Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut Unstable Angina (SKAUA)

A. Definisi
Sindrom Koroner Akut atau Acute Coronary Syndrome ACS) merupakan konsisi yang
mengancam nyawa. Sindrom ini bervareasi dari pola angina pektrosis tidak stabil hingga
terjadi infak miokard yang luas. Infak miokard merupakan nekrosis otot jantung terjasi
secara irreversible. (PERKI,2015)
Sindroma Koroner akut merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh gagguan
aliran pembuluh darah koroner akut. Umumnya disebabkan oleh penyempitan pembuluh
darah koroner akibat ateroskerosis yang lalu mengakibatkan perobekan dan halini memicu
terjadinya gumpalan-gumpalan darah. (Corwin, 2005)
Salah satu keadaan SKA adalah Unstable Angina Pectoris (UAP). UAP merupakan
suatu keadaan menurunnya suplai oksigen pada miokard sebagai akibat terjadinya erosi
atau fisur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi trombus yang
transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung
antara 10-20 menit. (PERKI,2015)

B. Etiologi
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan
kebutuhan oksigen miokard. Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak
aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak
yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri koroner
epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah
dan/atau akibat disfungsi endotel.
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau trombus yang terjadi pada
sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi yang menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur,
trombogenesis. Makrofag, limfosit T akan bereaksi dengan peningkatan
metalloproteinase yang akan melakukan penipisan plak dan menyebabkan ruptur plak
5. Keadaan/factor pencetus:
a. Peningkatan kebutuhan oksigen miokard sehingga tubuh mengkompensasi dengan
demam, takikardi, tirotoksikosis
b. Penurunan aliran darah koroner
c. Penurunan pasokan oksigen miokard sehingga menjadi hipoksemia

C. Patofisiologi/Pathway
Mekanisme timbulnya angina pektoris tidak stabil didasarkan pada ketidakadekuatan
supply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan
penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti
apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang
bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakit
arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan
meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada
jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan
oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau
menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksida)
yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi
ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang
memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard
berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila
belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas
berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium
menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme
ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan
nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi
adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi.
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respon
terhadap respons terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miocard di jantung.
Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, rahang, dan daerah abdomen.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigen juga akan meningkat.
Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, maka arteri-arteri koroner
akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak oksigen kepada jaringan. Akan tetapi jika
terjadi kekakuan dan penyempitan pembuluh darah seperti pada penderita arteosklerotik
dan tidak mampu berespon untuk berdilatasi terhadap peningkatan kebutuhan oksigen.
Terjadilah iskemia miokard, yang mana sel-sel miocard mulai menggunakan glikolisis
anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Proses pembentukan ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asalm
laktat. Asam laktat kemudian menurunkan PH Miocardium dan menyebabkan nyeri pada
angina pectoris. Apabila kebutuhan energy sel-sel jantung berkurang (istirahat, atau dengan
pemberian obat) suplay oksigen menjadi kembali adekuat dan sel-sel otot kembali
melakukan fosforilasi oksidatif membentuk energy melalui proses aerob. Dan proses ini
tidak menimbulkan asam laktat, sehingga nyeri angina mereda dan dengan demikian dapat
disimpulkan nyeri angina adalah nyeri yang berlangsung singkat (Corwin, 2000)
D. Pathway

Faktor risiko: obesitas, perokok, Aterosklerosis


ras, usia > 40 tahun, laki-laki,
hiperkoletrolemia, hiperlipida
Terjadi penyempitan/oklusi
partial arteri koroner

Oksigen dan nutrisi Aliran darah ke


menurun jantung menurun

Suplai dan kebutuhan


oksigen tidak seimbang

Jaringan iskemia >30-45 menit Metabolisme anaerob

Selular hipoksia Timbunan asam laktat


meningkat

Integritas membrane
Nyeri dada Fatigue
sel berubah

Nyeri akut Intoleransi


Kontraktilitas menurun
aktivitas

Kurang informasi
Stroke volume Tekanan atrium
menurun kiri meningkat
Tidak tahu kondisi
dan pengobatan
Penurunan Curah Tekanan vena
Jantung pulmonalis meningkat
Defisiensi Pegetahuan
Ansietas
Suplai darah ke Hipertensi kapiler paru
jaringan tidak adekuat

