Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

OPERASI TEKNIK KIMIA II

NAMA : MUTIA SARI SHOLIKHA


NIM : 011500417
PROGRAM STUDI : D-IV TEKNOKIMIA NUKLIR
JURUSAN : TEKNOKIMIA NUKLIR
JUDUL PRAKTIKUM : KRISTALISASI ASAM SITRAT

TANGGAL PRAKTIKUM : 5 JUNI 2017


PEMBIMBING : RICO IMAN DECAMARTA, S.ST

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

YOGYAKARTA
I. TUJUAN
Mengetahui cara pembentukan kristal serta mengetahui pengaruh suhu dan waktu
terhadap kristalisasi asam sitrat.

II. DASAR TEORI

Pengertian Kristalisasi
Kristalisasi merupakan sebuah peristiwa pembentukan partikel-partikel zat padat
didalam suatu fase homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan partikel
padat dalam uap, seperti dalam pembentukan salju sebagai pembekuan (Solidification)
didalam lelehan cair. Pada prinsipnya kristalisasi terbentuk melalui dua tahap yaitu,
nukleasi atau pembentukan inti kristal dan pertumbuhan kristal. Faktor pendorong
untuk laju nukleasi dan laju pertumbuhan kristal ialah supersaturasi. Inti kristal dapat
terbentuk dari berbagai jenis partikel, molekul, atom atau ion. Karena adanya gerakan
dari partikel-partikel tersebut, beberapa partikel mungkin membentuk suatu gerombol
atau klaster. Klaster yang cukup banyak membentuk embrio pada kondisi leat jenuh
yang tinggi embrio tersebut membentuk inti kristal.
Kristalisasi dikatagorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang efisien. Pada
umumnya tujuan dari proses kristalisasi adalah untuk pemisahan dan pemurnian.
Adapun sasaran dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk kristal yang
mempunyai kualitas seperti yang diinginkan. Kualitas kristal antara lain dapat
ditentukan dari tiga parameter berikut yaitu : distribusi ukuran kristal (Crystal Size
Distribution, CSD), kemurnian kristal (Crystal purity) dan bentuk kristal. Pada proses
kristalisasi kristal dapat diperoleh dari lelehan (Melt crystallization) atau larutan
(Crystallization from solution). Dari kedua proses ini yang paling banyak dijumpai di
industri adalah kristalisasi dari larutan (Setyopratomo, 2003).
Pada kristalisasi bahan pengikat pengotor yang ditambahkan bervariasi
konsentrasinya. Penambahan dilakukan secara bertetes-tetes hingga tidak terbentuk
endapan. Pemurnian ini diharapkan dapat mengurangi kadar air yang terkandung dalam
garam hasil pemurnian sehingga garam tidak mudah mencair. Pada tahap kristalisasi
menggunakan bahan pengikat pengotor yaitu larutan Na2C2O4, Na2CO3dan NaHCO3.
Bahan-bahan ini ditambahkan untuk mengikat pengotor yang ada pada garam dapur
sesuai hasil analisis zat-zat pengotor garam dapur yang telah dilakukan sebelumnya.
Pengotor ion Fe3+ akan membentuk senyawa Fe(OH)3 sedangkan pengotor dari Mg2+
dan Ca2+ akan membentuk senyawa MgCO3 dan CaCO3. Semua senyawa yang
terbentuk tersebut akan mengendap sehingga dapat dipisahkan dengan penyaringan
biasa (Triastuti, 2010).
Jenis pelarut berperan penting pada proses kristalisasi karena pelarutan merupakan
faktor penting pada proses kristalisasi. Kelarutan suatu komponen dalam pelarut
ditentukan oleh polaritas masing-masing. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar
dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar.
Kristalisasi
Berdasarkan pelarut yang digunakan metode rekristalisasi terbagi menjadi dua
yaitu rekristalisasi dengan pelarut tunggal dan rekristalisasi dengan multi pelarut.
Sedangkan berdasarkan tekniknya, metode rekristalisasi dibagi menjadi tiga yaitu
rekristalisasi dengan penyaringan panas, rekristalisasi dengan nukleasi spontan dan
rekristalisasi menggunakan seeding dari filtrat. Meski sedikit masih dimungkinkan
senyawa pengotor terikut dalam Kristal. Pelakasanaan proses pemurnian ini yang
berulang-ulang akan mengakibatkan hilangnya sejumlah Kristal karena terbatasnya
kelarutan senyawa yang akan dimurnikan. Pada dasarnya peristiwa rekristalisasi
berhubungan dengan reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari
satu fase padat keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat
terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan (Pinalia, 2011).
Kristal itu sendiri merupakan susunan atom yang beraturan dan berulang, yang
