Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga
kesehatan untuk bersikap profesional. Profesionalisme perawat dapat
diwujudkan dibidang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu usaha
untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional tersebut
adalah pengembangan model praktek keperawatan profesional (MPKP)
yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan
tersebut.
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan
rata rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar
pelayanan dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).
Banyak metode praktek keperawatan yang telah dikembangkan selama
35 tahun terakhir ini, yang meliputi keperawatan fungsional, keperawatan
tim, keperawatan primer, praktik bersama, dan manajemen kasus. Setiap
unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model yang
paling tepat berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan
prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Katagori pasien didasarkan atas,
tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pasien , Usia, Diagnosa
atau masalah kesehatan yang dialami pasien dan terapi yang dilakukan
(Bron , 1987). Pelayanan yang profesional identik dengan pelayanan yang
bermutu, untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam
melakukan kegiatan penerapan standart asuhan keperawatan dan
pendidikan berkelanjutan. Dalam kelompok keperawatan yang tidak
kalah pentingnya yaitu bagaimana caranya metode penugasan tenaga
keperawatan agar dapat dilaksanakan secara teratur, efesien tenaga, waktu
dan ruang, serta meningkatkan ketrampilan dan motivasi kerja.
Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada
enam macam, yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model
primer, model manajemen perawatan, dan model perawatan berfokus pada
pasien.

B. TUJUAN

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Menjelaskan pengertian caring secara umum

2. Memahami tujuan tentang caring.

3. Menjelaskan perilaku caring dalam praktik keperawatan di RS.

C. MANFAAT PENELITIAN

a. Manfaat yang diharapkan dalam makalah ini adalah agar dapat


memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
terutama dalam bidang keperawatan yang berkaitan dengan persepsi
lingkungan pembelajaran klinik dan perilaku caring pada
mahasiswa.

b. Sebagai kajian ilmiah tentang pembelajaran klinik dengan perilaku


caring pada mahasiswa.

c. Sebagai masukan kepada institusi pembelajaran untuk membina dan


mengembangkan perilaku caring pada mahasiswa.

BAB II

PEMBAHASAN
A. METODE KASUS
1. Pengertian Metode Kasus
Metode kasus keperawatan memberikan asuhan keperawatan
berdasarkan rasio satu perawat kepada seorang klien secara total dalam
satu periode dinas, jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat
bergantung pada kemampuan perawat itu dan kompleksnya kebutuhan
klien, metode ini yang oertama kali digunakan dalam pemberian asuhan
keperawatan (Sitorus, 2011). Metode kasus ini biasanya dipergunakan
diruangan intensif, karena perawat diberi tanggung jawab untuk
mengelola klien secara penuh.
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab
terhadap pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk
satu pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk periode
tertentu. Metode penugasan kasus biasa diterapkan untuk perawatan
khusus seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas.
Pada metode kasus, merupakan metode pemberian asuhan keperawatan
dimana setiap perawat merawat satu atau beberapa pasien pada saat
dinas, dan pada hari berikutnya pasien belum tentu akan dirawat oleh
perawat yang sama dengan hari sebelumnya.

2. Kelebihan Metode Kasus

1. Bersifat kontinue dan konfrehensif


2. Perawat dalam metode kasus mendapatkan akuntabilitas yang
tinggi terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit
( Gillies,1998). Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu.
Selain itu asuhan diberiakan bermutut tinggi dan tercapai pelayanan
yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi
dan advokasi sehingga pasien merasa puas.
3. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer karena
senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang
selalu diperbaharui dan komprehensif.
4. Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
5. Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

3. Kekurangan Metode Kasus


1. Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang
terbatas sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara
menyeluruh.
2. Membutuhkan banyak tenaga.
3. Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga
tugas rutin yang sederhana terlewatkan.
4. Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat
penaggung jawab klien bertugas.

4. Konsep Dasar Metode Kasus


a. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
b. Ada otonomi
c. Ketertiban pasien dan keluarga

5. Tugas Perawat Dalam Metode Kasus


a. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
c. Melaksanakan semua rencana yang telah dibuat selama ini
d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplinlain maupun perawat lain.
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
f. Menerima dan menyesuaikan rencana.
g. Menyiapkan penyuluhan pulang.
h. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak
dengan lembaga sosial masyarakat.
i. Membuat jadwal perjanjian klinik.10) Mengadakan kunjungan rumah.

