Anda di halaman 1dari 6

Anesth Pain Med. 2015 June; 5(3): e26866.

Dipublikasikan online 11 Juni 2015.

DOI: 10.5812/aapm.26866v2
Laporan Kasus

Kejang Dalam Kehamilan Disebabkan Cerebral


Venous Sinus Thrombosis.
1

Bagian Anastesiologi, Pusat Penelitian Kesehatan Reproduktif, Ilmu Kedoketeran Universitas Guilan, Rasht, Iran

Bagaian obstretrik dan ginekologi, Pusat Penelitian Kesehatan Reproduktif, Ilmu Kedoketeran Universitas Guilan, Rasht, Iran

*Penulis: Farnoush Farzi, Bagian Anastesiologi, Pusat Penelitian Kesehatan Reproduktif, Ilmu Kedoketeran Universitas Guilan, Rasht,
Iran. Tel: +98-9113311653, Fax: +98-1333325624, E-mail: Farnoush_farzi@yahoo.com

Didapatkan: January 14, 2015; Direvisi: March 7, 2015; Diterima: April 22, 2015

Pendahuluan: Kejang terkait kurang dari 1% dalam kehamilan, namun hal ini berhubungan dengan
peningkatan maternal dan komplikasi janin. Trombosis sinus vena serebral (Cerebral venous
sinus thrombosis) merupakan penyebab yang jarang sangat jarang, namun berpotensial mengancam jiwa
karena kejang selama kehamilan. Disajikan kejang primer dalam 12% - 31,9% kasus. Kehamilan dan masa
nifas dikenal sebagai faktor risiko trombosis sinus vena serebral.
Presentasi Kasus: Berikut disajikan sebuah kasus kejang setelah melahirkan dengan operasi caesar pada
wanita yang sehat. Diagnosis akhir adalah trombosis sinus vena cerebral yang kemungkinan karena
kondisi hiperkoagulasi saat kehamilan.
Kesimpulan: Jika kejang terjadi selama periode peripartum, bersama dengan memberikan dukungan
kardiovaskular lengkap dan dukungan pernapasan, kecepatan pengukuran diagnostik diperlukan dan
trombosis sinus vena serebral harus dipertimbangkan sebagai kemungkinan diagnosis.
Kata Kunci: Kejang; Kehamilan; Pembekuan Darah
1. Pendahuluan
2.

Kejang terlibat kurang dari 1% dari kehamilan; Namun, hal ini terkait
dengan peningkatan maternal dan komplikasi janin. Ketika kejang terjadi untuk
pertama kalinya selama kehamilan, pemeriksaan harus meliputi perolehan riwayat
secara cermat. pemeriksaan fisik, dan tes yang sesuai. Selain itu, semua potensi
penyebab kejang pada kehamilan harus dipertimbangkan termasuk: epilepsi,
perihal serebrovaskular (perdarahan, ruptur aneurisma, emboli arteri atau
trombosis, trombosis sinus vena serebral, iskemik hipoksia ensefalopati, angioma),
eklampsia, cacat otak bawaan, ensefalitis , trauma, tumor otak, hati dan gagal
ginjal, kelainan metabolik (hipoglikemia, hiponatremia, kondisi hiperosmolar, dan
hipokalemia), overdosis obat / pengurangan, trombofilia, sindrom antifosfolipid,

dan kelainan autoimun (lupus eritematosus sistemik, trombotik trombocitopenia


purpura ) (1).
3.

Cerebral Venous Sinus Trombosis (CVST) merupakan komplikasi yang


jarang dengan kejadian diperkirakan 3 - 5/1.000.000 pada populasi umum (2,3),
yang jarang menyebabkan pendarahan otak (4). Hal ini juga jarang tapi berpotensi
mengancam jiwa yang disebabkan kejang selama kehamilan, menghadirkan kejang
pertama kali pada 12% 31,9% kasus. Dalam kasus lain, sakit kepala, kejang fokal
dan kejang umum, unilateral dan bilateral paresis, dan edema papil dapat terjadi
(3). Kehamilan dan masa nifas dikenal sebagai faktor risiko CVST (5). Salah satu
alasan penting adalah kondisi hiperkoagulasi karena meningkatnya kadar faktor
koagulasi pada kehamilan. Aktivitas faktor koagulasi secara umum (I, VII,VIII, IX,
X, XII) meningkat selama kehamilan, sementara aktivitas fisologis antikoagulan
menurun. (6).