bentuknya dapat berupa kubik, tetragonal, orthorombik, heksagonal, monoklin, triklin
dan trigonal. Bentuk itu nantinya, tergantung dari proses downstream (pemurnian) yang
dilakukan dan juga spesifikasi produk yang diharapkan pasar.
Syarat utama terbentuknya kristal dari suatu larutan adalah larutan induk harus
dibuat dalam kondisi lewat jenuh (supersaturated). Yang dimaksud dengan kondisi
lewat jenuh adalah kondisi dimana pelarut (solven) mengandung zat terlarut (solute)
melebihi kemampuan pelarut tersebut untuk melarutkan solute pada suhu tetap.
Solubilitas padatan dalam cairan akan menurun seiring dengan penurunan suhu
(pendinginan). Seiring dengan penurunan suhu, saturasi akan meningkat sedemikian
hingga, sampai tercapai kondisi supersaturasi. Pendinginan adalah salah satu dari 4 cara
yang dapat digunakan untuk mencapai kondisi supersaturasi. Akan tetapi cara ini hanya
dapat dilakukan jika, solubilitas padatan dalam larutan sangat dipengaruhi oleh suhu.
Dan untuk senyawa Ce2(SO4)3 cara ini tidak berlaku, karena kelarutan senyawa ini
dalam air akan berkurang dengan kenaikan suhu.
Tiga metode lain yang dapat digunakan untuk mencapai kondisi
supersaturasi adalah penguapan solven sehingga konsentrasi larutan menjadi makin
pekat, penambahan senyawa lain, non solven, ke dalam larutan yang akan menurunkan
solubilitas padatan dan reaksi kimia.
Setelah kondisi supersaturasi dicapai, pertumbuhan kristal dimulai ketika
pembentukan inti kristal primer, yang akan merangsang pembentukan kristal. Untuk
membentuk inti kristal primer, jika dibuat dari larutan induk, maka beda konsentrasi
larutan lewat jenuh dengan konsentrasi jenuh (C-C*) sebagai driving force proses
kristalisasi harus dibuat besar. Dan ini membutuhkan energi yang sangat besar.
Sehingga untuk skala industri, tidak efisien. Lebih disukai cara penambahan kristal
yang sudah jadi, untuk menginisiasi pembentukan inti kristal primer.
Mekanisme kristalisasi selanjutnya adalah nukleasi sekunder. Pada fase ini, kristal
tumbuh dikarenakan kontak antara kristal dan larutan. Terjadi pada kondisi
supersaturasi yang lebih rendah yang memungkinkan kristal tumbuh dengan optimal.
Nukleasi sekunder membutuhkan bibit atau kristal yang sudah jadi untuk merangsang
pertumbuhan kristal yang baru. Fase inipun juga sulit dibuat pemodelannya, sehingga
sama dengan nukleasi primer, penentuan waktunya dilakukan dengan eksperimen.
Kristalisasi merupakan proses separasi suatu solute dari larutannya membentuk
fasa padatan kristalin, artinya solute dalam larutan akan berpindah dan menempel ke
permukaan kristal induk, sehingga seolah-olah kristal induknya tumbuh membesar
sesuai dengan bentuk habitnya.
Proses separasi dengan kristalisasi mempunyai kelebihan, yaitu:
1. Dapat diperoleh kemurnian produk kristal dari solute yang cukup tinggi hanya
dalam satu stage/langkah operasi. Dengan design dan operasionalisasi kristaliser
yang baik, dapat diperoleh kemurnian sampai lebih dari 99 % dengan mudah.
2. Produk akhir berupa padatan kristalin yang mempunyai bentuk habit, ukuran yang
seragam sehingga meningkatkan daya tarik, kemudahan handling, packing dan
penjualan ataupun prosesing lanjutannya.
Tetapi proses kristalisasi juga punya kelemahan, antara lain :
1. Purifikasi multi komponen ( lebih dari satu ) dalam suatu larutan tidak bisa
dilakukan dengan satu tahapan operasi.
2. Tidak memungkinkan separasi semua solute dari larutannya dalam satu tahapan
operasi kristalisasi, karena terbentur pada sifat kelarutan solute itu sendiri.
Karena kristalisasi menyangkut proses pemisahan dan handling 2 macam fasa: cair
dan padatan, maka proses kristalisasi digunakan apabila proses pemisahan dengan
cara lain tidak memungkinkan lagi baik ditinjau dari segi teknis maupun ekonomis.
Contoh proses kristalisasi lebih feasible dibanding proses distilasi untuk pemisahan
campuran naphthalene-benzene; pemisahan ortho, metha dan para xylene.
Pembangkitan supersaturasi dengan cara pengubahan suhu lebih dikenal dengan istilah
Cooling, yaitu penurunan suhu. Apabila suatu larutan jenuh diturunkan suhunya maka
konsentrasi jenuh larutan tersebut akan turun, sehingga kondisi supersaturasi tercapai
dan kristal mulai terbentuk. Proses itu digambarkan pada grafik dibawah ini.

