sisi tempat tidur.

7. Pencegahan cedera
Untuk mengatasi resiko terjadinya cedera, tindakan yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan
bedah adalah :
a. Cek identitas pasien
b. Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu, misalnya cincin, gelang, dan lain-lain
c. Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi
d. Lepaskan kontak lensa
e. Lepaskan protesis
f. Alat bantu pendengaran dapat digunakan jika pasien tidak dapat mendengar
g. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih
h. Gunakan kaos kaki antiemboli bila pasien beresiko terjadi tromboflebitis.

2.1.2 PERAWATAN INTRAOPERASI


Salah satu hal yang perlu dikaji dalam intrabedah adalah pengaturan posisi pasien.
Berbagai masalah yang terjadi selama pembedahan mencakup aspek pemantauan fisiologis
perubahan tanda vital, sistem kardiovaskular, keseimbangan cairan, dan pernapasan. Selain itu,
lakukan pengkajian terhadap tim, dan instrumen pembedahan, serta anestesia yang diberikan.
1) Perawatan intraoperatif
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh
perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang
menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah
fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul
permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra
operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi,
namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada
akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum
anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli
anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan
pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan
scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being)
pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan
pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di
ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini
sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian
praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA
diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi,
penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai
pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter
bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di
unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan,
permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan
dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
Rencana Tindakan :

1. Penggunaan baju seragam bedah


Penggunaan baju seragam bedah didesain secara khusus dengan harapan dapat mencegah
kontaminasi dari luar. Hal itu dilakukan dengan berprinsip bahwa semua baju dari luar harus
diganti dengan baju bedah yang steril; atau baju harus dimasukkan kedalam celana atau harus
menutupi pinggang untuk mengurangi menyebarnya bakteri; serta gunakan tutup kepala, masker,
sarung tangan, dan celemek steril.

2. Mencuci tangan sebelum pembedahan


3. Menerima pasien di daerah bedah
Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan pemeriksaan ulang di ruang
penerimaan untuk mengecek kembali nama, bedah apa yang akan dilakukan, nomor status
registrasi pasien, berbagai hasil laboratorium dan X-ray, persiapan darah setelah dilakukan
pemeriksaan silang dan golongan darah, alat protesis dan lain-lain.

4. Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah


Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup, trendelenburg, litotomi,
lateral, atau disesuaikan dengan jenis operasi yang akan dilakukan.

5. Pembersihan dan persiapan kulit


Pelaksanaan tindakan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan dibedah bebas dari kotoran
dan lemak kulit, serta untuk mengurangi adanya mikroba. Bahan yang digunakan dalam
pembersihan kulit ini harus memiliki spektrum khasiat; memiliki kecepatan khasiat; memiliki
potensi yang baik dan tidak menurun bila terdapat kadar alkohol, sabun detergen, atau bahan
organik lainnya.

6. Penutupan daerah steril


Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan duk steril agar tetap sterilnya daerah
seputar bedah dan mencegah berpindahnya mikroorganisme antara daerah steril dan tidak.

7. Pelaksanaan anestesia
Anestesia dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain anestesia umum, inhalasi atau
intravena, anestesia regional, dan anestesia lokal.

8. Pelaksanaan pembedahan
Setelah dilakukan anestesia, tim bedah akan melaksanakan pembedahan sesuai dengan ketentuan
pembedahan.

2.1.3 PERAWATAN POSTOPERASI


Setelah tindakan pembedahan (pascabedah), beberapa hal yang perlu dikaji di antaranya
adalah status kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan tanda vital yang lain,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskular, lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat
yang digunakan dalam pembedahan.
Asuhan pascaoperasi harus dilakukan diruang pemulihan tempat adanya akses yang cepat ke
oksigen, pengisap, peralatan resusitasi, monitor, bel panggil emergensi, dan staf terampil dalam
jumlah dan jenis yang memadai. Asuhan pasca operasi meliputi : meningkatkan proses
penyembuhan luka serta mengurangi rasa nyeri, pengkajian suhu tubuh, pengkajian frekuensi
jantung, mempertahankan respirasi yang sempurna, mempertahankan sirkulasi, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara memonitor input serta outputnya, empertahankan
eliminasi, dengan cara mempertahankan asupan dan output serta mencegah terjadinya retensi
urine, pengkajian tingkat kesadaran, pemberian posisi yang tepat pada ibu, mempertahanka
aktivitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum ambulatori, mengurangi kecemasan
dengan cara melakukan komunikasi secara terapeutik.
Rencana Tindakan :
1. Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan
dengan cara merawat luka, serta memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin
C. Protein dan vitamin C dapat membantu pembentukan kolagen dan mempertahankan
integritas dinding kapiler.
2. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan napas, tarik napas yang dalam
dengan mulit terbuka, lalu tahan napas selama 3 detik dan hembuskan. Atau, dapat pula
dilakukan dengan menarik napas melalui hidung dan menggunakan diafragma, kemudian
napas dikeluarkan perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3. Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang beresiko tromboflebitis atau
pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus meninggikan kaki pada tempat
duduk guna memperlancar vena balik.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan memberikan cairan sesuai
kebutuhan pasien; monitor input dan output; sert mempertahankan nutrisi yang cukup.
5. Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan dan output; serta mencegah
terjadinya retensi urine.
6. Mempertahankan aktivitas dengan latihan yang memperkuat otot sebelum ambulatori.
7. Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi secara terapuitik.
MENGHILANGKAN KETIDAKNYAMANAN PASCA OPERATIF
1 Meredakan nyeri : teknik relaksasi, teknik distraksi, anagetik oral / IV / IM, therapi kognitif

