Anda di halaman 1dari 8

MINYAK JELANTAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SABUN

TRANSPARAN

USED FRIED OIL AS A RAW MATERIAL FOR THE MANUFACTURE


OF TRANSPARENT SOAP

Susi Susanti, Fahjar Prisiska dan Ari Widayanti.


Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka

ABSTRAK
Minyak jelantah adalah minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali penggorengan.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan formulasi terbaik sediaan sabun transparan dengan bahan
dasar minyak jelantah. Pada penelitian ini di buat lima formula sabun padat transparan yaitu satu
formula tanpa minyak jelantah sebagai pembanding dan empat formula menggunakan minyak
jelantah. Konsentrasi yang digunakan formula ini adalah 5, 10, 15, 20%. Pengujian meliputi uji
organoleptis, tinggi busa, pH, kekerasan, dan uji kadar air. Data uji tinggi busa dan kekerasan
dianalisa dengan ANAVA satu arah diperoleh uji tinggi busa = 0,001 dan kekerasan = 0,000 nilai
signifikan kurang dari 0,05 berarti ada perbedaan yang bermakna antara formula. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan: Bahan dasar minyak jelantah dapat
menghasilkan formulasi sediaan sabun transparan.

Kata kunci: Minyak jelantah, sabun padat transparan, formula.

ABSTRACT
Used fried oil is a cooking oil that has been used several times for cooking. This research aims
at producing the best preparation transparent soap formulation with used fried oil as base material.
In this research there were 5 formulas of transparent soap, the first formula without fried oil as
standard, and the second until fourth formulas were contain used fried oil, concentration of 5, 10, 15,
20% subsequently. The evaluation this research was conducted by organoleptic test, foam’s height,
hardness, and lose on drying . The data of foam’s height and the hardness were analyzed by the one-
way ANOVA calculation with the result of foam’s height = 0.001 and the hardness = 0.000 significant
value less than 0.05 means that there’s significant differences between the formulas. It can be con-
cluded that: the material of fried oil can produce the formulation of transparent soap.

Keywords: Used fried oil, transparent soap, formula.

PENDAHULUAN
Penggunaan minyak jelantah atau minyak goreng yang telah digunakan beberapakali
menjadi suatu dilema di masyarakat. Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami
proses pemurniaan yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan, dan deodorisasi.
Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam
lemaknya karena asam lemak menentukan sifat fisika kimia dan stabilitas minyak (Winarno
1999).
Masyarakat cenderung memakai kembali minyak jelantah untuk menggoreng demi
penghematan tanpa mempertimbangkan bahaya bagi kesehatan. Padahal telah banyak
diketahui masyarakat, bahwa minyak jelantah dapat menimbulkan penyakit seperti dapat
menyebabkan kerongkongan gatal atau dan memicu penyakit kardiovaskular atau jantung.
Minyak jelantah telah mengalami berbagai perubahan struktur. Suhu penggorengan
telah menyebabkan berbagai perubahan ikatan kimia dari minyak. Salah satu perubahan nyata
adalah terjadinya perubahan struktur asam lemak. Minyak jelantah mengandung lebih banyak
asam lemak jenuh (trans fatty acid) yang secara ilmiah terbukti dapat meningkatkan resiko
munculnya penyakit jantung koroner.
Solusi dari pelarangan penggunaan minyak jelantah ternyata bukan dengan cara
membuangnya karena dengan membuang minyak jelantah dapat menimbulkan masalah baru
bagi lingkungan. Membuang minyak jelantah ternyata dapat menyumbat saluran air dan dapat
menjadi polusi bagi lingkungan. Dalam upaya menyelamatkan lingkungan berkaitan dengan
barang bekas pakai ada tiga metode yang dapat dilakukan yaitu, Reduce (mengurangi), Reuse
(menggunakan kembali), dan Recycle (pengolahan kembali).
Proses reuse tidak mungkin dilakukan untuk masalah minyak jelantah mengingat efek
negatif yang ditimbulkan, usaha yang dapat dilakukan adalah metode recycle minyak jelantah
dapat dilakukan dengan mengolah kembali minyak jelantah menjadi barang yang tetap
memilki nilai ekonomis (Anonim 2009).
Pada penelitian ini, untuk lebih meningkatkan nilai ekonomisnya minyak jelantah
akan dicoba untuk dapat menghasilkan sabun transparan yang baik dan memenuhi Standar
Nasional Indonesia. Pembuatan minyak jelantah menjadi sabun transparan diharapkan dapat
lebih meningkatkan nilai ekonomisnya, dibandingkan dengan dibuat menjadi sabun biasa.