Kristalisasi tidak dapat terjadi tanpa super saturasi terlebih dahulu, dimana cara
memperoleh saturasi ini tergantung dari kelarutannya. Sebagai contoh misalnya
NaNO3. Untuk memperoleh super saturasi dan kristalisasi dapat dilakukan dengan :
• Pendinginan tanpa penguapan
• Penguapan tanpa pendinginan
• Kombinasi penguapan dan pendinginan (adiabatic)
Kristalisasi ada dua macam, yaitu kristalisasi penguapan dan kristalisasi
pendinginan. Kristalisasi penguapan dilakukan jika zat yang akan dipisahkan tahan
terhadap panas dan titik bekunya lebih tinggi daripada titik didih pelarut. Pemisahan
secara kristalisasi dilakukan untuk memisahan zat padat dari larutannya dengan jalan
menguapkan pelarutnya. Zat padat tersebut dalam keadaan lewat jenuh akan
membentuk kristal. Contoh kristalisasi penguapan dilakukan oleh para petani garam.
Suatu kristal mempunyai jumlah muka (crystal faces) tertentu dengan sudut antar
muka (interfacial angle) yang tertentu pula. Kristal dapat tumbuh menjadi berbagai
macam bentuk dengan tetap mempertahankan jumlah muka, dan sudut antar muka yang
sama. Hal ini sering diistilahkan sebagai crystal habit. Penelitian-penelitian terbaru
banyak difokuskan pada crystal habit modification, dimana beragam variabel
kristalisasi diubah, diteliti, dan dilihat pengaruhnya terhadap bentuk, karakteristik
maupun sifat kristal.
Crystal habit modification melalui pengubahan laju pertumbuhan muka kristal
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan pengubahan kecepatan
kristalisasi, pengubahan derajat supersaturasi dan atau temperatur, pengontrolan pH,
penambahan zat lain (impurities), penggunaan solven yang berbeda, maupun
pengubahan kondisi pengadukan dalam sistem. Kombinasi beberapa cara di atas
mungkin dilakukan.
Impurities atau ketidakmurnian dalam kristalisasi tidak melulu pengotor.
Impurities bisa jadi zat (ketiga) yang sengaja ditambahkan dalam suatu larutan induk.
Pengaruh impurities pada ukuran dan distribusi kristal sangat tergantung pada
pengaruhnya dalam nukleasi dan pertumbuhan kristal.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Kristalisasi
1. Kecepatan kristalisasi, meliputi :
a. Pembentukan inti Kristal
b. Pertumbuhan Kristal.
Terjadinya inti kristal dapat dipertinggi dengan :
 Pendinginan yang cepat
 Pengadukan yang baik
 Memakai larutan yang murni
 Temperature yang tinggi
 Konsentrasi yang tinggi
 Pemberian kristal halus sebagai bibitan
2. Hasil kristalisasi
Hasil kristalisasi tergantung dari prosesnya. Apabila proses kristalisasi berjalan
cepat maka kristal yang terjadi halus. Sebaliknya bila proses kristalisasi berjalan
lambat maka Kristal yang terbentuk kasar (besar).
3. Kemurnian dan ukuran Kristal
Pada proses kristalisasi harus dihindarkan adanya pencucian kristal yang
dihasilkan. Hal ini terutama bagi kristal yang mudahlarut dan kristal yang bersifat
hidroskopis. Untuk ini lebih baik larutan yang akan dikristalkan dibuat semurni
mungkin sehingga pada kristalisasi akan diperoleh kristal yang lebih bersih.
