Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan merupakan bagian penting sepanjang kehiduan manusia
dan menjadi indikator yang menunjukkan kualitas pertumbuhan
pembangunan suatu bangsa dalam kaitannya dengan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Sejalan dengan tujuan SDGs (Sustainable Development
Goals) sebagai kelanjutan dari global goals Milenium Development Goals
(MDGs) yang berakhir tahun 2015, maka perlu diupayakan langkah-
langkah pencegahan penyakit dalam rangka pencapaian goals point ke-3
yaitu menjamin kesehatan yang baik serta mendorong kesejahteraan hidup.
Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan berimplikasi pada
bertambah luasnya areal pemukiman penduduk mempengaruhi timbulnya
berbagai masalah kesehatan yang berkaitan dengan lingkungan tempat
tinggal, termasuk di antaranya penyakit DBD (jurnal, Penkes kemenkes
2018).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus
Flavivirus,dan family Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan
nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti (infodatin, 2016).
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang
seluruh kelompok umur. Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).
Penyebaran DBD yang tinggi karena berpengaruhnya faktor cuaca
dan iklim serta musim pancaroba yang cenderung menambah jumlah
habitat vector DBD, sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukan baginyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak
mandi, kaleng bekasdan tempat penampungan air lainnya) (Suhendro dkk,
2006) kondisi inidiperburuk dengan rendahnya partisipasi masyarakat
dalam pengendalian DBD dikarenakan masih kurangnya pengetahuan,
2

sikap dan tindakan kelompok dan masyarakat dalam penanggulangannya


DBD (Kemenkes RI,2015).
Kementerian Kesehatan menyebutkan hingga akhir Februari tahun
2016, kejadian luar biasa (KLB) penyakit DBD dilaporkan ada di 12
Kabupaten dan 3Kota dari 11 Provinsi di Indonesia. Kementerian
Kesehatan RI mencatat jumlahpenderita DBD di Indonesia pada bulan
Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487orang penderita DBD dengan
jumlah kematian 108 orang Golongan terbanyakyang mengalami DBD di
Indonesia pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44% danusia 15-44 tahun
mencapai 33,25% (Kemenkes RI, 2016).Menurut data World Health
Organization (WHO), Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban
dengue di dunia antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia
dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD terbesar diantara 30
negara wilayah endemis.
Berdasarkan data internal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
(P2P), pada tahun 2015, penderita demam berdarah di 34 provinsi di
Indonesia sebanyak 129.179 orang, dimana 1.240 diantaranya meninggal
dunia. Melihat kondisi yang cukup mengkhawatirkan ini, Kementerian
Kesehatan melalui dinas-dinas Kesehatan di seluruh Indonesia lebih
gencar melakukan Gerakan "1 Rumah 1 Jumantik". Gerakan ini
merupakan program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang mengajak
seluruh masyarakat berperan aktif dalam mencegah perkembangbiakan
nyamuk, khususnya jentik nyamuk Aedes Spp (CNN,2017). Berdasarkan
data dari rekam medik RS. M. Ridwan Maureksa Jakarta Timur penderita
DHF yang di rawat pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2018
sebanyak 63 jiwa dari 1.200 pasien yang di rawat dengan penyakit lainnya
(Rekam Medik,2018)
Gejala awal DBD antara lain demam tinggi mendadak
berlangsung sepanjang hari, nyeri kepala, nyeri saat menggerakan
bola mata dan nyeri punggung, kadang disertai adanya tanda-tanda
perdarahan, pada kasus yang lebih berat dapat menimbulkan nyeri ulu
hati, perdarahan saluran cerna, syok, hingga kematian. Masa inkubasi
3

penyakit ini 3-14 hari, tetapi pada umumnya 4-7 hari (Kemenkes RI,
2016).
Demam berdarah dengue yang tidak ditangani dengan baik dapat
menimbulkan komplikasi seperti syok, perdarahan, gagal ginjal akut,
gagal hati akut, gagal nafas, hingga kematian. Anak memeliki resiko yang
lebih tinggi untuk mengalami kebocoran plasma yang dapat menyebabkan
terjadinya syok dibandingkan orang dewasa (Prihaningtyas, 2014).
Dengan melihat kasus tersebut maka dibutuhkan peran dan fungsi
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dengan benar meliputi
promotif adalah suatu kegiatan atau pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan, preventif yaitu
kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit, kuratif
adalah suatu kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan
penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian
penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga
seoptimal mungkin, adapun rehabilitative adalah kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat
berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya yang
dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan, antara lain dengan memberikan pendidikan kesehatan untuk
meningkatkan status kesehatan klien, memeriksa kondisi secara dini,
memberikan obat anti mikroba sesuai dengan jangka waktu tertentu untuk
mengobati penyebab dasar dan dalam perawatan diri klien secara optimal,
sehingga muncul pentingnya asuhan keperawatan dalam menanggulangi
klien dengan Dengue Hemoraggic Fever yang Rs. M. Ridwan Maureksa
Jakarta Timur .
Berdasarkan masalah dan data yang sudah di uraikan di atas maka
penulis tertarik mengangkat Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul“Asuhan
Keperawatan pada klien atas Indikasi DHF (Dengue Haemoragic
Fever)dengan masalah keperawatan Resiko Perdarahan di RS. M.
Ridwan Maureksa Jakarta Timur.”
4

1.2. Batasan Masalah


Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien atas Indikasi
DHF (Dengue Haemoragic Fever) dengan masalah keperawatan Resiko
Perdarahan di RS. M. Ridwan Maureksa Jakarta Timur ?