Edema paru
Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer

Gangguan Petukaran Gas


E. Klasifikasi

Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akutmenurut Braunwald


(1993) adalah:

1. Kelas I : Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri
padawaktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
2. Kelas II : Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada
waktuistirahat.
3. Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis:

1. Klas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia,


infeksi,demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena
gagal napas.
2. Kelas B : Primer.
3. Klas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan
antiangina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium )
Antiangina dannitrogliserin intravena.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG
Tes EKG memonitor aktivitas listrik jantung. Ketika temuan EKG tertentu yang
hadir, risiko angina tidak stabil maju denagn serangan jantung meningkat secara
signifikan. Sebuah EKG biasanya normal ketika seseorang tidak memiliki rasa sakit
dada dan sering menunjukkan perubahan tertentu ketika rasa sakit berkembang. Pada
pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) lebih sering ditemukan adanya depresi
segmen ST dibandingkan angina pektoris yang stabil. Gambaran EKG penderita
Angina pectoris tidak stabil dapat berupa depresi segmen ST, depresi segmen ST
disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His
dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG pa
da Angina pectoris tidak stabil bersifat sementara dan masing-
masing dapat terjadi sendirisendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut
timbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal
setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam Bila perubahan tersebut menetap
setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA. Tetapi
kelainan EKG pada angina yang tidak stabil masih reversible.
Letak iskemik berdasarkan perubahan gambar EKG adalah sebagai berikut:
(Sudana, 2008).
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Depresi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V4/V5
2 Anteroseptal Depresi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V3
3 Anterolateral Depresi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V6 dan I dan aVL
4 Lateral Depresi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi
ST/gelombang Q di I dan aVL
5 Inferolateral Depresi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Depresi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, dan aVF
7 Inferoseptal Depresi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen
ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-
V2
9 RV Infraction Depresi segmen ST di precordial lead (V3R-
V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark
inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark

2. Pemeriksaan Laboratorium Biomarker jantung


Angina tidak stabil disebabkan oleh trombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat
mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi
kolateral yang baik. Pada UAP tidak disertai peningkatan biomarker jantung berupa
enzim CKMB dan Troponin.
CKMB (Creatinin Kinase Isoenzym MB) merupakan gugus poshpat ke ADP
untuk memproduksi ATP yang terletak pada sel jantung. Enzim ini akan meningkat
3 jam setelah terjadinya infark dan mencapai puncaknya 12-24 jam kemudian akan
turun setelah 48-72 jam (Apple, 1995). Troponin adalah suatu protein regulator yang
terdapat pada filamen tipis aparatus kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3
subunit, yaitu troponin T (cTnT) , troponin I , dan troponin C. Troponin I yang
berikatan dengan aktin, berperan menghambat interaksi aktin myosin. Troponin T
yang berikatan dengan tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi
kontraksi otot jantung.
Cardiac troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang tinggi
pada sitosol dan secara struktur berikatan dengan protein. Sitosol, yang merupakan
prekursor tempat pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total massa troponin
dalam bentuk bebas. Sisanya (94%), cTnT berikatan dalam miofibril. Dalam
keadaan normal, kadar cTnT tidak terdeteksi dalam darah. Keberadaan cTnT dalam
darah diawali dengan keluarnya cTnT bebas bersamaan dengan sitosol yang keluar
dari sel yang rusak.
Ketika terjadi iskemia miokard, maka membran sel menjadi lebih permeabel
sehingga komponen intraseluler seperti troponin jantung merembes ke dalam
interstitium dan ruang intravaskuler. Protein ini mempunyai ukuran molekul yang
relatif kecil dan terdapat dalam 2 bentuk. Sebagian besar dalam bentuk troponin
komplek yang secara struktural berikatan pada miofibril serta tipe sitosolik sekitar
6-8% pada cTnT dan 2,8-4,1% pada cTnI.13,15 Ukuran molekul yang relatif kecil
dan adanya bentuk troponin komplek dan bebas ini akan mempengaruhi kinetika
pelepasannya. Pada troponin I (cTnI) karena jumlah troponin sitosoliknya lebih kecil
kemungkinan pelepasannya monofasik sehingga tidak terdeteksi di dalam darah.
Pelepasan troponin I biasanya terjadi pada pasien dengan UAP (Samsu, 2007)
Akan terjadi pelepasan troponin dini segera setelah jejas iskemia, diikuti oleh
pelepasan troponin miofibriler yang lebih lama, yang menyebabkan pola pelepasan
bifasik yang terutama terjadi pada troponin T (cTnT). Bila terjadi iskemia yang
persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang
melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke dalam darah. Masa pelepasan cTnT ini
berlangsung 30-90 jam (pelepasan tahap kedua), lalu perlahan-lahan kadarnya turun.
Kadar cTnT mulai meningkat 3-5 jam setelah jejas dan tetap meningkat selama 14-
21 hari. Kadar cTnI mulai meningkat 3 jam setelah terjadi jejas dan tetap meningkat
selama 5-7 hari. Kadar kedua troponin mencapai puncak 12- 24 jam setelah jejas.
Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hari . cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali
lebih lama daripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari untuk kembali
normal Diagnosis infark miokard ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT dalam 12
jam sebesar ≥0.03 µg/L, dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi atau infark pada
lembaran EKG dan nyeri dada (PERKI, 2015)
3. Kateterisasi jantung dan angiografi
Dokter dapat merekomendasikan kateterisasi jantung dan angiografi, terutama jika
perubahan penting EKG istirahat adalah tes darah jantung atau ada abnormal. Selama
angiography, sebuah kateter dimasukkan ke arteri di paha atau lengan dan maju ke
jantung. Ketika kateter diposisikan dekat arteri yang memasok darah ke jantung,
dokter menyuntikkan zat warna kontras. Sebagai pewarna perjalanan melalui arteri,
X-ray gambar diambil untuk melihat seberapa baik darah mengalir melalui arteri,
dan jika ada penyumbatan maka terjadi coronary arteri disease
4. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tidak
stabil secara langsung.Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,adanya
insufisiensi mitral,dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan
prognosis kurang baik. Ekokardiografi sres juga dapat membantu menegakkan adnya
iskemia miokardium.
G. Penatalaksanaan UAP
Tujuan tatalaksana UAP berfokus kepada tiga hal yaitu menstabilkan plak serta mencegah
plak agar tidak lisis, menghilangkan gejala dan mengobati penyakit arteri coroner yang
mendasarinya.
1. Menstabilkan Plak
Dasar dari sebuah stabilisasi plak pecah adalah mengganggu proses pembekuan
darah yang dapat menyebabkan serangan jantung.. Pasien yang mengalami gejala-
gejala angina tidak stabil dan yang tidak minum obat harus segera mengunyah aspirin,
yang akan memblok faktor pembekuan dalam darah.Mengunyah aspirin, daripada
menelan utuh, mempercepat tubuh proses menyerap aspirin stabil Ketika angina terjadi
pasien harus mencari bantuan medis segera di rumah sakit. Setelah di rumah sakit, obat-
obatan lainnya untuk blok pembekuan proses tubuh dapat diberikan, termasuk heparin,
clopidogrel, dan platelet glikoprotein (GP) IIb / IIIa obat reseptor blocker. Dalam
beberapa kasus, prosedur untuk mengurangi atau menstabilkan penyumbatan dalam
arteri koroner mungkin diperlukan di samping obat anti-pembekuan.
Prosedur yang umum dilakukan adalah koroner angioplasti Dalam angioplasti
koroner, sebuah balon berujung kateter dimasukkan ke pembuluh darah di lengan atau
pangkal paha dan maju melalui pembuluh darah dan ke jantung. Ketika kateter
mencapai penyumbatan di arteri koroner, dokter mengembang balon di ujung kateter.
Balon mengembang dan mengempis, menekan penumpukan plak pada dinding arteri
koroner dan meningkatkan diameter arteri,. Sering-mesh tabung logam, dikenal sebagai
stent, ditempatkan di arteri untuk tetap terbuka. stent tetap secara permanen di arteri
koroner, dan balon dan kateter dikeluarkan pada akhir prosedur.
2. Menghilangkan Gejala-gejala
Obat angina,baik dan prosedur untuk mengurangi penyumbatan dalam arteri koroner
bisa meringankan gejala angina tidak stabil. Tergantung pada keadaan pasien individu,
obat sendiri atau obat dalam kombinasi dengan prosedur yang dapat digunakan untuk
mengobati angina.
3. Mengobati penyakit arteri coroner yang mendasarinya
Penatalaksanaan pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan
memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik secara medikal
atau pembedahan.
a. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan nyeri akibat
angina. Terdapat 3 golongan obat yang biasa digunakan yaitu:
1) Oksigen: suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama
2) Golongan Nitrat
Umumnya dikenal sebagai nitrogliserin, nitrat adalah obat yang paling
umum diresepkan untuk mengobati angina. Nitrat melebarkan pembuluh darah,
