net/publication/319164460
CITATIONS READS
3 1,476
5 authors, including:
Fahrudin Hanafi
Universitas Negeri Semarang
6 PUBLICATIONS 3 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Fahrudin Hanafi on 18 August 2017.
Pasal 2
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
ANALISIS NERACA AIR
DI DAS KUPANG DAN SENGKARANG
Magister Perencanaan
encanaan dan Pengelolaan
P
Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS)
Program S-2 Geografi, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Tahun 2012
Analisis Neraca Air di DAS Kupang dan Sengkarang
Penulis:
Ig. L. Setyawan Purnama
Sutanto Trijuni
Fahrudin Hanafi
Taufik Aulia
Rahmad Razali
copyright©
Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS)
Program S-2 Geografi, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Sekip Utara Jalan Kaliurang Bulaksumur – Yogyakarta, 55281
Telepon : +62.274.6492340
Fax : +62.274.589595
Website: http://mppdas.geo.ugm.ac.id
Email: mppdas@geo.ugm.ac.id
Diterbitkan atas kerja sama dengan:
RedCarpet Studio
Website: www.redcarpetstudio.net
Email: info@redcarpetstudio.net
ISBN: 978-602-19549-8-0
Dicetak oleh:
Percetakan Pohon Cahaya
Kata Pengantar
Buku Analisis Neraca Air di DAS Kupang dan Sengkarang ini merupakan
pengembangan dari draft laporan kuliah kerja lapangan program Magister
Perencanaan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir (MPPDAS),
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada tahun 2011. Buku ini memberikan
pengantar tentang Siklus Hidrologi dan parameter-parameter yang mem-
pengaruhi, Analisis Neraca Air berdasarkan Ketersediaan dan Kebutuhan Air,
meliputi perhitungan Curah Hujan, Evapotranspirasi, Kebutuhan Air Irigasi
dan Industri di DAS. Di samping itu, buku ini memberikan pengantar tentang
proyeksi neraca air masa mendatang berdasarkan proyeksi penduduk. DAS
Kupang dan Sengkarang dipilih sebagai studi kasus untuk kajian ini dengan
pertimbangan kompleksitas permasalahan DAS yang ada.
Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satu kesatuan ekosistem memiliki
intensitas permasalahan yang kompleks dan kecenderungan semakin meningkat
seiring semakin meningkatnya penduduk, industrialisasi, konversi lahan untuk
budidaya, permukiman dan sebagainya. Permasalahan lingkungan DAS ini
mengakibatkan DAS berada dalam kondisi yang kritis. Oleh karena itu, buku
ini merupakan hasil dan studi pendahuluan yang masih memerlukan telaah dan
kajian lebih lanjut.
Namun demikian, buku ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan pengkayaan materi, terutama untuk studi program S2 dalam
bidang pengelolaan Daerah Aliran Sungai, konsep-konsep ketersediaan air, dan
penerapan Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam pengelolaan Daerah Aliran
Sungai.
Penulis
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Daur Hidrologi (Chow, 1988) ...............................................................2
Gambar 2.2. Pengukuran menggunakan infiltrometer ring ganda...................... 11
Gambar 3.1. Contoh analisis hujan wilayah dengan Isohiet ................................. 19
Daftar Tabel
Tabel 2.1. Hubungan antara tekstur tanah permukaan
dengan tingkat lnfiltrasi .............................................................................7
Tabel 3.1. Jenis Data, Cara Pengumpulan dan Sumber Data ................................ 18
Tabel 3.1. penilaian kualitas air ..............................................................................27
Tabel 4.1. Luas wilayah Administrasi Kabupaten / Kota di DAS Sengkarang .....30
Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh
manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet
dalam tata surya yang memiliki kehidupan (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Air
bertransformasi melalui daur hidrologi.
Sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai (DAS) menerima input
berupa curah hujan kemudian memprosesnya sesuai dengan karakteristiknya
menjadi aliran. Hujan yang jatuh dalam satu DAS sebagian akan jatuh pada
permukaan vegetasi, permukaan tanah atau badan air (Triatmodjo, 2009).
Sebagian besar hujan yang jatuh akan kembali ke atmosfer melalui evaporasi
dan transpirasi. Hujan yang mencapai permukaan tanah sebagian akan tertahan
di permukaan tanah dan sebagian lagi akan terinfiltrasi. Air yang terinfiltrasi
akan naik ke permukaan lagi oleh gaya kapilaritas, bergerak secara horisontal
sebagai interflow atau mengalami perkolasi secara vertikal ke lapisan akuifer yang
juga mengalir sebagai baseflow. Air yang tidak tertahan di permukaan tanah dan
juga tidak terinfiltrasi akan menjadi overlandflow. Pada akhirnya ketiga aliran
ini akan masuk ke sungai sebagai aliran sungai/debit sungai. Dengan demikian
sungai merupakan titik gabungan antara overlandflow, interflow, baseflow dan air
hujan yang langsung jatuh pada badan sungai. Dengan menelaah konsep daur
hidrologi dan DAS maka istilah daur hidrologi DAS dapat digunakan sebagai
konsep kerja untuk analisis dari berbagai permasalahan air. Konsep daur hidrologi
dapat ditunjukkan pada Gambar 1.