4.
5. Presentasi Kasus
6. Seorang wanita 21 tahun primigravida yang sehat dirujuk untuk operasi caesar atas
indikasi Intrauterine Growth Retardation (IUGR) and fetal distress. Pemantauan rutin
termasuk pulse oxymetri, tekanan darah noninvasif, dan EKG ditetapkan dan operasi
caesar dilakukan dengan anestesi spinal dengan hiperbarik 5% lidokain 70 mg dalam
posisi duduk dari L3-L4 ruang vertebral mengunakan jarum Quincke 25 Gauge. Sebelum
dan selama operasi dan pada ruang pemulihan, hemodinamik pasien stabil dengan tekanan
darah di kisaran 115/65 sebelum operasi dan 90/55 sampai 115/78 selama dan setelah
operasi. Pasien menerima 500 mL larutan ringer laktat sebelum blok neuraksial dan 2 L
selama operasi, perkiraan kehilangan darah adalah 500 mL. Oksitosin 40 IU sebagai infus
diberikan dalam satu jam pertama setelah melahirkan. Pasien juga memiliki tingkat
kesadaran normal. Tiga jam setelah transmisi ke bangsal, pasien mendapatkan kejang
umum tonik-kolonic yang berlangsung kurang dari satu menit. Pasien segera dikirim ke
ICU (intensive care unit) dan mendapatkan kejang umum tonik-kolonic hanya setelah
transmisi terakhir yang berlangsung selama lebih dari satu menit dan dikontrol dengan
pemberian 10 mg diazepam IV (intravena), kemudian pasien masuk kedalam fase postictal.
Lima menit kemudian, kejang terjadi terjadi dan pasien di intubasi dan infus sodium
thiopental 1,5 mg/kg/h dimulai untuk kejang yang resisten. Sementara itu, konsultan ahli
saraf memberikan 750 mg fenitoin dan 800mg depakine, dan diduga suspek eklampsia,
ahli kandungan memberikan magnesium sulfat 4 g bolus intravena dalam 10 menit

selanjutnya infus 2 g/h. Di ICU sampel darah dan urin diambil. Level glukosa darah
didapatkan normal dan analisis arterial blood gas (ABG) menunjukkan asidosis metabolik
yang dikoreksi dengan pemberian sodium bikarbonat. Hipokalemia (K= 3.1) dan
hipokalsemia (Ca= 7.1) telah diamati dalam uji laboratorium dasar yang telah dikoreksi
dengan infus intravena kalium 10 mEq / jam dan perlahan injeksi IV kalsium 1 g. Hitung
sel darah, PTT (partial thrombolastin time), PT (prothrombin time), INR (international
normalized ratio) dan uji fungsi hati berada di kisaran normal (AST = 35 U/ L, ALT = 42
U/ L, PT = 13 detik, PTT = 30 detik, INR = 1,2, proteinuria = negatif). Pemantauan
tekanan darah, pasien selalu memiliki sistolik normal, diastolik dan tingkat rata rata. Oleh
karena itu, eklampsia dan HELLP (Hemolisis, Elevated Liver Enzymes, Low platetet
count) sindrom dikeluarkan dan penyebab lain dari kejang dianggap lebih mungkin.
7. Pada pemeriksaan mata, tidak terdapat tanda papilledema. Pasien tidak memiliki

hemiparesis, hemiplegia atau Keterlibatan saraf kranial pada pemeriksaan neurologis.


