Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMATEMESIS MELENA
DEPARTEMEN SURGICAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Surgical


Keperawatan Di Ruang ICU RST Tk. II dr. Soepraoen Malang

Oleh :
TRI RAHAYU ZULFIKRIYAH
NIM. 160070301111032

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HEMATEMESIS MELENA

A. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah
pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang
disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna
hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara
darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga
dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-
gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah
proksimal jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-
sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak
50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang
keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan
untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas.
Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan
memerlukan perawatan segera di rumah sakit.

B. Etiologi
Penyebab hematemesis melena:
1. Kelainan di esofagus
 Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan
pecahnya varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri
atau pedih di epigastrum. Pada umumnya sifat perdarahan
timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan berwarna
kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur
dengan asam lambung.
 Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena
daripada hematemesis. Disamping mengeluh disfagia,badan
mengurus dan anemis, hanya seseklai penderita muntah darah
dan itupun tidak masif. Pada endoskopi jelas terlihat gambaran
karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah
yang terletak di sepertiga bawah esofagus.

 Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat
yang pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada
peminum alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan
oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus
menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan
disebabkan oleh karsinoma esofagus.
 Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan
seorang pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri.
Dari hasil analisis air keras tersebut ternyata mengandung asam
sitrat dan asam HCl, yang bersifat korosif untuk mukosa mulut,
esofagus dan lambung. Disamping muntah darah penderita juga
mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar di mulut. Dada
dan epigastrum.
 Esofagitis dan tukak esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering
bersifat intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga
lebih sering timbul melena daripada hematemsis. Tukak di
esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
2. Kelainan di lambung
 Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita
minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum
muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan
juga apakah penderita sedang atau sering menggunakan obat
rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau
jamu-jamuan.
 Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu
hatidan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di
epigastrum yang berhubungan dengan makanan. Sesaat
sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih
dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan
pedih berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan
melene lebih dominan dari hematemesis.
 Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat
jarang dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase
lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati
sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi
lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular
coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.

C. Insidensi
Perdarahan dari varises esofagus terjadi pada kurang lebih
sepertiga penderita sirosis hepatis dan varises. Angka mortalitas yang
terjadi akibat episode perdarahan pertama adalah 40% hingga 50%.
Perdarahan ini merupakan salah satu penyebab kematian yang utama
pada penderita sirosis hepatis. Perdarahan juga merupakan komplikasi
paling umum dari ulkus peptikum dan terjadi kira-kira pada 20%
pasien dengan ulkus.
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang ada yaitu :
1. Muntah darah (hematemesis)
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman
3. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
4. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
5. Akral teraba dingin dan basah
6. Nyeri perut
7. Nafsu makan menurun
8. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan
pusing

E. Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan
bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai
faal hati yang buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar
maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor
yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar
Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Angka kematian
penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi
oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan
ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati dan golongan
menurut kriteria Child.
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam
menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu
dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk
mencegah terjadinya sirosis hati.
F. Patofisiologi
(TERLAMPIR)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita
lemah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu
ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati
menahun, alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat
ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya
pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak.
Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang
keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa
kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas
yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan
darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan
segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau
kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal
dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris,
caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema
tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera
dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan
penderita.
2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram
untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double
contrast pada lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan
pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia
dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik
ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
1. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita
lemah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu
ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati
menahun, alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat
ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya
pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak.
Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang
keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa
kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas
yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan
darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan
segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau
kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal
dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris,
caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema
tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera
dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan
penderita.

2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram
untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double
contrast pada lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan
pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia
dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik
ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka
pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk
menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan.
Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan
pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas
yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan
secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat
mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin
sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan
ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang
hanya terdapat dikota besar saja.

Perbedaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (Scba) Dengan


Bawah (Scbb) (Adi,2006)
Perbedaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik Hematemesis Hematokezia
umumnya dan/atau melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN : Meningkat >35 <35
kreatinin)
Auskultasi usus Hiperaktif Normal

5. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka
pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk
menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan.
Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan
pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas
yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan
secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
6. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat
mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin
sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan
ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang
hanya terdapat dikota besar saja.