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari Penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk
mengambarkan dan mampu dalam melaksanakanAsuhan Keperawatan
pada klien atas Indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever) dengan
masalah keperawatan Resiko Perdarahan
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien atas
Indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever) dengan masalah
keperawatan Resiko Perdarahan .
2. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien atas
Indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever) dengan masalah
keperawatan Resiko Perdarahan.
3. Mampu dalam menyusun dan merencanakan tindakan
keperawatan pada pasien atas Indikasi DHF (Dengue
Haemoragic Fever) dengan masalah keperawatan Resiko
Perdarahan.
4. Mampu dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien
atas Indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever) dengan masalah
keperawatan Resiko Perdarahan
5. Mampu dalam melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada
pada pasien atas Indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever)
dengan masalah keperawatan Resiko Perdarahan
6. Mampu dalam mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan
praktek pada pasien atas Indikasi DHF (Dengue Haemoragic
Fever) dengan masalah keperawatan Resiko Perdarahan
5

7. Mampu dalam mengindentifikasi factor-faktor pendukung,


penghambat, serta mencari solusi pada pasien atas Indikasi DHF
(Dengue Haemoragic Fever) dengan masalah keperawatan
Resiko Perdarahan
8. Penulis mampu mendokumentasikan semua kegiatan
keperawatan dalam bentuk narasi asuhan keperawatan pada
pasien atas Indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever) dengan
masalah keperawatan Resiko Perdarahan

1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi perawat
Karya tulis ini di harapkan dapat brguna bagi perawat
dalam menambah pengetahuan serta wawasan pada asuhan
keperawatan pada pasien atas Indikasi DHF (Dengue Haemoragic
Fever) dengan masalah keperawatan Resiko Perdarahan

1.4.2. Bagi Rumah sakit


Karya tulis ilmiah ini dapat menjadi salah satu referensi
serta bahan bacaan tentanga suhan keperawatan pada pasien atas
Indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever) dengan masalah
keperawatan Resiko Perdarahan RS. M. Ridwan Maureksa Jakarta
Timur dalam meningkatkan pelayanan kesehatan.

1.4.3. Bagi Klien dan keluarga


Karya tulis ini bermanfaat bagi pasien dan keluarga dalam
memperoleh informasi penting tentang asuhan keperawatan pada
pasien atas Indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever) dengan
masalah keperawatan Resiko Perdarahan

1.4.4. Bagi Institusi pendidikan


Karya tulis ini dapat menjadi acuan bagi institusi pendidikan
pada masa yang akan datang sebagai bahan masukan bagi pihak lain
6

yang ingin menulis tentang manajemen asuhan keperawatan pada


klien atas Indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever) dengan masalah
keperawatan Resiko Perdarahan di AKPER Manggala Husada Jakarta
timur.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Penyakit Dengue Hemorrgic Fever atau umumnya di sebut oleh
orang awam Demam Berdarah Dengue (DBD) ,merupakan salah satu
penyakit menular yang dapat menyerang semua orang, bahkan kejadian
DBD ini sering mewabah. Demam berdarah merupakan penyakit yang
banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis. Host
alami DBD adalah manusia, sedangkan agentnya adalah virus dengue.
Virus dengue ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang telah
terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti yang terdapat hampir di
seluruh pelosok Indonesia (Candra, 2010; Yogyana, Ibrahim & Bintara,
2013).
Penyakit Demam Berdarah Dengue /DBD (secara medis disebut
Dengue Hemerragic Fever/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
aedes albopictus. Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan
system pembekuan darah, sehngga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis, seperti Asia Tenggara,
India, Brazil, Amerika, termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali
ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan air laut. Demam Berdarah Dengue tidak menular melalui
kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam
berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. (Dwi Sunar Prasetyo :
2012
Penyakit dengeu adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus
dengeu dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai dengan ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan ditesis
hemoragik. (Nanda nic-noc, 2015) Demam dengue dan demam berdarah
dengue / DBD (dengue haemorragic fever / DHF) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
8

nyeri otot / nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,


trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. (Aru.W. Sudoyo, dkk : 2006)
Infeksi dengue merupakan penyakit yang disebabkan virus dengue,
ditularkan oleh nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti betina yang dapat
menyerang ke semua manusia yang bisa mengakibatkan kematian bila
tidak di berika pengobatan serta perawatan yang cepat dan tepat.