2 Menghilangkan kegelisahan : merupakan gejala defisit oksigen dan hemorrhagi, bisa juga
diakibatkan oleh posisi selama fase intra operatif, cara penanganan jaringan oleh ahli bedah, dan
reaksi tubuh terhaap pemulihan anesthesia. Dapat dihilangkan dengan analgesik pasca operatif
yang diresepkan dan perubahan posisi secara rutin.

3 Menghilangkan mual dan muntah : pengaruh anesthesia untuk mengeluarkan mukus dan saliva
dalam lambung yang tertelan selama periode anesthesia. Bila berlebihan dapat dihilangkan
dengan agens anesthestik dan antiemetik. Posisi pasien selama mual-muntah adalah dengan
dibalikkan miring ke salah satu sisi untuk meningkatkan drainage mulut, mencegah aspirasi
muntahan, dan suction jika diperlukan. Jika muntah tidak kunjung berhenti, maka perlu
dilakukan pemasangan NGT.
4 Menghilangkan distensi abdomen : diakibatkan oleh akumulasi gas dalam saluran intestinal.
Penanganannya dengan memasang selang kateter rektak, selang NGT, meminta pasien untuk
sering berbalik, melakukan latihan dan mobilisasi dini jika keadaan pasien memungkinkan.

5 Menghilangkan cegukan : diakibatkan oleh spasme internitten diafragma dan dimanifestasikan


dengan adanya bunyi “hik”(bunyi koarse), akibat dari vibrasi pita suara yang tertutup ketika
udara secara mendadak masuk ke dalam paru-paru. Terbukti bahwa sebenarnya tidak ada
tindakan yang paling efektif untuk mengatasi cegukan. Remedi paling tua dan sederhana adalah
dengan menahan nafas, terutama pada saat minum. Selain itu penggunaan medikasi fenotiasin,
dengan menekankan jari tangan pada kelopak mata yang tertutup selama beberapa menit dan
dengan merangsang muntah dapat berhasil pada beberapa kasus.

6 Mempertahankan suhu tubuh normal : ruangan dipertahankan pada suhu yang nyaman dan
penggunaan selimut untuk mencegah kedinginan.

7 Menghindari cedera : restrain boleh digunakan hanya bila keadaan pasien benar-benar mendesak
untuk menggunakannya. Meski begitu, penggunaan restrain harus diawasi jangan sampai
mencederai pasien, mengganggu terapi IV, selang dan peralatan pemantau. Apabila kegelisahan
disebabkan oleh nyeri, maka dianjurkan penggunaan analgesik dan sedatif.

8 Mempertahankan status nutrisi yang normal : makin cepat pasien dapat mentoleransi diet yang
biasa, makin cepat fungsi GI tract yang normal akan pulih kembali. Ambulasi dini dan latihan di
tempat tidur dapat membantu memperlancar kembalinya fungsi GI tract. Cairan merupakan
substansi pertama yang dapat ditoleransi oleh pasien. Jus buah dan teh dapat diberikan sebagai
asupan selanjtnya jika tidak terjadi mual dan muntah (bukan es atau cairan hangat). Setelah itu
makanan secara bertahap diberikan mulai dari yang paling lunak sampai pada makanan padat
biasa sesuai dengan toleransi pasien.

9 Meningkatkan fungsi urinarius yang normal : membiarkan air mengalir di kran dan kompres
hangat pada perineum merupakan upaya yang dianjurkan untuk merangsang eliminasi pasien.
Masukan dan haluaran harus terus dicatat.

10 Meningkatkan eliminasi usus : auskultasi abdomen dengan stetoskop digunakan untuk


mendeteksi adanya bising usus, sehingga jika bising usus telah terdengan, diet pasien secara
bertahap dapat ditingkatkan.