6. Ketenagaan Metode Kasus


a. Setiap perawat primer adalah perawat “bed side”
b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat
c. Penugasan ditentukan oleh kepala jaga

7. Peran Dari Pembagian Tugas Modifikasi Tim Metode Kasus


a. Kepala Perawat
1. Memimpin rapat
2. Evaluasi kinerja perawat
3. Membuat daftar dinas
4. Menyediakan material
5. Perencanaan, pengawasan, pengarahan
b. Perawat primer
1. Membuat perencanaan asuhan keperawatan
2. Mengadakan tindakan kolaborasi
3. Memimpin timbang terima
4. Mendelegasikan tugas
5. Memimpin ronde keperawata
6. Evaluasi pemberian asuhan keperawatan
7. Bertanggung jawab terhadap klien
8. Memberi petunjuk jika klien akan pulang
9. Mengisi resume keperawatan
c. Perawat Associate
1. Memberikan asuhan keperawatan
2. Mengikuti timbang terim
3. Melaksanakan
tugas yang didelegasikan· Mendokumentasikan tindakan·
Melaporkan asuhan keperawatan yang dilaksanakan
B. METODE ROLE PLAYING
1. Pengertian Metode rode playing
Role-play adalah suatu aktifitas pembelajaran terencana yang
dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Role-
play berdasarkan pada tiga aspek utama dari pengalaman peran dalam
kehidupan sehari-hari:
1. Mengambil peran (Role-taking), yaitu tekanan ekspektasiekspektasi
sosial terhadap pemegang peran, contoh: berdasar pada hubungan
keluarga (apa yang harus dikerjakan anak perempuan), atau
berdasar juga tugas jabatan(bagaimana seorang agen polisi harus
bertindak)dalam situasi-situasi sosial.
2. Membuat peran (Role-making), yaitu kemampuan pemegang peran
untuk berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain
dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu
diperlukan
3. Tawar-menawar peran (Role-negotiation), yaitu: tingkat dimana
peran-peran dinegosiasikan dengan pemegang-pemegang peran
yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial.
Dalam Role-play, peserta melakukan tawar-menawar antara
ekspektuasi-ekspektasi sosial suatu peran tertentu, interpretasi dinamika
mereka tentang peran tersebut, dan tingkat dimana orang lain menerima
pandangan mereka tentang peran tersebut. Sebagaimana peserta didik yang
memiliki pengalaman peran dalam kehidupan biasanya dapat
melakukan Role-play.
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk
menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu
pertunjukan peran di dalam kelas pertemuan yang kemudian dijadikan
sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian. Metode ini
lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam pertunjukan dan
bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
Bermain peran memiliki beragam keuntungan yaitu tidak membutuhkan
banyak biaya dan membuat seorang anak belajar untuk mempraktikkan
sebuah perilaku atau keahlian.
Menurut Melvin L. Silberman seni pemeranan metode belajar
pengalaman (eksperimensial) yang sangat bermanfaat. Metode ini biasa
digunakan untuk menggairahkan diskusi, menyemarakkan suasana,
mempraktekkan keterampilan, atau untuk merasakan atau mengalami
seperti apa rasanya suatu kejadian. Namun untuk bisa berhasil dalam
melakukan pemeranan, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu cara
menyusunnya (penulisan naskah) dan mengarahkannya (penataan).

