Anda di halaman 1dari 3

PENGENAKAN PAJAK TERHADAP E-COMMERCE DAN ONLINE SHOP

Akibat dari globalisasi maka tidak dipungkiri dunia tentang ekonomi dan informasi
juga komunikasi pun akan terkena imbasnya. Hal ini bisa dilihat dari semakin tingginya
minat pengusaha untuk menjelajahi usahanya dengan menggunakan media sosial seperti
instagram, facebook, dan media sosial lain. Tingginya minat tersebut membuat pemerintah
untuk merencanakan regulasi para pengusaha dengan pajak. Hal ini sudah di wacanakan
oleh pemerintah sejak tahun 2016 dan akan diterapkan akhir 2017 namun sampai sekarang
hal tersebut belum direalisasikan. Pengenaan pajak dikenakan karena menurut pemerintah
e-commerce dan online shop merupakan transaksi perdagangan barang atau jasa hanya saja
berbeda hal dan caranya saja. Sehingga menurut pemerintah perlakuan pajaknya harus
sama dengan perdagangan lainnya yaitu perdagangan offline. Namun sebelum
mengeluarkan kebijakan tersebut pengusaha online shop dan e-commerce harus berbadan
usaha dan memiliki NPWP. Rencananya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dikenakan
sebesar 10% seperti pajak yang harus dibayar pengusaha offline.

Berkenaan dengan berita booming tersebut menurut saya pengusaha online shop
dan e-commerce jangan dipukul rata untuk dikenai pajak semua. Hal tersebut harus ditinjau
lebih lanjut ketentuannya untuk dikenai pajak melalui pendapat atau pemasukannya harus
diberi ketentuan nominalnya, juga dari sistem manajemennya. Sebab tidak dapat dipungkiri
bahwa pengusaha online semakin marak, namun dapat dilihat pula bahwa mereka bukan
semuanya pengusaha online shop yang sudah besar, namun juga orang yang baru merintis
untuk mencoba online shop seperti anak sekolah atau mahasiswa yang sedang mencari
uang tambahan untuk jajan.

Sehingga apabila usaha seperti ini dikenakan pajak untuk semuanya maka tidak ada
rasa keadilan bagi mereka. Pengenaan pajak untuk usaha online seperti ini pun menurut
saya akan menimbulkan pro dan kontra terhadap para calon wajib pajak. Pro jika mereka
merasa pengenaaan pajak akan menimbulkan dampak positif bagi mereka para pengusaha
online shop mungkin seperti kenyamanan dan keamanan. Kontra apabila dengan pengenaan
pajak akan sama saja dengan ketika usahanya tidak dikenai pajak juga apabila ditinjau dari
aplikasi yang mereka gunakan misal instagram dan facebook mereka atau kita akan
mendapatkan akun gratis dan kita sebagai pengguna aplikasi berhak untuk memposting foto
asal masih dalam beretika. Jadi menurut saya pemerintah tidak perlu ikut intervensi
mengenai pengenaan pajak untuk para pengguna usaha online sebab dengan penggunaan
usaha semacam ini tidak merugikan negara.

Menurut saya pengenaan pajak ini akan mengghambat pertumbuhan bisnis e-


commerce yang baru. Sebab para pengguna online kebanyakan adalah para remaja dan
orang yang ingin memulai bisnis namun terkendala masalah modal dan tempat sehingga
mereka mencoba merintis usahanya dengan menjual barangnya secara online yang
notabene hanya cukup dengan HP yang sudah memiliki aplikasi seperti facebook dan
instagram. Sehingga mereka tidak membutuhkan tempat khusus seperti lapak untuk
menaruh barang- barang dagangannya. Bahkan adapula yang hanya bermodalkan HP saja
karena mereka hanya reseller. Mungkin pula jika perlu para remaja yang ingin merintis
usaha dan punya keinginan untuk berwirausaha ini diberi insentif untuk meningkatkan
kreatifitas mereka dalam berwirausaha yang lambat laun juga akan meningkatkan taraf
ekonomi bangsa bukan malah dikenai pajak.

Dengan adanya dunia global ini seakan-akan membuat pemerintah menjadi carut
marut dengan pengenaan- pengenaan pajak yang juga akan memberi pengenaan pajak
terhadap pengguna online. Wacana penggunaan pajak tersebut rencananya akan dikenakan
seperti badan usaha yaitu pungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN). Pemungutan pajak usaha online pun juga dengan cara self assesment, yaitu dengan
memberikan kepercayan kepada wajib pajak unutk menghitung, membayar dan melaporkan
sendiri namun dengan bantuan pihak ketiga yang ditunjuk untuk bertugas memungut Pajak
Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari pengguna usaha online.