11 Memulihkan mobilitas : pasien dengan mobilitas terbatas harus dibalik dari posisi satu ke posisi
lainnya setiap 2 jam.
12 Ambulasi dini : ditentukan oleh kestabilan sistem CV dan neuromuskuler pasien, tingkat
aktivitas fisik pasien yang lazim, dan sifat pembedahan yang dilakukan. Ambulasi dini dapat
menurunkan insiden komplikasi pasca operasi. Ambulasi dini tidak diperkenankan melebii
toleransi pasien. Kondisi pasien menjadi faktor penentu dan kemajuan langkah diikuti dengan
memobilisasi pasien : pasien diminta untuk bergerak secara bertahap dari posisi berbaring ke
posisi duduk dampai semua tanda pusing telah hilang (dengan menaikkan bagian kepala temapt
tidur), pasien dapat dibaringkan dengan posisi benar-benar tegak dan dibalikkan sehingga kedua
tungkai menjuntai di atas tepi tempat tidur dan setelah persiapan ini, pasien dapat dibantu untuk
berdiri di sisi tempat tidur.

13 Pengaturan posisi : posisi telentang tanpa menaikkan kepala, berbaring miring ke salah satu sisi
dengan lengan atas ke depan, posisi fowler posisi paling umum tetapi juga merupakan posisi
yang paling sulit untuk dipertahankan.

14 Latihan di tempat tidur :

a. Latihan nafas dalam untuk menyempurnakan ekspansi paru


b. Latihan lengan melalui rentang gerak penuh, dengan perhatian khusus pada abduksi dan
rotasi eksternal bahu
c. Latihan tangan dan jari
d. Latihan kaki untuk mencegah foot drop dan deformitas dan untuk membantu dalam
mempertahankan sirkulasi yang baik
e. Latihan fleksi dan mengangkat tungkai untuk menyiapkan pasien untuk membantu
aktivitas ambulasi
f. Latihan kontraksi abdomen dan gluteal.

15 Mengurangi ansietas dan mencapai kesejahteraan psikososial

a. Dukungan psikologis selama fase post operatif


b. Kunjungan keluarga dekat selama beberapa saat
c. Eksplorasi kekhawatiran pasien tentang hasil pembedahan dan pikiran tentang masa
depannya
d. Jawab pertanyaan-pertanyaan pasien dengan meyakinkan tanpa masuk ke dalam suatu
pembahasan yang mendetail
e. Berada di dekat pasien untuk mendengarkan, mempertegas penjelasan dokter, dan
memperbaiki miskonsepsi yang ada
f. Instruksikan teknik relaksasi dan aktivitas pengalihan

16 Bila memungkinkan, cuci muka dan tangan klien untuk menyejukkan perasaan klien yang baru
dioperasi. Basahi bibirnya bila belum diperbolehkan untuk minum.
2.1.4 LUKA
PENGERTIAN LUKA
Kulit merupakan bagian tubuh paling luar yang berguna dalam melindungi diri dari
trauma luar serta masuknya benda asing. Taruma dapat menyebabkan luka pada kulit, yaitu suatu
keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi
tubuh sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

JENIS LUKA
Berdasarkan sifat kejadiannya, luka dibagi menjadi dua jenis yaitu luka disengaja dan
luka tidak disengaja. Luka disengaja misalnya luka terkena radiasi atau bedah, sedangkan luka
tidak disengaja misalnya adalah luka trauma. Luka tidak disengaja juga dibagi menjadi luka
tertutup dan luka terbuka. Luka disebut tertutup jika tidak terjadi robekan, sedangkan luka
terbuka jika terjadi robekan dan kelihatan. Luka terbuka seperti luka abrasi (yakni luka akibat
gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan), dan luka hautration (luka akibat alat-alat yang
digunakan dalam perawatan luka). Di bidang kebidanan, luka yang sering terjadi adalah luka
episiotomi, luka bedah seksio caesare, atau luka saat proses persalinan.
Berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi dua, yaitu luka mekanik dan luka
nonmekanik.
Luka mekanik terdiri atas :

1. vulnus scissum, luka sayat akibat benda tajam. Pinggir lukanya terlihat rapi.
2. vulnus contusum, luka memar karena cedera pada jaringan bawah kulit akibat benturan
benda tumpul.
3. vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya yang
menyebabkan robeknya jaringan rusak dalam.
4. vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar (di bagian mulut lukanya), tetapi
besar di bagian dalam luka.
5. vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan peluru.
6. vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian luka.
7. vulnus abrasio, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai ke pembuluh
darah.
Sedangkan luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau serangan
listrik.

