Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keratoakantoma adalah tumor epitelial jinak yang umum, yang berasal dari

folikel pilosebase, terdiri dari keratinisasi sel skuamosa. Tumor ini cenderung

terjadi pada area kulit yang terkena sinar ultraviolet, seperti wajah, tangan, dan

lengan bawah. Tumor Ini pertama kali dikenali secara klinis sebagai massa kecil

yang bisa membesar dengan cepat selama berbulan-bulan dan kemudian sering

mengalami kemunduran dan menghilang dua sampai sembilan bulan.1

Dalam fase pertumbuhan dan pematangan, keratoakantoma menampilkan

infasi lokal bersamaan dengan pleomorphism seluler dan proliferasi yang susah

dibedakan dari karsinoma sel skuamosa. Dalam beberapa kasus, keratoakantoma

dilaporkan sebagai keganasan tingkat rendah atau dapat berubah menjadi

Squamous cell carsinoma (SCC), dan sulit untuk membedakan antara ganas dan

jinak.2

Lesi ini menunjukkan kecenderungan pada laki-laki dan sering terjadi pada

daerah terkena sinar matahari seperti leher, lengan bawah dan di kelompok usia

yang lebih tua. Keratoakantoma bisa sering muncul pada batas bibir atas sehingga

mewajibkan profesional gigi untuk waspada terhadap lesi. Etiologi dari

keratoakantoma masih belum jelas. Namun sinar UV, HPV, Trauma, faktor genetik

dan status immunocompromise telah terlibat.4

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Keratoakantoma adalah tumor epitelial jinak yang umum yang berasal dari

folikel pilosebase, terdiri dari keratinisasi sel skuamosa. Keratoakantoma tumbuh

dengan cepat selama beberapa minggu, muncul pada awalnya sebagai benjolan

kecil kemerahan yang kemudian menjadi nodul yang lebih besar, seringkali

dengan tanduk atau steker pusat. Jika dibiarkan saja biasanya hilang sendiri

walaupun ini bisa memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk

melakukannya. Bisa muncul di tubuh bagian manapun, tapi paling sering terjadi di

daerah yang terpapar sinar matahari seperti wajah, leher, dan punggung tangan

dan lengan. Keratoakantoma lebih cenderung berkembang seiring bertambahnya

usia.1

2.2 Etiologi

Diduga sinar matahari memegang peran yang penting dalam terjadinya

keratoakantoma. Tampaknya keratoakantoma muncul dari sebuah akar rambut

sehingga mereka hanya tumbuh di daerah berkulit rambut. Cedera ringan

merupakan faktor pemicu terjadinya keratoakantoma. Pembagian faktor penyebab

keratoakantoma yaitu:

1. Faktor eksternal

a. Sering terpapar sinar matahari.

b. Terpapar sinar X ray dan radionuklir dalam waktu yang lama.

c. Adanya jaringan parut (keloid) yang luas akibat luka bakar.

2. Faktor internal
a. Imunitas yang rendah dan usia lanjut (lansia).3

2
2.3 Epidemiologi

Kejadian keratoakantoma tidak diketahui secara pasti. Tumor lebih sering

terjadi pada orang berkulit terang, dan jarang pada orang berkulit gelap dan orang

Jepang. Keratoachantoma pada umumnya sangat sering dijumpai pada laki-laki

dibandingkan dengan wanita. Frekuensi relatif dibandingkan dengan karsinoma

sel skuamosa pada kulit masih kontroversial, namun sebagian besar penelitian

menunjukkan kejadian keratoakantoma lebih rendah dari pada karsinoma sel

skuamosa. Studi tentang gender mengungkapkan bahwa distribusi kedua jenis

kelamin terkena sama, dengan sedikit kecenderungan pada pria. Keratoakantoma

sebagian besar terjadi pada orang dewasa dengan puncak antara usia 55 dan 65

tahun. Hal itu jarang terlihat pada pasien yang lebih muda. keratoakantoma sering

terjadi selama masa remaja. Meskipun kejadian tersebut diperkirakan tetap stabil

setelah mencapai puncak pada dekade keenam, sebuah penelitian yang dilakukan

pada populasi tertentu di Hawai mengungkapkan bahwa keratoakantoma

meningkat seiring bertambahnya usia, serupa dengan diamati pada cutaneous

basal dan squamous cell carcinoma.6

2.4 Faktor Resiko

Faktor lain yang berkontribusi terhadap pengembangan keratoakantoma

adalah faktor genetik, imunosupresi, bahan kimia yang berpotensi karsinogenik,

virus, dan trauma.7

Faktor resiko sering dikatakan berhubungan dengan terjadinya, terutama

keratoakantoma yaitu diantaranya:

a) Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi

ultraviolet, tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self-

3
immunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit.

Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita

keratoakantoma, dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara

langsung mengubah sel DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang

bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit.

b) Kebiasaan merokok yang menunjukkan bahwa perokok memiliki resiko tinggi

terkena keratoakantoma, berhubungan zat yang terkandung dalam tembakau

yaitu amino lipogenik aromatik.

c) Pengaruh obat juga memberikan gambaran bervariasi pada penderita

keratoakantoma. Pengaruh obat salah satunya yaitu meningkatkan apoptosis

keratinosit.1

Namun dapat dipertimbangkan beberapa faktor penyebab dari keratoachantoma

yaitu :

a) Data epidemiologis mengenai keratoachantoma mendukung bahwa sinar

matahari adalah sebagai faktor etiologi yang penting.

b) Pekerja industry mempunyai insiden yang lebih tinggi terhadap

keratoachantoma.

c) Virus.

d) Faktor genetik dan sistem imun yang lemah.1

2.5 Diagnosa

2.5.1 Anamnesa

Pada mulanya tampak sebagai beruntus atau bisul kecil dengan bagian

tengah yang keras, selanjutnya terbentuk benjolan keras dan bulat biasanya

4
berwarna seperti daging dengan bagian tengah seperti kawah yang mengandung

bahan yang lengket. Lesi-lesi dapat tumbuh dengan cepat, mencapai ukuran yang

maksimal dalam waktu sekitar 6-8 minggu. Lesi ini mencapai ukuran terbesar

dalam waktu <1-2 bulan. Dasarnya berwarna merah dan terdapat peradangan, dan

bisa terasa sakit. Gambaran klinis dibagi menjadi 3 stadium yaitu:

a) Pada fase proliferatif: pada fase ini tampak papul keras, permukaan hemis

feriks dan halus, membesar dalam 2 – 4 minggu. Tepinya berwarna sama

dengan kulit atau sedikit eritomatosa.

b) Pada fase matur: pada fase ini eusinofik dan glasih tampak lebih menonjol,

banyak keratinosit mengalami nekrosis.

