Email : fazakupinilih@gmail.com
Abstrak
Hambatan fisik yang dimiliki anak tunarungu dapat berpengaruh pada perkembangan
psikologis dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh SST terhadap
keterampilan sosialisasi dan social anxiety remaja tunarungu. Penelitian menggunakan
desain quasi exsperiment pre-post test with control group. Sampel 76 orang terpilih secara
total sampling di SLB-B Karya Bhakti dan SLB-B Dena Upakara Kabupaten Wonosobo.
Rata-rata peningkatan keterampilan sosialisasi sebesar 8,38% dan didapatkan rata-rata
penurunan skor social anxiety 8,97. Hasil penelitian diketahui perbedaan yang bermakna skor
keterampilan sosialisasi dan social anxiety pada remaja tunarungu sebelum dan setelah
diberikan terapi SST.
Kata kunci: Keterampilan sosialisasi, social anxiety, social skills training, remaja tunarungu.
Abstract
Physical barriers that have children with hearing impairment can affect the psychological and
social development. This study aims to clarify the effect of SST on the socialization skills of
deaf adolescents and social anxiety. The research design uses a quasi exsperiment pre-post
test with control group. Selected sample of 76 people in total sampling in SLB-B Karya
Bhakti and SLB-B Dena upakara Wonosobo district. The average increase of 8.38% of
socialization skills and obtained an average reduction of social anxiety score of 8.97. Survey
results revealed a significant difference scores socialization skills and social anxiety in
adolescents with hearing impairment before and after the therapy given SST.
Keywords: socialization skills, social anxiety, social skills training, young deaf
Pengaruh Social Skills Training (SST) Terhadap Keterampilan Sosialisasi Dan Social Anxiety Remaja Tunarungu 71
Di SLB Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
S.S.Pinilih, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution, Ice Yulia W.
WHO memperkirakan bahwa setiap keterlambatan perkembangan bicara
tahun sekitar 38.000 anak tuli lahir di dan bahasa. Keterlambatan ini dapat
Asia Tenggara. Ini berarti bahwa menyebabkan masalah sosial dan
setiap hari lahir lebih dari 100 bayi tuli emosional sehingga memungkinkan
di wilayah tersebut (Depkes, 2010). terjadinya kegagalan akademis pada
Perkiraan jumlah penduduk Indonesia anak usia sekolah.
sekitar 240 juta dan diperkirakan Masalah pada anak tunarungu
jumlah anak yang mengalami cenderung semakin kompleks ketika
gangguan pendengaran, adalah lebih mereka beranjak remaja. Usia remaja
dari 2 juta. Bayi yang terlahir dalam merupakan masa transisi
keadaan tuli merupakan kelainan perkembangan yang paling
terberat, karena jika sejak awal menentukan dari seorang anak
seseorang tidak bisa mendengar, maka menjadi dewasa dan dianggap masa
anak tidak bisa bicara dan mengalami penuh gejolak karena terjadi berbagai
kesulitan berkomunikasi, selanjutnya perubahan pada fisik, psikologis dan
akan mengalami kesulitan dalam sosial. Remaja mempunyai tugas-
belajar yang akhirnya akan menjadi tugas perkembangan yang harus
warga terbelakang. Meskipun dipenuhinya, yang seluruh aspek
kesadaran masyarakat akan pentingnya perkembangannya bertujuan untuk
pendidikan bagi ABK cenderung pembentukan identitas diri (Ericson,
meningkat, namun dengan prevalensi dalam Wheeler, 2008). Menurut
yang cukup tinggi pada kelahiran bayi Brooks-Gunn dan Greber (dalam
tuli (tuli kongenital), akan Novianti, 2010), identitas diri lebih
menunjukkan adanya risiko gangguan banyak ditandai dengan upaya mencari
komunikasi, yang memunculkan keseimbangan antara kebutuhan
masalah dibidang pendidikan, otonomi dan kebutuhan interpersonal.
pekerjaan dan kualitas hidup para Konsekuensi paling penting pada anak
penyandang bisu/tuli dan akan tunarungu adalah keterlambatan
meningkatkan beban keluarga, perkembangan bicara dan bahasa yang
masyarakat dan bangsa apabila tidak mengakibatkan hubungan
diberikan perhatian. interpersonal dengan orang lain
mengalami hambatan. Remaja yang
Anak Tunarungu/Tunawicara/wicara mengalami tunarungu berisiko
adalah anak yang memiliki hambatan mengalami masalah emosional berupa
dalam pendengaran baik permanen anxietas, sebab anak yang terlahir
maupun tidak permanen dan biasanya tunarungu cenderung memiliki emosi
memiliki hambatan dalam berbicara yang tidak stabil dan tumbuh sebagai
sehingga mereka biasa disebut anak yang kurang memiliki percaya
tunarungu (Depkes, 2010). diri.