2.2. Etiologi
Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular

yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat

mengakibatkan kematian, terutama pada anak, remaja, dewasa serta sering

menimbulkan wabah. Dalam siklus hidupnya, aedes aegypti mengalami 4

stadium yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Stadium telur, larva dan pupa

hidup didalam air tawar yang jernih serta tenang.

Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti yaitu tempat dimana

nyamuk meletakan telurnya terdapat didalam rumah (indoorr) maupun di

luar rumah (outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang

paling utama adalah tempat-tempat penampungan air. Sedangkan tempat

perindukan yang ada Di luar rumah (halaman) kaleng bekas, botol, dll.

Factor-faktor yang mempengaruhi jumlah populasi nyamuk:

a. Iklim

Tempat perindukan nyamuk aedes aegypti tidak terus menerus

sepanjang tahun. Apabila musim hujan tiba maka populasi nyamuk

aedes aegypti akan meningkan sedangkan pada waktu musim kemarau


9

populasi nyamuk akan menurun. Hal ini disebabkan karena pada

musim kemarau jumlah tempat perindukan berkurang (yang diluar

rumah)

b. Suhu dan kelembaban

Suhu udara yang tinggi dan kelembaban udara yang relative

rendah sangat tidak menguntungkan bagi kehidupan nyamuk,

akibatnya umur nyamuk lebih pendek dan cepat mati. Sebaliknya suhu

udara yang sejuk dan kelembaban udara yang tinggi sangat

menguntungkan bagi kehidupan nyamuk.

2.2.1. Virus dengue


Virus dengeu yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk
ke dalam arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari
empat tipe virus dengue
2.2.2. Vektor
Vektor klasik penyakit DBD adalah nyamuk Aedes
Aegepti, nyamuk Aedes Albopticus, Aedes Polynesiensis, aedes
Scutellasis dan Aedes Pseudoscutellaris (doc-alfarisi-blogspot.com,
2011, informasi kesehatan dan kedokteran)
2.2.3. Host
Jika seseorang mendapat mendapat infeksi dengue pertama
kalinya maka akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi
tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus
dengan yang sama tipenya maupun virus dengeu tipe lainya.
Dengeu Haemorragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang
yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dan
dapat pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue
untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengeu dari ibunya melalui plasenta.
10

2.3. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk

aedes aegypti atau aedes albapictus. Organ sasaran ari virus adalah organ

hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Di dalam tubuh

manusia, virus berkembang biak dalam system retikuloendotelial dan

target utama virus dengue adalah APC (antigen presenting cells) dimana

pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer

dari hepar dapat juga terkena. Virus bersikulasi dalam darah perifer di

dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T. Terdapat

dua perubahan patofisiologis yang menyolok yaitu:

1. Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya

plasma, hipovolemia dan hipotensi, hemokonsentrasi dan

hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).

2. Gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan vaskuler,

trombositopenia dan kelainan koagulasi. Pada DBD terdapat kejadian

unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan

rongga peritoneal. Kebocoran terjadi singkat (24-48 jam).

Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh

penderita adalah veremia yang mengakibatkan penderita menjadi

demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh,

ruam atau bintik-bintik kecil pada kulit (ptekie), hipertermi

tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran hati

(hepatomegali) dan pembesaran limpa (spenomegali). System respon

imun setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus

berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti


11

dengan viremia yang berlangsung 2-7 hari. Akibat infeksi virus ini

muncul respon imun baik hemoral maupun seluler, antara lain

antinetralisasi, antihemaglutinin, antikomplemen. Antibody yang

muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue

primer antibody mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibody yang telah ada meningkat (boosterbeffect). Antibody

terhadap virus dengue dapat ditemukan didalam darah sekitar demam

hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ke-3 dan

menghilang setelah 60-90 hari.

2.4. Klasifikasi
2.3. 1. Derajat 1
Demam disertai dengan gejala tidak khas, hanya terdapat
manifestasi perdarahan.
2.3. 2. Derajat 2
Seperti derajat 1 disertai perdarahan spontan pada kulit atau
tempat lain
2.3. 3. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi dengan nadi cepat dan
lemah serta penyempitan tekanan darah rendah kurang atau
hipotensi disertai sdsnys kulit yang dingin dan lembab serta gelisah
2.3. 4. Derajat 4
Syok hebat yang di sertai dengan tekanan darah atau nadi
tidak terdektesi (WHO).
12