yang memungkinkan lebih banyak darah mengalir melewati penyumbatan.
Nitrat juga menurunkan resistensi jantung wajah ketika memompa darah ke
seluruh tubuh, yang pada gilirannya dapat mengurangi stres (beban kerja) pada
jantung.Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan
anginaakut. Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh
darah koroner.
Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler.
Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi pada
penderita angina sebelum terjadi hipokesia miokard. Bahan utama yang
menyebabkan pembuluh-pembuluh darah kecil seperti areteri koroner melebar
(dilatasi) adalah oksida nitrat (NO).Ini dihasilkan secara alami oleh sel-sel
pelapis arteri sebagi respon terhadap perubahan pada aliran darah dan kimia
darah. Di dalam darah,nitrat diubah menjadi oksida nitrat dan membuka
pembuluh darah. Nitrogliserin biasanya diletakkan dibawah lidah (sublingual)
atau di pipi (kantong bukal) dan akan menghilangkan nyeri iskemia dalam 3
menit. Efek utama adalah pada vena yang besar,sehingga darah berkumpul di
vena dan kurang kembali ke jantung. Ini menurunkan tekanan yang tercipta di
dalam jantung,dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung. Dengan membuka
arteri-arteri terkecil di perifer atau pinggiran tubuh,terutama di anggota
tubuh,nitrat juga menurunkan tekanan yang dibutuhkan jantung untuk
mendorong aliran darah,dan juga menurunkan kebutuhan oksigen dari jantung.
Golongan obat ini juga menyebarkan peredaran koroner ke area-area
jantung,jauh di dalam otot jantung,yang telah kekurangan darah selama
serangan angina.Pada semua cara ini,obat-obatan golongan nitrat cenderung
mengembalikan perimbangan pasokan kebutuhan ke keadaan normal.
3) Ca Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekuensi serangan
pada beberapa bentuk angina. Cara kerjanya :
- Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus
vasometer pembuluh darah arteri coroner
- Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke miokard
- Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan
menurunkan afterload.
- Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut, jantung
dan kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O2
4) Beta Blocker
Beta-blocker memperlambat denyut jantung dan menurunkan kekuatan
kontraksi otot jantung, sehingga mengurangi tekanan pada jantung. Obat-obatan
seperti diltiazem, nifedipin, atau verapamil,
cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokad
yang menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga den
yut jantung dan curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang
kadiorotektif, obat ini sering digunakan sebagai pilihan pertama untuk
mencegah serangan angina pektoris pada sebagian besar penderita.
5) Trombolitik
Terapi trombolitik merupakan terapi yang bertujuan untuk mereperfusi jaringan
miokardium dengan cara memperbaiki aliran darah pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi. Terapi trombolitik digunakan untuk melarutkan oklusi yang
menyumbat. Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat
diberikan melalui vena perifer, sehingga terapi ini dapat diberikan seawall
mungkin dan dikerjakan di manapun. Terapi ini direkomendasikan untuk
penderita infark miokard akut <12 jam atau yang mempunyai left bundle banch
block (LBBB) diberikan IV fibrinolitik jika tanpa kontrra indikasi. Sedangkan
penderita yang mempunyai riwayat perdarahan intra kranial, stroke atau
perdarahan aktif tidak diberikan terapi fibrinolitik. Dosis streptokinase
diberikan 1,5 juta IU dalam tempo 30-60 menit
b. Pembedahan
Pada prinsipnya pembedahan bertujuan untuk memperbaiki obstruksi pada
pembuluh darah sehingga aliran darah ke miokard lancar.
1) Coronary Angioplasty
Selama angioplasti koroner, sebuah balon berujung kateter dimasukkan ke
dalam pembuluh darah di lengan atau pangkal paha dan melalui pembuluh
darah dan ke jantung. Ketika kateter mencapai penyumbatan di arteri
koroner, dokter akan mengembangkan balon di ujung kateter. Balon
mengembang dan mengempis, menekan penumpukan plak pada dinding
arteri koroner dan meningkatkan diameter arteri. Sering-mesh tabung
logam, dikenal sebagai stent, ditempatkan di arteri untuk tetap terbuka. stent
tetap secara permanen di arteri koroner, dan balon dan kateter dikeluarkan
pada akhir prosedur. Ini membuka kembali arteri dan memungkinkan darah
kembali mengalir.
2) CABG (Coronary Artery Bypass Grafiting)
Bila penyumbatan terlalu banyak atau sulit diobati dengan angioplasti
koroner, CABG operasi mungkin diperlukan. Dalam prosedur ini, vena
diambil dari kaki atau pembuluh darah diambil dari dada dan digunakan
untuk menghindari penyempitan atau penyumbatan sebagian dari arteri di
jantung. Tabung stent, atau sempit, yang ditempatkan ke dalam arteri di
daerah dibuka kembali untuk menjaga dari penyempitan lagi.
3) Pembedahan laser, yang menggunakan gelombang cahaya untuk
membubarkan plak
4) Atherectomy, prosedur pembedahan di mana plak yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah akan dihapus
H. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien UAP, adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah UAP, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalam bentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi
infark; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam
zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor
ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada
tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
3. Gagal pemompaan (puump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru. Gagal jantung
Gagal jantung terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis,
sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti
vena sistemik (Juni, 2010).
4. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami iskemia
yang lama kelamaan dapat menjadi infark, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel
kiri. Timbul lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi
koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia
yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium (Juni, 2010).
5. Perikardiatis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dan
menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi
peradangan (Sudoyo, 2009).
6. Ruptur
Ruptur dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama
fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding nekrotik yang
tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang
relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah
menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini
akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung (Juni, 2010).
7. Ventrikrel
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi (Sudoyo,
2009).
8. Kelainan septal ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum sehingga
terjadi defek septum ventrikel (Sudoyo, 2009).

9. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung. Aneurisma
ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan teregang secara
pasif oleh sebagian curah sekuncup (Sudoyo, 2009).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Aktifitas
Gejala :
Kelemahan
Kelelahan
Tidak dapat tidur
Pola hidup menetap
Jadwal olahraga tidak teratur,
Tanda :
Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi Gejala :
Riwayat IMA sebelumnya
Penyakit arteri koroner
Masalah tekanan darah
Diabetes mellitus.
Tanda :
TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri
Nadi : Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia)
mungkin terjadi.
Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel.
Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
Friksi ; dicurigai Perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema
umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3) Integritas ego
Gejala :
Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati
Perasaan ajal sudah dekat
Marah pada penyakit atau perawatan
Khawatir tentang keuangan, kerja dan keluarga.
Tanda
Menolak
Menyangkal
Cemas
Kurang kontak mata
Gelisah
Marah
Perilaku menyerang
Fokus pada diri sendiri
Koma nyeri.
4) Eliminasi
Tanda :
Normal
Bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Gejala :
Mual
Kehilangan nafsu makan
Bersendawa
Nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda :
Penurunan turgor kulit
Kulit kering/berkeringat.
Muntah.
Perubahan berat badan.
6) Higiene
Gejala atau tanda :
Kesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala :
Pusing
Berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)
Tanda :
Perubahan mental
Kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri
dalam dan viseral).
Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia
9) Pernafasan:
Gejala :
Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat
Dispnea nokturnal
Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
Peningkatan frekuensi pernafasan
Nafas sesak / kuat
Pucat, sianosis
Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10) Interaksi sosial
Gejala :
Kesulitan koping dengan stressor yang ada.
Tanda :
Kesulitan istirahat dengan tenang.