PROSES PENYEMBUHAN LUKA


Proses penyembuhan luka melalui empat tahap, yaitu :

1. Tahap respon inflamasi akut terhadap cedera. Tahap ini dimulai saat terjadinya luka. Pada
tahap ini, terjadi proses hemostasis yang ditandai dengan pelepasan histamin dan
mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel
darah putih ke daerah yang rusak.
2. Tahap destruktif. Pada tahap ini, terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit
polimorfonuklear dan makrofag.
3. Tahap poliferatif. Pada tahap ini, pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan
menginfiltrasi luka.
4. Tahap maturasi. Pada tahap ini, terjadi reepitelisasi, kontraksi luka, dan organisasi
jaringan ikat.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA


Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :

1. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah


yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel
membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami
kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan lama.
3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan
usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan
sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
4. Penyakit lain, mempengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit, seperti
diabetes melitus dan ginjal, dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena
kandungan zat gizi yang terdapat di dalamnya. Sebagai contih, vitamin A diperlukan
untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen; vitamin B
kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme protein,
karbohidrat dan lemak; vitamin C dapat berfungsi sebagai fibroblas, dan mencegah
adanya infeksi, serta membentuk kapiler-kapiler darah; dan vitamin K yang membantu
sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah.
6. Kegemukan, obat-obatan, merokok dan stres, mempengaruhi proses penyembuhan luka.
Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-obatan, merokok atau stres akan
mengalami proses penyembuhan luka yang lebih lama.

MASALAH YANG TERJADI PADA LUKA BEDAH

1. Perdarahan, masalah ditandai dengan adanya perdarahan yang disertai perubahan tanda
vital seperti adanya peningkatan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan
darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang dingin dan lembap.
2. Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau panas, rasa
nyeri dan timbul bengkak, jaringan disekitar luka mengeras, serta adanya kenaikan
leukosit.
3. Dehiscene, merupakan pecahnya luka secara sebagian atau seluruhnya yang dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi, terjadinya
trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (demam), takikardia,
dan rasa nyeri pada daerah luka.

CARA MENJAHIT LUKA


Menjahit luka merupakan cara yang dilakukan untuk menutup luka melalui jahitan.
Tindakan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya perdarahan, mencegah infeksi silang, dan
mempercepat proses penyembuhan.
Penjahitan luka

Jahitan digunakan untuk hemostasis atau untuk menghubungkan struktur anatomi yang terpotong
(Sabiston,1995). Menurut Sodera dan Saleh (1991), jahitan merupakan hasil penggunaan bahan
berupa benang untuk mengikat atau ligasi pembuluh darah dan menghubungkan antara dua tepi
luka. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penjahitan merupakan tindakan
menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk mencegah pendarahan dengan
menggunakan benang.

Prinsip Umum Penjahitan luka


Menurut Brown (1995), prinsip–prinsip umum yang harus dilaksanakan dalam penjahitan luka
laserasi adalah sebagai berikut :

1. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu sama lain
dengan hati-hati.
2. Tegangan dari tepi–tepi kulit harus seminimal mungkin atau kalau mungkin tidak ada
sama sekali. Ini dapat dicapai dengan memotong atau merapikan kulit secara hati–hati
sebelum dijahit.
3. Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengn memakai traksi ringan pada
tepi–tepi kulit dan lebih rentan lagi pada lapisan dermal daripada kulit yang dijahit.
4. Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang dapat diserap atau
dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu mmenjahit kulit.
5. Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih disukai daripada
jahitan yang lebih besar dan berjauhan.
6. Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan. Oleh karena itu jahitan
pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48 jam–5 hari), sedangkan jahitan pada
dinding abdomen dan kaki harus dibiarkan selama 10 hari atau lebih.
7. Semua luka harus ditutup sebersih mungkin.
8. Pemakaian forsep dan trauma jaringan diusahakan seminimal mungkin.

Menurut Sodera dan Saleh (1991), penjahitan merupakan suatu cara menjahit untuk
mendekatkan atau menghubungkan dua tepi luka. Dapat dibedakan menjadi :

1. Jahitan Primer (primary Suture Line) adalah jahitan yang digunakan untuk
mempertahankan kedudukan tepi luka yang saling dihubungkan selama proses
penyembuhan sehingga dapat sembuh secara primer.
2. Jahitan Kontinyu yaitu jahitan dengan sejumlah penjahitan dari seluruh luka dengan
menggunakan satu benang yang sama dan disimpulkan pada akhir jahitan serta dipotong
setelah dibuat simpul. Digunakan untuk menjahit peritonium kulit, subcutis dan organ.
3. Jahitan Simpul/Kerat/Knot, yaitu merupakan tehnik ikatan yang mengakhiri suatu jahitan.
Digunakan untuk memperkuat dan mempertahankan jahitan luka sehingga jahitan tidak
terlepas atau mengendor. Yang dimaksud dengan jerat adalah pengikatan satu kali,
sedang simpul adalah pengikatan dengan dua jerat atau lebih.