Berdasarkan data dari Gerakan Kemampuan seseorang dalam
untuk Kesejahteraan Tunarungu berkomunikasi akan sangat
Indonesia (GERKATIN) bahwa mempengaruhi keterampilan
jumlah penyandang cacat adalah 6% seseorang dalam bersosialisasi. Bahasa
dari jumlah penduduk Indonesia dan memegang peranan sangat penting
sebanyak 2,9 juta atau sekitar 1,2% dalam kehidupan sosial sehingga
dari total keseluruhan penduduk seseorang bisa dikatakan apakah
Indonesia adalah penyandang dirinya mempunyai keterampilan
Tunarungu. Tunarungu berbeda sosial yang baik atau tidak. Orang-
dengan penyandang cacat lainnya, orang yang memiliki keterbatasan
kecacatan yang mereka alami tidak secara fisik ataupun fungsional
terlihat. Gangguan pendengaran pada (disability), seperti penderita
anak akan menimbulkan konsekuensi tunarungu tentunya juga seringkali
yang paling penting berupa
72 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 70-80
merasa tidak percaya diri dengan yang belum dilaksanakan secara
kondisinya itu (Mangunsong, 2009). optimal. Agar pelayanan kesehatan
Karakteristik remaja tunarungu pada terhadap anak penyandang cacat dapat
dasarnya tidak berbeda dengan anak diberikan sesuai haknya, maka telah
normal lainnya dari segi intelegensia disusun pedoman pelayanan kesehatan
dan perkembangan fisiknya, yang di SLB oleh pemerintah. Selain itu,
berbeda dari mereka disebabkan dinas pendidikan juga telah menyusun
karena ketunaannya adalah program yang disesuaikan dengan
karakteristik emosionalnya dan kebutuhan pada masing-masing
keterampilan sosialnya. Anak tingkatan sekolah atau tingkat usia
tunarungu cenderung merasa cemas pada ABK. Program pendidikan yang
saat berada di lingkungan sosial. diberikan pada anak usia remaja atau
Upaya-upaya kesehatan di setingkat Sekolah Menengah Pertama
masyarakat masih berfokus pada (SMP) dan Sekolah Menengah Atas
masalah fisik, sedangkan upaya untuk (SMA), beban pembelajaran yang
meningkatkan kesehatan psikologis diberikan pada ABK meliputi 40%
dan sosial belum nampak. Hal untuk pencapaian kompetensi
tersebut akan memunculkan anak yang akademik dan 60% kompetensi sosial.
sehat secara fisik, namun rentan Sedangkan pada ABK usia Sekolah
terdapat masalah psikologis yang Dasar sebaliknya yaitu 60% diberikan
berakhir pada munculnya masalah kegiatan terkait dengan kompetensi
sosial (Novianti, 2010). Anak akademik dan 40% untuk pencapaian
tunarungu mempunyai masalah kompetensi sosial (Depdiknas, 2006).
penyesuaian lebih besar dibandingkan Pemberian pembelajaran untuk
pada anak yang berpendengaran pencapai target kompetensi sosial di
normal (Menurut Meadow dalam SLB masih belum memenuhi target
Efendi, 2000). Masalah-masalah inilah khusus dalam peningkatan
yang memberikan tantangan yang keterampilan sosial khususnya bagi
lebih berat pada ABK, terutama remaja. Program di SLB lebih banyak
remaja tunarungu seiring dengan berfokus pada mengoptimalkan
bertambahnya usia akan bertambah kemampuan tunarungu dalam
pula tugas-tugas perkembangan sesuai melakukan fungsi komunikasi,
dengan tahapan usia yang harus kemampuan dalam bahasa dan bicara.
diselesaikannya. Semakin Kurikulum yang diberikan untuk
meningkatnya usia mereka maka kompetensi sosial, masih berupa
dibutuhkan keterampilan sosial yang pembelajaran keterampilan
lebih tinggi seiring dengan makin okupasional saja, meliputi
luasnya kehidupan sosial yang harus keterampilan memijat (masage),
mereka hadapi. keterampilan merias dan memotong
Maka untuk mendukung program rambut (salon), keterampilan
pelayanan ABK, perlu diberikannya pertukangan, dan lain-lain. Hal ini
pelayanan non fisik meliputi dimensi belum menyentuh aspek emosional
intelektual, emosional dan psikososial dan aspek sosial pada remaja yang
pada kesehatan anak dan remaja. nantinya akan dibutuhkan saat remaja
Salah satu upaya pemerintah yang menjalin hubungan interpersonal yang
cukup strategis dalam optimal di masyarakat.