Degradasi dan kerusakan sistem hidrologi DAS sebagai salah satu aspek
kekritisan DAS sangat berkaitan erat dengan masalah ketersediaan air. Salah satu
fenomena degradasi sistem hidrologi DAS adalah terjadinya kekeringan baik
kekeringan meteorologis, hidrologi dan pertanian. Penyebab dari kekeringan
ini dapat berupa penyimpangan musim, tipe iklim suatu daerah, kemampuan
daerah dalam menyimpan air terutama sangat erat dengan kondisi litologis,
adanya sedimentasi di reservoir seperti waduk, danau maupun rawa serta adanya
peningkatan kebutuhan air untuk berbagai keperluan akibat perkembangan
jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi yang pesat (Triatmodjo, 2009).
Berdasarkan fenomena kekeringan dan penyebabnya, maka kekritisan DAS
juga dapat dilihat dari aspek air. Kekritisan ini secara sederhana dapat ditentukan
oleh variabel ketersediaan air dan kebutuhan air. Apabila suatu DAS memiliki
hasil aman ketersediaan yang lebih kecil dari kebutuhan, maka DAS tersebut
berada dalam kondisi kritis air secara hidrologis, begitu juga sebaliknya. Informasi
ini sangat penting untuk menunjang perencanaan pengelolaan DAS yang lebih
baik, sehingga dapat ditentukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyeimbangkan
antara ketersediaan dan kebutuhan, bahkan diharapkan mampu meningkatkan
cadangan air DAS tersebut. Untuk mengetahui DAS yang memiliki potensi ke-
Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air bergerak dari bumi
ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi (Chow, 1998). Hujan yang jatuh
sebagian tertahan oleh tumbuhan dan selebihnya sampai ke permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan meresap ke dalam
tanah (infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas permukaan tanah (suface
runoơ). Air yang meresap ke dalam tanah sebagian mengalir di dalam tanah
(perkolasi) yang kemudian keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai dan
akhirnya ke laut, siklus ini berlangsung terus menerus.
Proses hidrologi dalam suatu DAS secara sederhana dapat digambarkan
dengan adanya hubungan antara unsur masukan yakni hujan, proses dan keluaran
yaitu berupa aliran. Hujan akan menghasilkan aliran tertentu dan aliran ini selain
dipengaruhi oleh karakteristik DAS, juga sangat tergantung pada karakteristik
hujan yang jatuh. Karakteristik hujan meliputi tebal hujan, intensitas hujan
dan durasi hujan, sedangkan karakteristik DAS meliputi topografi, geologi,
geomorfologi, tanah, penutup lahan/vegetasi, dan pengolahan lahan serta
morfometri DAS (Hadi, 2006).
A. Hujan
Hujan juga sering disebut presipitasi, adalah turunnya air dari atmosfer
ke permukaan bumi yang dapat berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan
hujan es. Hujan merupakan sumber dari semua air yang mengalir di sungai dan
di dalam tampungan baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Kejadian
B. Infiltrasi
Pengertian infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah
hujan) masuk ke dalam tanah (gerakan air ke arah vertikal). Setelah lapisan
bagian atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam
sebagai akibat adanya gaya gravitasi bumi yang dikenal sebagai proses perkolasi
(Asdak, 2002).
Faktor yang Mempengaruhi Laju Infiltrasi:
1. Tekstur Tanah
Berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi
tiga partikel atau juga disebut sebagai separat penyusun tanah yaitu pasir,
lanau dan lempung. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir
>70 % mempunyai ciri sebagai berikut :
Pada tekstur tanah pasir, laju infiltasi akan sangat cepat, pada tekstur
lanau laju infiltrasi adalah sedang hingga cepat dan tekstur liat laju infiltrasi
tanah akan lambat (Serief, 1989). Hubungan antara tekstur tanah dengan
laju infiltrasi ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tingkat
Tekstur tanah Klasiƨasi menurut Metode Cook
infiltrasi
Pasir, pasir bergeluh Tinggi Pasir dalam, tanah teragregasi baik
Geluh berpasir, geluh
berlanau, geluh, geluh Normal Tanah geluh, tanah berstruktur liat
berlempung
Lempung Lambat Infiltrasi lambat, tanah lempung
Batuan dengan Tak ada penutup tanah yang efektif,
Tidak efektif
lapisan tanah tipis batuan padatan tipis
Sumber: Meijerink (1970)
2. Kerapatan massa
Kerapatan massa adalah suatu ukuran berat yang memperhitungkan
seluruh volume tanah. Kerapatan massa ditentukan baik oleh banyaknya
pori maupun oleh butir-butir tanah padat. Tanah yang lepas dan bergumpal
akan mempunyai berat persatuan volume (kerapatan massa) rendah dan
6. Struktur tanah
Struktur tanah adalah penyusunan antar partikel tanah primer (bahan
mineral) dan bahan organik serta oksida yang membentuk agregat sekunder.
Volume pori tanah adalah nisbah ruang pori terhadap volume bahan padat
yang berperan penting terhadap (a) gerakan air/lengas tanah (b) gerakan
udara/udara tanah (c) temperatur (d) hara tanaman (e) ruang perakaran
dan (f) pengolahan tanah. Total porositas terdiri atas pori besar, sedang,
dan kecil, mempunyai pengaruh terhadap gerakan air udara di dalam tanah.
