Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH SOCIAL SKILLS TRAINING (SST) TERHADAP KETERAMPILAN

SOSIALISASI DAN SOCIAL ANXIETY REMAJA TUNARUNGU DI SLB


KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 2010

S.S.Pinilih1, Budi Anna Keliat2, Yusron Nasution3, Ice Yulia W.4


Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia

Email : fazakupinilih@gmail.com

Abstrak
Hambatan fisik yang dimiliki anak tunarungu dapat berpengaruh pada perkembangan
psikologis dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh SST terhadap
keterampilan sosialisasi dan social anxiety remaja tunarungu. Penelitian menggunakan
desain quasi exsperiment pre-post test with control group. Sampel 76 orang terpilih secara
total sampling di SLB-B Karya Bhakti dan SLB-B Dena Upakara Kabupaten Wonosobo.
Rata-rata peningkatan keterampilan sosialisasi sebesar 8,38% dan didapatkan rata-rata
penurunan skor social anxiety 8,97. Hasil penelitian diketahui perbedaan yang bermakna skor
keterampilan sosialisasi dan social anxiety pada remaja tunarungu sebelum dan setelah
diberikan terapi SST.
Kata kunci: Keterampilan sosialisasi, social anxiety, social skills training, remaja tunarungu.

Abstract

Physical barriers that have children with hearing impairment can affect the psychological and
social development. This study aims to clarify the effect of SST on the socialization skills of
deaf adolescents and social anxiety. The research design uses a quasi exsperiment pre-post
test with control group. Selected sample of 76 people in total sampling in SLB-B Karya
Bhakti and SLB-B Dena upakara Wonosobo district. The average increase of 8.38% of
socialization skills and obtained an average reduction of social anxiety score of 8.97. Survey
results revealed a significant difference scores socialization skills and social anxiety in
adolescents with hearing impairment before and after the therapy given SST.

Keywords: socialization skills, social anxiety, social skills training, young deaf

70 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 70-80


1. Latar Belakang Mereka merasa terasing, muncul
Undang-Undang Nomor 4 tahun perasaan tidak dipahami, anxietas,
1997, tentang Penyandang Cacat, merasa frustasi karena tidak mengerti
menyatakan bahwa penyandang cacat pesan yang disampaikan secara verbal
mempunyai hak dan kesempatan yang dari lingkungan sosialnya
sama dalam berbagai aspek kehidupan (Mangunsong, 2010). Sehingga Anak
dan penghidupan. Penyandang cacat tunarungu cenderung menunjukkan
adalah seseorang yang mempunyai perilaku kekakuan, egosentris yang
kelainan fisik dan atau mental yang meningkat atau menjadi mudah
dapat menganggu atau merupakan tersinggung, dan keras kepala.
rintangan dan hambatan baginya untuk Tunarungu berbeda dengan jenis cacat
melakukan kegiatan secara layak yang yang lain. Kecacatan pada tunarungu
terdiri dari penyandang cacat fisik, dianggap sebagai kecacatan yang tidak
penyandang cacat mental dan nampak, namun bisa menyebabkan
penyandang cacat fisik dan mental munculnya gangguan mental
(Depkes.R.I., 2010). Mereka emosional pada anak.
memerlukan pelayanan dari segala Masalah kesehatan mental
aspek yang bersifat khusus seperti emosional meskipun bukan penyebab
pelayanan medik/kesehatan, utama kematian namun saat ini sudah
pendidikan maupun pemberian menjadi masalah kesehatan global
latihan-latihan tertentu yang bertujuan bagi setiap negara termasuk Indonesia.
untuk mengurangi keterbatasan dan Masalah kesehatan jiwa sangat
ketergantungan akibat kelainan yang mempengaruhi produktivitas dan
dideritanya. kualitas kesehatan perseorangan
Hambatan fisik yang dimiliki anak maupun masyarakat, menimbulkan
tunarungu dapat berpengaruh pada penderitaan yang mendalam bagi
perkembangan psikologis dan sosial. individu dan beban berat bagi keluarga
Hal tersebut dikarenakan mereka baik mental maupun materi karena
memiliki berbagai sumber stres yang penderita menjadi tidak produktif
membuatnya digolongkan menjadi (Maramis, 2008). Hasil studi Bank
individu yang memiliki faktor risiko Dunia (World Bank) tahun 1995 di
tinggi. Taylor (2007) mengatakan beberapa Negara menunjukkan bahwa
bahwa ancaman gangguan fisik yang hari-hari produktif yang hilang atau
terjadi dalam kehidupan individu Dissability Adjusted Life Years
dapat menjadi stressor yang bisa (DALY’s) akibat masalah kesehatan
menyebabkan terjadinya stress dan jiwa mencapai 8,1% dari Global
anxietas. Gangguan fisik dapat Burden of Disease. Angka ini lebih
mengancam integritas diri seseorang, jauh lebih tinggi dari masalah
ancaman tersebut dapat berupa kesehatan lain seperti tuberkulosis
ancaman eksternal dan internal (Stuart, (7,2%), kanker (5,8%), penyakit
2009). Komunikasi anak tunarungu jantung (4,4%), atau malaria (2,6%).
mengalami kendala karena kecacatan Data di atas menunjukkan bahwa
secara fisik pada tunarungu beban terkait masalah kesehatan jiwa
menyebabkan kurang atau tidak dapat paling besar dibandingkan dengan
merespon perintah-perintah secara masalah kesehatan lainnya serta
verbal sehingga tidak mampu untuk masalah kesehatan jiwa berdampak
menangkap dan menyampaikan suatu secara sosial sangat serius berupa
masalah. penolakan, pengucilan dan dampak
Hambatan dari aspek psikologis ekonomi berupa hilangnya hari
dan sosial pada tunarungu akan produktif bagi klien maupun keluarga
muncul apabila individu telah yang harus merawat serta tingginya
berinteraksi dengan lingkungannya. biaya perawatan klien.