c) Pada fase involusi: pada fase ini lesi menjadi datar dan kawahnya menjadi

berkurang, seluruh sel pada dasar kawah mengalami keratinisasi. Pada dermis

tampak infliltrat yang mungkin mengandung histiosit berinti banyak, yang

dapat dianggap sebagai granuloma benda asing karena keratin. Pada bagian KA

akan tampak jaringan granulasi dengan fibrilosis pada dasarnya.4

Dokter akan mendiagnosis keratoakantoma dengan mengajukan beberapa

pertanyaan dan melihat penampilannya. Namun, karena bisa terlihat sangat mirip

dengan kanker kulit yang disebut karsinoma sel skuamosa, pengobatannya yang

paling umum adalah membuangnya secara operasi dan mengirim sampel jaringan

ke laboratorium untuk diuji. Cara membedakan dengan karsinoma sel basal adalah

berdasarkan anamnesis dari pertumbuhannya yang cepat dan bentuk lesinya yang

benar-benar bulat. Masalah utama yang timbul adalah membedakan stadium awal

antara keratoakantoma dengan karsinoma sel skuamosa. Menurut definisinya

keratoakantoma akan hilang secara spontan, tetapi hal ini tidak dapat dipastikan

5
selanjutnya. Biopsi insisi tidak dapat membantu membedakan kedua kelainan

tersebut, karena tumor ini sangat mirip dengan karsinoma sel skuamosa. Akan

tetapi apabila terdapat keraguan dalam mendiagnosis keratoakantoma, maka lebih

baik tumor diangkat dan dikirim untuk pemeriksaan histopatologi. Hal yang patut

dipertimbangkan adalah pengangkatan tumor secara dini, untuk menghindari

keharusan melakukan tindakan- tindakan yang lebih sulit, bila nantinya tumor

berkembang menjadi besar.8

2.5.2 Pemeriksaan Dermatologi

Berupa benjolan yang soliter (tunggal), berukuran 1cm hingga >1 cm,

kadang-kadang mengalami ulserasi. Lesi-lesi dapat tumbuh dengan cepat,

mencapai ukuran yang maksimal dalam waktu sekita 6-8 minggu. Tumor ini

berbentuk bulat dengan bagian tepi yang tergulung dan sumpat keratin ditengah.

Lesi ini mencapai ukuran terbesar dalam waktu <1-2 bulan.8

Dasarnya berwarna merah dan terdapat peradangan, dan bisa terasa sakit.

Lesi ini dapat berevolusi secara spontan dan meninggalkan jaringan parut. Tempat

predileksi hampir selalu pada tempat-tempat yang terpapar sinar matahari.9

Klasifikasi Keratoakantoma

1. Keratoakantoma solitar

Jenis keratoakantoma ini adalah papula yang tumbuh dengan cepat yang

membesar dari 1 mm higga 25 mm dalam waktu 3 sampai 8 minggu. Tampak

bintik hitam berbentuk kubah, di mana ada kawah halus yang diisi dengan

keixitinplug, tengah Lesi berkilau yang halus sangat tajam dari sekitarnya.

6
Gambar 2.1: Keratoakantoma Solitar

2. Keratoakantoma Giant

Dalam beberapa kasus keratoakantoma dapat mencapai dimensi beberapa

sentimeter, dan tumor bisa mencapai diameter 15 cm. Keratoakantoma raksasa

menunjukkan predileksi pada hidung dan dorsum tangan. Dalam beberapa

kasus, pertumbuhan tumor dapat dikaitkan dengan kerusakan jaringan di

bawahnya.

Gambar 2.2: Keratoakantoma (Giant).

3. Keratoakantoma sentrifugum marginatum

Keratoakantoma sentrifugum marginatum ditandai Oleh beberapa tumor

yang tumbuh di area lokal, biasanya di wajah, batang tubuh, atau ekstremitas.

7
Morfologi Tumor berbentuk bulat, polycyclic, atau melingkar. Daerah yang

terkena bisa mencapai diameter 20 cm.

Gambar 2.3: Keratoakantoma sentrifugum marginatum.

4. Keratoakantoma subungual

Keratoakantoma Subungual berbeda dari jenis keratoakantoma lainnya.

Tumor ini sering menyebabkan kerusakan pada tulang yang ada dibawahnya.

Tumor itu berasal dari kuku bagian distal, tumbuh dengan cepat sehingga

menyebabkan kerusakan seluruh phalanx.

Gambar 2.4 : Keratoakantoma subungual

5. Keratoakantoma multiple

Lesi ini dapat muncul pada anak-anak dan orang dewasa, tumor ini

menyerang disegala bagian kulit termasuk telapak tangan dan telapak kaki,

8
tetapi khususnya terdapat dimuka dan ektremitas umumnya tidak lebih 12 lesi

dalam satu waktu. Lesi ini biasanya dapat sembuh dengan adanya bekas luka.

6. Keratoakantoma eruptif

Varian yang dicirikan dengan adanya ratusan sampai ribuan papul keratotik

folikuler menyebar di sekujur tubuh, dengan dominasi di daerah yang terpapar

sinar matahari. Keterlibatan pada wajah biasanya parah, dan coalescence lesi di

sekitar mata bisa menyebabkan ektropion.6

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan histopatologi

Gambaran histopatologis keratoakantoma bergantung pada stadium

perkembangan tumor. Pada awal, lesi proliferatif epitelnya sangat hiperplastik,

dan sumbat keratotik sentral tidak begitu menonjol seperti pada lesi yang

berkembang luas.6

Meskipun sel atipikal tidak khas mewakili sebagian besar sel pada penyakit

keratoakantoma, terdapat keratinosit atipikal dan mitosis terutama pada batas

bawah tumor. Sarang sel epitel dapat terlepas dari massa tumor utama dan

ditemukan di dermis retikuler superfisial. Lesi dewasa ditandai oleh keratin besar

di inti pusat yang dikelilingi oleh proliferasi skuamosa terdiferensiasi dengan

baik sehingga dalam beberapa kasus bisa menyerupai karsinoma sel skuamosa.