2. Tujuan Metode Role Playing


Adapun tujuan role playing adalah sebagai berikut:
1. Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain
2. Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab
3. Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam
situasi kelompok secara spontan
4. Merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah.
5. Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan
yang akan didramakan. Sebagai pemain harus memahami,
menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi
yang harus diperankannya. Dengan demikian daya ingat siswa
harus tajam dan tahan lama.
6. Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu
bermain drama para pemain dituntut untuk mengemukakan
pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia
7. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga
memungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni dari sekolah
8. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan
sebaik-baiknya
9. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi
tanggung jawab dengan sesamanya
10. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar
mudah dipahami orang lain.
Role-play juga dapat membuktikan diri sebagai suatu metode
pendidikan yang ampuh, dimana saja terdapat peran-peran yang dapat
didefinisikan dengan jelas, yang memiliki interaksi yang mungkin
dieksplorasi dalam keadaan yang bersifat simulasi (skenario). Hasil dari
interaksi pembuat peran dengan skenario, individu-individu, atau teman
lain dalam kelas, atau kedua-duanya belajar sesuatu tentang seseorang,
problem dan/atau situasi yang spesifik dari bidang studi tersebut .
Pengajar melibatkan peserta didik dalam Role-play karena satu
atau lebih alasan dibawah ini.
1. Mendemonstrasikan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan
yang diperoleh
2. Mendemonstrasikan integrasi pengetahuan praktis
3. Membandingkan dan menkontraskan posisi-posisi yang diambil
dalam pokok permasalahan
4. Menerapkan pengetahuan pada pemecahan masalah
5. Menjadikan problem yang abstrak menjadi konkrit
6. Membuat spekulasi terhadap ketidakpastian yang meliputi
pengetahuan
7. Melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang langsung dan
eksperiensial
8. Mendorong peserta didik memanipulasi pengetahuan dalam saran
yang dinamik
9. Mendorong pembelajaran seumur hidup
10. Mempelajari bidang tertentu dari kurikulum secara selektif.
11. Memfasilitasi ekspresi sikap dan perasaan peserta didik dengan sah
12. Mengembangkan pemahaman yang empatik
13. Memberikan feedback yang segera bagi pengajar dan peserta didik.