4. Energi yang diperlukan
Pada kristalisasi energi diperlukan untuk penguapan sampai diperoleh larutan
yang lewat jenuh. Untuk kristaliser yang bekerja secara adiabatic (tidak
memerlukan energi dari luar) biasanya menggunakan penguapan disertai
pendinginan atau dengan memakai vacuum.
5. Uniformity (keseragaman ukuran)
Kristal yang uniform dapat diperoleh dengan menambahkan kristal halus pada
larutan yang telah lewat jenuh. Disini kristal halus tersebut berfungsi sebagai inti
kristal (bibitan). Kristal yang uniform akan memberikan keseragaman dalam proses
berikutnyaterhadap kristal tersebut. Disamping itu kristal yang uniform
menunjukkan bahwa proses pembuatanya sangat teliti sehingga akan lebih menarik.
Pada dasarnya pertumbuhan adalah fenomena transfer massa dari fasa cair
(larutan) ke fasa padat (kristal). Oleh karena itu, secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi transfer massa juga mempengaruhi pertumbuhan kristal. Berikut ini
beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kristal, yaitu:
1. Temperatur
Pertumbuhan kristal pada temperatur tinggi dikontrol oleh difusi (diffusion
controlled), sedang pada temperatur rendah dikontrol oleh surface integration
(Muilin, 2001).
2. Ukuran kristal
Umumnya kecepatan pertumbuhan pada kristal yang berukuran kecil lebih
tinggi daripada kecepatan pertumbuhan pada kristal berukuran besar. Pada partikel
berukuran 200 μm – 2 mm, solution velocity sangat berperan. Partikel berukuran
lebih besar mempunyai kecepatan terminal lebih besar pula. Oleh karena itu, pada
pertumbuhan yang dipengaruhi difusi, semakin besar partikel, semakin rendah
kecepatan pertumbuhannya.
3. Impurities
Impurities memberikan pengaruh yang cukup luas bagi pertumbuhan
kristal. Beberapa impurities dapat meningkatkan laju pertumbuhan, beberapa yang
lainnya menghambat pertumbuhan. Beberapa impurities dapat mempengaruhi
pertumbuhan dalam jumlah yang sangat kecil, beberapa yang lain berpengaruh jika
jumlahnya cukup banyak.
Impurities mempengaruhi pertumbuhan kristal dengan berbagai macam
cara. Impurities dapat merubah sifat larutan, merubah konsentrasi kesetimbangan
dan derajat supersaturasi, serat dapat pula merubah karakteristik lapisan adsorpsi
pada permukaan kristal. Impurities dapat teradsorpsi pada permukaan tertentu dari
kristal kemudian menghambat pertumbuhan dari permukaan itu. Impurities seperti
inilah yang menyebabkan morfologi kristal dapat berubah menjadi seperti jarum
maupun pipih seperti piringan.
4. Kelarutan dan Supersaturasi
Kelarutan adalah kuantitas maksimal padatan yang dapat terkandung dalam
suatu larutan. Larutan yang tidak mampu melarutkan padatan lagi disebut sebagai
larutan jenuh.
Bentuk kristal
Kristalisasi adalah proses terbentuknya fasa padatan kristalin. Kristal adalah
fasa padatan berbentuk tertentu/spesifik dimana permukaannya berupa kisi-kisi.
Bentuk kristal yang spesifik ini disebut dengan kristal habit : contoh bentuk kubus,
prisma, octahedron, rhombic dll. (Anonim, 2011)