2.5. Pathway
13

2.6. Manifestasi Klinis


Menurut Ridha (2014) tanda dan gejala DHF adalah demam
tinggi selama 5-7 hari, perdarahan terutama perdarahan di bawah kulit
(hematoma, ecymosis), epistaksis, hematomesis melena, hematuri,
mual, muntah, nafsu makan menurun, diare, konstipasi, nyeri otot, nyeri
tulang sendi, nyeri abdomen dan ulu hati, sakit kepala, pembengkakan
sekitar mata, pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening,
tanda-tanda rejatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, nadi cepat dan lemah).
Sedangkan menurut World Health Organization (WHO,
1975/1986/1997 dalam Rampengan, 2008) terdiri dari empat kriteria
klinik yang ketepatannya berkisar 70-90%. Pertama, demam tinggi
mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari dengan sebab yang
tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi oleh antipiretika maupun
surface cooling. Kedua, manifestasi perdarahan dengan manipulasi yaitu
uji tourniguet positif dan bentuk lain perdarahan/perdarahan spontan
(Patechia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi) dan
hematemesis melena. Rumpel leed test dengan tekhnik yakni klien
diukur tekanan darahnya dan dicari sistol dan diastolnya, setelah
ketemu kemudian dijumlahkan lalu dibagi dua, hasil digunakan untuk
patokan mempertahankan tekanan air raksa tensimeter, pompa lagi
balon tensimeter sampai patokan tadi lalu kunci dan pertahankan
sampai 5 menit, setelah itu buka kuncinya dan mansit dilepaskan,
kemudian lihat apakah ada petekie / tidak di daerah volar lengan bawah.
Kriteria normal Rumple leede yaitu <10 dalam 1 lingkaran 5 cm (+)
bila jumlah petekie ≥20 dan (±) bila jumlah petekie 10-20 dan (-) bila
jumlah petekie <10). Ketiga, pembesaran hati. Pembesaran hati
biasanya terjadi pada permulaan penyakit. Derajatnya tidak sejajar
dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan di daerah hati sering
ditemukan, tampak jelas pada orang dewasa dan berhubungan dengan
adanya perdarahan. Keempat, Syok yang ditandai dengan nadi lemah
14

dan cepat disertai dengan tekanan nadi yang menurun menjadi 20


mmHg atau sampai nol, tekanan darah yang menurun (tekanan
sistolik menurun sampai 80 mmHg atau sampai nol) dan kulit yang
teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung hidung, jari dan
kaki penderita gelisah serta timbul sianosis disekitar mulut.

2.7. Komplikasi
Menurut Desmawati (2013) komplikasi yang dapat ditimbulkan
oleh DHF antara lain :
1. Perdarahan luas.Sindrom Syok Dengue (SSD) seluruh kriteria DBD
disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi (nadi yang cepat
dan lemah, tekanan darah turun ≤ 20 mmHg, hipotensi
(dibandingkan standar sesuai umur), kulit dingin dan lembab,
dan gelisah).
2. Ensefalopati dengue pada umumnya terjadi sebagai komplikasi
syok yang berkepanjangan dengan perdarahan. Dikatakan pula
bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati
akut. Kerusakan hati ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable ) sampai
2-4 cm di bawah lengkung iga kanan, derajat pembesaran hati
tidak sejajar dengan beratnya penyakit.
3. Kelainan ginjal terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik, oedema paru adalah
komplikasi yang mungkin sering terjadi akibat pemberian cairan
yang berlebihan.
4. Penurunan kesadaran akibat dari infeksi virus dengue mengalami
replika maka terbentuk kompleks virus antibodi yang
menyebabkan efek salah satunya permeabilitas kapiler yang
mengikat sehingga terjadi penurunan transportasi oksigen.
5. Sedangkan menurut Rampengan (2008) komplikasi yang sering
dijumpai pada penderita DBD adalah gangguan keseimbangan
elektrolit dan overhidrasi. Pertama, gangguan keseimbangan
15

elektrolit. Gangguan keseimbangan elektrolit biasanya dijumpai


pada fase leakage atau kritis dan yang paling sering adalah
hiponatremia dan hipokalsemia, sedangkan hipokalemia sering pada
fase konvalesen. Hiponatremia, karena intake yang tidak cukup dan
mendapat cairan yang hipotonik misalnya N/2 atau N/3. Jika
penderita tidak mengalami kejang tidak perlu diberikan Nacl 3%,
tetapi cukup diberi Nacl 0,9% atau RL-D5% atau RA-D5%.
Hipokalsemia, karena leakage Ca mengikuti albumin ke ruangan
peritoneum dan pleura. Diobati dengan Ca glukonas 10% sebanyak
1 ml/kgBB/kali (maksimal 10 ml) diencerkan dan diberi IV
perlahan dapat diulangi tiap 6 jam hanya pada penderita resiko tinggi
atau yang mungkin akan mengalami komplikasi, misalnya pada
derajat IV dan pada penderita dengaan overhidrasi. Kedua,
overhidrasi. Komplikasi overhidrasi dapat dijumpai, baik pada fase
kritis maupun fase konvalsen. Komplikasi ini lebih serius karena
dapat menyebabkan edema paru akut dan atau gagal jantung
kongestif, yang berakhir dengan gagal nafas dan kematian.

