PENDAHULUAN
PPOK adalah suatu penyakit paru kronik yang ditandai oleh adanya
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Penyakit
paru terhadap partikel berbahaya atau gas beracun.1 Hambatan ini bersifat progresif
serta berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas beracun
penyakit yang dapat menyebabkan kematian terbanyak nomor tiga ialah PPOK
5,6%. Angka ini dapat terus meningkat seiring dengan makin tingginya Usia
Harapan Hidup (UHH) di Indonesia, yaitu 68 tahun pada 2006. Survei penyakit
Penyehatan Lingkungan (PPM dan PL) yang dikutip dari Perhimpunan Dokter Paru
(Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera Selatan)
diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).4
masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup
dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga
1
khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan
karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal
2.2 Epidemiologi
bahwa pada laki-laki sebesar 11,8% dan perempuan 8,5% mengidap PPOK.
5,6%. Angka ini dapat terus meningkat seiring dengan makin tingginya Usia
Harapan Hidup (UHH) di Indonesia, yaitu 68 tahun pada 2006. Survei penyakit
Penyehatan Lingkungan (PPM dan PL) yang dikutip dari Perhimpunan Dokter Paru
3
Indonesia (PDPI) menyebutkan bahwa lima rumah sakit provinsi di Indonesia
(Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera Selatan)
diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).5
yang dapat menyebabkan kematian terbanyak nomor tiga ialah PPOK setelah
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam
tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
3. Hipereaktiviti bronkus
4
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
2.4 Patogenesis
B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur paru dan atau mempertahankan
inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting
yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif.7
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
5
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar
(central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan
vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang
Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya
siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan
parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.
Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa
terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang
pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan
infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah
lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding
bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi
lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel
goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi
6
kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh
2.5 Diagnosis
1 ) Anamnesis2
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis: berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
2) Gejala klinis
Gejala yang sering dijumpai yakni :sesak nafas yang bersifat kronis dan
Selain itu dijumpai pula batuk kronik yang hilang timbul berdahak, serta riwayat
7
Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup digunakan
ukuran sesak napas sesuai skala sesak menurut British Medical Research
Council (MRC)1.
Tabel 2.1 Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)
3) Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada
seperti tong (barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti
pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi
vena jugularis dan edema tungkai. Pada perkusi biasanya ditemukan adanya
napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, ronki, dan mengi.2
4) Pemeriksaan Penunjang
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%). VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat,
8
dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan
pasca-bronkodilator)
1 atau 2, mengalami eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam setahun dan tidak
dan tidak pernah mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta
3 atau 4, dan/ atau mengalami eksaserbasi sebanyak ≥2 kali per tahun atau ≥1
kali mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta hasil penilaian
3 atau 4, dan/ atau mengalami eksaserbasi sebanyak ≥2 kali per tahun atau ≥1
9
kali mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta hasil penilaian
keluhan pasien1.
10
PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau Sa O2 < 90% dengan atau tanpa PaCO2 >
6,7 kPa (50 mmHg), saat bernafas dalam udara ruangan, mengindikasikan
adanya gagal nafas. PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg), PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg)
dan pH < 7,30, memberi kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu
e. Mikrobiologi sputum2
TB paru, namun seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal
jantung kronik. Perbedaan klinis PPOK, asma bronkial dan SOPT (Sindrom
Tabel 2.3. Perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan spirometri pada PPOK, asma
bronkial dan SOPT.1,2
11
2.7 Penatalaksanaan
1. Mengurangi gejala
- Menghilangkan gejala
2. Menurunkan resiko
A. Non-farmakologi
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau
sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi
12
4) Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5) Penyesuaian aktivitas
1) Berhenti merokok
3) Penggunaan oksigen
1) Ringan
2) Sedang
3) Berat
13
B. Terapi Farmakologi
a. Bronkodilator
atau mengubah variable spirometri dengan cara mempengaruhi tonus otot polos
Prinsip kerja dari β2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas
bronkodilator dari short acting β2 agonist biasanya dalam waktu 4-6 jam.
(Evidence B). Penggunaan dosis tinggi short acting β2 agonist pro renata
pada pasien yang telah diterapi dengan long acting broncodilator tidak
sesak dan kualitas hidup pasien (Evidence A). Efek samping adanya
14
somatic merupakan masalah pada pasien lansia yang diobati obat golongan
ini.
• Antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium, oxitropium dan
lebih lama dibanding short acting β2 agonist. Tiopropium memiliki waktu kerja
lebih dari 24 jam. Aksi kerjanya dapat mengurangi eksaserbasi dan hospitalisasi,
efektivitas rehabilitasi pulmonal (Evidence B). Efek samping yang bisa timbul
b. Methylxanthine
dilaporkan berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak
c. Kortikosteroid
gejala, fungsi paru, kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada
d. Phosphodiesterase-4 inhibitor
memiliki efek samping seperti mual, menurunnya nafsu makan, sakit perut, diare,
15
Pilihan terapi PPOK
Beta2 - agonis
Antikolinergi
Methylxanthines
Phosphodiesterase-4 inhibitors
1. Terapi Oksigen
2. Ventilatory Support
hipermetabolisme.
16
5. Surgical Treatment ( Lung Volume Reduction Surgery (LVRS),
Bullectomy.1
> 65 tahun
• Alpha-1 Augmentation therapy: Terapi ini ditujukan bagi pasien usia muda
eksaserbasi
• Vasodilator
17
Algoritma Penanganan PPOK Ekaserbasi
18
2.8 komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal
napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal
napas kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan
PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat normal. Gagal napas akut pada gagal napas
kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum
bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien PPOK
produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini
memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini imunitas
tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.
Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan
2.9 Pencegahan
- Berhenti merokok
19
20