Berdasarkan ukuran partikel, tanah yang tidak berstruktur cukup banyak
mempunyai pori yang berukuran besar, sedangkan tanah yang pejal memiliki
lebih banyak pori berukuran kecil. Struktur remah atau granular meniadakan
pengaruh ukuran partikel. Pori berukuran besar dan medium meningkat
pada tanah pasir, sedangkan pada tanah berlempung pori berukuran halus
meningkat (Sutanto, 2005).
Struktur tanah dikatakan mempunyai struktur tanah yang baik apabila
tanah-tanah yang mempunyai tata udara dan daya menyimpan air yang
baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mantap, tidak mudah rusak oleh
pukulan-pukulan air hujan sehingga pori-pori tanah tidak cepat tertutup.
Struktur tanah yang baik umumnya dijumpai pada tanah yang berstruktur
remah butiran karena pada struktur ini terdapat keseimbangan yang baik
antara udara dengan air (Seyhan, 1990).
Model neraca air cukup banyak, namun yang biasa dikenal terdiri atas tiga
model antara lain:
¾ Model Neraca Air Umum
Model ini menggunakan data klimatologis dan bermanfaat untuk
mengetahui berlangsungnya bulan-bulan basah (jumlah curah hujan
melebihi kehilangan air untuk penguapan dari permukaan tanah atau
evaporasi maupun penguapan dari sistem tanaman atau transpirasi,
penggabungan keduanya dikenal sebagai evapotranspirasi).
E. Kebutuhan air
1. Kebutuhan Air untuk Penduduk/domestik dan Ternak
Kebutuhan air untuk penduduk di daerah penelitian diperkirakan
tiap orang sebesar 170 liter/hari untuk perkotaan, dan 100 liter/hari untuk
perdesaan. Ternak besar membutuhkan air sebanyak 40 liter/hari/ternak.
Ternak kecil membutuhkan air sebanyak 3 liter/hari/ternak dan unggas
membutuhkan air sebanyak 0.6 liter/hari/ternak (Triatmodjo, 2009 dengan
modifikasi).
F. Landasan Teori
Sifat fisik tanah dan hubungannya dengan kelembaban tanah, dapat diguna-
kan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan untuk manajemen lahan.
A. Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini terdiri atas data primer
dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan langsung,
observasi lapangan maupun wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh
melalui survei instansional. Alat-alat yang digunakan untuk observasi lapangan
ditunjukkan pada Gambar 3.1. Beberapa instansi terkait yang menjadi sumber
data sekunder adalah Puslittanak Bogor, BPSDA PU, BPS, BMKG, BPDAS, Dinas
Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Pengairan/Kimpraswil, Dinas Perkebunan,
BAPPEDA dan BAPPEDALDA. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini adalah: pengumpulan data spasial yakni peta-peta tematik dan peta
dasar, pengumpulan data-data hidrologi dan klimatologi yang meliputi curah
hujan, debit dan suhu, pengumpulan data-data pendukung lainnya seperti data
kependudukan, sosial dan ekonomi. Adapun jenis data, cara perolehan data dan
sumber data yang diperlukan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Survei Instansional
8 Data dan Peta hujan dan analisis data BMKG dan analisis
hujan (peta isohiet)
E. Evapotranspirasi potensial
EP = f.Epx ……………………………………………………………………………………………. (4)
EPx = 16 (10 T/I) a
a = 0,000000675.I3 – 0,0000771.I2 + 0,017921.I + 0,49239
i = (T/5) 1,514
I = ȳi
dimana :
EPx = evapotranspirasi potensial bulanan yang belum disesuaikan (mm/
bulan)
EP = evapotranspirasi potensial bulanan (mm/bulan)
T = suhu udara rata-rata bulanan (0C)
f = faktor koreksi lama penyinaran matahari bulanan berdasarkan
letak lintang
i = indeks panas bulanan
I = indeks panas tahunan
Keterangan:
Q(D) = kebutuhan air domestik
q(u) = kebutuhan air penduduk kota (170 L/orang/hari)
q (r) = kebutuhan air penduduk desa (100L/orang/hari)
P (u) = jumlah penduduk kota
P (r) = jumlah penduduk desa
Kebutuhan air ternak, perhitungan kebutuhan air untuk ternak dapat diperoleh
sebagai berikut :
Keterangan:
Q(D) = kebutuhan air untuk ternak
q(c/b) = kebutuhan air untuk sapi dan kerbau
q(s/g) = kebutuhan air untuk domba/kambing
q(pi) = kebutuhan air untuk babi
q(po) = kebutuhan air untuk unggas
P = jumlah masing-masing ternak
M.T
k = ----------- ………………..…………………… (9)
S
CU = Kc . Eo ………………………………….……. (10)
Keterangan:
• Kc adalah koefisien tanaman yang tergantung dari tipe tanaman
dan tingkat pertumbuhannya
• Eo adalah evaporasi, dengan albedo 0,25 untuk penutup lahan yang
berupa tanaman
Keterangan:
• Peơ adalah hujan efektif
• Cu adalah kebutuhan air tiap tanaman dan Inf adalah infiltrasi/
perkolasi
FWR
PWR = ---------- x A ……………………………….…….…….. (12)
Ef
Keterangan:
• PWR = kebutuhan air seluruh areal irigasi
• FWR = kebutuhan air satu petak sawah
• Ef = efisiensi irigasi
keterangan :
A : adalah penggunaan air untuk pengairan
L : adalah luas daerah pertanian
It : adalah intensitas tanaman dalam persen (%) musim/tahun
a : adalah standard penggunaan air.