Pengaruh Social Skills Training (SST) Terhadap Keterampilan Sosialisasi Dan Social Anxiety Remaja Tunarungu 71
Di SLB Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
S.S.Pinilih, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution, Ice Yulia W.
WHO memperkirakan bahwa setiap keterlambatan perkembangan bicara
tahun sekitar 38.000 anak tuli lahir di dan bahasa. Keterlambatan ini dapat
Asia Tenggara. Ini berarti bahwa menyebabkan masalah sosial dan
setiap hari lahir lebih dari 100 bayi tuli emosional sehingga memungkinkan
di wilayah tersebut (Depkes, 2010). terjadinya kegagalan akademis pada
Perkiraan jumlah penduduk Indonesia anak usia sekolah.
sekitar 240 juta dan diperkirakan Masalah pada anak tunarungu
jumlah anak yang mengalami cenderung semakin kompleks ketika
gangguan pendengaran, adalah lebih mereka beranjak remaja. Usia remaja
dari 2 juta. Bayi yang terlahir dalam merupakan masa transisi
keadaan tuli merupakan kelainan perkembangan yang paling
terberat, karena jika sejak awal menentukan dari seorang anak
seseorang tidak bisa mendengar, maka menjadi dewasa dan dianggap masa
anak tidak bisa bicara dan mengalami penuh gejolak karena terjadi berbagai
kesulitan berkomunikasi, selanjutnya perubahan pada fisik, psikologis dan
akan mengalami kesulitan dalam sosial. Remaja mempunyai tugas-
belajar yang akhirnya akan menjadi tugas perkembangan yang harus
warga terbelakang. Meskipun dipenuhinya, yang seluruh aspek
kesadaran masyarakat akan pentingnya perkembangannya bertujuan untuk
pendidikan bagi ABK cenderung pembentukan identitas diri (Ericson,
meningkat, namun dengan prevalensi dalam Wheeler, 2008). Menurut
yang cukup tinggi pada kelahiran bayi Brooks-Gunn dan Greber (dalam
tuli (tuli kongenital), akan Novianti, 2010), identitas diri lebih
menunjukkan adanya risiko gangguan banyak ditandai dengan upaya mencari
komunikasi, yang memunculkan keseimbangan antara kebutuhan
masalah dibidang pendidikan, otonomi dan kebutuhan interpersonal.
pekerjaan dan kualitas hidup para Konsekuensi paling penting pada anak
penyandang bisu/tuli dan akan tunarungu adalah keterlambatan
meningkatkan beban keluarga, perkembangan bicara dan bahasa yang
masyarakat dan bangsa apabila tidak mengakibatkan hubungan
diberikan perhatian. interpersonal dengan orang lain
mengalami hambatan. Remaja yang
Anak Tunarungu/Tunawicara/wicara mengalami tunarungu berisiko
adalah anak yang memiliki hambatan mengalami masalah emosional berupa
dalam pendengaran baik permanen anxietas, sebab anak yang terlahir
maupun tidak permanen dan biasanya tunarungu cenderung memiliki emosi
memiliki hambatan dalam berbicara yang tidak stabil dan tumbuh sebagai
sehingga mereka biasa disebut anak yang kurang memiliki percaya
tunarungu (Depkes, 2010). diri.
Berdasarkan data dari Gerakan Kemampuan seseorang dalam
untuk Kesejahteraan Tunarungu berkomunikasi akan sangat
Indonesia (GERKATIN) bahwa mempengaruhi keterampilan
jumlah penyandang cacat adalah 6% seseorang dalam bersosialisasi. Bahasa
dari jumlah penduduk Indonesia dan memegang peranan sangat penting
sebanyak 2,9 juta atau sekitar 1,2% dalam kehidupan sosial sehingga
dari total keseluruhan penduduk seseorang bisa dikatakan apakah
Indonesia adalah penyandang dirinya mempunyai keterampilan
Tunarungu. Tunarungu berbeda sosial yang baik atau tidak. Orang-
dengan penyandang cacat lainnya, orang yang memiliki keterbatasan
kecacatan yang mereka alami tidak secara fisik ataupun fungsional
terlihat. Gangguan pendengaran pada (disability), seperti penderita
anak akan menimbulkan konsekuensi tunarungu tentunya juga seringkali
yang paling penting berupa
72 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 70-80
merasa tidak percaya diri dengan yang belum dilaksanakan secara
kondisinya itu (Mangunsong, 2009). optimal. Agar pelayanan kesehatan
Karakteristik remaja tunarungu pada terhadap anak penyandang cacat dapat
dasarnya tidak berbeda dengan anak diberikan sesuai haknya, maka telah
normal lainnya dari segi intelegensia disusun pedoman pelayanan kesehatan
dan perkembangan fisiknya, yang di SLB oleh pemerintah. Selain itu,
berbeda dari mereka disebabkan dinas pendidikan juga telah menyusun
karena ketunaannya adalah program yang disesuaikan dengan
karakteristik emosionalnya dan kebutuhan pada masing-masing
keterampilan sosialnya. Anak tingkatan sekolah atau tingkat usia
tunarungu cenderung merasa cemas pada ABK. Program pendidikan yang
saat berada di lingkungan sosial. diberikan pada anak usia remaja atau
Upaya-upaya kesehatan di setingkat Sekolah Menengah Pertama
masyarakat masih berfokus pada (SMP) dan Sekolah Menengah Atas
masalah fisik, sedangkan upaya untuk (SMA), beban pembelajaran yang
meningkatkan kesehatan psikologis diberikan pada ABK meliputi 40%
dan sosial belum nampak. Hal untuk pencapaian kompetensi
tersebut akan memunculkan anak yang akademik dan 60% kompetensi sosial.
sehat secara fisik, namun rentan Sedangkan pada ABK usia Sekolah
terdapat masalah psikologis yang Dasar sebaliknya yaitu 60% diberikan
berakhir pada munculnya masalah kegiatan terkait dengan kompetensi
sosial (Novianti, 2010). Anak akademik dan 40% untuk pencapaian
tunarungu mempunyai masalah kompetensi sosial (Depdiknas, 2006).
penyesuaian lebih besar dibandingkan Pemberian pembelajaran untuk
pada anak yang berpendengaran pencapai target kompetensi sosial di
normal (Menurut Meadow dalam SLB masih belum memenuhi target
Efendi, 2000). Masalah-masalah inilah khusus dalam peningkatan
yang memberikan tantangan yang keterampilan sosial khususnya bagi
lebih berat pada ABK, terutama remaja. Program di SLB lebih banyak
remaja tunarungu seiring dengan berfokus pada mengoptimalkan
bertambahnya usia akan bertambah kemampuan tunarungu dalam
pula tugas-tugas perkembangan sesuai melakukan fungsi komunikasi,
dengan tahapan usia yang harus kemampuan dalam bahasa dan bicara.
diselesaikannya. Semakin Kurikulum yang diberikan untuk
meningkatnya usia mereka maka kompetensi sosial, masih berupa
dibutuhkan keterampilan sosial yang pembelajaran keterampilan
lebih tinggi seiring dengan makin okupasional saja, meliputi
luasnya kehidupan sosial yang harus keterampilan memijat (masage),
mereka hadapi. keterampilan merias dan memotong
Maka untuk mendukung program rambut (salon), keterampilan
pelayanan ABK, perlu diberikannya pertukangan, dan lain-lain. Hal ini
pelayanan non fisik meliputi dimensi belum menyentuh aspek emosional
intelektual, emosional dan psikososial dan aspek sosial pada remaja yang
pada kesehatan anak dan remaja. nantinya akan dibutuhkan saat remaja
Salah satu upaya pemerintah yang menjalin hubungan interpersonal yang
cukup strategis dalam optimal di masyarakat.
mengembangkan upaya pemberian Keterampilan sosialisasi yang tidak
pelayanan bagi ABK adalah dengan optimal dapat mengakibatkan
menyusun program melalui Upaya munculnya perasaan social anxiety
Kesehatan Sekolah (UKS) di SLB pada remaja tunarungu. Menurut
(Depkes, 2010) hal ini mengingat SLB Plomin (dalam Delphie, 2009)
merupakan salah satu sasaran UKS perkembangan dilihat sebagai hasil

Pengaruh Social Skills Training (SST) Terhadap Keterampilan Sosialisasi Dan Social Anxiety Remaja Tunarungu 73
Di SLB Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
S.S.Pinilih, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution, Ice Yulia W.
dari proses transaksional yang efektifitas pelatihan keterampilan
interaktif antara individu yang sedang sosial pada remaja dengan gangguan
tumbuh dan berkembang dengan kecemasan yang menunjukkan hasil
pengalaman-pengalaman dalam terjadinya penurunan gangguan
lingkungan fisik dan sosial. kecemasan dengan rerata penurunan
Kesimpulannya adalah, remaja yang sebesar 8,50 setelah 6 bulan diberikan
berada pada tahap pencapaian identitas tindakan. Sedangkan untuk penelitian
diri, perlu dilatih dalam keterampilan pengaruh SST yang diberikan pada
sosialnya. Terutama remaja yang kasus psikososial social anxietas pada
mengalami tunarungu, dimana pada remaja tunarungu belum pernah
usia tersebut remaja dipersiapkan dilakukan.
untuk menghadapi interaksi sosial Berdasarkan hasil survei yang
yang lebih luas, menjalin hubungan dilakukan di Kabupaten Wonosobo
keluarga, memasuki dunia kerja, serta pada tanggal 16 Februari 2012,
hidup bermasyarakat. terdapat dua SLB di Kabupaten
Social anxiety dapat diberikan Wonosobo yang mempunyai peserta
beberapa jenis terapi. Herb & didik usia sekolah setingkat SD
Heimberg (2000) mengembangkan sampai dengan SMA berjumlah sekitar
Cognitive Behavioral Therapy bagi 250 orang, tinggal di asrama dan
penderita gangguan ansietas sosial mendapatkan pendidikan akademik
yang terdiri dari beberapa subterapi dan non akademik berupa
yaitu; pelatihan keterampilan sosial, keteramapilan bahasa dan bicara
relaksasi, Exposure Techniques, dan dengan menggunakan bahasa oral,
Restrukturisasi Kognitif. Social skills serta dikembangkan kurikulum dengan
training (SST) dapat diberikan untuk pendekatan berdasarkan pada
meningkatkan keterampilan sosialisasi kebutuhan belajar siswa. Juga
pada individu yang mengalami socia dilengkapi dengan keterampilan seni,
anxietas. SST merupakan sebuah dan keterampilan untuk persiapan
metode berdasarkan prinsip-prinsip pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
sosial dan menggunakan teknik hari. Siswa di SLB tersebut 77 orang
perilaku bermain peran, praktek dan berada pada tingkat usia remaja yaitu
umpan balik dalam upaya sekitar 12-20 tahun. Hasil wawancara
meningkatkan kemampuan seseorang singkat dan pengukuran skala ansietas
dalam menyelesaikan masalah (Kneisl yang dilakukan pada 10 orang remaja
& Varcarolis, 2008). tunarungu dengan menggunakan
Penelitian tentang SST pernah Hamilton Rating Scale, remaja
dilakukan oleh Renidayati (2009) dan mengalami ansietas ringan sampai
Cognitive Behavioral Social Skills sedang, menurut mereka ansietas lebih
Training (CBSST) yang dilakukan dirasakan terutama saat berhadapan
oleh Jumaini (2010) pada pasien dengan orang asing dan saat harus
gangguan jiwa dengan isolasi sosial. berada diantara banyak orang.
Hasil penelitian keduanya Pembimbing/guru yang ditemui
menunjukkan bahwa pemberian terapi mengatakan bahwa masalah emosional
sangat signifikan meningkatkan yang dialami remaja tunarungu yaitu
kemampuan sosialisasi pada pasien. lebih mudah tersinggung, dan remaja
Penelitian CBSST yang dilakukan menyampaikan keluhan kecemasannya
Jumaini (2010) menunjukkan terjadi saat melakukan komunikasi dengan
peningkatan sebesar 11,78% orang normal atau bukan penyandang
kemampuan psikomotor yang semula tunarungu. Dua orang guru
68,14% meningkat menjadi 79,92%. mengatakan, remaja merasa lebih
Penelitian serupa juga pernah nyaman didampingi oleh guru saat
dilakukan Hapsari (2010) tentang melakukan pembelajaran di luar