Jenis–jenis benang yang digunakan dalam penjahitan

1. Seide (Silk/Sutra): Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi
dengan perekat, tidak diserap oleh tubuh. Pada penggunaan disebelah luar, maka benang
harus dibuka kembali. Berguna untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri besar.
Ukuran yang sering digunakan adalah nomor 2 nol 3 nol, 1 nol dan nomor 1.
2. Plain Catgut: Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan berlangsung dalam waktu 7–10
hari dan warnanya putih kekuningan. Berguna untuk mengikat sumber pendarahan kecil,
menjahit subcutis dan dapat pula digunakan untuk bergerak dan luas lukanya kecil.
Benang ini harus dilakukan penyimpulan 3 kali karena dalam tubuh akan mengembang.
Bila penyimpulan dilakukan hanya 2 kali akan terbuka kembali.
3. Chromic Catgut: Bersifat dapat diserap oleh tubuh, penyerapannya lebih lama yaitu
sampai 20 hari. Chromic Catgut biasanya menyebabkan reaksi inflamasi yang lebih besar
dibandingkan dengan plain catgut. Berguna untuk penjahitan luka yang dianggap belum
merapat dalam waktu 10 hari dan bila mobilitas harus segera dilakukan.

Komplikasi menjahit luka

1. Overlapping: Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka
menjadi tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat dan apabila
sembuh maka hasilnya akan buruk.
2. Nekrosis: Jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi sehingga
menyebabkan kematian jaringan.
3. Infeksi: Infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka yang telah
terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.
4. Perdarahan: Terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.
5. Hematoma: Terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan tidak
dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung dan menyebabkan
bengkak.
6. Dead space (ruang/rongga mati): Yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi karena
penjahitan yang tidak lapis demi lapis.
7. Sinus: Bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya ada jahitan
multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak sebagai benda asing.
8. Dehisensi: Adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena jahitan
yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk.
9. Abses: Infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah.
Persiapan Alat dan Bahan :

1. Pinset anatomi
2. Pinset cirurghi
3. Gunting steril
4. Naald voerder
5. Jarum
6. Benang
7. Larutan BetadineTM
8. Alkohol 70%
9. Obat anestesia
10. Spuit
11. Duk steril
12. Pisau steril
13. Gunting erban
14. Plester/pembalut
15. Bengkok
16. Kasa steril
17. Mangkok kecil
18. Handskon steril
Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
3. Gunakan sarung tangan steril
4. Lakukan desinfeksi pada daerah yang akan dijahit (dengan BetadineTM dan alkohol 70%),
kemudian lakukan anestesia pada daerah yang akan dijahit.
5. Lakukan jahitan pada daerah yang dikehendaki dengan menggunakan teknik menjahit
yang telah disesuaikan dengan kondisi luka.
6. Berikan obat BetadineTM
7. Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
8. Lakukan pembalutan
9. Catat perubahan keadaan luka
10. Cuci tangan

2.2 PERAWATAN LUKA OPERASI


Merupakan tindakan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan. Hal tersebut
bertujuan untuk mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat proses
penyembuhan luka.
Persiapan Alat dan Bahan :

1. Pinset anatomi
2. Pinset cirurghi
3. Gunting steril
4. Kapas sublimat/savlon dalam tempatnya
5. Larutan H2O2
6. Larutan Boorwater
7. NaCl 0,9%
8. Gunting perban (gunting tidak steril)
9. Plester/pembalut
10. Bengkok
11. Kasa steril
12. Mangkok kecil
13. Handskon steril
Prosedur Kerja :

1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
3. Gunakan sarung tangan steril
4. Buka plester dan balutan dengan menggunakan pinset
5. Bersihkan luka dengan menggunakan sublimat/savlon,H2O2, Boorwater, atau NaCl 0,9%.
Penggunaanya disesuaikan dengan keadaan luka. Lakukan hingga bersih.
6. Berikan obat luka
7. Tutup luka dengan kasa steril
8. Balut luka
9. Catat perubahan keadaan luka
10. Cuci tangan
11.
PERAWATAN LUKA KRONIK
A. PENGERTIAN
Merawat luka untuk mempercepat proses penyembuhan luka

B. TUJUAN
1. meningkatkan penyembuhan luka
2. merangsang pertumbuhan jaringan
3. melindungi luka dari kontaminasi
4. mencegah terjadinya infeksi lanjutan

C. INDIKASI
Luka kronik ( Luka dekubitus, venous, arteri, diabetik )

D. PERSIAPAN ALAT

1 Alat-alat steril
a. Pinset anatomois 1 buah
b. Pinset cirugis 1 buah
c. Gunting bedah/jaringan 1 buah
d. Kassa steril dalam kom tertutp secukupnya
e. Sarung tangan steri 1 pasang
f. Infus set yang sudah dimodifikasi ( bila diperlukan)
g. Korentang/forcep

2 Alat-alat tidak steril


a. Perlak dan pengalas
b. Plester
c. Gunting perban
d. Sarung tangan tidak steril pasang
e. Masker
f. Air hangat
g. Sabun cair anti septik
h. Lampu sollux (bila diperlukan)
i. Nierbeken 2 buah
j. Normal saline / NaCl 9%
k. Obat/ zalf sesuai instruksi dokter
l. Madu
m. Bantalan kapas
n. Talk/ lation

