Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu dan teknologi semakin hari semakin maju dan
menantang manusia untuk bersaing. Keberanian ini seringkali memotivasi
manusia untuk maju, akan tetapi tidak jarang hal tersebut membuat manusia
merasa stress. Stress karena kesibukan ini terkadang membuat manusia tidak
memperhatikan keadaan dan keselamatan dirinya. Oleh karena itu tidak jarang
manusia mengalami kecelakaan terutama kecelakaan lalu lintas.

Dimana sampai saat ini korban kecelakaan lalu lintas merupakan angka
kejadian tertinggi di Indonesia, khususnya di Jakarta. Kecerobohan dalam
memperlengkapi alat pengaman dan tidak memperhatikan rambu-rambu lalu
lintas merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan. Dari kecelakaan
ini menimbulkan trauma, baik secara Fisik dan Psikologis. Fraktur atau patah
tulang adalah salah satu bentuk trauma fisik yang perlu ditangani dengan cepat
agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah. Masalah ini dapat terjadi
pada semua kelompok usia.

Disinilah peran perawat sebagai tenaga kesehatan ialah memberikan


penyuluhan tentang bagaimana mencegah terjadinya kecelakaan dengan
senantiasa berhati-hati dalam melakukan aktifitas sehari-hari, serta memberikan
asuhan keperawatan secara tepat kepada penderita fraktur dan memberi
penyuluhan tentang pentingnya asupan karbohidrat, protein dan kalsium yang
cukup untuk proses penyembuhan dan pembentukan tulang baru.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dari penulisan Laporan Pendahuluan ini adalah mahasiswa
mampu melakukan asuhan keperawatan bagi pasien dengan Fraktur.
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengertian dari Fraktur.


b. Untuk mengetahui etiologi dari Fraktur.Penyakit Fraktur.
c. Untuk mengetahui patofisiologi atau proses terjadinya Fraktur.
d. Untuk mengetahui manifestasi klinik atau tanda dan gejala dari Fraktur.
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Fraktur.
f. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi akibat Fraktur.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan pengobatan atau terapi untuk
Fraktur.
h. Untuk mengetahui pengkajian fokus dari Fraktur.
i. Untuk menegakkan diagnosa keperawatan dari Fraktur.
j. Untuk mengetahui fokus intervensi dari Fraktur.
BAB II

KONSEP DASAR

A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2007). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2010). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsinya. Fraktur
dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah , jaringan
di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringang lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya
yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner at all, 2002).

B. Etiologi
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
Sedangkan Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru
saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam
angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur
bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya
pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut

D. Klasifikasi
1. Klasifikasi klinis (Nanda NIC NOC 2013)
a. Fraktur tertutup
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
karena adamya perlukaan kulit. Fraktur terbuka ada 3 derajat :
1) Derajat I
Luka <1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka
remuk
2) Derajat II
Luka >1 cm, kerusakan jaringan lunak, fraktur kominutif sedang,
kontaminasi sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
c. Fraktur dengan komplikasi, missal malunion, delayed, union,
nonunion, infeksi tulang.
2. Berdasarkan jumlah garis (Nanda NIC NOC 2013)
a. Simple fraktur : terdapat satu garis fraktur
b. Multiple fraktur : lebih dari satu garis fraktur
c. Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur dan patah menjadi
fragmen kecil
3. Berdasrkan luas garis fraktur (Nanda NIC NOC 2013)
a. Fraktur inkomplit : tulang tidak terpotong secara total
b. Fraktur komplit : tulang terpotong secara total
c. Hair line fraktur : garis fraktur tidak tampak
4. Berdasarkan bentuk fragmen (Nanda NIC NOC 2013)
a. Green stick : retak pada sebelah sisi tulang
b. Frakur transversal : fraktur fragmen melintang
c. Fraktur obligue : fraktur fragmen miring
d. Fraktur spiral : fraktur fragmen melingkar
E. Patofisiologi
Fraktur biasanya disebabkan karena cedera/trauma/ruda paksa dimana
penyebab utamanya adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti
kecelakaan mobil, olah raga, jatuh/latihan berat. Selain itu fraktur juga bisa
akibat t stress fatique (kecelakaan akibat tekanan berulang) dan proses penyakit
patologis seperti penderita tumor (biasanya kanker) dimana telah tumbuh
dalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh, osteoporosis dan infeksi
yang dapat terjadi pada beberapa tempat. Perdarahan biasanya terjadi disekitar
tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut. Bila terjadi
hematoma maka pembuluh darah vena akan mengalami pelebaran sehingga
terjadi penumpukan cairan dan kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya
perpindahan, menimbulkan inflamasi atau peradangan yang menyebabkan
bengkak dan akhirnya terjadi nyeri. Selain itu karena kerusakan pembuluh
darah kecil/besar pada waktu terjadi fraktur menyebabkan tekanan darah
menjadi turun, begitu pula dengan suplay darah ke otak sehingga kesadaran
pun menurun yang berakibat syok hipovelemi. Bila mengenai jaringan lunak
maka akan terjadi luka dan kuman akan mudah untuk masuk sehingga mudah
terinfeksi dan lama kelamaan akan berakibat delayed union dan mal union
sedangkan yang tidak terinfeksi mengakibatkan non union.
Apabila fraktur mengenai peristeum/jaringan tulang dan lkorteks maka akan
mengakibatkan deformitas, krepitasi dan pemendekan ekstrimintas.
Berdasarkan proses diatas tanda dan gejalanya yaitu nyeri/tenderness,
deformitas/perubahan bentuk, bengkak, peningkatan suhu tubuh/demam,
krepitasi, kehilangan fungsi dan apabila hal ini tidak teratasi, maka akan
menimbulkan komplikasi yaitu komplikasi umum misal : syok, sindrom remuk
dan emboli lemak. Komplikasi dini misal : cedera saraf, cedera arteri, cedera
organ vital, cedera kulit dan jaringan lunak sedangkan komplikasi lanjut misal
: delayed, mal union, non union, kontraktor sendi dan miosi ossifikasi.