74 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 70-80


sekolah. SLB tersebut telah control group” dengan intervensi SST
menerapkan metode pembelajaran yang terdiri dari 5 sesi pada tanggal 30
sesuai dengan kurikulum pendidikan April sampai 2 Juni 2012. Teknik
anak berkebutuhan khusus. Teknik pengambilan sampel secara purposive
pembelajaran untuk meningkatkan sampling. Penelitian dilakukan untuk
kemampuan komunikasi terutama menganalisa pengaruh keterampilan
bahasa dan bicara pada anak sosialisasi dan social anxiety remaja
tunarungu dengan metode bahasa oral. tunarungu dan membandingkan
Prinsip dari pembelajaran yang kelompok intervensi dan kontrol.
diberikan terutama berkaitan dengan Sampel berjumlah 76 orang yang
upaya mengantarkan anak-anak dapat terdiri dari 38 orang kelompok
hidup mandiri di masyarakat serta intervensi dan 38 orang kelompok
dapat berinteraksi dengan kontrol. Kelompok intervensi
lingkungannya (Depkes, 2010). Hal diberikan SST, sedangkan kelompok
ini sebagai bentuk pencegahan dari kontrol hanya diberikan leaflet tentang
dampak terhadap kehidupannya secara keterampilan sosialisasi bagi usia
kompleks akibat ketunaannya yang remaja setelah dilakukan post test.
mengandung arti bahwa akibat dari Analisis statistik yang dipergunakan
ketunarunguannya tersebut dapat yaitu univariat dan bivariat dengan
mengakibatkan hambatan kepribadian analisis dependen dan independent
secara keseluruhan meliputi aspek sample t-test serta Chi-square dan
psikologis, emosi dan sosialnya. multivariat menggunakan regresi linier
Program belajar yang diberikan di ganda dengan tampilan dalam bentuk
SLB Kabupaten Wonosobo telah tabel dan distribusi frekuensi.
mengacu pada pengoptimalan
keterampilan sosialisasi sesuai yang 3. Hasil dan Pembahasan
telah ditetapkan oleh Departemen Variabel confounding pada
Pendidikan Nasional, hal ini didukung penelitian ini meliputi usia, jenis
dengan kerjasama dari pihak SLB kelamin, pendidikan, rata-rata usia
dengan unsur-unsur terkait guna responden 15,18 tahun Usia pada
memperlancar program yang telah ada. kelompok intervensi dan kontrol setara
Penanganan masalah emosional (pvalue>0,05). Jenis kelamin sebagian
terutama anxietas belum diprogramkan besar remaja tunarungu adalah
secara khusus, terutama program perempuan (64,5%), memiliki latar
latihan yang difokuskan untuk belakang pendidikan menengah SD
mengatasi masalah social anxietas. (57,9%). Karakteristik jenis kelamin,
Belum pernah diberikannya terapi dan pendidikan, setara antara
spesialis SST pada remaja tunarungu kelompok intervensi dan kontrol
wicara selama ini serta keterbatasan (pvalue>0,05). Rata-rata keterampilan
jumlah guru/pembimbing yang ahli sosialisasi 95,51 dan social anxiety
dibidang masalah psikososial pada 43,82 sebelum diberikan terapi SST,
ABK. Hal-hal di atas, maka peneliti dan setara antara kelompok intervensi
ingin mengetahui pengaruh SST dan kontrol.
terhadap keterampilan sosialisasi dan Berdasarkan tabel.1 rata-rata
social anxiety remaja tunarungu di keterampilan sosialisasi mengalami
SLB Kabupaten Wonosobo. perubahan secara bermakna pada
kelompok intervensi dan kontrol (p-
2. Metode Penelitian. value<α). Rata-rata keterampilan
Penelitian ini adalah penelitian sosialisasi meningkat dari 97,34 pada
quasi expermental dengan metode pre-test menjadi 107,39 pada post-test.
kuantitatif menggunakan desain Sedangkan pada kelompok kontrol
”Quasi experimental pre-post test with juga terjadi peningkatan tetapi tidak

Pengaruh Social Skills Training (SST) Terhadap Keterampilan Sosialisasi Dan Social Anxiety Remaja Tunarungu 75
Di SLB Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
S.S.Pinilih, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution, Ice Yulia W.
bermakna secara ststistik, yaitu dari poin (84,1) pada kuesioner. Meskipun
93,68 pada pre-test menjadi 97,79 pada kelompok intervensi dan kontrol
pada post-test. Keterampilan terjadi peningkatan secara bermakna
sosialisasi pada kelompok intervensi namun peningkatan pada kelompok
dan kontrol baik sebelum maupun intervensi menunjukkan angka yang
sesudah diberikan terapi SST berada lebih besar dibanding pada kelompok
pada rentang baik, berdasarkan cut of kontrol.

Tabel 1 Perbedaan KS dan SA Remaja Tunarungu pada Kelompok Intervensi dan


Kontrol Sebelum dan Sesudah Terapi SST di SLB Kabupaten
Wonosobo Mei-Juni 2012 (n = 76)
SST n Mean SD SE t p value
KS Sebelum 38 97,34 14,778 2,397
Intervensi Sesudah 38 107,39 7,741 1,256 -3,860 0,0001*
Selisih 10,05 7,037
Sebelum 38 93,68 15,345 2,489
Kontrol Sesudah 38 97,79 12,735 2,066 -4,517 0,0001*
Selisih 4,11 2,61
SA Sebelum 38 44,00 10,118 1,641
Intervensi Sesudah 38 35,03 3,276 0,531 5,481 0,0001*
Selisih 8,97 6,842
Sebelum 38 43,63 7,539 1,223
Kontrol Sesudah 38 37,68 5,152 0,836 4,167 0,0001*
Selisih 5,95 2,387

Berdasarkan hasil uji statistik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada α 5% ada
peningkatan yang bermakna rata-rata keterampilan sosialisasi dan social anxiety sebelum
dan sesudah terapi SST diberikan pada kelompok intervensi (p-value < α) baik pada
kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.

Tabel 2. Analisis Skor


Keterampilan Sosialisasi dan Social Anxiety pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Setelah Dilakukan
Terapi SST di SLB Kabupaten Wonosobo Bulan Mei-Juni 2012 (N= 76)

Var Klp n Mean SD SE t p value


KS2 Intervensi 38 107,39 7,741 1,256 3,973 0,0001
Kontrol 38 97,79 12,735 2,066
SA2 Intervensi 38 35,03 3,276 0,531 -2,684 0,009
Kontrol 38 37,68 5,152 0,836

Keterampilan sosialisasi setelah 4. Kesimpulan dan Saran


dilakukan terapi SST pada kelompok Karakteristik remaja tunarungu
intervensi terjadi peningkatan lebih rata-rata berusia 15,18 tahun dengan
tinggi secara bermakna bila usia termuda 12 tahun dan tertua 20
dibandingkan dengan kelompok tahun, 49 orang (64,5 %) berjenis
kontrol (p value < α). Demikian juga kelamin perempuan dan tingkat
dengan social anxiety pada kelompok pendidikan paling banyak SD yaitu 22
intervensi menunjukkan penurunan orang (57,9%). Hal ini diperoleh dari
lebih tinggi secara bermakna bila 76 orang remaja tunarungu yang
dibandingkan dengan kelompok dibagi menjadi 38 orang kelompok
kontrol (p value < α). intervensi dan 38 orang kelompok
kontrol. Keterampilan sosialisasi
remaja tunarungu meningkat setelah
76 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 70-80
diberikan terapi social skills training. pendidikan tinggi keperawatan
Social anxiety remaja tunarungu sebaiknya mengeksplorasi lebih dalam
menurun setelah diberikan terapi mengenai screening untuk masalah
social skills training. Keterampilan social anxiety terkait dengan usia,
sosialisasi berhubungan dengan social jenis kelamin dan pendidikan.
anxiety pada remaja tunarungu, Penelitian selanjutnya hendaknya
diketahui bahwa semakin meningkat mempertimbangkan mengenai lokasi
keterampilan sosialisasi pada remaja penelitian. Sebaiknya
tunarungu maka akan menurunkan responden/subyek penelitian tinggal di
tingkat social anxiety pada remaja lingkungan masyarakat, sehingga
tunarungu. Terapi SST berpengaruh stressor ataupun support system yang
terhadap keterampilan sosialisasi mereka dapatkan bervariasi.
remaja tunarungu setelah dikoreksi Pengukuran dilakukan tidak hanya
oleh usia, jenis kelamin, pendidikan sebelum dan segera sesudah terapi
dan berpengaruh terhadap social diberikan, tetapi perlu juga dilakukan
anxiety setelah dikoreksi oleh sekurang-kurangnya 3-6 bulan setelah
keterampilan sosialisasi, usia, jenis pemberian terapi. Hal ini untuk
kelamin, dan pendidikan. memberi kesempatan responden
Terkait dengan simpulan hasil menerapkan dan membudayakan
penelitian, ada beberapa hal yang perilaku positif yang baru
dapat disarankan demi keperluan dipelajarinya dalam kehidupan sehari-
pengembangan hasil penelitian harinya. Sehingga dapat dilihat
pengaruh SST terhadap keterampilan pengaruh pemberian terapi SST
sosialisasi dan social anxiety pada terhadap perubahan keterampilan
remaja tunarungu di SLB Kabupaten sosialisasi dan social anxiety.
Wonosobo. Praktek mandiri perawat
spesialis jiwa hendaknya
menggunakan pedoman terapi SST DAFTAR PUSTAKA
sebagai aplikasi nyata dalam merawat
klien yang mengalami masalah social Anonim. UCLA Social and Independent
anxiety dan masalah berhubungan Living Skills Modules.
dengan orang lain. Spesialis http://www.psychrehab.com/pdf/Prostec
keperawatan jiwa dapat menerapkan tus.pdf. Diperoleh 26 Januari 2012.
terapi SST pada anak berkebutuhan
khusus terutama pada tunarungu yang Antony, M.M., & Swinson, R.P. (2008).
mengalami masalah social anxiety The shyness and social workbook: Proven,
guna meningkatkan keterampilan step-by-step techniques for overcoming
sosialnya. your fear (2nd ed). Oakland, CA: New
Harbinger Publications.
Pihak pendidikan tinggi
keperawatan hendaknya lebih Arikunto, S. (2005). Prosedur
mengekplorasi konsep dan teori Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik.
keperawatan terkait dengan masalah Edisi revisi. Jakarta : Rineka Cipta
psikologis pada anak-anak
berkebutuhan. Serta lebih Cannistraro, Paula, & Rauch, S.L.
mengembangkan penelitian-penelitian (2004). Neural circuity of anxiety:
terutama yang terkait dengan masalah evidence from structural and fuctioning
psikologis pada anak berkebutuhan neuro imaging studies. (2008
khususnya pada tunarungu, untuk http://www.medworkmedia.com/psychoph
menghasilkan modifikasi terapi SST arbuletin/pdf/15/2008.025PBAnt.cannistrar
yang mudah untuk diterapkan pada o.pdf. diperoleh 24 Maret 2012)
penyandang tunarungu. Pihak