Epidermis di kedua sisi inti pusat meluas di atas area keratotik dengan gambaran

“lipping” or “lipping” or “buttressing", memberikan tampilan kawah yang

berbeda pada lesi. Sarang dan helai keratinosit dapat ditemukan terpisah dari

bagian utama tumor tapi biasanya tidak meluas lebih rendah dari tingkat kelenjar

keringat. Pada regresi lesi bentuk kawah masih dapat dikenali, namun hiperplasia

9
epitel. Pada dermis superfisial di bawah lesi regresi ada fibrosis dengan

peradangan yang jarang. Cytomorphologically, keratinosit besar dengan

sitoplasma eosinofilik umumnya diamati, bersama dengan sel atipikal dan

mitosis.6

Infiltrat peradangan yang mengandung limfosit, sel plasma, histiosit,

eosinofil, dan neutrofil adalah ciri umum, dan dalam beberapa kasus mungkin

mencolok. Neurotropisme dan bahkan invasi vaskular dapat diamati.11

A B C
Gambar 2.5 : Keratoacanthoma dewasa. A. Pembesaran dengan kekuatan rendah yang
menunjukkan lesi simetris dengan inti keratotik sentral. B. Kompleks tumor dengan
sel eosinofilik besar dengan sel atipikal dan beberapa mitosis. C.Pertumbuhan
perineural sel tumor (neurotropisme).

2.6 Patogenesis

Tumor biasanya muncul di daerah yang terpapar sinar matahari pada pasien

paruh baya atau lebih tua, yang menunjukkan adanya hubungan etiologis dengan

10
paparan sinar ultraviolet. Faktor lain yang mungkin berkontribusi terhadap

pengembangan keratoakantoma adalah faktor genetik, imunosupresi, bahan kimia

yang berpotensi karsinogenik, virus, dan trauma.7

Peran human papillomavirus (HPV) masih kontroversial. Bukti infeksi HPV

telah didokumentasikan teknik reaksi polimerase berantai, namun penelitian lain

gagal mendeteksi materi virus di dalam lesi keratoakantoma. Beberapa Studi

menemukan hubungan HPV-25, HPV- 19 dan HPV-48 diisolasi timbul lesi pada

pasien yang human immunodeficiency virus (HIV). Beberapa jenis HPV lainnya

telah dikaitkan dengan keratoakantoma, termasuk tipe 6, 9, 14, 16, 19, 35, 37, 58,

dan 61. Faktor etiologi lain yang terkait dengan aspek genetik dan memberikan

predisposisi genetik untuk perkembangan tumor yaitu, sinar UV, trauma, infeksi.

Keratoakantoma umumnya diamati pada pasien dengan Sindrom Muir-Torre,

menunjukkan bahwa cacat genetik sindrom ini juga berperan dalam

perkembangan dari keratoakantoma. Selain itu, keratoakantoma telah diamati

pada pasien yang berbagai penyakit kulit termasuk psoriasis, lupus eritematosus,

lichen planus, dermatitis atopik, herpes zoster, acne conglobate dan pemfigus.

Keratoakantoma juga telah diamati pada pasien yang mendapat imunosupresi

akibat transplantasi sumsum tulang, pengobatan siklosporin, atau infeksi HIV,

sehingga menunjukkan bahwa penekanan kekebalan dapat memainkan peran

etiologi dalam beberapa kasus.6

Pada pasien, kebanyakan lesi keratoakantoma yang diuji untuk mengetahui

HPV yang terbukti positif, menunjukkan bahwa penekanan kekebalan dapat

berkontribusi dengan mengurangi respons imun terhadap agen penyebab yang

mungkin terjadi. Demikian pula, sinar UV dapat bertindak tidak hanya dengan

11
karsinogenesis langsung, tetapi juga berdasarkan pada Imunosupresi lokal

disebabkan oleh paparan sinar matahari. Sedikit diketahui tentang patogenesis

keratoakantoma dan tentang mekanisme regresi tanpa adanya pengobatan apapun.