3. Langkah-Langkah Metode Role Playing


Langkah-langkah bermain peran yang dapat dijadikan pedoman
dalam pembelajaran Sebagian besar role-playcenderung dibagi pada tiga
fase yang berbeda:
1. Perencanaan persiapan
Perencanaan yang hati-hati adalah kunci untuk sukses
dalam role-play. Berikut ini adalah daftar beberapa hal yang harus
dipertimbangkan oleh guru/dosen masuk kelas dan
melalui roleplay:Mengenal Peserta Didik Semakin guru mengenal
peserta didik, akan semakin besar kemungkinan untuk
memperkenalkan role-play dengan relevan dan berhasil. Perlu
dipertimbangkan:
a. Jumlah peserta didik, Pastikan tersedia ruang yang cukup
sebelum role-play dimulai, dan ceklah bahwa ada peran yang
tersedia atau tugas-tugas observasi bagi semua peserta didik
b. Apa yang diketahui peserta didik tentang materi, peserta
didik membutuhkan informasi yang cukup berbagai peran
dan skenario yang akan menjadi dasar diskusi, pemeranan
dan refleksi mereka.
c. Pengalaman terdahulu tentang role-play. Peserta didik yang
lebih berpengalaman mungkin dapat menghandel peran-peran
yang lebih kompleks, sementara mereka yang pengalamannya
kurang, membutuhkan bimbingan yang lebih bertahap
kedalam aktivitas. Peserta didik yang memiliki pengalaman
negatif membutuhkan kepastian dan dukungan dari yang
lebih besar.
d. Kelompok umur. Peran yang berbeda mungkin menuntut
tingkat pengalaman hidup yang berbeda pula. role-
playmenuntut pentingnya hubungan dengan pengalaman
hidup peserta didike) Latar belakang peserta. Terdapat
kebutuhan untuk mengetahui pengalaman masa lalu dan
pengalaman role-playpeserta didik yang dapat mempengaruhi
persepsi tentang peran-peran tertentuf) Minat dan
kemampuan. Adalah yang sangat bermanfaat untuk
mengetahui sejauh mana minat dan kemampuan peserta didik
bersesuaian dengan materi yang akan dieksplorasi
melalui role-play, peserta didik yang akan membawa
sekumpulan pengalaman, sikap, kepercayaan dan agenda
yang mereka miliki kedalam sesi role-playg) Kemampuan
peserta didik untuk berkolaborasi: adalah sangat bermanfaat
untuk mengetahui sejauh mana peserta didik dapat
bekerjasama dalam berpasangan, kelompok atau dalam
keseluruhan kelas. Kerjasama yang bagaimana yang
memungkinkan bagi mereka.
2. Menentukan Tujuan
PembelajaranApa yang diinginkan guru/dosen dari
pembelajaran peserta didik Adalah penting untuk mendefinisikan
tujuan pembelajaran sesempurna mungkin sebelumnya. Mungkin
sewaktu-waktu ada tujuan yang tentatif, atau tujuan yang berbeda
dengan tujuan yang telah dicanangkan, akan tetapi tujuan yang
ditulis masih tetap diperlukan agar memiliki fokus kerja yang jelas.
Disamping itu tujuan-tujuan tersebut harus eksplisit bagi peserta
didik sejak awal.
3. Pendekatan Role-Play
Sebagai suatu strategi pembelajaran, role-play mempunyai
beberapa pendekatan. Ketika seorang guru/dosen berkeinginan
untuk menggunakan salah satu pendekatan yang ada, hendaknya
pilihan pendekatan serta opsi yang tersedia didasarkan pada
persepsi peserta didik (pengalaman dan ekspektasi mereka), tujuan
pendidikan, serta jumlah waktu yang tersedia. Berikut ini adalah
tiga pendekatan yang umum terdapat dalam role-play:
a. Role-play sederhana (simple role-play): role-play tipe ini
membutuhkan sedikit persiapan dan sering cocok untuk satu
sesi umum yang berisi metode mengajar lainnya. Daripada
memperbincangkan suatu isu, peserta didik sering langsung
secara cepat diorganisir secara berpasangan oleh guru. Dalam
pasangan ini, peserta didik diberi peran-peran yang khusus,
dan seperangkat skenario. Kemudian mereka diminta untuk
memerankan secara spontan problem atau dilemma
kemanusiaan yang telah ditentukan. Suatu ciri pokok dari
pendekatan ini bahwa semua pasangan peserta didik akan
mengerjakan tugasnya dalam waktu yang sama
b. Role-play (sebagai) latihan (role-play exercises): role-play tipe
ini merupakan role-play berbasis ketrampilan dan menuntut
suatu persiapan. Peserta akan membutuhkan sejumlah
informasi atau latar belakang faktual sebelum memasuki role-
play. Tipe ini biasanya melibatkan pendekatan “bagaimana
caranya” (how to).
c. Role-play yang diperpanjang (extended role-play): di sini
peserta membutuhkan baik briefing tentang problem atau
skenario serta briefing tentang peran mereka sendiri. Peserta
didik mungkin mengandaikan para komunitas dan/atau peran
profesional.
4. Mengidentifikasi Skenario
Skenario memberi informasi tentang apa yang harus
diketahui peserta didik sebagai pemegang peran serta informasi
tentang sudut mana yang harus mereka masuki dalam gambaran
tersebut. Pilihan skenario akan tergantung pada minat, fokus
materi, serta pengalaman guru/ dosen dan peserta didik. Kontruksi
scenario harus mendapatkan perhatian yang seksama untuk
menghindariorang atau peristiwa yang stereotip (meniru).
5. Menetapkan Peran
Pilihan peran akan tergantung pada problem yang akan
disoroti. Jadi kita dapat bertanya peran mana yang paling
memungkinkan untuk dapat mengungkapkan ketrampilan, sikap,
atau dilema yang eksplorasi. membuat daftar peran yang mungkin
sangat berguna dalam mengidentifikasi interaksi yang
memungkinkan, jalur komunikasi yang pokok, serta perspektif
untuk melihat isu.
6. Interaksi
Berikut ini adalah langkah-langkah mengimplementasikan
rencana ke dalam aksi.
a. Membangun Aturan Dasar
Adalah sangat penting untuk mengetahui
harapanharapan guru/ terhadap peserta didik dan sebaliknya,
serta apa yang secara rasional dapat diharapkan dari mereka
satu sama lain. Sesi role-play yang bagaimana yang
diinginkan dosen/guru tersebut? Langkah-langkah apa yang
ada pada proses role-play? Dan seterusnya. Aturan. Aturan
dasar untuk melaksanakan roleplay harus dirundingkan oleh
semua pihak sejak awal, dan akan lebih bagus lagi jika dicatat
untuk jadi rujukan nanti.
b. Mengeksplisitkan Tujuan Pembelajaran.
Dosen perlu mengemukakan tujuan pembelajaran
dari role-play tersebut pada peserta didik dan menjelaskan
pentingnya menggunakan role-play untuk mengeksplorasikan
isu tersebut. Hal ini penting untuk memfokuskan peserta
didik lebih pada konten ketimbang strategi serta
memudahkan mereka mengevaluasi tingkat keberhasilan
yang dicapai.
c. Membuat Langkah-Langkah Yang Jelas
Peserta didik yang tidak punya pengalaman
dengan roleplay akan merasa ragu dan takut dengan strategi
ini. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan
menjelaskan tujuan yang menyokong penggunaannya dalam
konteks pembelajaran ini serta menjelaskan garis besar
langkah-langkahnya.