G. Kualitas Air
Tingkat pencemaran air DAS dievaluasi dengan melihat parameter kualitas
air atau mutu air dari suatu badan air atau aliran air di sungai. Kondisi kualitas air
2. Kelas II :
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
3. Kelas III :
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut
4. Kelas IV :
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut
Indikator kualitas air pada monitoring dan evaluasi tata air DAS dari suatu
badan air/aliran air sungai (Dephut, 2009) yaitu:
a. fisik : warna, TDS/total dissolved solid, turbidity/kekeruhan
b. kimia : pH, DHL/daya hantar listri/konduktivitas, nitrat (N), sulfat
(SO4), phospat (P), chlorida (Cl)
c. biologi : DO/disolved oxygen (oksigen terlarut).
Sumber : Peraturan Dirjen RLPS Tentang Pedoman Monitoring Dan Evaluasi Daerah
Aliran Sungai Nomor : P.04/V-Set/2009 (Dephut, 2009)
MULAI
STUDI PENGUMPULAN
LITERATUR DATA SEKUNDER
Jurnal, Thesis/ Hujan/Debit
Desertasi Peta Dasar
Jenis Tanah
Penggunaan Lahan
Topografi
Demografi
Suhu/ Penyinaran
ANALISIS
PRA SURVEY
SURVEY SUHU
PARAMETER
KEBUTUHAN AIR 1. Penggunaan Lahan
2. Jenis Tanah (Infiltrasi, tekstur)
3. Wawancara Tidak Terstruktur MEDIAN SUHU
Terhadap Kebutuhan Air
KEBUTUHAN AIR
DAS/ KOTA
THORNTHWAITE& MATHER
PROYEKSI
DEMOGRAFI
PROYEKSI
NERACA AIR
RENCANA
PENGELOLAAN
SELESAI
2. DAS Kupang
DAS Kupang terletak Provinsi Jawa Tengah bagian utara yang melintasi
3 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu mulai dari yang terluas adalah Kabupaten
Pekalongan sebesar 58,53 % (10.542,88 ha), Kabupaten Batang 32,04 % (5.770,17
ha), Kota Pekalongan 9,41 % (1.694,36 ha), dan yang terkecil adalah Kabupaten
Banjarnegara sebesar 0,02 % (4,38 ha). DAS Kupang berada pada posisi koordinat
Berdasarkan hasil tumpang susun peta DAS dengan peta administrasi dari
peta Digital RBI Skala 25.000, wilayah administrasi yang masuk di DAS Kupang
B. Kondisi Iklim
Tipe iklim DAS Sengkarang menurut Schmidt dan Ferguson termasuk
kedalam iklim Tipe A, Tipe B, dan Tipe C. Dengan curah hujan terendah 1.000
mm dan tertinggi mencapai 4.000 mm pertahun dan jumlah bulan kering 0 -
9 bulan dan bulan basah antara 1 - 12 bulan. Suhu udara di DAS Sengkarang
terendah berada pada 13 ° C dan suhu tertinggi mencapai 32 ° C.
Tipe iklim DAS Kupang menurut Schmidt dan Ferguson termasuk kedalam
iklim Tipe A, Tipe B, dan Tipe C. Dengan curah hujan terendah 2.000 mm dan
2. DAS Kupang
Berdasarkan asal pembentukaanya kondisi geologi di DAS Kupang meliputi
aluvial, batuan gunungapi Dieng, batuan gunungapi Jembangan, Formasi Damar
dan kipas aluvial. Luasan geologi DAS Kupang dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Secara umum, DAS Kupang dan DAS Sengkarang dibentuk oleh Formasi
Batuan yang berumur kuarter (2,6 juta tahun yang lalu). Bagian selatan
tersusun atas batuan Gunungapi Jembangan yang berumur Pleistosen, sekitar
10.000 hingga 2,6 juta tahun yang lalu (Bemmelen, 1970). Formasi Jembangan
berbatuan breksi yang terlipat dan melengkung. Formasi Damar tersusun dari
batuan konglomerat, augit-hornblende, batupasir-tuf, napal-tuf, dan hasil erosi
geantiklin Serayu Utara. Formasi Damar memiliki lapisan yang menunjukkan
perubahan facies, dari fasies marin ke fasies air tawar. Bagian tenggara dibentuk
oleh Batuan Gunungapi Dieng. Jembangan merupakan suatu gunungapi
yang yang sudah tidak aktif lagi dan membentuk suatu kaldera yang curam di
bagian selatan. Jadi, Plato Dieng di sebelah selatan berbatasan dengan kaldera
Jembangan di utara. Lereng utara kaldera Jembangan dibentuk oleh beberapa
kawah mati dengan ukuran sedang dan tererosi kuat (Verstappen, 2000). Peta
Geologi DAS Kupang dan DAS Sengkarang ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Bagian utara dari Formasi Jembangan tersusun dari kipas aluvial dan
endapan aluvial. Kipas aluvial merupakan sedimen yang materialnya berasal dari
rombakan/erosi yang terbawa oleh air dari daerah hulu dan mengisi lembah-
lembah sungai. Material ini dicirikan oleh sortasi yang baik dan kaya akan air.
Semakin ke hilir, material semakin halus dan terbentuklah endapan aluvial yang
materinya terbawa oleh aliran sungai. Secara geomorfologis, daerah di selatan
merupakan wilayah berbatuan vulkanis yang telah tererosi, yaitu bentukan
denudasional dari Gunungapi Jembangan, sedangkan bagian utara merupakan
dataran banjir dan kawasan berbentuklahan fluvial serta marin.
Sumber : PUSLITANAK
2. DAS Kupang
Tanah aluvial dalam sistem FAO dapat berupa Fluvisol, Gleysol, maupun
Kambisol. Tanah fluvisol merupakan tanah yang muda, berasal dari endapan
sungai maupun marin dan lakustrin (endapan danau). Gleysol merupakan tanah
yang tergenang dalam periode yang lama dan berwarna keabu-abuan, bahkan
kemerahan, kekuningan, atau kebiruan. Kambisol merupakan tanah yang
baru dan hasil dari bahan induk, nampak dari struktur, warna kecoklatan dan
persentase lempung yang meningkat semakin ke bawah. Andosol merupakan
tanah yang berkembang pada daerah yang kaya akan silika (berbatuan beku/
vulkanis). Regosol merupakan tanah yang sangat lemah membentuk mineral pada
material yang belum kompak. Berkembang di daerah pegunungan dan tererosi.
18011.72 100.00
Sumber : PUSLITANAK
Secara umum DAS Kupang dan DAS Sengkarang didominasi oleh tanah
mediterna. Persebaran jenis tanah di kedua DAS ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Sumber : Data BPS Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan Tahun 2009 dan
hasil perhitungan
Hotel/ Bansos/
Kecamatan Umum Industri
Niaga RS
Bojong 0 0 0 0
Buaran 0 0 0 0
Doro 0 0 0 0
Karanganyar 0 0 0 0
Kedungwuni 0 0 0 0
Lebakbarang 0 0 0 0
Paninggaran 0 0 0 0
Pekalongan Barat 0 0 0 0
Pekalongan Selatan 0 0 0 0
Pekalongan Utara 0 0 0 0
Petungkriyono 0 0 0 0
Talun 0 0 0 0
Tirto 0 0 0 0
Wiradesa 0 0 0 0
Wonopringgo 0 0 0 0
Wonotunggal 5 23 69 0
Jumlah 5 23 69 0
Sumber : Data BPS Kabupaten Pekalongan dan Kota
Pekalongan Tahun 2009 dan hasil perhitungan
Jumlah Persentase
DAS Kecamatan
(orang) (%)
Pekalongan
54314 58 447
Barat
Pekalongan
Kupang 89468 378 592
Selatan
Pekalongan
69313 236 476
Timur
Pekalongan
46958 358 1093
Utara
Sumber : Data BPS Kabupaten Batang dan Kota Pekalongan Tahun 2009 dan
hasil perhitungan
Bansos/
Kecamatan Hotel/Niaga Umum Industri
RS
Bandar 59 34 83 0
Blado 3 7 8 0
Buaran 0 0 0 0
Doro 0 0 0 0
Kedungwuni 0 0 0 0
Pekalongan Barat 0 0 0 0
Pekalongan Selatan 0 0 0 0
Pekalongan Timur 0 0 0 0
Pekalongan Utara 0 0 0 0
Petungkriyono 0 0 0 0
Talun 0 0 0 0
Warungasem 0 0 0 0
Wonotunggal 5 23 69 0
Total 67 64 160 0
Sumber : Data BPS Kabupaten Batang dan Kota Pekalongan Tahun 2009
dan hasil perhitungan
A. Ketersediaan Air
Berdasarkan sistem siklus air, dapat di ketahui bahwa air yang berada di bumi
ini merupakan hasil dari hujan (presipitasi). Air hujan di permukaan bumi jatuh
di berbagai kondisi tutupan lahan, baik itu perkotaan, desa, hutan, sawah, jenis
tanah yang berbeda dan topografi yang berbeda. Kondisi lahan yang berbeda
akan membedakan besarnya air yang akan mengalami peresapan ke dalam tanah,
penguapan, tersimpan di tajuk-tajuk pohon dan cekungan, maupun menjadi
aliran langsung. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa komponen fisik dan
meteorologis memiliki pengaruh terhadap ketersediaan air (kondisi hidrologi)
di suatu DAS.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk serta meningkatnya pembangunan,
membawa dampak berupa tekanan penduduk terhadap lahan, perubahan
penggunaan lahan, serta meningkatnya kebutuhan air, padahal kondisi lingkungan
semakin menurun. Pengelolaan lingkungan secara terpadu dibutuhkan agar
tercipta keseimbangan di dalam lingkungan.