2.8. Pemeriksaan Penunjang


2.8.1 Penatalaksanaan Medis
Menurut Prihaningtyas (2014) beberapa pemeriksaan
laboratorium yang bisadilakukan saat anak dicurigai menderita
infeksi dengue, antara lain:
1. Hitung darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah
sel darah putih (leukosit), keping darah (trombosit),
hematokrit dan lain-lain.
2. Anti dengue IgM dan IgG
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi antibodi IgG dan
IgM terhadap virus dengue. IgM mengindikasikan seseorang
sedang terinfeksi. Sedangkan IgG mengindikasikan seseorang
16

pernah atau sedang terinfeksi. Anti dengue IgG dan IgM


dapat dilakukan setelah hari ke-3 anak mulai demam.
3. Pemeriksaan NS1
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi antigen virus
dengue dalam darah dan bisa dilakukan pada hari pertama
anak demam. Pemerikssaan NS1 dapat mendeteksi virus
dengue lebih cepat dibandingkan pemeriksaan IgM dan IgG.
Keuntungan deteksi infeksi lebih awal adalah dapat
memberikan terapi suportif dan memantau anak agar
kondisinya tidak memburuk.
4. Foto dada dan USG dada jika dicurigai ada kebocoran plasma,
seperti adanya efusi pleura (cairan di rongga selaput paru).
Sedangkan menurut Suriadi &Yuliani (2010)
pemeriksaan penunjang pada DHF adalah Darah lengkap;
hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih).
Meningginya hematokrit sangat berhubungan dengan beratnya
rejatan. Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan
darah dan nadi, oleh karena itu pemeriksaan hematokrit secara
berkala dapat menentukan saat yang tepat untuk mengurangi atau
menghentikan pemberian cairan parenteral atau saat pemberian
darah. Trombositopenia (100.000/mm³ atau kurang), penurunan
trombosit berkorelasi dengan beratnya penyakit, tetapi trombosit
yang sangat rendah tidak selalu berkorelasi dengan beratnya
perdarahan, Serologi; uji HI (Hemoaglutination Inhibition test),
Rontgen thorax; efusi pleura.

2.8.2 Penatalaksanaan Nonfarmakologis


1. Istirahat, makanan lunak, tingkatkan asupan cairan oral
2. Pantau tanda - tanda syok, terutama pada transisi fase febris
(hari ke 4-6).
3. Pantau tanda - tanda syok, terutama pada transisi fase febris
(hari ke 4-6)
17

4. Klinis : tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah


5. Laboratorium : Hb, Ht, Trombosit, Leukosit

2.8.3 Penatalaksanaan Farmakologis


1. Simtomatis : antipiretik parasetamol bila demam
2. Tatalaksana terinci dapat dilihat pada gambar protokol
tatalaksana DBD
3. Cairan intravena : Ringer laktat atau ringer asetat 4 -6 jam /
kolf.
4. Evaluasi jumlah cairan, kondisi kliis, perbaikan /
perburukan hemokonsentrasi. Koloid / plasma ekspander
pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan.
5. Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi
6. Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III dan IV
dengan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID)
(Wikipedia,2018).

2.9. Tinjauan Teoretis Keperawatan Dengue Haemorrhagic fever (DHF)


2.9.1 Pengkajian
1. Kaji riwayat keperawatan
Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda-tanda
perdarahan, mual muntah, tidak nafsu makan ,nyeri ulu hati,
nyeri otot dan sendi, tanda tanda renjatan denyut nadi
cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama
pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran
(Suriadi,2008).
2. Pengkajian fokus
a. Riwayat kesehatan meliputi: penyakit sekarang, penyakit
dahulu, penyakit keluarga.
b. Tempat tinggal: menandakan layak atau tidaknya tempat
tinggal.
18

c. Kondisi lingkungan: menandakan bersih atau tidaknya


sebuah lingkungan
d. Adakah riwayat bepergian dari kota wilayah endemic.
e. Riwayat pekerjaan.
f. Faktor pencetus dan lamanya keluhan.
g. Tanda tanda vital: menandakan keadaan umum.
h. Pola nutrisi : menandakan baik atau tidaknya nutrisi yang
dikonsumsi
i. Pola aktivitas: menandakan rentang gerak aktivitasnya
(Wijayaningsih,2013).

2.9.2 Diagnosa Keperawatan (Nanda NIC-NOC, 2013).


1. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan kadar
trombosit dalam darah.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (virus dengue).
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan Kelelahan otot
pernafasa
4. Gangguan rasa nyaman:nyeri brhubungan dengan proses patologis
penyakit.
5. Ketidakseimbang nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia.
6. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b.d kebocoran plasma
darah.
7. Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh.
8. Devisit Volume Cairan b.d adanya cairan yang tidak adekuat
19

2.9.3 Perencanaan Keperawatan


1. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
penurunan kadar trombosit dalam darah.
Kriteria Hasil :
i. Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
ii. Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
i. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai
gejala klinis.
ii. Anjurkan Pasien untuk banyak istirahat
iii. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda
perdarahan lebih lanjut.
iv. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional :
i. Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran
pembuluh darah.
ii. Aktivitas Pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan perdarahan.
iii. Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini
mungkin.
iv. Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai
dosis yang diberikan (Nurarif & Kusuma, 2013).