8. Meskipun semua penanganan, pasien mendapatkan kembali tiga kejang
dalam interval 1-1,5 jam yang dikontrol dengan injeksi 100 mg sodium thiopental. Enam
jam setelah kejang terakhir, infus natrium thiopental dikurangi menjadi 1 mg / kg / jam dan
setelah 36 jam infus natrium thiopental dihentikan dan pasien diekstubasi. Setelah
ekstubasi, pasien menjadi sedikit lesu; Namun, pasien memperoleh kesadaran lengkap
dalam waktu 6 - 8 jam kemudian.
9. Ketika kejang tidak dikendalikan oleh magnesium sulfat, masalah neurologis
dipertimbangkan dan di hari kedua MRI (magnetic resonance imaging) otak dilakukan
yang memperlihatkan obstruksi dari pleksus vena cerebral (Gambar 1). Segera, teerapi
antikoagulan dilakukan dengan Celexane 40 mg dua kali sehari. Empat hari kemudian,
magnetic resonance venogram (MRV) menunjukkan bahwa obstruksi telah teratasi.
10.

Setelah mengkonfirmasi diagnosis trombosis sinus vena serebral, beberapa

tes skrining laboratorium termasuk antinuclear antibody (ANA), anti-neutrophil


cytoplasmic antibodies (perinuclear and cytoplasmic) [ANCA(P.C)], anti-double strain
DNA (anti DSDNA ), Protein C and S, C3, C4, CH50 (50% pelengkap hemolitik), antitrombin

dan

faktor

reumatoid

(RF)

yang

dilakukan

untuk

mengevaluasi

kondisi koagulasi; semua menunjukkan nilai normal. Berdasarkan hasil laboratorium


normal dan tidak ada riwayat koagulopati pada pasien dan kerabatnya, diagnosis akhir

adalah trombosis sinus vena serebral kemungkinan karena kondisi hiperkoagulasi pada
kehamilan.
11.Setelah 11 hari, pasien dipulangkan dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa
komplikasi neurologis dengan resep warfarin.

12.
13. Gambar 1. Tertanda trombosis pada sinus tranversus dextra
14. (T1, pada hari kedua kejang dan hilangnya kesadaran).

15.
1. Diskusi
16.

Kejang dalam kehamilan berhubungan dengan komplikasi maternal dan

fetal. Diagnosis banding dari kejang pada wanita hamil meliputi eklampsia, epilepsi,
kecelakaan pembuluh darah otak dan CVST.
17.

Pada subjek ini, terapi magnesium sulfat diberikan berdasarkan diagnosis

utama eklampsia namun meskipun diberikan dosis awal dan pemeliharaan,


kejang tetap tidak berhenti. Oleh karena itu, penyelidikan lebih lanjut
menggunakan MRI dan MRV mengungkapkan CVST. Terapi antikoagulasi
memberikan hasil pemulihan sempurna pada pasien.
18.

Trombosis vena sering terjadi pada tungkai bawah dan

dapat mengakibatkan emboli arteri pulmonalis (7). kadang-kadang,


trombosis terjadi di lokasi yang jarang seperti sinus vena serebral.

Trombofilia herediter (seperti mutasi faktor V Leiden atau herediter


protein C dan defisiensi protein S), kondisi hipertrombotik didapat,
penyakit sistemik (vaskulitis seperti sindrom Behcet atau sistemik lupus
erythematosus), neoplasma, penyakit menular sistemik, alasan lokal
seperti mastoiditis dan otitis, dan kontrasepsi oral adalah faktor resiko
terjadinya CVST.

19.

Sidhom dkk., melakukan sebuah studi untuk mengivestigasi kejadian dan


faktor resiko Cerebral Venous Sinus Trombosis. Pada 29% pasien, kejang
merupkan tanda awal, yang mana 59% mendapatkan kejang umum atau
generalisata. Faktor resiko meliputi 9% kehamilan, 29% masa nifas dan
koagulopati 59% pada beberapa kasus. Perlu diketahui, subjek yang dugunakan
faktor essiko CVST adalah kehamilan.

20.

Sharp dkk., melaporkan seorang wanita dengan riwayat CVST pada saudara
sepupu. Melalui uji screening wanita tersebut memiliki keturunan kekurangan
antitrombin 1. Sebagai pasien memutuskan untuk hamil, profilaksis dengan heprin
molekul rendah diberikan di awal dan tidak terdapat masalah sampai minggu ke 34
kehamilan hingga pasien megeluhkan pusing dan muntah diakhir selam 4 hari.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan masalah neurologik dam fetus tidak dalam
keadaan kondisi stres pada sonografi.

21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37. \
38.

Anda mungkin juga menyukai