TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer &
(PERKENI, 2011).
glukosa dalam darah yang meningkat (hiperglikemia) dan lama kelamaan dapat
menimbulkan terjadinya komplikasi kronis pada mata, ginjal, saraf, jantung, dan
insulin, kerja insulin atau keduanya yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi
2.1.2 Klasifikasi
berdasarkan penyebab, perjalanan klinis dan terapinya. Menurut Smeltzer & Bare
(2002), adapun klasifikasi yang paling utama DM dibagi menjadi DM tipe I dan
9
10
tipe II. DM tipe I terjadi jika pankreas hanya menghasilkan sedikit atau sama
insulin dari luar, umumnya terjadi pada penderita yang berusia kurang dari 30
terkadang lebih tinggi dari normal, tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap
efeknya. Biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun karena kadar gula darah
meningkat secara ringan namun progresif setelah usia 50 tahun terutama pada
2.1.3 Patofisiologi
Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari
empat tipe sel dalam pulau langerhans pankreas. Insulin merupakan hormon
glukosa ke dalam sel-sel otot, hati serta lemak. Dalam sel-sel tersebut, insulin
menimbulkan efek berikut ini : (1) menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati
dan otot (dalam bentuk glikogen). (2) meningkatkan penyimpanan lemak dari
amino (yang berasal dari protein makanan) ke dalam sel (Smeltzer & Bare, 2002).
disimpan. Selama masa “puasa” (antara jam-jam makan dan pada saat tidur
malam), pankreas akan melepaskan secara terus menerus sejumlah kecil insulin
bersama dengan hormon pankreas lain yang disebut glukogon (hormon ini
disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans). Insulin dan glukagon secara
11
Bare, 2002).
a. DM tipe I
yang mengganggu produksi insulin. Infeksi virus atau kelainan autoimun dapat
Serikat, dan oleh sebab itu, diabetes ini sering disebut diabetes melitus juvenilis.
Diabetes tipe 1 dapat timbul tiba-tiba dalam waktu beberpa hari atau minggu
dengan tiga gejala sisa yang utama : (1) naiknya kadar gula darah, (2) peningkatan
penggunaan lemak sebagai sumber energi dan untuk pembentukan kolesterol oleh
dan akan menambah produksi glukosa, sehingga glukosa plasma akan meningkat
12
b. DM tipe II
akan berikatan pada reseptor untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Pada
penderita dengan Diabetes Melitus tipe II, meskipun kadar insulin tinggi dalam
darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel akibat terjadi penurunan
kerja insulin yang tidak efektif, sehingga sel akan kekurangan glukosa.
reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
asam amino yang terdapat didalam berbagai sel yang berperan dalam proses
intrasel karena tidak adanya rangsangan dari insulin. Awalnya resistensi insulin
masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta
hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat.
Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi
kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis Diabetes Melitus (Sudoyo,
13
2009). DM tipe II terjadi karena sebetulnya insulin tersedia, tetapi tidak bekerja
dengan baik dimana insulin yang ada tidak mampu memasukkan glukosa dari
(Soegondo, 2011).
Jika kosentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
2.1.5 Komplikasi
jangka panjang (Price & Wilson, 2006). Keadaan yang termasuk komplikasi akut
14
jaringan saraf, sel endotel pembuluh darah dan sel retina serta lensa memiliki
kemampuan untuk memasukkan glukosa dari jaringan sekitar sel masuk ke dalam
sebagai energi di otot atau di simpan sebagai cadangan lemak (Waspadiji, 2009 ).
tidak cukup terjadi down regulation dari sistem tranportasi glukosa yang tidak
memerlukan insulin tersebut, sehingga glukosa dengan jumlah yang berlebih akan
masuk kedalam sel, keadaan ini disebut dengan hiperglisolia. Hiperglisolia yang
terus menerus terjadi dalam waktu yang lama akan mengubah homeostasis
biokimiawi sel tersebut yang akan berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar
biokimiawi seperti jalur reduktase aldosa, jalur stress oksidatif sitoplasmik, jalur
intraseluler.
2.2.1 Pengertian
saraf perifer, yang sering kali disebabkan oleh kondisi tertentu atau karena terkena
polyneuropathy, merupakan suatu tanda dan atau gejala gangguan pada saraf
perifer pada pasien DM setelah dipastikan tidak ada penyebab lain dari gangguan
mengkibatkan gejala kesemutan, nyeri, mati rasa, atau kelemahan pada kaki dan
kelemahan pada kaki dan tangan setelah dipastikan tidak ada penyebab lain.
2.2.2 Patofisiologi
rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah DPN yang berhubungan kuat dengan
a. Faktor Metabolik
menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel
saraf melalu mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya adalah
suatu beksikol siklik yang merupakan bahan utama membran fosfolipid dan
merusak mitokondria dan akan menstimulasi PKC. Aktivasi PKC ini akan
NADPH merupakan kofaktor penting untuk glutathion dan Nitric Oxide Synthase
bersifat toksik dan merusak semua protein tubuh termasuk sel saraf. Dengan
terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun,
b. Kelainan Mikrovaskuler
disebut Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan
mikrovaskular pada penderita diabetes termasuk DPN adalah usia, dan lamanya
terjangkit diabetes. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk DPN termasuk
Penelitian yang dilakukan oleh Amani (2010), yang meneliti tentang faktor
bahwa pasien yang memiliki umur ≥ 50 tahun memiliki resiko lebih tinggi
terjadinya DPN daripada pasien yang berumur dibawah 50 tahun. Penelitian ini
merupakan faktor risiko yang tinggi terjadinya DPN. Penelitian serupa juga
menderita DM selama 1-10 tahun dan hanya 3 kasus (8,6%) yang menderita DM
Menurut Tanenberg (2009), pasien yang memiliki postur tubuh yang tinggi
mudah terkena DPN karena mereka memiliki saraf perifer yang lebih panjang.
Karena sebagian besar pria cenderung memiliki postur tubuh yang lebih tinggi
19
dari wanita, maka sebagian besar pasien DM tipe II yang berjenis kelamin laki-
laki lebih banyak yang mengalami DPN daripada yang berjenis kelamin
perempuan.
Penelitian lain diluar negeri menunjukkan bahwa kadar gula darah yang
tinggi pada pasien DM dapat menimbulkan kerusakan pada saraf. Studi yang
datang ke klinik dengan keluhan neuropati perifer, ditemukan bahwa pasien yang
memiliki keluhan neuropati dan tidak terdiagnosa DM tetapi memiliki kadar gula
darah 2 jam post prandial (GDPP) ≥ 140 mg/dl (Ruhl, 2013). Penelitian serupa
juga mengungkapkan bahwa 56% dari pasien dengan neuropati memiliki nilai
pemeriksaan GDPP yang abnormal yaitu diatas 140-200 mg/dl (Singleton, 2001)
ekstremitas bawah yang biasanya berawal dari jari-jari kaki. Kelainan ini
mengenai kedua sisi tubuh dengan distribusi yang simetris dan secara progresif
dapat meluas ke arah proximal. Segera setelah kerusakan saraf terjadi di kaki,
kerusakan saraf akan terjadi di ekstremitas atas dengan penurunan sensori yang
distribusinya mengikuti pola sarung tangan dan kaos kaki. Penurunan fungsi
motorik tidak umum terjadi pada gejala awal dari DPN, meskipun pemeriksaan
dari otot-otot kecil pada kaki sebagai gejala awal. Kelemahan otot cenderung
kesemutan atau peningkatan kepekaan) terjadi di gejala awal pada 30% dari
pasien DPN. Gejala-gejala nyeri dari DPN bukan merupakan indikator yang
reliabel dari kerusakan saraf. Beberapa pasien dengan gejala nyeri yang berat
terjadi sedikit defisit sensori, sedangkan pasien tanpa gejala nyeri yang memiliki
gejala mati rasa atau kebas di kaki, menempatkan mereka pada risiko tinggi untuk
Nyeri dan insensitivitas adalah dua gejala klinis dari DPN. Gejala nyeri,
raba yang dapat menyebabkan rasa nyeri), dapat mengganggu kenyamanan pasien
dan gejala tersebut memburuk pada malam hari. Nyeri dapat berkisar antara nyeri
seperti berjalan di atas pecahan kaca atau seperti tersetrum aliran listrik.
Insensitivitas, atau kehilangan rasa nyeri dapat berujung pada DF, pasien dengan
kehilangan sensasi di tangannya tidak dapat merasakan suhu dan sering secara
tidak sengaja membakar diri mereka ketika memasak atau mensetrika, dan juga
mengalami kehilangan sensasi di kaki sering mengalami luka tusuk, luka gesek
dan luka bakar yang dapat terinfeksi dan/atau terjadi DF yang lebih lanjut akan
Gambaran dan hal patologi mendasari DPN serupa pada DM tipe I dan
tipe 2, akan tetapi serangan dari gejala DPN berbeda. Pada pasien DM tipe I tidak
Sedangkan pada DM tipe II gejala dapat berkembang setiap saat dan sering terjadi
2.2.5 Pengelolaan
tiga bagian. Strategi pertama adalah diagnosis DPN sedini mungkin, diikuti
strategi dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya, dan strategi
kedua dilaksanakan.
a. Perawatan Umum/Kaki
trauma kaki seperti menggunakan sepatu yang sempit serta mencegah trauma
dilakukan adalah pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1C secara berkala.