Gambar 2. Bentuk kristal

III. ALAT DAN BAHAN


Alat :
1. Mikroskop
2. Labu ukur
3. Neraca analitik
4. Pemanas
5. Kaca arloji
6. Sendok sungu
7. Preparat
Bahan :
1. Asam sitrat
2. Aquadest

IV. LANGKAH KERJA


a. Asam sitrat dilarutkan menggunakan aquadest sampai lewat jenuh.
b. Larutan campuran tersebut dipanaskan selama 10 menit dengan suhu pemanasan
yang divariasi yaitu 30◦C, 40◦C, dan 50◦C.
c. Kemudian, struktur mikroskopik kristal asam sitrat yang telah terbentuk diamati di
bawah mikroskop.
d. Langkah c dan d diulangi untuk 10 menit berikutnya. Langkah ini terus diulang
mencapai waktu total 60 menit pemanasan.

V. DATA PENGAMATAN
Massa asam sitrat : 11.9669 g
Volume aquadest : 25 mL
Kelarutan asam sitrat : 180.89 g/100 mL(suhu 30˚C)

30◦C 40◦C 50◦C

10
men
it

20
men
it
30
men
it

40
men
it

50
men
it

60
men -
it

VI. PEMBAHASAN
Praktikum kristalisasi ini dilakukan untuk mengetahui cara pembentukan kristal
serta mengetahui pengaruh suhu dan waktu terhadap kristalisasi asam sitrat. Sesuai
dengan tujuannya, pada praktikum ini dilakukan dengan melakukan variasi terhadap
suhu dan melakukan pengamatan tiap 10 menit. Dengan cara ini dapat diperoleh kristal
asam sitrat yang bervariasi sesuai dengan suhu dan waktu pemanasannya.
Pembentukan kristal asam sitrat dilakukan dengan memanaskan larutan asam sitrat
yang lewat jenuh. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa kelarutan asam sitrat adalah
147.76 g/100mL(20˚C) dan 180.89 g/100 mL(suhu 30˚C) maka larutan yang dibuat
melebihi nilai tersebut dengan harapan larutan asam sitrat yang terbentuk akan lewat
jenuh. Sesuai definisi kelarutan yang dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut
yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan maka jika massa asam sitrat dalam
100mL air dibuat berlebih dari nilai tersebut asam sitrat akan mencapai kondisi lewat
jenuh. Perbedaan ini harus dibuat besar karena beda konsentrasi inilah yang nantinya
berperan sebagai driving force pembentukan inti kristal. Meskipun begitu larutan yang
dibuat pada saat praktikum kurang dari nilai tersebut karena keterbatasan daya tampung
dari labu ukur yang digunakan namun sebagian dari asam sitrat tersebut sudah
mengendap karena tidak dilakukan pengadukan atau penghomogenan. Kondisi lewat
jenuh ini juga dijaga dengan melakukan proses kristalisasi melalui pemanasan sehingga
terjadi penguapan pada pelarutnya. Namun perlu diperhatikan bahwa proses ini hanya
cocok jika zat yang akan dipisahkan tahan terhadap panas dan titik bekunya lebih tinggi
daripada titik didih pelarut. Dengan cara tersebut akan diperoleh kondisi supersaturasi
dan kristalisasi pada asam sitrat.