METODOLOGI
A. Bahan
Minyak jelantah, zeolit, karbon aktif, minyak jarak, asam stearat, NaOH 30%, NaCl,
DEA, sukrosa, gliserin, alkohol 96%.
B. Alat Alat
Alat-alat gelas, hotplate mantel, timbangan analitik, penangas air, termometer, texture
analyser, pH meter, cetakan sabun, tabung sedimentasi, oven.
C. Prosedur penelitian Prosedur penelitian
Pengumpulan dan pengolahan minyak jelantah
Minyak jelantah dikumpulkan dari penggorengan Tahu isi pedas. Minyak jelantah
diolah dengan menggunakan 2 tahap pengolahan. Pengolahan awal dengan menggunakan
zeolit dan yang kedua dengan menggunakan karbon aktif. Pada tahap pertama minyak
ditambahkan zeolit aktif (dipanaskan pada suhu 2000C selama 2-3 jam) sebanyak 10%.
Campuran kemudian disaring. Minyak yang telah diolah dengan zeolit, ditambahkan
karbon aktif sebanyak 1% dan dipanaskan selama 15-20 menit. Campuran kemudian
disaring (Anonim 2009, Anonim 2013, Winarno 1999).

Tabel 1. Formula Sabun Transparan Minyak Jelantah


Cara Pembuatan
1) Asam stearat dilebur dalam minyak jarak, minyak jelantah pada suhu 60 0C-800C, hingga
lebur.
2) Ditambahkan larutan NaOH 30 % pada suhu 600C-800C, diaduk sampai terbentuk massa
yang homogen.
3) Ditambahkan serbuk gula dan DEA, NaCl, gliserin, diaduk homogen.
4) Ditambahkan etanol 96% tambahkan parfum pada suhu 50-600C, diaduk sampai terbentuk
massa yang transparan.
5) Campuran dituangkan dalam cetakan, didiamkan sampai mengeras kemudian sabun
dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan evaluasi.
Uji Evaluasi
a. Uji organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan terhadap warna atau transparansi, bentuk, dan aroma.
b. Uji tinggi busa (Wibowo 2009)
Pengukuran tinggi busa dalam air suling Pengukuran dilakukan dengan metode
sederhana, dengan 10g sabun dimasukkan kedalam tabung sedimentasi 100 ml, dengan
membolak-balikkan tabung sedimentasi, lalu segera amati tinggi busa yang dihasilkan dan
5 menit kemudian amati kembali tinggi busa.
c. Uji pH (Wibowo 2009)
Uji pH dilakukan dengan menggunakan aquadest, timbang sabun batang transparan 1
gram. Cek pH mula-mula 100 ml aquadest. Rendam sabun dalam 100 ml aquadest selama
24 jam. Setelah 24 jam cek kembali pH. Amati pH aquadest sebelum dan sesudah
direndam sabun batang transparan.
d. Uji Kekerasan sabun
Tekstur atau kekerasan sabun diuji dengan menggunakan alat Texture Analyzer. Texture
Analyzer adalah alat yang dikembangkan untuk mengukur konsistensi dan kekerasan atau
tekstur dari sediaan. Dengan cara pertama nyalakan texture analyzer, lalu nyalakan
komputter untuk menjalankan program texture analyzer, tentukan parameter tekstur dan
golongan contoh sediaan yang akan diukur. Pilih jenis probe dan setting pengukuran yang
sesuai untuk contoh dari jenis analisis dari menu help program texture analyzer. Setting
kondisi pengukuran yang sesuai, misalnya mode, option, pre-test, test-speed, post-test
speed, strain, tringger, type, dan data acquisition rate. Kemudian lakukan pengukuran
tekstur dari sediaan (Anonim 1997).
e. Uji kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri. Prosedur gravimetri, timbang
teliti 5 gram sampel pada cawan petri yang telah diketahui bobotnya, panaskan pada
lemari pengering pada suhu 1050C selama 2 jam sampai bobot tetap (SNI 01-3532-1994).
Perhitungan :
Kadar air = W1-W2 x 100%
W
Keterangan :
W = bobot sampel (gram)
W1= bobot wadah + sabun (gram)
W2= bobot wadah + sabun setelah dipanaskan (gram)