Telah disebutkan di awal bahwa komponen fisik dan meteorologis
mempengaruhi ketersediaan air di suatu DAS. Curah hujan yang tinggi dengan
evepotranspirasi rendah dan berada di kondisi tutupan lahan hutan akan
memiliki cadangan/ketersediaan air yang melimpah dibandingkan dengan
kawasan perkotaan dengan curah hujan yang tinggi dan evapotranspirasi yang
tinggi.
DAS Kupang dan DAS Sengkarang memiliki kondisi fisik tutupan lahan
yang beragam sesuai dengan yang ditunjukkan pada peta penggunaan lahan
LOKASI JAN FEB MAR APR Mei JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES TAHUNAN
Wiradesa 354 486 259 195 176 83 38 29 22 27 123 301 2093
Kutosari/Doro 574 669 345 273 160 79 50 32 10 71 275 404 2941
Lebakbarang 599 955 639 497 422 197 132 75 88 281 612 629 5125
Bandar 613 836 345 254 212 109 58 55 82 141 322 341 3369
Blado Sp 679 787 612 424 365 211 98 74 119 179 386 614 4550
Distribusi hujan dapat dilihat di Peta Isohyet Gambar 5.1. Berdasarkan peta
tersebut diperoleh nilai curah hujan dengan sebaran semakin besar ke arah
selatan, mencapai angka 7600 mm/tahun. Berdasarkan laporan dari Departemen
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Lembaga Meteorologi dan
Geofisika Djakarta (1969), lokasi tersebut memang memiliki curah hujan tahunan
yang cukup tinggi, diantaranya adalah Petungkriono, Tombo, dan Pagilaran
dengan curah hujan tahunan antara 6000-7000 mm/tahun menurut data tahun
1931-1960. Berdasarkan laporan Djawatan Meteorologi dan Geofisik yang diedit
oleh Schmidt dan Ferguson (1951), daerah yang mencakup Pekalongan-Batang
memiliki tipe iklim Köppen Afa, Af, Ama dan CƢi, sedangkan menurut tipe iklim
Schmidt-Ferguson, termasuk dalam tipe A, B, dan C. Iklim A menurut Köppen
mengindikasikan suhu rata-rata bulan terdingin >18o C, sedangkan simbol “f”
mengindikasikan hujan pada bulan terkering minimal 60,69 mm. Kode “m”
memiliki arti hujan bulan terkering < 60,69 mm tetapi lebih dari 100,076 mm –
(hujan rata-rata tahunan/25). Kode “a” memiliki arti hujn rerata tahunan kurang
dari iklim B tetapi lebih dari ½ jumlah tersebut. Kode “H” memiliki arti suhu >
180 C dan kode “I” menunjukkan keadaan kering di musim hujan di ketinggian
1350 mdpal. Kode A, B, C untuk klasifikasi Schmidt-Ferguson menunjukkan
iklim basah (Tjasyono, 2004).
Berdasarkan fakta tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa DAS Kupang dan
Sengkarang memiliki input/imbuhan air yang tinggi. Berdasarkan perhitungan
neraca air menggunakan metode Thornthwaite Mather, dapat diperoleh hasil
seperti ditunjukkan pada tabel 5.2 Metode Thornthwaite Mather dapat digunakan
untuk mengetahui kondisi air secara kuantitas pada tiap bulannya dalam satu
tahun, demikian juga runoơ bulanannya. Perhitungan menggunakan metode
Gambar 5.4. Grafik Hujan Vs Run Off di DAS Kupang dan Sengkarang
Dari grafik tersebut dapat dilihat, bahwa pada bulan Januari hujan yang
jatuh hampir sama pada kedua DAS yaitu 577 dan 569 mm, namun karena DAS
Sengkarang mempunyai luas yang lebih besar, maka RO yang terjadi juga lebih
besar. Walau tidak signifikan, hal ini juga terjadi pada bulan-bulan berikutnya
dan mempengaruhi ketersediaan air bulanan pada masing-masing DAS seperti
pada Tabel 5.2. dan Tabel 5.3.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
T 27,2 26,4 27,2 27,8 27,9 27,6 27 27,3 27,9 28,2 28,1 27,4
P 569 669 322 240 206 91 49 42 43 98 233 321
i 12,99 12,42 12,99 13,43 13,50 13,28 12,85 13,07 13,50 13,72 13,65 13,14
a 4,09 4,09 4,09 4,09 4,09 4,09 4,09 4,09 4,09 4,09 4,09 4,09
Epx 145 129 145 159 161 154 141 147 161 168 166 150
f 1,07 0,96 1,04 1,00 1,02 0,97 1,01 1,02 1,00 1,05 1,05 1,08
Ep 155 124 152 158 164 150 143 151 161 177 175 161
P-EP 414 545 170 82 42 -59 -94 -109 -118 -79 58 160
APWL 0 0 0 0 0 59 153 261 379 459 0 0
ST 196,8 196,8 196,8 196,8 196,8 145,8 90,6 52,2 28,6 19,1 196,8 196,8