11) Penyuluhan/ pembelajaran


Gejala :
Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler perifer , penggunaan tembakau.
Pertimbangan rencana pemulangan :menunjukan rata- rata lama dirawat 7 hari
(2-4hari di ICCU), perawatan dirumah.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
1. Nyeri akut b/d kurangnya suplai oksigen ke otot jantung sekunder
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen yang tidak seimbang
3. Resiko Penurunan cardiac out Put berhubungan dengan perubahan nadi
4. Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan vasokontriksi hipovolemia
5. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ renal

C. Intervensi keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke otot jantung sekunder

Gangguan rasa tak nyaman dan nyeri akut dapat terjadi sehubungan dengan
kurangnya suplai oksigen ke otot jantung sekunder karena oklusi arteri
coronaria.Kondisi ini di tandai dengan rasa nyeri dada hebat dengan menjalar ke leher,
punggung belakang, dan epigastrium.Di samping itu, ekspresi wajah tampak kesakitan,
kelelahan, lelah, perubahan kesadaran nadi dan tekanan darah.

Intervensi

 Monitor dan catat karakteristik nyeri; lokasi nyeri, intensitas nyeri, durasi nyeri,
kualitas dan penyebaran nyeri

R: untuk mengetahui letak dan skala nyeri pasien

 Kaji apakah pernah ada di rawayat nyeri dada di sebelumnya

R: untuk penentuan intervensi selanjutnya


 Atur lingkungan tenang nyaman, jelaskan bahwa pasien harus istirahat

R: agar pasien dapat beristirahat dengan tenang

 Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam.

R: tehknik relaksasi nafas dalam dapat mengurangi rasa nyeri pasien

 Periksa tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pengobatan analgetik

R: untuk mengetahui perkembangan dan penentuan intervensi selanjutnya

Kolaborasi

 Pemberian tambahan oksigen dengan nasal canule atau masker.


 Pemberian obat-obatan sesuai indikasi, anti angina (nitrogyserin seperti; nitro-
disk, nitro bid),

Beta blokers; propanorol ( indera ), pindolol (vietlen), atenol (tenormin),


analgesic ( seperti; morphin / meperidine/demoral ), cantagonis (seperti
nifedipine / adalat ).

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen yang tidak seimbang

Keterbatasan aktivitas fisik terjadi sehubungan dengan suplai oksigen dan


keburukan oksigen yang tidak seimbang, iskemik/ kematian otot jantung. Kondisi ini
ditandai dengan kelelahan, perubahan nadi dan tekanan darah aktivitas, perubahan
warna kulit.

Intervensi

 Catat nadi, irama, dan tekanan darah sebelum saat aktivitas dan setelah aktivitas.

R: untuk mengetahui perkembangan pasien

 Anjurkan dan jelaskan bahwa pasien harus istirahat sampai keadaan stabil.

R: agar jantung pasien tidak bekerja terlalu cepat

 Anjurkan pasien supaya tidak mengedan jika buang air besar

R: mengedan dapat meningkatkan kerja jantung

 Hindarkan pasien kelelahan di tempat duduk

R: menghindari aktivitas berlebih dapat menurunkan daya kerja jantung


 Rencanakan aktifitas bertahap jika telah bebas nyeri; duduk di tempat tidur,
berdiri, duduk di kursi 1 jam sebelum makan

R: untuk melatih kerja jantung pasien

 Ukur tanda vital sebelum dan setelah aktivitas.

R: untuk menentukan intervensi selanjutnya

3. Resiko Penurunan cardiac out Put berhubungan dengan perubahan nadi

Penurunan cardiac out put dapat terjadi sehubungan dengan perubahan nadi,
aliran konduksi, dan penurunan preload/peningkatan SVR.

Intervensi

 Ukur tekanan darah , evaluasi kualitas nadi

R: untuk mengetahui daya kerja jantung

 Kaji adanya murmur, S3 dan S4.

R: untuk mengetahui apakah ada kelainan pada jantung

 Dengarkan bunyi nafas

R: mengetahui adanya perubahan pola nafas

 Siapkan alat-alat atau obat-obatan emergensi.

R: untuk mempersiapkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan

Kolaborasi

 Pemberian oksigen tambahan


 Pemasangan infuse
 Rekam EKG
 Pemeriksaan Rontgen thoraks ulang

4. Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan vasokontriksi hipovolemia

Ini terjadi sehubungan dengan vasokontrinsi hipovolemia.

Intervensi
 Awasi perubahan emosi secara mendadak misalnya bingung, cemas, lemah dan
penurunan kesadaran

R: mengetahui seberapa jauh kelemahan pasien

 Awasi adanya sianosis, kulit dingin dan nadi perifer

R: mengantisipasi adanya gangguan perfusi jaringan keseluruh tubuh

 Kaji adanya tanda2 nyeri

R: mengetahui daerah penyebaran nyeri

 Monitor pernafasan

R: untuk mengetahui pola nafas pasien

 Kaji fungsi pencernaan; ada tidaknya mual , penurunan bunyi usus, muntah,
distensi abdomen dan konstipasi

R: untuk menetahui output

 Monitor pemasukan cairan; ada tidaknya perubahan dalam produksi urine.


 R: untuk mengetahui jumlah input

Kolaborasi

 Pemeriksaan laboratorium; creatinin, dan elektrolit


 Pengobatan; heparin, panitidine dan antasida.

5. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ renal

Kelebihan volume cairan yang berlebahan terjadi sehubungan dengan


penurunan perfusi organ dari renal, peningkatan retensi sodium dan air, serta
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.

Intervensi

 Kaji bunyi nafas, ada tidaknya cracles

R: untuk mengetahui adanya kelebihan cairan

 Kaji JVD (distensi vena jugularis) dan edema ada atau tadak ada
R: untuk menetahui adanya edema pada jvd atau tidak

 Keseimbagan cairan

R: mengetahui balance cairan pasien

 Timbang berat badan setiap hari

R: untuk mengetahui jumlah cairan tubuh pasien

 Jika memungkinkan berikan cairan 2000 cc/ 24 jam

R: pemberian cairan guna menambah kekurangan cairan pasien

Kolaborasi

 Pemberian garam/ minum dan diuretic misalnya Furosemid (lasix)

D. Implementasi

Pada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan meninjau dari apa
yang telah di rencanakan atau intervensi sebelumnya dengan tujuan utamanya penghilangan
nyeri dada, tidak ada kesulitan bernafas, pemeliharaan atau pencapaian perfusi jaringan
yang adekuat, mengurangi kecemasan, mematuhi program asuhan diri, dan tidak adanya
komplikasi.

E. Evaluasi

1. Pasien menunjukkan pengurangan nyeri.


2. Tidak menunjukkan kesulitan dalam bernafas
3. Perfusi jaringan terpelihara secara adekuat
4. Memperihatkan berkurangnya kecemasan

Anda mungkin juga menyukai