Studi tentang ekspresi onkoprotein p53 dan mutasi gen p53 mengungkapkan

ekspresi oncoprotein p53 pada sebagian besar kasus yang diuji lebih dari 10%

kasus, menunjukkan kemungkinan peran gen p53 dalam perkembangan beberapa

keratoakantoma. Pasien inkontinensia pigmen dapat berkembang menjadi

keratoakantoma subungual. Inkontinensia pigmen disebabkan oleh mutasi genetik

dari NF-κB (NEMO). Ada bukti bahwa hilangnya aktivitas NF-κB mengakibatkan

kulit menjadi sel kanker, namun mutasi somatik genetik belum terdeteksi pada

keratoakantoma dan juga tidak terkait dengan inkontinensia pigmen.4

2.7 Patofisiologi
Patofisiologi yang mengakibatkan keratoakantoma masih belum diketahui

sepenuhnya. Patofisiologi tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah bagan yang

menjelaskan tentang tahapan-tahapan tersebut adalah factor pencetus/pemicu,

inflamasi, mutasi gen, apoptosis sel, dan tumor.6

Faktor pencetus Inflamasi Mutasi gen Nekrosis


sel
1.Cedera 1.kolor (hangat), Rubor 1.Pertumbuhan
2.Sinar (kemerahan), Dolor (nyeri), sel abnormal Tumor
3.Virus Tumor (Kebengkakan). 2.Kesalahan
4.Genetik 2.Aktivasi mediator inflamasi, replikasi sel
vaoaktif amin, C3a, C5a 3.Sel – sel
bradikinin, leukotriene, imatur
platelet activating factor (PAF),
prostaglandin.
3.Produksi sitokin meningkat
yaitu : IL6 dan TNF α.

Gambar 2.6. Mekanisme Tumor.3

12
Tahap pertama faktor pencetus berhubungan dengan terjadinya

keratoakantoma yaitu diantaranya faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada

penderita keratoakantoma, seperti radiasi dan ultraviolet. Faktor obat-obatan dan

virus. Sinar UV mengarah pada self-immunity dan hilangnya toleransi karena

menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu sinar UV memegang peranan dalam

fase induksi yanng secara langsung mengubah sel DNA, serta mempengaruhi sel

imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada

inflamasi kulit, tetapi sinar UV berlebihan menyebabkan apoptosis keratinosit,

ditambah sebelumnya ada factor cedera ringan. Faktor kedua adanya inflamasi,

respon inflamasi dapat dimulai dari berbagai rangsangan eksogen dan endogen

yang mengakibatkan cedera pada jaringan vaskularisasi. Respon terhadap cedera

dimulai dari hiperemis aktif dari peningkatan aliran darah ke jaringan yang terluka

atau cedera serta diikuti oleh terjadi dilatasi arteri dan kapiler. Hal ini difasilitasi

oleh mediator kimia yaitu prostaglandin, leukotrin, dan oksida nitrat. Akibat dari

dilatasi pada arteri dan kapiler. Darah yang mengalir di daerah yang cedera

menjadi lebih banyak dan tergenang karena aliran darah menjadi lambat. Suhu

tempat terjadinya radang menjadi lebih hangat (kalor) dan memiliki warna merah

(rubor). Daerah hiperemis membentuk kapsul atau pagar yang melokasi sarang

radang. Stimulus mediator inflamasi seperti vasoaktif amin, komponen pelengkap

C3a dan C5a, bradikinin, leukotrin, platelet activating faktor (PAF), IL6, dan TNF

α. Memicu kontraksi dan relaksasi sel – sel endotel dinding kapiler yang

menimbulkan gap (celah) antar endotel. Hal ini mengakibatkan terjadinya

permeabilitas vaskuler dan diikuti dengan peningkatan tekanan hidrostatik di

dalam kapiler mendorong cairan plasma darah (mengandung berbagai protein

13
plasma seperti albumin dan fibrinogen) keluar ke daerah ekstravaskular. Cairan

tersebut menggenangi daerah intertitium sehingga mengakibatkan terjadinya

edema radang atau cairan eksudat dan mengakibatkan kebengkakan lokal (tumor).