mengembangkan upaya pemberian Keterampilan sosialisasi yang tidak
pelayanan bagi ABK adalah dengan optimal dapat mengakibatkan
menyusun program melalui Upaya munculnya perasaan social anxiety
Kesehatan Sekolah (UKS) di SLB pada remaja tunarungu. Menurut
(Depkes, 2010) hal ini mengingat SLB Plomin (dalam Delphie, 2009)
merupakan salah satu sasaran UKS perkembangan dilihat sebagai hasil
Pengaruh Social Skills Training (SST) Terhadap Keterampilan Sosialisasi Dan Social Anxiety Remaja Tunarungu 73
Di SLB Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
S.S.Pinilih, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution, Ice Yulia W.
dari proses transaksional yang efektifitas pelatihan keterampilan
interaktif antara individu yang sedang sosial pada remaja dengan gangguan
tumbuh dan berkembang dengan kecemasan yang menunjukkan hasil
pengalaman-pengalaman dalam terjadinya penurunan gangguan
lingkungan fisik dan sosial. kecemasan dengan rerata penurunan
Kesimpulannya adalah, remaja yang sebesar 8,50 setelah 6 bulan diberikan
berada pada tahap pencapaian identitas tindakan. Sedangkan untuk penelitian
diri, perlu dilatih dalam keterampilan pengaruh SST yang diberikan pada
sosialnya. Terutama remaja yang kasus psikososial social anxietas pada
mengalami tunarungu, dimana pada remaja tunarungu belum pernah
usia tersebut remaja dipersiapkan dilakukan.
untuk menghadapi interaksi sosial Berdasarkan hasil survei yang
yang lebih luas, menjalin hubungan dilakukan di Kabupaten Wonosobo
keluarga, memasuki dunia kerja, serta pada tanggal 16 Februari 2012,
hidup bermasyarakat. terdapat dua SLB di Kabupaten
Social anxiety dapat diberikan Wonosobo yang mempunyai peserta
beberapa jenis terapi. Herb & didik usia sekolah setingkat SD
Heimberg (2000) mengembangkan sampai dengan SMA berjumlah sekitar
Cognitive Behavioral Therapy bagi 250 orang, tinggal di asrama dan
penderita gangguan ansietas sosial mendapatkan pendidikan akademik
yang terdiri dari beberapa subterapi dan non akademik berupa
yaitu; pelatihan keterampilan sosial, keteramapilan bahasa dan bicara
relaksasi, Exposure Techniques, dan dengan menggunakan bahasa oral,
Restrukturisasi Kognitif. Social skills serta dikembangkan kurikulum dengan
training (SST) dapat diberikan untuk pendekatan berdasarkan pada
meningkatkan keterampilan sosialisasi kebutuhan belajar siswa. Juga
pada individu yang mengalami socia dilengkapi dengan keterampilan seni,
anxietas. SST merupakan sebuah dan keterampilan untuk persiapan
metode berdasarkan prinsip-prinsip pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
sosial dan menggunakan teknik hari. Siswa di SLB tersebut 77 orang
perilaku bermain peran, praktek dan berada pada tingkat usia remaja yaitu
umpan balik dalam upaya sekitar 12-20 tahun. Hasil wawancara
meningkatkan kemampuan seseorang singkat dan pengukuran skala ansietas
dalam menyelesaikan masalah (Kneisl yang dilakukan pada 10 orang remaja
& Varcarolis, 2008). tunarungu dengan menggunakan
Penelitian tentang SST pernah Hamilton Rating Scale, remaja
dilakukan oleh Renidayati (2009) dan mengalami ansietas ringan sampai
Cognitive Behavioral Social Skills sedang, menurut mereka ansietas lebih
Training (CBSST) yang dilakukan dirasakan terutama saat berhadapan
oleh Jumaini (2010) pada pasien dengan orang asing dan saat harus
gangguan jiwa dengan isolasi sosial. berada diantara banyak orang.
Hasil penelitian keduanya Pembimbing/guru yang ditemui
menunjukkan bahwa pemberian terapi mengatakan bahwa masalah emosional
sangat signifikan meningkatkan yang dialami remaja tunarungu yaitu
kemampuan sosialisasi pada pasien. lebih mudah tersinggung, dan remaja
Penelitian CBSST yang dilakukan menyampaikan keluhan kecemasannya
Jumaini (2010) menunjukkan terjadi saat melakukan komunikasi dengan
peningkatan sebesar 11,78% orang normal atau bukan penyandang
kemampuan psikomotor yang semula tunarungu. Dua orang guru
68,14% meningkat menjadi 79,92%. mengatakan, remaja merasa lebih
Penelitian serupa juga pernah nyaman didampingi oleh guru saat
dilakukan Hapsari (2010) tentang melakukan pembelajaran di luar
Pengaruh Social Skills Training (SST) Terhadap Keterampilan Sosialisasi Dan Social Anxiety Remaja Tunarungu 75
Di SLB Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
S.S.Pinilih, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution, Ice Yulia W.
bermakna secara ststistik, yaitu dari poin (84,1) pada kuesioner. Meskipun
93,68 pada pre-test menjadi 97,79 pada kelompok intervensi dan kontrol
pada post-test. Keterampilan terjadi peningkatan secara bermakna
sosialisasi pada kelompok intervensi namun peningkatan pada kelompok
dan kontrol baik sebelum maupun intervensi menunjukkan angka yang
sesudah diberikan terapi SST berada lebih besar dibanding pada kelompok
pada rentang baik, berdasarkan cut of kontrol.