2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit


(virus Dengue).
Kriteria Hasil:
i. Suhu tubuh normal (36 - 37°C).
ii. Klien bebas dari demam
20

Intervensi:
i. Kaji saat timbulnya demam.
ii. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan)
setiap 3 jam
iii. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24
jam).
iv. Berikan kompres hangat.
v. Anjurkan untuk memakai pakaian yang dapat
menyerap keringat.
vi. Kaloborasi untuk pemberian obat antipiretik.
Rasional :
i. Untuk mengidentifikasi pola demam klien.
ii. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
iii. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan
asupan cairan yang banyak.
iv. Menghambat pusat simpisis di hipotalamus sehingga
terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang
kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh
melalui penguapan.
v. Kondisi kulit yang lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jamur serta mencegah timbulnya ruam
kulit dan membantu proses penguapan.
vi. Untuk mengurangi demam dengan aksi sentral dii
hipotalamus (Wijayaningsih, 2013).

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri brhubungan dengan proses


patologis penyakit.
Kriteria Hasil :
i. Rasa nyaman pasien terpenuhi.
ii. Nyeri berkurang atau hilang
21

Intervensi:
i. Kaji tingkat nyeri dengan rentang nyeri skala 1-10.
ii. Beri posisi dan suasana yang nyaman.
iii. Kaji bersama pasien nyeri yang dialami
iv. Ajarkan pada pasien metode distraksi selama nyeri
v. Ajarkan tindakan penurunan nyeri invasiv.
vi. Kaloborasi pemberian obat analgetik
Rasional:
i. Mengetahui tingkat nyeri yang dialami klien sesuai
dengan respon individu terhadap nyeri.
ii. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses
relaksasi
iii. Membantu pasien dalam memilih cara yang nyaman
untuk mengurangi nyeri.
iv. Relaksasi akan mengalihkan perhatian selama nyeri.
v. Mengurangi nyeri tanpa beban/rasa yang
menyakitkan.
vi. Menurunkan nyeri secara optimal(Wijayaningsih,
2013).

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari


kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Kriteria Hasil :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, klien mampu
menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
diberikan/dibutuhkan.
Intervensi
i. Kaji kebiasaan diet pasien.
ii. Timbang berat badan setiap 2 hari sekali atau sesuai
indikasi.
iii. Beri makanan yang mudah dicerna.
iv. Hidangkan makanan sedikit tapi sering.
22

v. Ajarkan pasien dan Libatkan keluarga pasien pada


perencanaan makan sesuai indikasi.
vi. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti
mual.
Rasional :
i. Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien
ii. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan
dalam pencernaan makan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang.
iii. Mengurangi kelelahan saat makan.
iv. Adanya hepatomegali dapat menekan saluran
gastrointestinal.
v. Meningkatkan rasa keterlibatannya memberikan
informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi
pasien.
vi. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa
mual sehingga kebutuhan nutrisi pasien tercukupi
(Wijayaningsih, 2013).

5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kebocoran


plasma darah.
Kriteria Hasil :
Tanda-tanda adanya perdarahan tidak terjadi
Intervensi:
i. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
ii. Monitor kemampuan BAB.
iii. Batasi gerakan kepala, leher dan punggung
iv. Diskusikan mengenai perubahan sensasi.
23

Rasional :
i. Untuk mengetahui tanda-tanda perdarahan.
ii. Untuk mengetahui kemampuan mengedan pasien
meminimalisir adanya perdarahan.
iii. Untuk memperkecil resiko perdarahan.
iv. Untuk mengetahui keadaan umum pasien (Nurarif
& Kusuma, 2013).

6. Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan


kurangnya volume cairan tubuh.
Kriteria Hasil :
Tanda-tanda gejala syok hipovolemik tidak terjadi.
Intervensi :
i. Monitor keadaan umum pasien.
ii. Obsevasi tanda-tanda vital tiap 2-3 jam
iii. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang tanda tanda
perdarahan yang terjadi.
iv. Cek hb ,HT, AT setiap 6 jam.
v. Kaloborasi pemberian transfusi.
vi. Kaloborasi pemberian obat hemostatikum
Rasional :
i. Untuk memantau kondisi pasien selama masa
perawatan.
ii. Mengantisipasi adanya syok.
iii. Perdarahan yang cepat diketahui dapat segera
ditangani dan dicegah.
iv. Dengan memberi penjelasan kepada pasien/keluarga
diharapkan tanda-tanda syok atau perdarahan dapat
segera diketahui.
v. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh
darah.
24

vi. Untuk mengganti darah (volume darah) serta


komponen darah yang hilang.
vii. Untuk membantu menghentika
perdarahan(Wijayaningsih, 2013).