Sumber : Wikipedia

Suhu yang digunakan pada praktikum ini adalah 30˚C, 40˚C dan 50˚C dengan
waktu pemanasan untuk tiap suhunya adalah 10 menit yang dilakukan sebanyak enam
kali sehingga total waktu pemanasannya adalah 60 menit. Namun untuk suhu 50˚C
pemanasan hanya dilakukan sebanyak lima kali karena pada pemanasan kelima ini
telah menghasilkan kristal yang sangat besar yang tidak lagi mampu diamati dengan
mikroskop dengan perbesaran 100x.
Untuk 10 menit pertama pada semua suhu wujud kristal masih berupa inti kristal
yang berukuran sangat kecil yaitu 105μm pada suhu 30˚C, 345.33μm pada suhu 40˚C
dan 119.27μm pada suhu 50˚C. Jika diperhatikan maka ukuran Kristal pada suhu 40˚C
lebih besar dibanding ukuran Kristal pada suhu 50˚C namun pengamatan pada 10
menit pertama ini hanya dilakukan sekali untuk masing-masing suhunya sehingga data
ini kurang kuat untuk bisa langsung menyimpulkan demikian. Selain itu pengamatan
yang dilakukan juga bersifat acak.
Pada suhu 50˚C adalah suhu ideal dalam melakukan pembentukan kristal dari
asam sitrat sedangkan pada suhu 30˚C, 40˚C wujud kristal sulit untuk ditemukan. Rata-
rata bentuk Kristal mulai ditemukan pada kedua suhu ini setelah pemanasan kelima
selesai dilakukan. Ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemanasan maka
semakin baik bentuk Kristal yang dihasilkan.
Pembentukan Kristal optimum terjadi pada suhu 50˚C pemanasan kelima. Hal
ini disebabkan karena pembentukan asam sitrat dari monohidrat ke anhydrous terjadi
pada suhu 74˚C jadi dimungkinkan bahwa pada suhu 50˚C Kristal sudah mulai tumbuh
meskipun belum mencapai ukuran yang maksimal. Namun kecepatan pertumbuhan
kristal tidak dihitung dalam praktikum ini karena pengamatan yang bersifat acak dan
pertumbuhan kristal yang sangat beragam.

Gambar Pengkristalan pada suhu 50 waktu 30-50 menit(dari kanan ke kiri

Pengkristalan ini jika dibandingkan dengan barium nitrat akan diperoleh hasil yang
berbeda. Sesuai dengan teori bahwa salah satu factor yang mempengaruhi
pengkristalan adalah sifat dari senyawa itu sendiri. Terkait dengan kelarutan, barium
nitrat memiliki kelarutan yang lebih rendah dibanding asam sitrat sehingga tidak
banyak massa barium nitrat yang diperlukan untuk membuat larutan lewat jenuh.
Selain itu kristalisasi pada barium nitrat terjadi pada suhu yang lebih rendah dibanding
asam sitrat, yaitu sekitar 40˚C. Ini berarti pemanasan pada suhu 30˚C, 40˚C, dan 50˚C
bukan masalah untuk barium nitrat. Hanya saja hipotesis ini belum terbukti karena
larutan barium nitrat hanya dipanaskan pada suhu 50˚C-75˚C.

VII. KESIMPULAN
1. Kristalisasi asam sitrat paling optimal dilakukan pada 3 suhu, yaitu 30˚C, 40˚C
dan 50˚C.
2. Semakin tinggi suhu pemanasan semakin besar Kristal yang diperoleh dan
semakin lama waktu pemanasan semakin besar Kristal yang diperoleh.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


http://id.wikipedia.org/

Anda mungkin juga menyukai