Pengaruh Social Skills Training (SST) Terhadap Keterampilan Sosialisasi Dan Social Anxiety Remaja Tunarungu 77
Di SLB Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
S.S.Pinilih, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution, Ice Yulia W.
Chen, K, & walk. (2006). Social Skills Hastono, S.P. (2006) Basic data
Training Intervension for Student with analysis for health research. Tidak
Emotional/Behavioral Disorder : A dipublikasikan. Depok: FKM-UI
Literature Review from American Herbert, J.D & Kasdan, T.B (2001).
Perspective. (2006, Social Anxiety Disorder in Childhood and
www.ccbd.net/dokuments/bb/BB.15(3)%s Adolescence: Current Status and Future
ocial % 20 skills pdf. Diperoleh 26 Januari Directions.
2012) www.mason.gmu.edu/tkashdan/childsad/p
df. Maret 8,2012.
Delphie, B. (2009). Psikologi
Perkembangan (Anak Berkebutuhan
Khusus). Klaten: Insan Sejati. Hidayat, A.A. (2007). Metode
Penelitian Keperawatan dan Teknik
Departemen Kesehatan Republik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
Indonesia. (2010). Pendoman Pelayanan
Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa Jumaini. (2010). Pengaruh Cognitive
(SLB). http://www..depkes.go.id/ Behavioral Social Skills Training (CBSST)
/IndonesiaNasional.pdf. Februari 22, 2009. terhadap Kemampuan bersosialisasi Klien
Isolasi Sosial di BLU RS Dr. H. Marzzoeki
Departemen Pendidikan Nasional. Mahdi Bogor. Tesis FIK-UI. Tidak
(2006). Kebijaksanaan dan Program dipublikasikan
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Kaplan & Saddock (2005). Synopsis of
Pendidikan Dasar dan Menengah. psychiatric science clinical psychiatric.
Baltimore: William & Wilkins.
Dharma, K,K. (2011). Metodologi
Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans Kinsep, P & Nathan, P. (2004). Social
Info Media. skills training for severe mental disorder.
http://www.cci.health.wa.gov.au/docs/Soci
Efendi, Jon. (2000). Bimbingan Sosial alskills%20Pt-intrao.pdf, Januari 29, 2012.
Psikologis pada Anak Tunarungu.
http://etd.eprints.ums.ac.id/3751/1/F10004 Kneisl, C.R., Wilson, H.S., &
0228.pdf. Diperoleh 28 Februari 2012 Trigoboff, E. (2004). Contemporary
Psychiatry Mental Health Nursing. New
Fontaine, K.L. (2009). Mental Health Jersey : Pearson Prentice Hall
Nursing. 6th ed. New Jersey : Pearson
Prentice Hall. La Greca, A.M, Lopez, N (1998). Social
anxiety among adolescents: Linkages with
Hapsari, M.I & Hasanat, N.U (2010). peer relation and friendships. Journal of
Efektifitas Pelatihan Keterampilan Sosial Abnormal Child Psychology.
pada Remaja dengan Gangguan www.academicjournals.org. Februari 27,
Kecemasan. www. 2012.
Jurnal.ump.ac.id/index.php/psikologi/articl
e/view. Maret 14, 2012 Lemeshow, et al. (1997). Besar sampel
dalam penelitian kesehatan. Penerjemah:
Harb, H.M, Heimberrg, R.G (2000). An Dibyo Pramono. Yogyakarta: Gadjah
overview off cognitive behavioral group Mada University Press.
therapy for social phobia.
www.guilford.com/excerpts/heimberg22.p Mangunsong, F. (2009). Psikologi
df. Maret 3, 2012. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Depok:LPSP3