7. Devisit Volume Cairan b.d adanya cairan yang tidak adekuat


Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara
intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria Hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c,
RR : < 40 x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong,
UUB tidak cekung.
Intervensi:
i. Kaji kondisi status hemodinamika. R/ Pengeluaran
cairan akibat nutrisi yang tidak adekuat merupakan
faktor utama masalah.
ii. Ukur pengeluaran harian R/ Jumlah cairan
ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah
dengan jumlah cairan yang hilang dan harian
iii. Berikan sejumlah cairan pengganti harian R/Tranfusi
mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif
iv. Evaluasi status hemodinamika R/ Penilaian dapat
dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.
v. Pantau intake dan output R/ dapat meningkatkan laju
filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.
25

2.10 Implementasi Keperawatan


Menurut Wilkinson (2007) implementasi yang dapat dilakukan oleh
perawat terdiri dari :
a) Melakukan, implementasi pelaksanaan kegiatan di bagi didalam
beberapa kriteria yaitu :
i. Di laksanakan dengan mengikuti order dari pemberi perawatan
kesehatan lain.
ii. Intervensi yang dilakukan dengan profesional kesehatan yang
lain.
iii. Intervensi di lakukan dengan melakukan nursing ordersdan
sering juga digabungkan dengan order dari medis.
b) Mendelegasikan Pelaksanaan dapat didelegasikan hanya saja ada
beberapa tanggung jawab yang perlu di cermati oleh pemberi delegasi.
c) Mencatat Pencatatan bisa dilakukan dengan berbagai format
tergantung pilihan dari setiap institusi (NANDA, NIC & NOC :
2010).

2.11 Evaluasi Keperawatan


Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi diartikan
sebagai proses yang disengaja dan sistematik dimana penilaian di buat
mengenai kualitas, nilai atau kelayakan dari sesuai dengan
membandingkan pada kriteria yang didefinisikan sudah sesuia dengan
standart asuhan asuhan keperawatan
Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan klien, dan
keefektifan dari rencana asuhan keperawatan. Evaluasi di mulai dengan
penkajian dasar dan dilanjutkan selama setiap kontak perawat dengan
pasien (NANDA, NIC & NOC 2010).
26

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
survei. Metode deskriptif tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan
(memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini
(Nursalam, 2011). Menurut Nursalam (2013), bahwa yang dimaksud dengan
survei adalah suatu rancangan yang digunakan untuk menyediakan
informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi, dan hubungan
antar variabel dalam satu populasi. Pada survei, tidak ada intervensi. Survei
mengumpulkan informasi dari tindakan seseorang, pengetahuan, kemauan,
pendapat, perilaku dan nilai
Dalam memperoleh data yang berguna untuk menyusun karya tulis
ilmiah inipenulis melakukan peneitian dan melaksankan asuhan
keperawatan dengan pasien atas indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever)
dengan masalah keperawatan resiko perdarahan pada bulan April 2018 di
RS. M. Ridwan Maureksa Jakarta Timur.

3.2. Batasan Masalah


Pada karya tulis ini batasan Asuhan keperawatan pasien atas indikasi
Dengue Hemorrgic Fever (DHF) dengan masalah keperawatan resiko
perdarahan RS. M. Ridwan Maureksa Jakarta Timur, maka penyusun studi
kasus harus menjabarkan tentang konsep Penyakit Dengue Hemoragic Fever
(DHF).

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian


Tempat di ruang rawat inap Lavender di RS. M. Ridwan Maureksa
Jakarta Timur dan waktu penelitian pada tanggal 24 April -27 April 2018.
27

3.4. Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data makalah ilmiah ini menggunakan metode
deskriptif yaitu metode yang melukiskan dan menggambarkan sesuai
dengan keadaan sebenarnya. Adapun tehnik yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah ;
3.4.1. Wawancara
Mengadakan tanya jawab langsung untuk memperoleh data riwayat
kesehatan yang akurat dengan pasien, keluarga, perawat dan pihak
lain yang dapat memberikan data dan informasi yang dibutuhkan.
3.4.2. Pengkajian psikologis
Pengkajian psikologis pasien untuk mengetahui status emosional,
pola interaksi klien dengan keluarga serta tenaga kesehatan yang
memberikan asuhan, pandangan klien tentang masalah yang sedang
dihadapinya dan pengetahuan klien tentang kesehatan. Untuk
studi kasus, pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
komprehensif yang meliputi : pengkajian data, analisa data,
perencanaan data, implementasi dan evaluasi untuk menghimpun
data yang diperlukan.
3.4.3. Observasi
Observasi terdiri dari pengamatan langsung dan tidak langsung
pada pasien dengan mengikuti perkembangan selama pelaksanaan
asuhan keperawatan.
3.4.3.1. Observasi secara langsung (pemeriksaan fisik)
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mendapatkan data
obyektif sesuai dengan kebutuhan pengkajian kasus
dengan menggunakan teknik pemeriksaan organ sistem
yang terdiri dari 4 teknik diantaranya :
a. Inspeksi: Inspeksi yaitu memperoleh data dengan
secara langsung untuk mendeteksi tanda-tanda fisik
yang berhubungan dengan status fisik.
28