d. Mengurangi Ketakutan Tampil di depan Publik


Role-play tidak dirancang dengan menjadi suatu
pertunjukan publik. Meskipun demikian peserta didik pemula
sulit untuk menghilangkan dari kesan tersebut. Karen itu
penting bagi guru/dosen. Untuk menghilangkan kecemasan
peserta didik tentang hubungan antara role-play dan
pertunjukan. Peserta didik perlu tahu bahwa tidak akan ada
ekspresi publik sejak dari permulaan. Banyak guru/dosen
yang melakukan hal ini dengan langsung meminta mereka
menampilkan suatu kegiatan secara bersama-sama kemudian
menanyakan sesuatu di depan temannya. Walaupun
sebenarnya pada akhirnya nanti mereka harus tampil di depan
yang lain tapi paling tidak, hal tersebut sudah diberi pra-
kondisi dulu sebelumnya. Pendekatan apapun yang
digunakan guru/dosen, yang pasti bahwa peserta didik perlu
didorong untuk bertanya dan klarifikasi pemahaman mereka
sebelum role-play dimulai.
e. Menggunakan Skenario atau Situasi
Skenario atau bisa diciptakan oleh guru/dosen
dan/atau peserta didik. Skenario yang paling berhasil adalah
yang menarik peserta dan juga mengandung segi-segi
ketidakpastian, sehingga tidak semua jawaban dapat
diketahui sebelumnya. Skenario dibuat untuk dirinya sendiri
yaitu sesuatu yang hanya dapat diperoleh dengan cara
berpartisipasi di dalamnya, atau mengamati role-play terlebih
dahulu. Skenario bisa berbentuk tertulis atau verbal atau
lisan.
f. Mengalokasikan Peran
Peran-peran dapat dialokasikan dalam berbagai cara
yang kebanyakan tergantung pada sejauh mana guru/dosen
mengenal peserta didiknya dengan baik, maka pengalokasian
biasanya dilakukan dengan baik, maka pengalokasian
biasanya dilakukan dengan misalnya, pemegang peran kunci
diberikan pada peserta didik yang paling berpengalaman, atau
memegang peran disesuaikan dengan sedekat mungkin
dengan pengalaman hidupnya dan lain-lain. Sementara jika
guru/dosen tidak terlalu mengenal peserta didiknya dengan
baik, maka biasanya peran dibagi secara acak, atau diminta
seseorang yang mau menjadi sukarelawan dan seterusnya.
g. Memberi Informasi yang Cukup
Adalah penting untuk memberi informasi yang cukup
pada pemain supaya mereka dapat menjalankan tugasnya
dengan efektif dan sukses. Menurut Jones dan Palmer (1987)
terdapat empat tipe informasi yang harus diberikan oleh
guru/dosen:
h. Menjelaskan Peran Pengajar dalam Role-Play
Guru yang mengandaikan dirinya terlibat sebagai
partisipan dalam role-play perlu menjelaskan dulu kepada
peserta didik tentang keterlibatannya serta menjelaskan
fungsinya dalam keseluruhan proses. Disamping itu perlu
dijelaskan pula bagaimana ia akan memberi sinyal kapan ia
mulai berak ting dan kapan keluar dari aktingnya. Demikian
pula jika ia ingin jadi observe saja, maka ia bisa melakukan
hal-hal yang bisa dilakukan sebagai observer, seperti;
menyoroti aspekaspek penting yang terjadi dalam role-
play dsb.
i. Memulai Role-Play secara Bertahap
Melalui role-play dengan pelan-pelan misalnya
melalui diskusi akan membantu melalui diskusi akan
membantu peserta didik memasuki role-play dengan cara:
1. Melibatkan peserta didik dalam “ice breaker” (Jones,
1991) atau game (Brandes, 1977)
2. Peserta didik bekerja tanpa peran, baik melibatkan seluruh
kelas, kelompok kecil atau berpasangan untuk
mendiskusikan suatu atau tertentu.
3. Separuh peserta didik memegang peran tertentu dan
separuh lagi memerankan dirinya sendiri.
Contoh interviewoleh media massa
4. Semua peserta didik mengandaikan peran sejak dari
permulaan.
5. Menghentikan role-play dan Memulai Kembali jika Perlu
Sering diperlukan untuk menghentikan role-play pada
suatu titik tertentu. Hal ini memerlukan tanda atau sinyal
yang disepakati. Misalnya: guru/dosen mengangkat t
angan atau bergerak ke tempat tertentu yang telah
disepakati sebelumnya.