? ST 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 -51,0 -55,2 -38,4 -23,5 -9,5 177,7 0,0
AE 155 124 152 158 164 142 104 80 67 107 175 161
S 414 545 170 82 42 0 0 0 0 0 0 160
D 0 0 0 0 0 8 38 70 95 70 0 0
RO (mm) 247,4 396,3 283,5 182,7 112,5 56,3 28,1 14,1 7,0 3,5 1,8 80,9
3
RO (m /s) 17,2 27,6 19,7 12,7 7,8 3,9 2,0 1,0 0,5 0,2 0,1 5,6
Ketersediaan 44,6 71,4 51,1 32,9 20,3 10,1 5,1 2,5 1,3 0,6 0,3 14,6
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Ju l Agust Sep Okt Nop Des
T 25,4 24,7 25,5 26,1 26,2 25,9 25,3 25,5 26,2 26,5 26,4 25,7
P 577 755 457 346 291 140 89 65 70 187 398 487
i 11,71 11,23 11,78 12,21 12,28 12,06 11,64 11,78 12,28 12,49 12,42 11,92
a 3,48 3,48 3,48 3,48 3,48 3,48 3,48 3,48 3,48 3,48 3,48 3,48
Epx 116 105 118 128 129 124 114 118 129 134 133 121
f 1,07 0,96 1,04 1,00 1,02 0,97 1,01 1,02 1,00 1,05 1,05 1,08
Ep 124 101 123 127 131 121 116 120 129 142 140 130
P-EP 453 654 334 219 160 19 -27 -55 -59 45 258 357
APWL 0 0 0 0 0 0 27 82 141 0 0 0
ST 217,2 217,2 217,2 217,2 217,2 217,2 191,9 148,8 113,3 217,2 217,2 217,2
? ST 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 -25,2 -43,1 -35,6 103,9 0,0 0,0
AE 124 101 123 127 131 121 114 108 106 142 140 130
RO (m3/s) 24,3 34,9 29,1 22,1 16,6 9,0 4,5 2,2 1,1 0,6 9,3 17,0
Ketersed iaan 62,9 90,3 75,3 57,4 43,1 23,3 11,6 5,8 2,9 1,5 24,0 44,2
Keterangan:
o
T = suhu udara r ata-r ata bulanan ( C) AE = evapotranspir asi aktual
P = curah hujan bulanan (mm) S (mm)
i = indeks panas bulanan D = surplus (mm )
3 2
a = 0,000000675.I – 0,0000771. I + 0,017921. I + RO = defisit (mm)
I 0,49239 APWL = runoff
Ep = ?i Indeks panas tahunan Ketersedia = accumulated potential
x = evapotranspirasi bulanan yang belum disesuaikan an water loss
F (mm/bulan) = ketersediaan air (juta
Ep = faktor koreksi lama penyinaran matahari m3 /bulan)
ST berdasarkan letak lintang
?S = evapotranspir asi potensial bulanan (mm /bulan)
T = simpanan (storage)
= perubahan simpanan
<20.000 82.5 10 24
• Kebutuhan air untuk hotel diasumsikan 200 liter per tempat tidur
dengan jumlah tempat tidur rata-rata asumsi sebanyak 100 tempat tidur.
Jumlah hotel berdasarkan data BPS
Kebutuhan air
Jenis Ternak
(Lt/ekor/hari)
Unggas 0.6
DAS Kupang dan DAS Sengkarang secara umum memiliki bentuk daerah
tangkapan yang hampir sama secara geomorfologis atau penggunaan lahan,
bahkan berbatasan satu sama lain. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kemiripan
hujan yang jatuh di masing-masing DAS seperti yang tercatat pada masing-
masing stasiun hujan. Hujan maksimum masing-masing DAS terjadi pada bulan
Februari yaitu lebih dari 650 mm, sedangkan paling sedikit terjadi pada bulan
Agustus yaitu kurang dari 60 mm. Dari pola distribusi hujan bulanan ini dapat
dimengerti perilaku waktu penanaman padi dimulai pada bulan saat mulai hujan
(Oktober), dan setelah puncak hujan (Maret).
Berdasarkan hasil perhitungan, kebutuhan air di DAS Kupang Tahun 2009
sebesar 89,7 juta m3, dengan rata-rata per bulan sebesar 7,47 juta m3. Ketersediaan
air 254,8 juta m3 dengan rata-rata per bulan mencapai 21,24 juta m3. Untuk DAS
Sengkarang kebutuhan air domestik masyarakat sebesar 108,64 juta m3 dengan
rata - rata per bulan 9,05 m3. Ketersediaan air di DAS Sengkarang 442,33 juta m3
dengan rata-rata per bulan 36,86 m3. Dapat dikatakan bahwa ketersediaan air di
DAS Kupang dan DAS Sengkarang masih dapat mememuhi kebutuhan airnya.
Kebutuhan air di DAS Kupang dan DAS Sengkarang rendah karena
masyarakat di daerah hulu dan tengah mengambil air langsung dari sungai untuk
memenuhi kebutuhan air seperti : mandi, mencuci dan memasak serta untuk
• Untuk DAS Sengkarang nilai kebutuhan air melebihi pasokan air terjadi
pada bulan Agustus s/d Bulan Oktober namun kebutuhan air masih
dapat dipenuhi karena pasokan air pada bulan-bulan sebelumnya yang
menjadi air permukaan dan air tanah.