78 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 70-80


Mangunsong, F. (2010). Anak
Berkebutuhan Khusus dan Intervensi Richards, T.A. (2002). What is
Psikoedukasi Materi National Series comprehensive cognitive behavioral
Training and Workshop for Special therapy: How is CBT used to overcome
Teacher. Jakarta: Depdiknas social anxiety disorder. (2002,
http://www.SAI.com. Diperoleh 23 Maret
Maramis, W.F. (2008). Catatan Ilmu 2012)
Kedokteran Jiwa. Surabaya : airlangga
University Press. Tarwoto & Wortinah. (2003).
Kebutuhan dasar manusia dalam proses
McQuaid, dkk. (2000). Development of keperawatan. Edisi pertama. Jakarta :
an Integrated Cognitive-Behavioral and Salemba Medika
Social Skills training Intervention for
Older Patients With Schizophrenia. The Sabri, L, & Hastono, S,P,. (2010).
Journal of Psychotherapy Practice and Statistik Kesehatan (Edisi keempat).
Research, 9(3), 149-156 Jakarta : Rajawali Pers.

Nemeroff, C. (2004). The role of GABA Sadjaah, E. (2005). Pendidikan Bahasa


in the phatophysiology and the treatment Bagi Anak Gangguan Pendengaran Dalam
of anxiety disorder. Atlanta: Univercity Keluarga. Jakarta: Depdiknas Dirjen
School of Medicine. Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan
Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan
Novianti, E. (2010). Manajemen Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Asuhan Keperawatan Potensial
Pembetukan Identitas Diri Remaja dengan Sadock, B.J., & Sadock, V.A. (2007).
Pendekatan Model Health Promotion di Kaplan and Sadock’s Synopsis of
RW 07 Kelurahan Katulampa Bogor Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical
Timur. Karya Ilmiah Akhir FIK-UI. Tidak Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams &
Dipublikasikan Wilkins

Prawitasari, dkk. (2002). Psikoterapi Sastroasmoro, S, & Ismael, S,. (2010).


Pendekatan Konvensional dan Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Kontemporer. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Klinis. Edisi ke-3. Jakarta : Sagung Seto.
dan Unit Publikasi Fakultas Psikologi
UGM. Somad, P. (1996). Orthopedagogik
Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud
Purwanto, H. (1998). Ortopedagogik
Umum. Urusan Pendidikan Luar Biasa. Stuart, G.W. (2009). Principles and
Fakultas Ilmu Pendidikan: IKIP practice of pshychiatric nursing (9th ed).
Yogyakarta Louis Missouri: Mosby Elsevier.

Ramdhani, N. (2002). Pelatihan Sugiyono. (2006). Statistik Untuk


Ketrampilan Sosial untuk Terapi Kesulitan Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Bergaul. http://lib-
ugm.ac.id/data/pubdata/ketsos pdf. Suparno. (2001). Pendidikan Anak
Februari 13, 2012 Tunarungu. Yogyakarta. PLB FIP UNY.

Renidayati. (2008). Pengaruh Social Supartini, E. (2003). Patologi Wicara.


Skills Training (SST) pada Klien Isolasi Yogyakarta: FIP UNY
Sosial di RSJ H.B. Sa’anin Padang
Sumatera Barat. Tesis FIK-UI. Tidak
dipublikasikan

Pengaruh Social Skills Training (SST) Terhadap Keterampilan Sosialisasi Dan Social Anxiety Remaja Tunarungu 79
Di SLB Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
S.S.Pinilih, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution, Ice Yulia W.
Supriyanto, S. (2007). Metodologi Riset.
Surabaya : Program Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan FKM-Unair

Tarwoto & Wortinah. (2003).


Kebutuhan dasar manusia dalam proses
keperawatan. Edisi pertama. Jakarta :
Salemba Medika

Townsend, M.C. (2009). Psychiatric


Mental Health Nursing Concepts of Care
in Evidence-Based Practice. 6th ed.
Philadelphia: F.A. Davis Company

80 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 70-80

Anda mungkin juga menyukai