6. Refleksi dan evaluasi


Tahap yang terakhir ini dalam proses role-play sering
dinamakan “debriefing” mengikuti istilah yang biasa digunakan
dalam militer (Van Ments, 1994). Aspek yang fundamental dari
tahap ini bagi guru/dosen dan peserta didik adalah melakukan
refleksi dan evaluasi. Guru/dosen biasanya memberi kesempatan
untuk refleksi diantara interaksi atau di akhir dari interaksi. Tahap
refleksi ini lebih dari sekedar pertanyaan-pertanyaan teknis seperti:
“apakah peran peserta didik dapat menjalankan perannya
dengan realistis?” sebaliknya, hal ini lebih berkenaan identifikasi,
klarifikasi, dan analisis terhadap isu-isu pokok (Colquhoun &
Errington, 1990) Refleksi atau evaluasi yang dalam seperti itu
dilakukan setelah interaksi selesai. Hal ini dapat dilihat dalam enam
langkah sederhana:
a. Membawa peserta didik keluar dari peran yang dimainkannya
b. Meminta peserta didik secara individual mengekspresikan
pengalaman belajarnya.
c. Mengkonsolidasikan ide-ide
d. Memfasilitasi suatu analisis kelompok
e. Memberi kesempatan untuk melakukan evaluasi.
f. Menyusun agenda untuk masa depan
C. CONTOH PENERAPAN METODE KASUS DAN PERCAKAPAN
ROLE-PLAY
1. Contoh Penerapan Metode Kasus