E. PELAKSANAAN

1 Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan


2 Pasang sampiran
3 Perawat cuci tangan
4 Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
5 Baringkan pasien dengan nyaman dengan area dekubitus dan kulit sekitar mudah diskses
6 Letakkan perlak dan pengalasnya dibawah area luka
7 Letakkan neirbeken didekat pasien
8 Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka), letakkan balutan kotor ke
neirbeken lalu buang kekantong plastic, hindari kontaminasi dengan permukaan luar wadah
9 Kaji luka dekubitus dan kulit sekitar untuk menentukan derajat luka
- perhatikan warna, kelembapan dan penampilan kulit sekitar luka
- ukur diameter yang dapat diperkirakan
- ukur kedalaman luka
10 Cuci kulit sekitar luka dengan lembut dengan air hangat dan sabun, dengan kassa cuci secara
menyeluruh dan menggosok sekeliling luka secara bergantian selama 1 – 2 menit
11 Dengan perlahan keringkan kulit secara menyeluruh dengan kassa steril yang kering
12 Buka sarung tangan dan ganti dengan yang steril
13 Bersihkan luka dengan normal saline dengan cara bathing or shower, bila terdapat pocket dan
pus lakukan irigasi dengan menggunakan infus set steril yang sudah dimodifikasi.
14 Bagian luka yang basah dapat dikeringkan menggunakan kassa steril
15 Bila ada instruksi dari dokter dapat dilakukan nekrotomy/ debridement pada luka yang nekrosis.
(Debridement dat juga dilaksanakan dikiamar operasi)
16 bersihkan luka kembali dengan normal saline dengan cara bathing or shower
17 Keringkan luka dengan kassa steril
18 Bagian yang luka diberi obat yang telah ditentukan. Ratakan obat/ zalf dengan menggosok
telapak tangan kuat – kuat, oleskan zalf dengan tipis secara merata diatas luka dan daerah yang
nekrotik. Jangan mengoleskan pada kulit sekitar luka atau dengan mengunakan terapi kompres
madu
19 Tutup luka dengan kassa steril yang telah dibasahi dengan menggunakan normal saline dan
madu
20 Kemudian diberi lapisan lagi menggunakan kassa steril tebal dan diplester dengan baik. (Pada
luka venous/ arteri, lanjutkan balut luka dengan menggunakan elastis verban)
21 Bagian kulit yang baik/ belum terkena dekubitus atau terdapat luka dekubitus derajat I dapat
digosok dengan menggunakan lation dan dimassage dengan teknik back rub secara melingkar
lalu diberi talk tipis – tipis
22 Angkat perlak
23 Ubah posisi pasien, usahakan bagian yang luka tidak terjadi penekanan
24 Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk melakukan perubahan posisi minimal setiap 1 jam
sekali
25 Buka sarung tangan dan letakan kedalam neirbeken
26 Buka masker
27 Rapikan alat – alat
28 Buka sampiran
29 Perawat mencuci tangan
30 Catat hasil tindakan, respon pasien, laporkan bila adanya penyimpangan pada luka atau bila
terjadi infeksi
F. HAL – HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Jaringan yang nekrosis lakukan nekrotomy
2. Perhatikan prinsip sterilitas
3. Pada penderita yang alergi terhadap plester, gunakan gurita/ plester khusus
4. Dalam perawatan luka perhatikan sirkulasi udara dalam ruangan
5. lingkungan sekitar pasien harus bersih

2.2.1 MENGGANTI BALUTAN

A. Pengertian
Mengganti balutan yang kotor dengan balutan yang bersih
B. Tujuan

1 Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga kebersihan
luka
2 Melindungi luka dari kontaminasi
3 Dapat menolong hemostatis ( bila menggunakan elastis verband )
4 Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5 Menurunkan pergerakan dan trauma
6 Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan
C. Indikadi
Pada balutan yang sudah kotor

D. Kontra Indikasi

1 Pembalut dapat menimbulkan situasi gelap, hangat dan lembab sehingga mikroorganisme dapat
hidup
2 Pembalut dapat menyebabkan iritasi pada luka melalui gesekan – gesekan pembalut.
E. Persiapan Alat

1 Alat-alat steril
a. Pinset anatomis 1 buah
b. Pinset sirugis 1 buah
c. Gunting bedah/jaringan 1 buah
d. Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
e. Kassa desinfektan dalam kom tertutup
f. sarung tangan 1 pasang
g. korentang/forcep

2 Alat-alat tidak steril


a. Gunting verban 1 buah
b. Plester
c. Pengalas
d. Kom kecil 2 buah (bila dibutuhkan)
e. Nierbeken 2 buah
f. Kapas alcohol
g. Aceton/bensin
h. Sabun cair anti septik
i. NaCl 9 %
j. Cairan antiseptic (bila dibutuhkan)
k. Sarung tangan 1 pasang
l. Masker
m. Air hangat (bila dibutuhkan)
n. Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah

F. Pelaksanaan

1 Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan


2 Dekatkan alat-alat ke pasien
3 Pasang sampiran
4 Perawat cuci tangan
5 Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
6 Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
7 Letakkan pengalas dibawah area luka
8 Letakkan nierbeken didekat pasien
9 Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan menggunakan pinset
anatomi, buang balutan bekas kedalam nierbeken.
Jika menggunakan plester lepaskan plester dengan cara melepaskan ujungnya dan menahan kulit
dibawahnya, setelah itu tarik secara perlahan sejajar dengan kulit dan kearah balutan. ( Bila
masih terdapat sisa perekat dikulit, dapat dihilangkan dengan aceton/ bensin )
10 Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi angkat balutan dengan
berlahan
11 Letakkan balutan kotor ke neirbeken lalu buang kekantong plastic, hindari kontaminasi dengan
permukaan luar wadah
12 Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
13 Membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan pencuci luka dan obat luka dengan
memperhatikan tehnik aseptic
14 Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril
15 Membersihkan luka dengan sabun anti septic atau NaCl 9 %
16 Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka (disesuaikan dengan terapi)
17 Menutup luka dengan cara:
a. Balutan kering
1 lapisan pertama kassa kering steril untuk menutupi daerah insisi dan bagian sekeliling kulit
2 lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyerap
3 lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
b. Balutan basah – kering
1 lapisan pertama kassa steril yang telah diberi cairan steril atau anti mikkrobial untuk menutupi
area luka
2 lapisan kedua kasa steril yang lebab yang sifatnya menyerap
3 lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
c. Balutan basah – basah
1 lapisan pertama kassa steril yang telah dilembabkan dengan cairan fisiologik untuk menutupi
area luka
2 lapisa kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap
3 lapisan ketiga (lapisan paling luar) kassa steril yang sudah dilembabkan dengan cairan fisiologik
18 Plester dengan rapi
19 Buka sarung tangan dan masukan kedalam nierbeken
20 Lepaskan masker
21 Atur dan rapikan posisi pasien
22 Buka sampiran
23 Evaluasi keadaan umum pasien
24 Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering dan rapi
25 Perawat cuci tangan
26 Dokumentasikan tindakan dalam catatan keperawatan
G. HAL – HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
a. Membalut harus rata, jangan terlalu longgar dan jangan terlalu erat, hal ini untuk
mencegah terjadinya pembendungan. Contoh pada kaki dan tangan

b. Pembalut harus sesuai dengan tujuan, contoh : untuk menjaga agar luka jangan
terkontaminasi, untuk merapatnya luka, atau untuk menghentikan perdarahan

c. Menggunting plester jangan terlalu panjang/ terlalu pendek

d. Pembalut yang kotor/ basah segera diganti. Pada luka operasi tanpa drain sampai angkat
jahitan ( minimal 5 hari ), pembalut yang tepat berada di atas luka tidak boleh diganti.
Jadi bila pembalut kotor/ basah hanya bagian atasnya saja yang diganti, atau pembalut
diganti sesuai dengan instruksi dokter

e. Memperhatikan apakah ada perdarahan, atau kotoran – kotoran yang lain untuk
menetukan kapan drain dapat diangkat

f. Memperhatikan komplikasi luka operasi, contoh haematom, adanya pus, pengerasan,


perdarahan, kemerahan atau lecet – lecet pada kulit sekitarnya

2.2.2 CARA MENGANGKAT DAN MENGAMBIL JAHITAN


Mengangkat atau mengambil jahitan pada luka bedah dilakukan dengan memotong
simpul jahitan. Tujuannya untuk mencegah infeksi silang dan mempercepat proses penyembuhan
luka.

Persiapan Alat dan Bahan :

1. Pinset anatomi
2. Pinset cirurghi
3. Arteri klem
4. Gunting angkat jahitan steril
5. Lidi kapas (lidi yang diberi/dilapisi kapas pada ujungnya)
6. Kasa steril
7. Mangkok steril
8. Gunting pembalut
9. Plester
10. Alkohol 70%
11. Larutan H2O2, savlon/lisol atau larutan lainnya sesuai dengan kebutuhan
12. Obat luka
13. Gunting perban
14. Bengkok
15. Handskon steril
Prosedur Kerja :

1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
3. Gunakan sarung tangan steril
4. Buka plester dan balutan dengan pinset
5. Bersihkan luka dengan sublimat/savlon, H2O2, Boorwater, NaCl 0,9%, atau bahan
lainnya yang telah disesuaikan dengan keadaan luka. Lakukan hingga bersih
6. Angkat jahitan dengan menarik simpul jahitan sedikit ke atas, kemudian gunting benang
dan tarik dengan hati-hati. Lalu benang dibuang pada kasa yang disediakan
7. Tekan daerah sekitar luka hingga pus/nanah tidak ada
8. Berikan obat luka
9. Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
10. Lakukan pembalutan
11. Catat perubahan keadaan luka
12. Cuci tangan.
Alat kesehatan habis Pakai

No Nama Alat Gambar Kegunaan


1. Blood Lancet

Digunakan utk
mengambil darah utk
pemeriksaan di
lab.digunakan dgn
menusuk ujung jari
dengan alat tsb

2. Pinset Untuk mengeluarkan


kotoran/serpihan benda
asing yang ada dalam
luka, akan lebih mudah
menggunakan pinset
daripada mengunakan
jari kita.

3. Perban Elastis Dipakai untuk balutan


penekan pada keseleo
atau salah urat (luksasio
dan sprain) atau untuk
membalut anggota gerak
yang telah diamputasi.
4. Feeding Tube Digunakan untuk
memberikan gizi bagi
pasien yang tidak dapat
memperoleh gizi karena
tidak dapat menelan
makanan.
5. Handschon Digunakan untuk
melindungi tangan dari
kuman penakit saat
melakukan perawatan
pada pasien.

6. Jarum Hipodermik Digunakan untuk


memasukkan obat, atau
ketika zat yang
disuntikkan tidak bisa
ditelan, maupun karena
tidak akan diserap
(seperti insulin), atau
karena akan melukai
hati.
7. Infus Digunakan pada klien
yang memerlukan
masukan cairan melalui
intravena.

8. Kapas Pembersih Digunakan untuk


membersihkan luka
dalam yang sulit
dibersihkan.
9. Kassa Steril Digunakan untuk
menutup luka-luka kecil
yang sudah didisinfeksi
atau diobati (misalnya
sudah ditutupi
sofratulle), yaitu
sebelum luka dibalut
atau diplester.
10. Masker Digunakan sebagai
pembatas cipratan darah
atau cairan tubuh
terkontaminasi agar tidak
mengenai hidung atau
mulut.
11. Stomach Tube Digunakan untuk
mengumpulkan getah
lambung, untuk mencuci
atau membilas isi perut,
dan untuk pemberian
obat-obatan.
12. Suture Forceps Digunakan untuk
menjepit luka yg terbuka

13. Jarum Bedah Digunakan untuk


menjahit
luka,umumnya luka
operasi.
14. Balloon cateter Digunakan untuk
pengambilan
Urin sistem tertutup,
bebas dari

udara & polusi


sekitarnya.

15. Suction cateter Digunakan untuk


menyedot lendir dari
trachea bayi yg baru
lahir dan untuk
menyedot cairan
amniotic.
16. Benang Digunakan sebagai
nonabsorble pengikat kumpulan
ligamentum,mesovarium
dan pembuluh darah.

17. Urine bag Digunakan untuk


menampung air seni
pada pasien untuk kasus-
kasus tertentu.

18. Curettes Alat utk membersihkan


rahim dari placenta atau
ovum pada waktu
keguguran (aborsi).
19. Jarum Suntik Digunakan sebagai vena
Bersayap tambahan untuk
pengobatan jangka
waktu tertentu atau
terputus-putus

20. Plester Mata Ikan Digunakan untuk


mengobati penyakit mata
ikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prabedah (preoperasi),
bedah (intraoperasi), dan pascabedah (postoperasi). Prabedah merupakan masa sebelum
dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai
pasien di meja bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer ke
meja bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pascabedah merupakan masa
setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Luka, yaitu suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan
terganggunya fungsi tubuh sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Perawatan luka operasi merupakan tindakan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan.
Hal tersebut bertujuan untuk mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat
proses penyembuhan luka. Dalam perawatan luka operasi ini ada dua hal yang harus diketahui
yaitu cara mengganti balutan dan cara mengangkat jahitan. Tujuan dari mengganti balutan itu
yaitu, Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga
kebersihan luka, melindungi luka dari kontaminasi, dapat menolong hemostatis ( bila
menggunakan elastis verband ), membantu menutupnya tepi luka secara sempurna, menurunkan
pergerakan dan trauma, menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan. Sedangkan
Mengangkat atau mengambil jahitan pada luka bedah dilakukan dengan memotong simpul
jahitan. Tujuannya untuk mencegah infeksi silang dan mempercepat proses penyembuhan luka.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.podiatrytoday.com/article/1894
Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24, 2000:15,5:
Proquest Nursing & Allied Health Search
Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003; 34,5: Proquest
Nursing & Allied Health Search
Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice Nursing; Jun 23,
2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry
Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of Community Nursing; Sep 2007;
21,9; Proquest Nursing & Allied Health Search
Uliyah,M. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan

Anda mungkin juga menyukai