F. Pathway
Terlampirkan
G. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Price dan Wilson, 2006 antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan
yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi,
CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkman’s Ischemia

2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap : Haemoglobin, Lekosit, Eritrosit, Albumin

I. Penatalaksaan Medis
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur
2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah:
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang
patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual: Tujuannya adalah perbaikan dislokasi,
mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
a) Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang
lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan
beban < 5 kg.
b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal /
penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
1) Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2) Memperbaiki & mencegah deformitas
3) Immobilisasi
4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5) Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya
Tarik
2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang
dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan
khusus
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati
diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi,
fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik
berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
a) Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
b) Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang
berada didekatnya
c) Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
d) Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
e) Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama
pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan
kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot
hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan

J. Fokus Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat,
penanggung jawab dan hubungan dengan klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada klien keluhan apa yang dirasakan klien pada saat ini
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan bagaimana terjadi kecelakaan,apa yang menyebabkan
kecelakaan, patah tulang
b. Riwayat kesehatan dahulu
Adakah dalam klien pernah mengalami trauma/fraktur sebelumnya
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah didalam keluarga yang pernah mengalami trauma atau fraktur
seperti klien atau penyakit yang berhubungan dengan tulang lainnya.
4. Aktivitas istirahat
Adakah kehilangan fungsi pada bagian yang terkena/fraktur keterbatasan
imobilitas
5. Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri. Ansietas)
b. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah ) tachikardi, crt, lambat,
pucat bagian yang terkena.
6. Neurosensori
Adanya kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekkan, kelemahan.
7. Kenyamanan
Nyeri tiba-tiba saat cedera, spasma/ kram otot.
8. Keamanan
Leserasi kulit, pendarahan, perubahan warna, pembengkakkan lokal
9. Analisa data
a. Data subjektif
1) Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, nyeri
2) Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri)
3) Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan diri sendiri
b. Data objktif
1) Gangguan mobilitas
2) Edema pada esktremitas yang fraktur
3) Adanya deformitas
4) Adanya peningkatan suhu pada esktremitas yang fraktur
5) Skala nyeri meningkat jika ekstremitas digerakan

K. Diagnosa dan Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur
Intervensi :
a. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips,
pembebat, traksi.
b. Ringgikan dan dukung ekstremitas yang terkena
c. Hindari menggunakan sprei / bantal plastik di bawah ekstremitas dalm
gips.
d. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi karakteristik, intensitas (0-
10)
e. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sampai dengan cedera.
f. Dorong menggunakan teknik managemen stress / nyeri
g. Berikan alternatif tindakan kenyamanan : pijatan, alih baring
h. Kolaborasi dalam pemberian obat
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan otot
Intervensi :
a. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera
b. Instruksikan ps untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
c. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang
tersakit
d. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodic
e. Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan (mandi keramas)
f. peningkatan masukan sampai 2000 – 3000 mliter / hr termasuk air
asam, jus.
3. Kerusakan Integritas Jaringan b.d fraktur terbuka
Intervensi :
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan,
perubahan warna
b. Massase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering
dan bebas kerutan
c. Ubah posisi dengan sering
d. Traksi tulang dan perawatan kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi


Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Indonesia: Mocomedia

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa
Indonesia, Edisi Kelima. Indonesia: Mocomedia

Nurarif, A. H, Kusuma H. 2013. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC jilid I. Yogyakarta : Medication
Publishing.

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis


Proses – Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Sjamsuhidayat R. dan Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Pathway Fraktur

Anda mungkin juga menyukai