Kepala Ruangan

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien

Diagram sistem asuhan keperawatan case method nursing

2. Contoh Penerapan Metode Percakapan Role-Play


PEMERAN :
Kepala Ruangan : Evan Pintaulina Berutu
Pasien : Safrizal
Perawat 1 : Novi Susanti
Perawat 2 : M. Rajab
Perawat 3 : Erni Sadila
Perawat 4 : Arady
Pada tanggal 29 Mei 2016 datang seorang pasien yang bernam
Tn.Safrizal di ruang penyakit dalam melati RSUD Bandung dengan
diagnose medis Diabetes Melitus dengan ganggren di daerah kaki
kanan.
Karu : Selamat Pagi Pak
Pasien : Selamat Pagi sus
Karu : Selamat datang di RS Bandung, saya perawat Evan
kepala ruangan di ruangan ini dan ini perawat Novi yang
bertugas pagi ini, mohon maaf dengan Bapak siapa ?
Pasien : Pak Safrizal sus.
Karu : Baik pak, suster Novi akan bertugas membantu bapak
pagi ini, kalau ada perlu bantuan atau keluhan langsung
saja sampaikan kepada suster Novi. Suster Novi ini Bapak
Safrizal, untuk pagi ini kamu merawat bapak safrizal,
tolong berikan pelayanan yang terbaik kepada pasien kita.
PP1 : Baik bu, saya akan memberikan pelayanan yang terbaik
buat bapak safrizal.
Baik pak safrizal, apa yang anda keluhkan pada pagi hari ini ?”
Pasien : Lemas, dan pusing sekali sus.
PP1 : ada lagi selain itu pak ?
Pasien : Tidak ada suster
Karu : Baik pak, nanti dokter yang menangani Bapak akan
segera datang, sambil menunggu Bapak dapat berbaring
dahulu, dan saya permisi dulu ya pak. Suster Novi tolong
perhatikan bapak safrizal.
Pasien : Terimakasih sus’.
PP1 : Baik Bu.
Baik pak, saya akan melakukan pengkajian terhadap bapak,
sembari mengukur Tekanan Darah bapak. (Selang 5 Menit kemudian).
Baik pak, disamping tempat tidur bapak ada bel, jika bapak
membutuhkan sesuatu atau jika keadaan darurat silahkan menekan bel,
saya akan datang untuk membantu bapak. Bapak istirahat dahulu 10
menit lagi dokter akan datang memeriksa bapak.
Pasien : Terimakasih Sus”.
Setelah 10 menit kemudian dokter visite memeriksa pasien,
setelah selesai diperiksa PP1 menyampaikan kemungkinan
penyakit pasien, perkiraan lama pasien dirawat, intervensi
keperawatan/medis.
PP1 : Selamat Pagi pak safrizal”
Pasien : Selamat Pagi suster Novi
PP1 : Bagaimana perasaan bapak setelah diperiksa dokter ?”
Pasien : Pusing nya sedikit berkurang suster
PP1 : Baik lah pak, disini saya akan menyampaikan
kemungkinan penyakit bapak yaitu DM, perkiraan
perawatan bapak selama 1 minggu, untuk tindakan
keperawatan yang dilakukan adalah merawat luka di kaki
bapak dan apabila tidak dirawat kondisi nya akan semakin
parah, apakah Bapak bersedia dilakukan perawatan di RS
ini ?
Pasien : iya suster, saya bersedia.
PP1 : Baik Pak, berhubung karena jadwal tugas saya sudah
habis, nanti Bapak akan
dirawat Perawat yang shift sore, dan saya akan kenal kan
dengan bapak.
Pasien : Baik suster
Sebelum pulang PP1 mendokumentasikan tentang kondisi
pasien, serta tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan
rencana tindakan yang akan dilakuan.
Saat shift sore telah hadir, Karu meminta evaluasi tindakan
perawat shift pagi aatas pasien masing-masing dan kembali
membagi tugas-tugas tiap perawat dengan satu pasien akan
ditanggungjawabi oleh 1 perawat saja.
Karu : Selamat siang semua nya, seperti biasa nya saya akan
membagi tugas kepada kita semua yang ada disini,
sebelum nya saya ingin meminta pendokumentasian dari
tiap-tiap perawat shift pagi agar dapat dilanjutkan oleh
shift sore. Hari ini di Ruangan kita ada 4 pasien dengan 3
pasien butuh perhatian khusus. Untuk itu saya akan
membagi tugas kepada kita semua. Untuk pasien dengan
Tn.M dengan diagnose Post.Op BHP, kamar 3.3 ditangani
oleh perawat Rajab, Bagaimana dengan perawat Rajab,
apa bisa ?
PP2 : Iya bu, saya akan bertugas merawat Pasien Tn.M dengan
baik.
Karu : Baiklah untuk suster Dila, kamu menangani pasien Tn.B
dengan stroke
hemoragik di kamar 3.1.
PP3 : Baik bu, saya akan membantu Tn.M yang kondisi nya
total care dengan baik.
Karu : Dan untuk pasien kita Tn.S dengan DM+ganggren
perawat arady yang akan merawat nya.
PP4 : Baik Bu, saya akan memberikan perawatan yang terbaik
kepada Tn.S
Karu : Baik kepada semua perawat saya harapka setelah selesai
bertugas untuk membuat evaluasi akhir dari setiap kerja nya
untuk melihat perkembangan status kesehatan pasien kita.
Semua : Baik Bu!
Karu : Saya kira hanya itu saja untuk saat ini, terimakasih atas
kerjasama rekan-rekan
semua, selamat bertugas dan tetap semangat.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab
terhadap pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk
satu pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk periode tertentu.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan untuk perawatan khusus seperti
isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas.
Tugas Perawat Dalam Metode Kasus

1. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara


komprehensif
2. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3. Melaksanakan semua rencana yang telah dibuat selama ini
4. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplinlain maupun perawat lain.
5. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
6. Menerima dan menyesuaikan rencana.
7. Menyiapkan penyuluhan pulang.
8. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga so
sial masyarakat.
9. Membuat jadwal perjanjian klinik.
10. Mengadakan kunjungan rumah.

B. SARAN

Sebaiknya dalam melaksanakan Metode Kasus adalah Ahli


Profesional yaitu perawatSpesialist yang khusus di bidangnya sehingga
pelayananan dapat berjalan secarakomprehensif dan optimal

DAFTAR PUSTAKA

Sudarsono, R.S. (2000). Berbagai model praktek keperawatan profesional di


rumah sakit. Makalah seminar dan semiloka MPKP II. Jakarta : tidak
dipublikasikan

Russel C. Swanburg .(1994). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan Untuk Perawat Klinis, Jakarta : EGC
Gillies, D. (1989) , Nursing Management company a Sistem Approach,
Philadelphia, W.B. Saunders.

Sitorus, R, Yulia (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah


Sakit; Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan
Keperawatan di Ruang Rawat, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Hidayah, Nur., 2014., Manajemen Model Asuhan Keperawatan Profesional


(MAKP) Tim dalam Peningkatan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit., Jurnal
Kesehatan Volume VII no, 2

Anda mungkin juga menyukai