Analisa Data
Data dari formula hasil evaluasi tinggi busa, dan uji kekerasan sabun, diuji secara statistik
dengan analisis varian (One Way Anova) anova satu arah kemudian dilanjutkan dengan uji
Tukey HSD dan Duncan dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) untuk mengetahui
perbedaan yang bermakna antara formulasi hasil pengujian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Karakteristik minyak jelantah
Minyak jelantah berwarna coklat kehitaman (±2L), bau pedas, setelah diolah minyak
jelantah berwarna kuning, tidak ada rasa, tidak berbau (±1L).
2. Evaluasi sabun padat transparan minyak jelantah
a. Uji organoleptis
Tabel 2. Uji organoleptis
Formula Organoleptis
Warna Bau Bentuk
Kontrol Kuning muda Khas jarak Padat
1 Kuning muda Lemon Padat
2 Kuning Lemon Padat
3 Kuning Lemon Padat
4 kuning Lemon Padat

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah di dilakukan seperti terlihat pada tabel 2,
pemeriksaan organoleptis sabun minyak jelantah dari keempat formula setelah 2x24 jam
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak jelantah maka sabun yang
dihasilkan akan berwarna kuning. Hal ini terjadi karena minyak jelantah berwarna kuning.
b. Uji tinggi busa

Pada umumnya, banyak yang beranggapan bahwa sabun yang baik adalah sabun yang
menghasilkan banyak busa, padahal banyaknya busa tidak selalu sebanding dengan
kemampuan daya bersih sabun. Karakteristik busa sendiri dipengaruhi oleh adanya bahan
aktif sabun atau surfaktan, penstabil busa, serta komposisi asam lemak yang digunakan.
Hasil pengamatan terhadap tinggi busa menggunakan air suling. Nilai tinggi busa pada
sabun berkisar 3,9-5,6 cm setelah direndam 5 menit. Hal ini dapat disebabkan dari
kekuatan pengocokkan sabun pada tabung sedimentasi yang tidak sama dikarenakan
menggunakan tenaga manual (dengan menggunakan tangan) yang mengakibatkan
perlakuan formula 1 hingga formula 4 tidak sama sehingga mempengaruhi hasil akhir dari
tinggi busa yang terbentuk. Nilai tinggi busa tidak tersedia di standar mutu sabun
transparan. Berdasarkan hasil analisa statistik pada uji normalitas tinggi busa dari kelima
formula sabun, diperoleh nilai sig 0,346 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tinggi
busa tersebut terdistribusi normal. Pada uji ANOVA varian satu arah (one way ANOVA)
data tinggi busa dari kelima formula sabun, diperoleh nilai sig 0,001 < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data tinggi busa tersebut terdapat perbedaan yang bermakna.
c. Uji pH

Departemen Perindustrian (1984) menyebutkan sabun sebagai garam alkali yang


bersifat basa. Derajat keasaman (pH) kosmetik sebaiknya disesuaikan dengan pH kulit, yaitu
sebesar 4,5 – 7. Nilai pH kosmetik yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan iritasi
pada kulit. Kriteria mutu nilai pH menurut standar yang tersedia (Fitriati 2010) berkisar
antara 9–11, jumlah alkali yang ada dalam sabun mempengaruhi besarnya nilai pH.
Pembuatan sabun melibatkan pemakaian sejumlah besar natrium hidroksida. Dalam
penelitian ini, jumlah NaOH yang digunakan dalam pembuatan sampel 21 %. Berdasarkan
hasil pengamatan yang telah dilakukan seperti terlihat pada gambar 2, nilai pH sabun
transparan minyak jelantah yang dihasilkan berkisar antara 8,4 – 8,7. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan minyak jelantah mengandung lebih banyak asam lemak jenuh sehingga nilai pH
sabun transparan tidak memenuhi kriteria mutu sabun yang tersedia.
d. Uji kekerasan

Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kekerasan sabun transparan berkisar
208,5-406,9 gramForce. Dari hasil pengamatan uji kekerasan sabun minyak jelantah dari
kelima formula sabun menunjukkan semakin keras sediaan pada sabun maka semakin besar
nilai kekerasan yang dihasilkan. Sebaliknya semakin lunak sediaan pada sabun maka semakin
kecil nilai kekerasan yang didapat, hal ini dikarenakan minyak jelantah lebih banyak
mengandung asam lemak jenuh, kekerasan sabun transparan dipengaruhi oleh asam lemak
jenuh yang digunakan pada pembuatan sabun transparan. Asam lemak jenuh merupakan asam
lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap tetapi memiliki titik cair yang lebih tinggi
dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap, contoh: laurat, miristat,
palmitat, stearat (Winarno 1999). Umumnya, asam lemak jenuh yang jumlah atom lebih besar
dari C8 akan berwujud padat pada suhu ruang sehingga baik digunakan pada pambuatan
sabun transparan (Winarno 1999). Namun dalam SNI, nilai kekerasan pada sabun tidak
diuraikan atau tidak ada nilai standarnya. Berdasarkan hasil analisis statistik uji normalitas
pada data kekerasan dari kelima formula sabun, diperoleh nilai sig 0,862 > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data kekerasan sabun tersebut terdistribusi normal. Pada uji ANOVA
varian satu arah (one way ANOVA) data uji kekerasan dari kelima formula sabun, diperoleh
nilai sig 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data kekerasan sabun tersebut terdapat
perbedaan yang bermakna. Dan pada uji tukey data uji kekerasan dari kelima formula sabun
diperoleh nilai sig 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data dari uji kekerasan
memiliki perbedaan yang bermakna antara formula 1 dengan formula lainnya, formula 2
dengan formula lainnya formula 3 dengan formula lainnya, formula 4 dengan formula
lainnya, dan formula 5 dengan formula lainnya.
e. Uji kadar air
Uji evaluasi kadar air ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya kadar air dan zat yang
menguap dalam sabun. Banyaknya air yang ditambahkan pada produk sabun akan
mempengaruhi kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan. Semakin banyak air yang
terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut atau habis pada saat
digunakan. Pengukuran kadar air dan zat menguap perlu dilakukan karena berpengaruh
terhadap kualitas sabun (Fitriati 2007). Menurut SNI sabun mandi, prinsip dari kadar air
adalah pengeringan pada suhu 105°C selama 2 jam.

Tabel 3. Uji kadar air

Formula Kadar air (%)

Kontrol 34,8538

1 28,1242

2 23,0594

3 29,0246

4 20,8983

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar air sabun transparan menunjukkan nilai yang
berbeda-beda. Nilai kadar air sabun transparan tertinggi diperoleh dari konsentrasi minyak
jelantah 15% dan kadar air terendah pada konsentrasi minyak jelantah 10%. Nilai kadar air
yang diperoleh berada diatas batas maksimum kadar air menurut SNI 06-3532-1994 (maks
15%). Hal ini berarti sabun transparan yang dihasilkan cukup lunak. Meskipun kurang efisien
dalam penggunaannya karena sabun lebih mudah larut dalam air sehingga cepat habis, namun
dengan kondisi batang sabun yang cukup lunak memberikan kemudahan dalam proses
pembuatan dan pengemasan sabun karena tidak mudah patah atau hancur. Hal ini dapat
terjadi dilkarenakan pembuatan larutan gula sebelum pencampuran dilakukan dengan jumlah
air yang tidak seminimal mungkin, tidak homogen sehingga banyak air menjadi residu dan
proses pembuatan yang tidak seragam.