b. Palpasi : Palpasi dilakukan dengan menggunakan


sentuhan atau rabaan untuk mendeteksi ciri-ciri
jaringan.
c. Perkusi : Perkusi adalah metode pemeriksaan untuk
menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh
dengan cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan
akibat adanya gerakan yang diberikan ke bawah
jaringan, dengan perkusi kita dapat membedakan apa
yang ada di bawah jaringan (udara, air, atau zat
padat).
d. Auskultasi : Auskultasi merupakan metode
pengkajian yang menggunakan stetoskop untuk
memperjelas pendengaran (bunyi jantung, paru-paru,
bunyi usus serta mengukur tekanan darah dan denyut
nadi).
3.4.4. Studi Kepustakaan
Membaca dan mempelajari buku-buku atau literature yang ada
kaitannya dengan masalah yang dibahas sebagai dasar teoritis yang
digunakan dalam pembahasan asuhan keperawatan klien atas
indikasi DHF (Dengue Haemoragic Fever) atas masalah resiko
keperawatan resiko perdarahan.
3.4.5. Studi Kasus
Melaksanakan studi kasus Tn ”D” dengan pendekatan asuhan
keperawatan yaitu :identifikasi dan analisa data dasar, identifikasi
diagnosa/masalah aktual, identifikasi diagnosa/masalah potensial,
melaksanakan tindakan segera atau kolaborasi, perencanaan
pelaksanaan, evaluasi keperawatan dan pendokumentasian hasil
asuhan keperawatan.
3.4.6. Kasus
Mengadakan konsultasi dengan tenaga kesehatan,dokter,yang
menangani klien serta pembimbing karya tulis ilmiah mengenai
masalah yang dialami pasien atas indikasi DHF (Dengue
29

Haemoragic Fever) atas masalah resiko keperawatan resiko


perdarahan.
3.4.7. Studi dokumentasi
Pemeriksaan hasil diagnostik dilakukan dengan membaca dan
mempelajari catatan medik yang berhubungan dengan klien, baik
yang bersumber dari catatan maupun dari sumber-sumber yang
menunjang. Membaca dan mempelajari status yang berhubungan
dengan keadaan klien yang bersumber dari catatan dokter,perawat,
petugas laboratorium dan hasil penunjang lainnya.

3.5. Analisa Data


3.5.1. Pengumpulan Data
Data di kumpulkan dari WOD (Wawancara, Observasi, Dokumentasi).
Hasil di tulis dalam bentuk catatan lapangan yang kemudian di salin
dalam bentuk catatan transkrip (catatan terstruktur).
3.5.2. Mereduksi Data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan
yang kemudian di salin dalam bentuk catatan transkrip (catatan
terstruktur) dan di kelompokkan menjadi data subyektif dan obyektif
dan di analisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostic kemudian di
bandingkan dengan hasil normal.
3.5.3. Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel,gambar,maupun serta
teks naratif. Kerahasiaan pasien di jamin dengan melakukan
mengaburkan identitas klien.
3.5.4. Kesimpulan
Dari data yang di sajikan yang kemudian data di bahas dan di
bandingkan dengan hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis
dengan prilaku kesehatan .Penarikkan kesimpulan di lakukan metode
asuhan keperawatan pada klien atas indikasi DHF (Dengue
Haemoragic Fever) atas masalah resiko keperawatan resiko
perdarahan
30

3.6. Etik Penelitian


Di cantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus,terdiri
3.6.1. Informent Consent (persetujuan menjadi pasien)
Responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah bersedia
menjadi subjek penelitian tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
Peneliti memberikan penjelasan yang meliputi tujuan penelitian dan
manfaat penelitian (penjelasan penelitian) kepada perawat yang
berjaga pada jadwal dinassaat peneliti datang. Peneliti memberikan
lembar persetujuan (informed consent) kepada kepala bangsal yang
ada di Rs. M. Ridwan Maureksa Jakarta Timur.

3.6.2. Anonimity (tanpa nama)


Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama
responden, tetapi lembar tersebut diberi kode. Peneliti tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar
observasi dan hanya menuliskan kode pada pengumpulan data atau
hasil penelitian.

3.6.3. Confidentiality (kerahasiaan )


Kerahasian informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Setelah peneliti
mendapatkan data secara lengkap kemudian penelitian selesai, file data
disimpan ditempat yang hanya peneliti yang mengetahuinya. Berkas -
berkas yang didapat tidak diletakkan disembarang tempat

Anda mungkin juga menyukai