Mediator inflamasi yang menimbulkan nyeri (dolor) radang yaitu prostaglandin.

Setelah terjadinya hiperemis dan pembentukan edema radang kemudian diikuti

juga dengan pengiriman leukosit dari lumen pembuluh darah ke lokasi terjadinya

kerusakan atau cedera jaringan neutrofil merupakan leukosit yang pertama

memasuki eksudat pada saat peradangan akut. Leukosit hendaknya berfungsi

sebagai untuk fagositosis bakteri yang ada di sel jaringan yang mengalami

kerusakan. Namun ketika leukosit tidak mampu memfagositosis bakteri sel, sel

didalam jaringan yang rusak maka pertumbuhan sel tersebut tidak akan bisa

menjadi matur atau tidak akan mengalami replikasi sel (pembelahan sel) sehingga

menyebabkkan mutasi DNA Sel. Mutasi DNA sel adalah didalam sel terdapat

nucleus sel atau DNA sel. Kerusakan DNA sel ini dinamakan mutasi DNA sel.3

2.8 Diagnosa Banding

Diagnosa Banding dari Keratoakantoma antara lain:

1. Karsinoma Sel gepeng

2. Keratosis Seboroik.12

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Farmakologi

Beberapa Keratoakantoma telah berhasil diobati dengan isotretinoin oral.

Kekurangan vitamin A menyebabkan metaplasia skuamosa epitel yang dapat

diperbaiki dengan suplemen vitamin A. Sintesis retinoid dalam bentuk alami,

vitamin A digunakan pengobatan gangguan keratinisasi pada keratoakantoma.

14
Sintetis retinoid, isotretinoin, dan etretinate telah digunakan untuk mengobati

keratoakantoma. Tahun 1980, Heydey dkk melaporkan penggunaan isotretinoin 2

mg/kgbb pada pasien dengan tipe keratoakantoma Ferguson-Smith.10

Methotrexate telah digunakan untuk pengobatan keratoakantoma dengan

dosis mingguan 25mg disuntikan secara intramuskular selama 5 sampai 8 minggu.

Melton dkk berhasil menggunakan methotrexate intralesional untuk mengobati 9

pasien dengan keratoakantoma besar. Atau metotreksat 25 mg / mL efektif pada

lesi khas. Direkomendasikan metotreksat sistemik dosis rendah bisa jadi

dipertimbangkan jika banyak lesi hadir. Grob al, pada tahun 1993, menggunakan

interferon intrusi interferon alfa-2a untuk mengobati 6 keratoakantoma besar,

dengan regresi pada 5 dari 6 lesi yang dicatat 3 sampai 7 minggu. Tuntutan

intrinsik larutan 5-FU, 50 mg/mL setiap minggu dan bleomycin 0,5 mg/ml setiap

minggu untuk lesi yang khas.11

2.9.2 Non-Farmakologi

A.Terapi Bedah

1. Pembekuan

Keratoakantoma yang kecil biasanya diobat dengan pembekuan oleh larutan

nitrogen baik dalam bentuk semprotan atau dioleskan dengan kapas. Setelah

pemberian nitrogen akan terjadi pembengkaan atau tanpa lapuhan yang emnegring

dan membentuk keropeng dalam waktu sekitar 2 minggu.

2. Oretase dan kauterisasi

Digunakan untuk karatoakantoma yang lebih tebal penyembuhannya

biasanya terjadi dalam waktu 3 minggu dan meninggalkan jaringan parut yang

mengganggu penampilan.

15
3. Eksisi

Keraktoakantoma disayat membentuk elips dan bekas sayatan jahit satu

minggu kemudian diangkat dan meninggalkan jaringan parut membentuk garis.8

B. Terapi Radiasi

Terapi radiasi adalah perawatan yang sangat baik untuk keratoakantoma

saat operasi tidak dapat dilakukan. Pasien tua yang menderita penyakit mayor

biasanya tidak layak dioperasi. Hasil kosmetik yang sangat baik dapat diperoleh

dengan terapi radiasi. Kelemahan utama adalah perlunya beberapa perawatan di

rumah sakit atau pusat perawatan. Terapi radiasi tidak digunakan pada pasien yang

lebih muda karena sifat karsinogeniknya. Donahue et al, pada tahun 1990,

menemukan radiasi sebagai pengobatan yang efektif untuk keratoakantoma yang

telah melakukan eksisi bedah berulang. Terapi radiasi juga bisa digunakan pada

Keratoakantoma raksasa saat bedah eksisi atau electrosurgycal.11

2.9.3 Edukasi

1. Karena lesi kulit Keratoakantoma diketahui disebabkan atau diperburuk oleh

paparan sinar ultraviolet cahaya, pendekatan logis dalam pengelolaan harus

mencakup menghindari matahari. Pengobatan dimulai dengan menghindari

faktor pencetus misalnya panas, obat-obatan dan tentunya sinar matahari dan

semua sumber yang menyebabkan paparan radiasi sinar UV.

2. Pasien juga disarankan untuk melakukan follow-up setelah perawatan untuk

memastikan ada atau tidak komplikasi.4

2.10 Komplikasi

Resiko perkembangan penyakit menjadi Keratoakantoma yaitu Sel

skuamosa carcinoma atau tumor ganas.8

16
2.11 Prognosis

Prognosis keratoakantoma umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% kasus

keratoakantoma yang akan berkembang menjadi carcinoma (ganas).

Penyembuhan keratoakantoma terjadi secara spontan biasanya menimbulkan

bekas luka atau jaringan parut. Setelah dilakukan perawatan terhadap

keratoakantoma biasanya tidak pernah kambuh kembali dan bila ada ini

merupakan hal yang jarang terjadi.9

BAB III

KESIMPULAN

Keratoakantoma adalah tumor epitelial jinak yang umum yang berasal dari

folikel pilosebase, Ini terdiri dari keratinisasi sel skuamosa. Dalam fase

pertumbuhan dan pematangan, keratoakantoma dapat menampilkan infasi lokal

bersamaan dengan pleomorphism seluler dan proliferasi yang susah dibedakan

dari karsinoma sel skuamosa. Selain itu, dalam beberapa kasus, keratoakantoma

dilaporkan sebagai keganasan tingkat rendah atau dapat berubah menjadi SCC.

17
Terletak di tempat yang terpapar sinar matahari, terutama di sekitar

Hidung atau telinga, serta di kulit kepala. Lesi awal adalah makula merah kusam

yang menjadi papular dan tumbuh dengan cepat selama 2-4 minggu. Secara klinis

hampir mirip dengan skuamous sel karsinoma. Sehingga sangat sukar untuk

menentukan diagnosis yang pasti, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan

histopatologi dari lesi ini. Keratoakantoma pada umumnya dapat sembuh sendiri,

namun pada keratoakantoma yang tidak sembuh biasanya dilakukan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Burn tory. 2010. Roks text book Dermatology Eight Edition: Willey Black.
2. Stavrianear nikolaos, Multiple keratoacanthoma, Ferguson smith type: 2005.
http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-Keratoacanthoma.pdf.
3. Corley, Gibson. Keratoacanthoma pathobiology in mouse models. Disease
2014,2, 106-119:10.33390/ disease2020106.
4. Brimamaro pashan, solitary keratoacanthoma involvy upper lip: diagnostic
dilemma case report and brief review, journal oral medicine and pathology
210: 2(1): 34-72.
5. Arnold stephanie, 2016, keratoacanthoma, Depatemen of Dermatology Oxford
university Hospital.
6. Fritzpatrick’s, 2012. Dermatology in General medicine Vol 2: Medical.
7. Machado Har heloisa, keratoacanthoma in the cutaneous area of the upper lip
A case report, 2012: 27 (3): 242-245.
8. Robin Brown, 2005: Dermatology Ed.8: Erlangga Medical series.
9. Davey patric, 2005. At a Glance Medicine Erlangga. Medical series.

18
10. Goldberg, leonard, 2004. Keratoacanthoma as postoperative complication of
skin cancer excision: Dermatology surgery. Departemen of medicine
university Texas.
11. James william, 2006. Andrews disease of the skin: Clinical Dermatology tenth
edition: Elsevier.
12. Prof. Dr. Siregar, 2014. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Jakarta: EGC.
286-288.

19

Anda mungkin juga menyukai