Masalah penghitungan pajak adalah bukan masalah sepele karena banyak dari
masyarakat yang kurang paham dengan uang pajak tersebut untuk apa dan rasanya mereka
terlalu keberatan apabila apa-apa harus dikenai pajak dan mungkin dari masyarakat juga
akan menghujat dengan banyaknya pengenaan pajak namun para orang-orang pajak dengan
senaknya melakukan penyelewengan seperti yang baru-baru ini terjadi. Masalah lain adalah
rumitnya penghitungan pajak dan merapikan administrasi keuangan. Dengan banyaknya pro
dan kontra pemerintah harus mengedepankan asas hukum keadilan, kesederhanaan dan
asas netralitas dalam pembuatan kebijakan tersebut. Tujuannya agar diskriminasi dapat
dihindari dan pemerataan bagi semua pihak dapat tercapai.

Perkara yang lain adalah masalah perusahaan yang harus membutuhkan jasa
konsultan pajak lepas tiap bulannya atau memperkerjakan tenaga tetap khusus untuk
menghitung potongan pajak dari gaji karyawan. Sehingga apabila pajak tetap dikenakan
maka memerlukan alternatif yang meringankan bagi para pengusaha. Menurut saya
sebelum pemerintah benar- benar akan mengenakan pemungutan terhadap para
pengusaha online maka harus benar- benar memperhatikan negatif dan positif nya bagi
para pengusaha online. Dari segi negatifnya mungkin para pengusaha online akan merasa
dirugikan apabila tidak ada nilai apa- apanya apabila pajak dikenakan, bahkan justru akan
merasa rugi dengan dikenakannya pajak 10% dari penghasilannya. Namun mungkin akan
ada nilai positifnya apabila dengan pemungutan pajak tersebut akan melegalkan para
pengusaha online dan ada nilai tambahnya dengan pemungutan pajak tersebut misalnya
saja dengan menyediakan listing gratis (pengiklanan gratis), sebab para pengusaha online
buka badan khusus seperti CV dan PT yang omsetnya tinggi juga para karyawannya yang
banyak.
Online shop bahkan hanya dilakukan oleh satu orang dan bukan pekerjaan tetap
namun hanya pekerjaan sampingan. Jadi sebelum semuanya diterapkan maka pemerintah
harus memikirkan secara kompleks efek dari semua pengenaan pajak tersebut sebab
memang dari dulu sampai saat ini pun tidak ada pemngutan ataupun harus membayar dari
aplikasi yang digunakan. Bahkan menurut saya apabila memang dari pengusaha online harus
membayar, maka pengusaha online bukan bayar ke pemerintah namun harus bayar ke
aplikasinya. Namun balik lagi dengan aplikasi yang ada, bahwasanya aplikasi ada memang
bukan dengan ketentuan khusus kecuali memang harus dengan etika bersosial media.
Namun masalah untuk berbisnis ataupun hanya sekedar untuk menjalin komunikasi tidak
ada larangan, bahkan untuk memposting foto yang hanya untuk menyimpan sebagai
kenangan ataupun berbagi dengan teman dan juga untuk berjualan pun tidak ada larangan
dan tidak ada ketentuan khusus yang berlaku.

Sudut pandang saya juga merujuk kepada maksud dan tujuan pemerintah dengan
pemungutan pajak tersebut, jika hal-hal yang baru merintis dan mulai ada dan berkembang
di negara kita harus dikenai pajak maka tidak dipungkiri bahwa hal tersebut akan membuat
down para awak pemula pengusaha. Sebab dengan adanya media sosial mereka merasa
termudahkan dengan mencari uang tambahan dan keinginannya untuk berbisnis namun
terhambat biaya maupun tempat. Jadi untuk pengenaan pajak e-commerce ini memang
patut dipikirkan matang-matang nominalnya namun terlepas dari itu semua sistem
pengenaan pajak usaha online ini memang simpang siur dan rumit.

Kembali lagi apabila saya disuruh memilih pro atau kontra maka saya tidak memilih
dua-duanya dan balik ke pihak netral. Karena saya pro apabila dengan pengenaan pajak
akan menguntungkan negara juga para pengusaha namun saya kontra apabila itu dipukul
rata. Karena pengenaan pajak harus ditinjiau dari aset juga omsetnya. Sebab ada pengusaha
online yang tidak aktif bermedia sosial sehingga tidak ada atau sedikit omset perbulannya,
namun juga ada pengusaha online yang beromset ratusan juta per bulan.

Anda mungkin juga menyukai