2. Kualitas Air
Dari hasil pengukuran TDS di lapangan, kualitas air di DAS Kupang dan DAS
Sengkarang -daerah tengah dan hulu - masih baik dan layak konsumsi (nilai
TDS < 1000 mg/l), namun di daerah hilir kualitas air sangat rendah dan tidak
layak untuk dikonsumsi ( nilai TDS > 2000 mg/l atau tidak terdeteksi). Sesuai
standar kualitas air sebagaimana Tabel 3.2, air didaerah hilir secara administratif
berada di Kota Pekalongan - tidak layak untuk dikonsumsi. Namun penelitian
lebih lanjut untuk penetapan kualitas air perlu dikaji lebih mendalam karena
dalam penelitian ini hanya memperhitungkan nilai TDS. Lokasi pengambilan
sampel air dapat ditunjukkan pada Gambar 5.7.
DAS Kupang RO (m 3/s) 17.20 27.55 19.71 12.70 7.83 3.91 1.96 0.98 0.49 0.24 0.12 5.62
DP
3
K rompang RO (m /s) 11.23 12.36 9.88 7.59 4.56 3.19 1.80 1.44 0.86 1.18 2.44 5.18
H ilir
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
DAS 3
RO (m /s) 24.27 34.86 29.05 22.14 16.63 8.99 4.49 2.25 1.12 0.56 9.25 17.04
Sengkarang
DP
Pesantren RO (m 3/s) 15.56 17.13 13.69 10.52 6.32 4.42 2.49 1.19 1.99 1.63 3.38 7.18
K letak Hilir
0
Ketersediaan Air
140
200 P (Hujan)
Kebutuhan Air
2009
120 400
600
100
Dalam mm
800
Dalam Juta M3/Bulan
80
1000
60 1200
1400
40
1600
20
1800
0 2000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
140 Ketersedia
200 an Air
P (Hujan)
Kebutuha
n Air 2009
120 400
600
100
800
Dalam Juta M3/Bulan
80
1000
60 1200
Dalam mm
1400
40
1600
20
1800
0 2000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
600
100
Dalam Juta M3/Bulan
800
Dalam mm
80
1000
60 1200
1400
40
1600
20
1800
0 2000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
140
Ketersediaan Air
200
P (Hujan)
600
100
Dalam mm
800
Dalam Juta M3/Bulan
80
1000
60 1200
1400
40
1600
20
1800
0 2000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
A. Kesimpulan
Penelitian neraca air DAS Kupang dan Sengkarang ini didasari pada analisis
ketersediaan dan kebutuhan air dengan berbagai pendekatan. Dengan analisis
kualitatif dan kuantitatif, dapat diperoleh hasil-hasil dan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Hasil analisis neraca air menunjukkan bahwa ketersediaan air DAS
Kupang dan Sengkarang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan
air pada masing-masing DAS. Hasilnya adalah 442.3 juta m3 per tahun
untuk DAS Sengkarang dengan kebutuhan 108.6 juta m3 per tahun,
sedangkan untuk DAS Kupang tersedia air 254.8 juta m3 per tahun
dengan kebutuhan air 89.7 juta m3 per tahun.
2. Respon DAS Kupang dan DAS Sengkarang untuk menangkap air, dan
menahannya masih bagus. Hal ini ditunjukkan pada jumlah bulan
surplus yang lebih banyak daripada bulan defisit. Ketika dilakukan survei
pada bulan kering debit air sungai masih konsisten, meskipun pada DAS
Kupang mulai menunjukkan penurunan kemampuan menahan air.
B. Saran
1. Data hujan yang digunakan pada penelitian ini pada periode 2000-2009.
Untuk proyeksi yang panjang hingga 20 th, direkomendasikan panjang
data hujan input adalah 20 tahun atau lebih.
2. Terkait dengan analisis neraca air, komponen ketersedian air akan lebih
baik bila tidak hanya memperhitungkan hujan sebagai input, tetapi juga
memperhitungkan baseflow dan groundwater.
Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
BAPPENAS, 2010. Identifikasi Masalah Pengelolaan Sumber Daya Air di Pulau
Jawa. Bab 3.
Van Bemmelen, R.W.,1 970, The Geology of Indonesia Volume IA. The Hague
Netherland.
Buckman, H. O., dan N. C. Brady., 1982. Ilmu Tanah, Penerbit Bratharakarya,
Aksara, Jakarta
Chow, V.T., Maidment D.R., Mays L. W., 1998. Applied Hydrology, Mc. Graw-
Hill Book Company, Singapore.
Darmanto, D., Simoen, S., Soetanto BR., Suyono. 1981. Studi Perbandingan
Perkiraan Debit Runoơ Dengan Metode Thorhthwaite dan Mather
dan Pengukuran Langsung di DAS Bodri, Kendal, Semarang. Laporan
Penelitian (tidak dipublikasikan). Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
Departemen Perhubungan Direktorat Djendral Perhubungan Udara Lembaga
Meteorologi dan Geofisika.1969. Tjurah Hudjan Rata-rata di Djawa dan
Madura: Periode 1931-1960. Jakarta.
Departemen Kehutanan, 2009. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) Departemen Kehutanan RI, Nomor
: P.04/V-SET/2009 tanggal 5 Maret 2009 tentang Pedoman Monitoring
dan Evaluasi DAS.
Djawatan Meteorologi dan Geofisik. 1951. Verhandelingen No. 42: Rainfall
Types Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia With Western