SIMPULAN
Untuk dapat digunakan sebagai bahan dasar pada pembuatan sabun transparan maka
minyak jelantah perlu mengalami pengolahan dua tahap yaitu pengolahan menggunakan
zeolit aktif 10% dan karbon aktif 1%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat
ditarik kesimpulan: Bahan dasar minyak jelantah dapat menghasilkan formulasi sediaan
sabun transparan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Aktivasi Zeolit. Diambil dari:http://bloggregantonny.blogspot.com/aktivasi-
zeolit.html. Diakses tanggal 25 Agustus 2013.
Anonim. 2009. Bahan Pembuatan Sabun. Diambil dari:
http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/. Diakses tanggal 25
Agustus 2013.
Anonim. 2007. Keistimewaan Minyak
Zaitun.http://albahar.wordpress.com/2007/06/13/keistimewaan-minyak-zaitun. Diakses
tanggal 25 Agustus 2013.
Anonim. 2009. Minyak Atsiri vol. 07. Jakarta: PT Trubus Swadaya. Hal 154-156.
Anonim, 2008. Soap Making Methods. Diambil dari :
http://www.teachsoap.com/soapmakingmethods.html. Diakses tanggal 13 September
2013.
Danang Ari Wibowo. 2008. Pengaruh Frekuensi Pemanasan Terhadap Bilangan Asam dan
Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Hal 63, 413, 584,
589-560, 631-632, 762.
Departemen Kesehatan RI. 1993. Kodeks Kosmetika Indonesia Edisi II. Jakarta. Hal 52-53,
78, 99, 106-107, 136-137, 270-271, 283-284, 315-316, 462-463.
Fitriati, 2010. Aplikasi Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) Dalam Sabun
Transparan Anti Jamur. Jurnal. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Hambali, E., Ani S., Mira R. 2005. Membuat Sabun Transparan. Cimanggis: Penebar Plus +.
Hal 19-23.
Hidayat, T. Istiadah, N. 2011. Panduan lengkap menguasai SPSS 19. Jakarta: mediakita. Hal
85, 118.
Kirk, R.E., D.F. Othmer, J.D. Scott dan A. Standen. 1954. Encyclopedia of Chemical
Technology. 12 : 573-592. Interscience Publishers, New York.
Martin A., James S., Arthur C. 1993. Farmasi Fisik. Ed III. Terjemahan Yoshita. UI Press.
Jakarta. Hal 70-77.
Priani E., dan Lukmayani. 2010. Pemanfaatan Sabun Transparan Berbahan Dasar Minyak
Jelantah Dan Hasil Uji Iritasinya Terhadap Kelinci. Prosiding SNaPP Edisi Eksakta.
Jurusan Farmasi. UNISBA. Bandung.
Sari, I., Andi N., Risfaheri. 2010. Pengaruh Etanol dan Larutan Basa Terhadap Mutu Sabun
Transparan Dari Bahan Baku Minyak Kelapa Murni (VCO). Jurnal. Balai besar
penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian, Bogor.
Standar Nasional Indonesia. Sabun Mandi: No. 01-3532-1994. Badan Standar Nasional.
Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. Sabun Mandi: No. 06-3532-1994. Badan Standar Nasional.
Jakarta.
Suryani A, Rifai M. 2010. Aplikasi Minyak Atsiri pada Sabun Transparan untuk Terapi
Kesehatan. Departemen Teknologi Industri Pertanian, PT. Adev Mandiriih.
Weller, J.P, Wade, A.1994. Handbook Of Pharmaceutical Excipients 2 nd edition. The
Pharmaceutical Press, London. Hal. 47,76, 82-83, 204, 494-495, 500.
Winarno F.G, 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka. Hal
123-125.
Wibowo, A. 2009. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Minyak Mimba (Azadirachta indica A.
Juss) Terhadap Tinggi Busa Sediaan Sabun Padat Transparan. Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
Hamka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai