Anda di halaman 1dari 18

2.1.

Defenisi Stroke

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan

pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau

kematian.

2.2. Anatomi Pembuluh Darah Otak

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal

sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah

neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.

Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,

tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial

(Gambar 2.1.).

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari

darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat

darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis

(kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan Universitas Sumatera Utara

disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang

memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior.

Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum

posterior membentuk suatu sirkulus willisi (Gambar 2.2).

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari

otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai

area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris,

sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta

batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ (gambar 2.3.)
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada

anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.

Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.

2.3. Stroke Non Hemoragik

2.3.1. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik

Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses

patologik (kausal):

a. Berdasarkan manifestasi klinik:

i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak

akan menghilang dalam waktu 24 jam.

ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological

Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama

dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)

Gejala neurologik makin lama makin berat.

iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

b. Berdasarkan Kausal:

i. Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di

otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh

darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain

itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low

Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik

terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait

dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.

ii. Stroke Emboli/Non Trombotik

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak

yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang

mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

2.3.2. Gejala Stroke Non Hemoragik

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak

bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan

peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:

a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.

i. Buta mendadak (amaurosis fugaks).

ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila

gangguan terletak pada sisi dominan.

iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan

dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.

b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.

i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.

ii. Gangguan mental.

iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.

iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.


v. Bisa terjadi kejang-kejang.

c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.

i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila

tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.

ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.

iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).

d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.

i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.

ii. Meningkatnya refleks tendon.

iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.

iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar

(vertigo).

v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga

pasien sulit bicara (disatria).

vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara

lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya

ingat terhadap lingkungan (disorientasi).

viii. Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola

mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis),

kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan

kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).

ix. Gangguan pendengaran.

x. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior


i. Koma

ii. Hemiparesis kontra lateral.

iii. Ketidakmampuan membaca (aleksia).

iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur

i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua

yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan

isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk

mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan

untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan

perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti,

tergantung dari luasnya kerusakan otak.

ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.

Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal

alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf.

Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat

membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.

iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.

iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah

terjadinya kerusakan otak.

v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat

kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang

sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini

sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan

nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
vi. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan

melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.

vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat

kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang

menyebabkan terjadinya gangguan bicara.

viii. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis,

infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.

ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah

kemampuan.

2.3.3. Diagnosis Stroke Non Hemoragik

Diagnosis didasarkan atas hasil:

a. Penemuan Klinis

i. Anamnesis

Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa

trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.

ii. Pemeriksaan Fisik

Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,

kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.

b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium

i. Pemeriksaan Neuro-Radiologik

Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis

dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral

(karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh

darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis,
seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan

intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).

ii. Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin

(Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah.

Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).

2.4. Stroke Hemoragik

2.4.1. Klasifikasi Stroke Hemoragik

Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh

darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak

disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma

kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia,

trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang

tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.

b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)

Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke

dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma

(50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan

25% kausanya tidak diketahui.


c. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan

(bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di

dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.

2.4.2. Gejala Stroke Hemoragik

a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)

Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala berat,

mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan pungsi

lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang hari,

waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat

masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12%

terjadi setelah 3 jam).

b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan

punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan

pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan

selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada

gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi

ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula

darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.

c. Gejala Perdarahan Subdural

Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam

penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit neurologik

daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-

bulan setelah terjadinya trauma kepala.


2.4.3. Diagnosis Stroke Hemoragik

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil pemeriksaan. Untuk

pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Computerized Tomography Scanning

(CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG),

Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi (USG), dan Angiografi cerebral.

b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan tambahan dapat

dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi, MR Angiografi atau Digital

Substraction Angiography (DSA).

c. Perdarahan Subdural

Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak anteroposterior

dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga dilakukan denganCT-Scan dan EEG.

Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk

memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem

skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk

Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:


1. Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik (Djoenaidi, 1988)

Tanda/Gejala Skor

1. Tia sebelum serangan 1


2. Permulaan serangan
Sangat mendadak (1-2 menit) 6,5
Mendadak (beberapa menit-1 jam) 6,5
Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3. Waktu serangan
Waktu kerja (aktivitas) 6,5
Waktu istirahat/duduk/tidur 1
Waktu bangun tidur 1
4. Sakit kepala waktu serangan
Sangat hebat 10
Hebat 7,5
Ringan 1
Tak ada 0
5. Muntah
Langsung habis serangan 10
Mendadak (beberapa menit-jam) 7,5
Pelan-pelan (1 hari atau lebih) 1
Tak ada 0
6. Kesadaran
Hilang waktu serangan (langsung) 10
Hilang mendadak (beberapa menit- jam) 10

2. Guy's Hospital Score (1985)

Gejala/Tanda Klinis dan Skor


1. Derajat kesadaran 24 jam setelah MRS
Mengantuk + 7.3
Tak dapat dibangunkan + 14.6
2. Babinski bilateral + 7.1
3. Permulaan serangan
Sakit kepala dalam 2 jam setelah serangan atau kaku kuduk: + 21.9
4. Tekanan darah diastolik setelah 24 jam + (tekanan darah diastolik x 0.17)
5. Penyakit katub aorta/mitral -4.3
6. Gagal jantung - 4.3
7. Kardiomiopati - 4.3
8. Fibrilasi atrial - 4.3
9. Rasio kardio-torasik > 0.5 (pada x-foto toraks) - 4.3
10. Infark jantung (dalam 6 bulan) - 4.3
11. Angina, klaudikasio atau diabetes - 3.7
12. TIA atau stroke sebelumnya - 6.7
13. Anemnesis adanya hipertensi - 4.1
Pembacaan:

Skor : < + 25: Infark (stroke non hemoragik)

> + - 5: Perdarahan (stroke hemoragik)

+ 14: Kemungkinan infark dan perdarahan 1 : 1

< + 4: Kemungkinan perdarahan 10%

Sensivitas: Untuk stroke hemoragik: 81-88%; stroke non hemoragik (infark) 76-82%.

Ketetapan keseluruhan: 76-82%.

3. Siriraj Hospital Score (Poungvarin, 1991)

Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan
darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.
Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah
diastolik) – (3 x atheroma) – 12.
Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah:
tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam:
tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma:
tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostik: 90.3%.

2.5. Epidemiologi Stroke

2.5.1. Distribusi Frekuensi Stroke

a. Menurut Orang

Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001, terdapat 264

orang penderita stroke iskemik pada usia 18-45 tahun, yang disebabkan oleh kelebihan
lemak, merokok, hipertensi dan riwayat stroke.16 Berdasarkan data penderita stroke yang

dirawat oleh Pusat Pengembangan dan Penanggulangan Stroke Nasional (P3SN) RSUP

Bukittinggi pada tahun 2002, terdapat 501 pasien, yang terdiri dari usia 20-30 tahun sebesar

3,59%, usia 30-50 tahun sebesar 20,76%, usia 51-70 tahun sebesar 52,69% dan usia 71-90

tahun sebesar 22,95%.17 Hasil penelitian Syarif. R di Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan

tahun 1999-2003 menunjukkan bahwa dari 220 sampel yang diteliti, berdasarkan suku

penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar bersuku Jawa sebanyak 120 orang (54,5%)

dan yang terendah suku Minang sebanyak 3 orang (1,4%), berdasarkan status perkawinan

penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar berstatus kawin sebanyak 217 orang

(98,6%) dan yang berstatus tidak kawin sebanyak 3 orang (1,4%).

b. Menurut Tempat

Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke

pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Angka kematian penderita

stroke di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita pertahun.

Di China (2005), terdapat 1,5 juta penderita stroke dan 1 juta penderita stroke

meninggal dunia dengan CFR 66,66%.19 Di India, angka prevalensi stroke sebesar 8,6 per

100.000 populasi pertahun.

Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena seranganstroke,

125.000 orang meninggal dunia dengan CFR 25% dan yang mengalami cacat ringan atau

berat dengan proporsi 75% (375.000 orang).

c. Menurut Waktu

Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa di

seluruh dunia, dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan

7,8 juta penderita pada tahun 2030. Berdasarkan Penelitian Misbach di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo tahun 2000-2003, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke tahun 2000
sebanyak 641 orang, tahun 2001 sebanyak 722 orang, tahun 2002 sebanyak 706 orang dan

tahun 2003 sebanyak 522 orang. Di RSU Banyumas, terjadi peningkatan penderita stroke

yang dirawat inap pada tahun 1997-2000. Pada tahun1997 terdapat penderita stroke sebanyak

255 orang, tahun 1998 sebanyak 298 orang, tahun 1999 sebanyak 393 orang dan tahun 2000

sebanyak 459 orang.

2.5.2. Determinan Stroke

Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori, yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:

i. Usia

Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia

tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari semua stroke,

orang yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%,

sedangkan 25% terjadi pada orang yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi

pada orang berusia <45 tahun.

Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan

desain case control, umur berpengaruh terhadap terjadinya stroke dimana pada

kelompok umur ≥45 tahun risiko terkena stroke dengan OR: 9,451 kali

dibandingkan kelompok umur < 45 tahun.

ii. Jenis Kelamin

Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki banyak

menderita stroke dibandingkan perempuan.3 Insiden stroke 1,25 kali lebih besar

pada laki-laki dibanding perempuan.


iii. Ras/bangsa

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal

ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.3 Pada tahun 2004 di

Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar

37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang

berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.

iv. Hereditas

Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,

jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga,

terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada

usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke.12 Menurut

penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada

keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.

b. Faktor risiko yang dapat dirubah:

i. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi

meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi

tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan

pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya

penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang stroke

mempunyai tekanan darah tinggi.

ii. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat

hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis

(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap


terjadinya stroke. Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam

Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus

mempunyai risiko terkena stroke dengan OR: 3,39. Artinya risiko terjadinya

stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang

tidak menderita diabetes mellitus.

iii. Penyakit Jantung

Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi

atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan

darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di

samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot

jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium

yang tidak diobati\ meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.

iv. Transient Ischemic Attack (TIA)

Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali

serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar,

sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5

bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima

tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam

waktu lima tahun.

v. Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes

melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat

meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya

akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.


vi. Hiperkolesterolemia

Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor risiko,

tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga

menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low

Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh darah dan

dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar

kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risikostroke 1,31-2,9 kali.

vii. Merokok

Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan

dengan desain case control, kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena

stroke sebesar 4 kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan

arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga

merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan

menyebabkan darah mudah menggumpal.

viii. Alkohol

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,

sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan

tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainlain. Semua

ini mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi alkohol berlebihan

meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.

ix. Stres

Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat

menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain

(misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat


memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar

2 kali.

x. Penyalahgunaan Obat

Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan akan

mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding pembuluh

darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme

tubuh, sehingga mudah terserang stroke. Hasil pengumpulan data dari rumah sakit

Jakarta tahun 2001 yang menangani narkoba, didapatkan bahwa lebih dari 50%

pengguna narkoba dengan suntikan berisiko terkena stroke.

Anda mungkin juga menyukai

  • (Kulit Kelamin POST TEST) Status Pasien
    (Kulit Kelamin POST TEST) Status Pasien
    Dokumen4 halaman
    (Kulit Kelamin POST TEST) Status Pasien
    Nofran Firnando Hose Artamirano
    Belum ada peringkat
  • PPT Otosklerosis
    PPT Otosklerosis
    Dokumen17 halaman
    PPT Otosklerosis
    Florencia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nofran Firnando Hose Artamirano
    Belum ada peringkat
  • RUMUS Injeksi
    RUMUS Injeksi
    Dokumen9 halaman
    RUMUS Injeksi
    Halimur Rosyid
    Belum ada peringkat
  • Stroke 2
    Stroke 2
    Dokumen37 halaman
    Stroke 2
    Florencia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Stroke 2
    Stroke 2
    Dokumen18 halaman
    Stroke 2
    Florencia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Nyamuk
    Nyamuk
    Dokumen2 halaman
    Nyamuk
    Florencia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Keratitis Herpes Simplex
    Keratitis Herpes Simplex
    Dokumen24 halaman
    Keratitis Herpes Simplex
    Florencia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Perbedaan Karakteristik Jentik
    Perbedaan Karakteristik Jentik
    Dokumen128 halaman
    Perbedaan Karakteristik Jentik
    Rina Novitriani
    Belum ada peringkat
  • RUMUS Injeksi
    RUMUS Injeksi
    Dokumen9 halaman
    RUMUS Injeksi
    Halimur Rosyid
    Belum ada peringkat
  • BAB I Forensik
    BAB I Forensik
    Dokumen1 halaman
    BAB I Forensik
    Florencia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Florencia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Florencia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Bab I LK (Ya)
    Bab I LK (Ya)
    Dokumen2 halaman
    Bab I LK (Ya)
    VeRa IrawaNda
    Belum ada peringkat
  • Referat Tinnitus
    Referat Tinnitus
    Dokumen21 halaman
    Referat Tinnitus
    Florencia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nofran Firnando Hose Artamirano
    Belum ada peringkat
  • Slide Tinnitus
    Slide Tinnitus
    Dokumen20 halaman
    Slide Tinnitus
    Florencia Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Nofran Firnando Hose Artamirano
    Belum ada peringkat
  • RUMUS Injeksi
    RUMUS Injeksi
    Dokumen9 halaman
    RUMUS Injeksi
    Halimur Rosyid
    Belum ada peringkat