Selain itu pengendalian faktor metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan
c. Terapi Medikamentosa
d. Edukasi
kenyataan seperti itu, edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan
nyeri ND. Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari
penurunan atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada
setiap pertemuan dengan dokter, dan pentingnya evaluasi secara teratur terhadap
mendiagnosis DPN.
a. Reflex Testing.
refleks pergelangan kaki (ankle reflex testing) yang merupakan bagian yang
paling sensitif ketika terjadi DPN tahap awal. Ankle reflex testing dilakukan pada
kedua pergelangan kaki ketika pasien berada pada posisi duduk atau jongkok.
23
refleks. Apabila tidak terjadi refleks, pemeriksaan dapat dilakukan ulang dengan
pemukulan sedikit lebih kuat. Ada tidaknya refleks akan diberikan skor dengan
rentang nol sampai empat, dengan interpretasinya yaitu nol (tidak ada refleks),
satu (ada refleks, tapi menurun), dua (refleks normal), tiga (refleks meningkat),
pin steril. Pemeriksaan dilakukan pada daerah dorsal dan plantar pada masing-
satu bagian di kaki, dan pasien diminta untuk merasakan sensasi tersebut. Apakah
terdapat sensasi, dan apakah terasa tajam atau tumpul. Hasilnya dari pemeriksaan
menggunakan jari, kapas, dan alat spesifik yang sudah terkalibrasi. Alat standar
dengan filamen nilon tertempel pada sebuah pegangan yang terbuat dari plastik.
dikalibrasi untuk menyediakan tekanan tertentu yang diukur dalam satuan gram
d. Vibration Testing
Secara tradisional, persepsi getaran diukur dengan garpu tala 128-Hz, atau kurang,
biasanya frekuensi yang digunakan adalah garpu tala 64-Hz atau 256-Hz.
mengukur keparahan DPN, namun apabila tidak adanya sensasi getaran pada jari
neurologis pada bagian sensori. QST berguna dalam mengkaji integritas axon
yang membentuk sistem saraf perifer dan reseptor distalnya. QST ini sangat
antara kecil (misalnya, suhu) dan besar (misalnya, getaran) diameter akson dan
antara DPN dan mononeuropathy. QST diterima dengan baik karena sederhana,
Ada dua jenis alat QST yaitu QST dengan stimuli panas, dan QST dengan
impuls elektrik dalam frekuensi tertentu. Studi awal dari tahun 1970 menunjukkan
bahwa pengujian untuk ambang batas termal mungkin mendeteksi DPN praklinis.
adalah alat yang efektif dalam membuktikan abnormalitas sensori pada pasien
longitudinal, akan tetapi tidak ada bukti bahwa kelainan yang dievaluasi dapat
25
berkembang menjadi neuropati klinis. Jadi, pemeriksaan dengan QST sebagai alat
dan tingkat keparahan dari DPN. Alat ini bersifat sensitive, spesifik, reproducible
atas dan bawah pada saraf motorik dan sensorik. Salah satu bagian dari nerve
2.3.1 Pengertian
2012). Sensasi proteksi adalah kesadaran (seperti panas atau nyeri) karena
stimulasi dari indera yang bertugas untuk melindungi tubuh atau salah satu
benda panas. Hal ini memberitahu kita apabila kita menginjak pada sepotong kaca
dan kita perlu menjauhkan kaca tersebut dari kaki kita. Nyeri yang memberikan
peringatan kepada kita kapan kita mematahkan tulang di kaki dan meminta untuk
mendapatkan pengobatan.
mengetahui bila ada cedera pada kaki. Pada pasien dengan DPN Pasien DM
dengan DPN dapat melukai atau mencederai kaki dan tidak menyadari hal ini
pemeriksan yang murah, dan mudah digunakan dalam menilai penurunan sensasi
mendeteksi DPN pada kaki normal. Monofilament, yang sering disebut dengan
dari sebuah benang nilon, diidentifikasi dengan nilai yang berkisar antara 1.65 –
nilai monofilamen akan semakin kaku dan lebih sulit untuk dibengkokkan.
27
penurunan sensasi proteksi pada pasien DM, monofilamen 10g di tekan pada 10
area di masing-masing kaki kanan dan kiri. Kehilangan sensasi proteksi ditandai
oleh The Consensus on the Diabetic Foot sebagai prosedur evaluasi untuk semua
pasien DM untuk identifikasi dini pasien yang berisiko DF. Pemeriksaan dengan
karena pemeriksaan ini merupakan sarana yang cepat, nyaman, dan murah untuk
menilai DPN dan sangat berkorelasi dengan risiko cedera, ulserasi, dan amputasi
dapat dibuat dengan menggunakan benang pancing yang berdiameter 0,02 inci,
2. Posisikan pasien tidur terlentang atau duduk tanpa menggunakan alas kaki.
4. Tunjukkan pada pasien monofilamen, dan tekankan pada lengan atau tangan
setiap kaki dengan monofilamen dan pemeriksa akan meminta pasien untuk
pasien untuk menutup mata sehingga mereka tidak melihat saat monofilamen
dimulai.
8. Posisikan monofilamen tegak lurus pada kulit dan dengan gerakan halus
lakukan penekenan dengan monofilamen pada satu area yang akan diuji.
10. Jika pasien tidak mengatakan 'Ya' saat pemeriksa menyentuh titik atau lokasi
pemeriksaan yang dilakukan, terus periksa titik lain pada satu kaki yang
sama. Bila urutan pemeriksaan pada satu kaki telah selesai, uji kembali titik
12. Apabila pasien merasakan sentuhan dari monofilamen beri tanda positif (+)
sebagai abnormal untuk titik tersebut, dan catat sebagai tanda (-) pada area
13. Setelah pemeriksaan pada satu kaki selesai, lajutkan pemeriksan pada kaki
14. Hasil dari pemeriksaan akan diinterpretasikan berupa skor DPN yang
diakumulasikan dari total nilai negatif (-) pada 20 area masing-masing kaki
pemeriksaan pada empat area pada telapak kaki (ibu jari, metatarsal pertama,
kedua dan ketiga) yang mengidentifikasi 90% dari pasien dengan penurunan
sensasi di kaki (Singh, 2005). Sementara itu penelitian di Rumah Sakit Cipto
monofilamen. Lokasi DF 50% berada pada ujung jari kaki, 30-40% pada
metatarsal plantar pedis, 10-15% pada dorsum kaki, 5-10% pada tumit, dan 10%
2.4.1 Pengertian
ilmiah tertentu, yang dilakukan oleh tangan praktisi pada tubuh pasien. Ini adalah
cara untuk menciptakan energi dan merupakan metode alami untuk memulihkan
cedera pada bagian tubuh yang lokal maupun general kembali ke keadaan normal
(Hollis, 2009). Masase adalah penggunaan manipulasi otot secara lembut dan
Dalam bahasa Indonesia, masase dapat diartikan sebagai pijat atau urut.
Selain itu masase dapat diartikan sebagai pijat yang telah disempurnakan dengan
(Trisnowiyanto, 2012). Pengertian masase kaki atau pijat kaki adalah sebuah
metode yang sederhana, murah dan efektif yang menerapkan tekanan dengan
masase kaki merupakan salah satu tehnik pemijatan yang menerapkan tekanan
Dalam beberapa kondisi, masase bisa menjadi cara yang ampuh untuk
mengembalikan tubuh yang sehat dan bugar. Salah satunya untuk mengusir pegal-
antaranya :
c. Jika dilakukan secara tepat, masase dapat mempengaruhi sistem saraf perifer,
cedera.
nutrisi ke jaringan, mengurangi stasis pada sendi serta organ dan jaringan lain.
e. Masase memiliki efek fisiologis yang beragam terhadap kulit dan fungsinya,
metabolisme.
33
dalam tubuh akan berfungsi dan bekerja lebih baik (Hemawati, 2013).
mengurangi gejala neuropati (Rose, 2003; Ezzo et al, 2001; Mayo Clinic, 2013).
Tourles (1998) menyatakan tata cara melakukan masase pada daerah kaki
adalah sebagai berikut:
1. Stroking.
kedua tangan, pada kaki bagian atas lakukan gerakan stroking yang panjang,
perlahan dan tegas dengan kedua ibu jari. Gerakan dimulai dari ujung jari kaki
dan tekan menjauh dari terapis menuju ke pergelangan kaki; dan kembali ke ujung
jari kaki dengan gerakan stroking yang lebih ringan. Lakukan gerakan ini 3-5 kali.
Lanjutkan dengan gerakan stroke pada kaki bagian bawah dengan kedua
ibu jari, dimulai pada pangkal jari kaki dan bergerak melalui lengkungan kaki
menuju ke tumit dan kembali lagi. Gunakan gerakan stroking yang panjang dan
tegas, tekan dengan lembut telapak kaki dengan kedua ibu jari. Lakukan gerakan
2. Ankle Rotations.
kaki dibawah tumit, dibelakang pergelangan kaki untuk menahan kaki. Dengan
tangan yang lain genggam punggung dan telapak kaki kemudian putar telapak
Jari-jari kaki sangat sensitif ketika disentuh. Genggam telapak kaki dengan
satu tangan. Pegang masing-masing jari kaki kemudian tarik dengan kuat dan
Kemudian pegang masing-masing jari kaki, sambil menekan geser jari anda ke
ujung jari klien dan kembali lagi kepangkal. Kemudian ulangi, tetapi penekanan
35
lebih lembut dan putar ibu jari dan jari telunjuk tangan anda sambil digeser ke
ujung jari kaki pasien. Ulangi kedua gerakan ini pada kaki lainnya.
4. Toe slides.
Pegang kaki pada bagian belakang pergelangan kaki. Dengan jari telunjuk
pada tangan lainnya, sisipkan jari anda diantara jari-jari kaki pasien, lakukan
5. Arch Press.
Pegang kaki pasien seperti yang anda lakukan pada langkah ke empat.
lengkungan telapak kaki dimulai dari telapak kaki bagian tengah sampai ke tumit
kaki pasien dan kemudian kembali lagi. Lakukan gerakan ini sebanyak lima kali.
6. Stroking.
Lakukan gerakan yang sama pada poin pertama seperti yang sudah
disebutkan diatas. Langkah ini sangat bagus untuk memulai dan mengakhiri
kegiatan masase. Seluruh rangkaian gerakan ini mudah dilakukan oleh siapapun
Lama sesi masase bervariasi tergantung dari tujuan setiap sesi dan pada
secara umum biasanya dilakukan selama setengah sampai dengan setengah jam,
dan biasanya masase dilakukan pada tempat Spa atau klinik massage (Cassar,
2004). Secara umum masase dapat diberikan secara mingguan atau bahkan harian.
37
Manipulasi dari masase berupa tekanan dan dorongan pada kulit, jaringan
di jaringan, kulit dan fasia dapat menimbulkan efek refleks pada otot di dinding
arteriol yang kemudian diikuti oleh dilatasi paralisis dari otot-otot involunter.
Ketika dinding arteri paralisis sementara dan tidak dapat berkontraksi lebih lanjut
maka terjadi vasodilatasi dan hiperemi. Penyebab lain yang dapat menyebabkan
selama beberapa detik, dan ketika tekanan dilepaskan maka terjadi refleks
terjadi sebagai respon refleks terhadap masase dan manipulasi jaringan lunak.
Teori lebih lanjut mengatakan bahwa vasodilatasi terjadi melalui axon reflex.
sensori menuju ke sistem saraf pusat (SSP). Sepanjang perjalanan jalur saraf ini
cabang kecil tersebut, selain perjalanan impuls menuju neuron sensorik. Sebuah
potensial aksi, akan tetapi hal ini segera diikuti oleh vasodilatasi, sebagai respon
sirkulasi darah dan dengan demikian, transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan
oleh jaringan yang cedera dan mempercepat penyembuhan jaringan yang cedera
(Premkumar, 2004).
sirkulasi darah pada pasien DM tipe II dengan Peripheral Arterial Disease (PAD),
darah pada ekstremitas bawah pada pasien DM tipe II dengan stadium PAD I atau
II-a dan connective tissue massage dapat memperlambat progresi dari PAD.
neuropati pada penderita DM. Jenis masase yang digunakan adalah syncardial
massage, yaitu teknik masase kaki yang menggunakan alat mekanik yaitu manset.
Manset ditempatkan di sekitar paha pasien dan kemudian di sekitar betis. Manset
bawahnya. Hal ini diyakini bahwa tekanan yang diberikan oleh manset membantu
39
elastisitas arteri dalam memberikan kontraksi yang lebih lengkap sehingga aliran
darah akan meningkat. Hasil penelitian menunjukkan efek dari masase dapat
Masase dapat merangsang vasodilatasi dan merangsang sirkulasi darah yang lebih
(Cassar, 2004; Premkumar, 2004; Pandey, 2011). Berdasarkan bukti dari kedua
penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa masase pada kaki penderita DM dapat