Berdasarkan hasil uji statistik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada α 5% ada
peningkatan yang bermakna rata-rata keterampilan sosialisasi dan social anxiety sebelum
dan sesudah terapi SST diberikan pada kelompok intervensi (p-value < α) baik pada
kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.
Pengaruh Social Skills Training (SST) Terhadap Keterampilan Sosialisasi Dan Social Anxiety Remaja Tunarungu 77
Di SLB Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
S.S.Pinilih, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution, Ice Yulia W.
Chen, K, & walk. (2006). Social Skills Hastono, S.P. (2006) Basic data
Training Intervension for Student with analysis for health research. Tidak
Emotional/Behavioral Disorder : A dipublikasikan. Depok: FKM-UI
Literature Review from American Herbert, J.D & Kasdan, T.B (2001).
Perspective. (2006, Social Anxiety Disorder in Childhood and
www.ccbd.net/dokuments/bb/BB.15(3)%s Adolescence: Current Status and Future
ocial % 20 skills pdf. Diperoleh 26 Januari Directions.
2012) www.mason.gmu.edu/tkashdan/childsad/p
df. Maret 8,2012.
Delphie, B. (2009). Psikologi
Perkembangan (Anak Berkebutuhan
Khusus). Klaten: Insan Sejati. Hidayat, A.A. (2007). Metode
Penelitian Keperawatan dan Teknik
Departemen Kesehatan Republik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
Indonesia. (2010). Pendoman Pelayanan
Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa Jumaini. (2010). Pengaruh Cognitive
(SLB). http://www..depkes.go.id/ Behavioral Social Skills Training (CBSST)
/IndonesiaNasional.pdf. Februari 22, 2009. terhadap Kemampuan bersosialisasi Klien
Isolasi Sosial di BLU RS Dr. H. Marzzoeki
Departemen Pendidikan Nasional. Mahdi Bogor. Tesis FIK-UI. Tidak
(2006). Kebijaksanaan dan Program dipublikasikan
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Kaplan & Saddock (2005). Synopsis of
Pendidikan Dasar dan Menengah. psychiatric science clinical psychiatric.
Baltimore: William & Wilkins.
Dharma, K,K. (2011). Metodologi
Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans Kinsep, P & Nathan, P. (2004). Social
Info Media. skills training for severe mental disorder.
http://www.cci.health.wa.gov.au/docs/Soci
Efendi, Jon. (2000). Bimbingan Sosial alskills%20Pt-intrao.pdf, Januari 29, 2012.
Psikologis pada Anak Tunarungu.
http://etd.eprints.ums.ac.id/3751/1/F10004 Kneisl, C.R., Wilson, H.S., &
0228.pdf. Diperoleh 28 Februari 2012 Trigoboff, E. (2004). Contemporary
Psychiatry Mental Health Nursing. New
Fontaine, K.L. (2009). Mental Health Jersey : Pearson Prentice Hall
Nursing. 6th ed. New Jersey : Pearson
Prentice Hall. La Greca, A.M, Lopez, N (1998). Social
anxiety among adolescents: Linkages with
Hapsari, M.I & Hasanat, N.U (2010). peer relation and friendships. Journal of
Efektifitas Pelatihan Keterampilan Sosial Abnormal Child Psychology.
pada Remaja dengan Gangguan www.academicjournals.org. Februari 27,
Kecemasan. www. 2012.
Jurnal.ump.ac.id/index.php/psikologi/articl
e/view. Maret 14, 2012 Lemeshow, et al. (1997). Besar sampel
dalam penelitian kesehatan. Penerjemah:
Harb, H.M, Heimberrg, R.G (2000). An Dibyo Pramono. Yogyakarta: Gadjah
overview off cognitive behavioral group Mada University Press.
therapy for social phobia.
www.guilford.com/excerpts/heimberg22.p Mangunsong, F. (2009). Psikologi
df. Maret 3, 2012. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Depok:LPSP3
Pengaruh Social Skills Training (SST) Terhadap Keterampilan Sosialisasi Dan Social Anxiety Remaja Tunarungu 79
Di SLB Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
S.S.Pinilih, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution, Ice Yulia W.
Supriyanto, S. (2007). Metodologi Riset.
Surabaya : Program Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan FKM-Unair