H. Komplikasi:
a. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan
menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan, dapat
terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya
volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28
jam
b. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik.
Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok, diobati dengan
menggantikan volume intravaskuler
c. Penurunan Kesadaran
Terjadi penurunan transportasi 02 ke otak, sehingga terjadi
penurunan kesadaran
d. Ensefalopati
Terjadi akibat kerusakan fungsi hati dalam menyaring toksin
didalam darah. racun racun tidak dibuang karena FUNGSI HATI
TERGANGGU. Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami
kemunduran akibat zat-zat racun didalam darah, yang dalam
keadaan normal dibuang oleh hati

I. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus
sedini mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan
pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan
penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
 Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang
menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid
sebaiknya dihindarkan.
 Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung
dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
 Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam
fisiologis selama belum tersedia darah.
 Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita
dan bila perlu dipasang CVP monitor.
 Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan
untuk mengikuti keadaan perdarahan.
 Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang
dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
 Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10
mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2
reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk
menanggulangi perdarahan.
 Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai
pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai
tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-
obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan
vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah
di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti.
Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak
100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu
tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin
per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus
sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan
perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat
menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama
pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya
penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan
akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan
sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat
diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara
pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada
waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB
tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas
akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang
berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak
pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau
sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang
fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon
SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat
diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan
merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan
tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi
varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi
efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari
membaik.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat mengidap : Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis,
hepatoma, ulkus peptikum
2. Kanker saluran pencernaan bagian atas
3. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
4. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
5. Kebiasaan/gaya hidup : Alkoholisme, kebiasaan makan
b. Pengkajian Umum
1. Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.
2. Eliminasi :
 BAB :konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam,
konsistensi pekat, jumlahnya)
 BAK :warna gelap, konsistensi pekat
3. Neurosensori : adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi,
koma).
4. Respirasi : sesak, dyspnoe, hipoxia
5. Aktifitas : lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot
c. Pengkajian Fisik
1. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
2. Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)
Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah
Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat
Kulit : dingin
3. Auskultasi :
Paru
Jantung : irama cepat atau lambat
Usus : peristaltik menurun
4. Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
5. Studi diagnostik
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN,
serum, amonoiak, albumin.
Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy,
endoscopy, USG, CT Scan.
d. Pengkajian Khusus
Pengkajian Kebutuhan Fisiologis
1. Oksigen
Yang dikaji adalah :
 Jumlah serta warna darah hematemesis.
 Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih
tertinggal, potensial aspirasi.
 Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan
nafas, mencegah renjatan.
 Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc
dan terjadi secara kontinyu.
 Jumlah perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu
tekanan darah, nadi, pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan
darah (sistolik) 110 mmHg, pernafasan cepat, nadi 110 x/menit,
suhu antara 38 - 39 derajat Celcius, kulit dingin pucat atau
cyanosis pada bibir, ujung-ujung ekstremitas, sirkulasi darah ke
ginjal berkurang, menyebabkan urine berkurang.
2. Cairan
Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis
melena yang berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah
perdarahan yang terjadi. Jumlah darah akan menentukan cairan
pengganti.
Dikaji : macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk
menentukan lokasi perdarahan serta jenis pembuluh darah yang
pecah. Perdarahan yang terjadi secara tiba-tiba, warna darah
merah segar, serta keluarnya secara kontinyu menggambarkan
perdarahan yang terjadi pada saluran pencernaan bagian atas dan
terjadi pecahnya pembuluh darah arteri. Jika fase emergency
sudah berlalu, pada fase berikutnya lakukan pengkajian terhadap :
 Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada
klien hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya
varices esofagus sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang
sering mengalami asites dan edema.
 Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
 Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.
 Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata
cekung, jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan
hemetemesis melena sering mengalami gangguan fungsi ginjal.
3. Nutrisi
Dikaji :
 Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair
selanjutnya makanan lunak.
 Pola makan klien
 BB sebelum terjadi perdarahan
 Kebersihan mulut : karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa
perdarahandapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan
ketidaknyamanan.
4. Temperatur
Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami
kenaikan temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan
pre renjatan temperatur kulit menjadi dingin sebagai akibat
gangguan sirkulasi. Penumpukan sisa perdarahan merupakan
sumber infeksi pada saluran cerna sehingga suhu tubuh klien
dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga dapat
menjadi sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien
meningkat.
5. Eliminasi
Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami
gangguan eliminasi. Yang perlu dikaji adalah :
 Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu.
Urine berkurang dan biasanya dilakukan perawatan tirah
baring.
 Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.
6. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis
melena perlu dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan
diagnosa dan terapi bagi klien.
7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis
Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan
diri, kebersihan lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun,
mempersiapkan dan melakukan pembilasan lambung, cara
pemasangan dan perawatan pipa lambung, cara persiapan dan
pemberian injeksi IV atau IM.
Perlindungan terhadap bahaya komplikasi :
 Kaji persiapan pemeriksaan endoscopy (informed concern).
 Persiapan yang berhubungan dengan pengambilan/pemeriksaan
darah.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Pendarahan b/d hipertensi vena portal
2. Ketidakefektifan perfusi Gastrointestinal b/d disfungsi hati
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
5. Kurang pengetahuan b.d tidak familiar dengan sumber-sumber
informasi

3. Discharge Planning
1. Jelaskan terapi yang diberikan : Dosis, efek samping
2. Menjelaskan gejala gejala kekambuhan penyakit dan hal yang
harus dilakukan untuk mengatasi gejala
3. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
K. Rencana dan Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan
1 Resiko NOC : NIC :
Pendarahan b/d Setelah dilakukan tindakan Bleeding Reduction: Gastrointestinal
hipertensi vena keperawatan Resiko pendarahan 1. Evaluasi kondisi psikologis pasien terkait
portal teratasi dengan Kriteria hasil : adanya perdarahan
2. Monitor adanya tanda dan gejala
No. NOC Skor perdarahan yang persisten
1 Tidak 5 3. Monitor kadar leukosit
menunjukkan 4. Monitor koagulasi (protombin time,
pendarahan partial thromboplastin time, fibrinogen
2 Nilai lab dalam 5 dan jumlah platelet)
batas normal ( Hb: 5. Periksa cairan lambung melalui NGT
> 10 g/dl , 6. Dokumentasikan warna, jumlah dan
trombosit > karakteristik cairan
100.000/mm3 ) 7. Berikan intervensi keperawatan untuk
3 LED dalam batas 5 mengurangi kecemasan pasien
normal 8. Kaji status nutrisi pasien
9. Monitor kebutuhan oksigenasi
10. Monitor adanya tanda syok hipovolemik
(penurunan TD, nadi cepat, peningkatan
respiratory rate, diaphoresis, akral
dingin)
11. Kolaborasikan dengan dokter dan
apoteker infus asering
12. Hadirkan keluarga untuk mendukung
klien
13. Kolaborasikan dengan dokter dan
apoteker pemberian obat tranexamic
acid
14. Kolaborasikan dengan dokter dan
apoteker pemberian vitamin K
15. Kolaborasikan dengan dokter dan
apoteker pemberian propanolol
16. Kolaborasi dengan dokter untuk tranfusi
PRC

2 Ketidakefektifa NOC : NIC :


n perfusi Setelah dilakukan tindakan Intubasi Gastrointestinal
Gastrointestinal keperawatan perfusi jaringan : 1. Pilih jenis dan ukuran NGT yang akan
b/d disfungsi gastrointestinal adekuat dengan digunakan
hati kriteria hasil: 2. Jelaskan pada klien dan keluarga alasan
dilakukan penggunaan NGT
No. NOC Skor 3. Masukkan selang berdasarkan protokol
1 Tidak ada residu 5 4. Sediakan klien dengan segelas air untuk
darah pada menelan selama pemasukkan selang
lambung yang 5. Tentukan dengan benar penempatan
dibuktikan selang dengan mengobservasi selang
dengan cairan masuk ke dalam trakhea, memeriksa
NGT normal warna/pH cairan yang diaspirasi dari
2 Tidak terdapat 5 NGT
melena 6. Irigasi NGT dengan normal saline
3 TTV normal 5
4 Peristaltik usus 5
normal

3 Ketidakseimban NOC : NIC :


gan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Pengelolaan nutrisi (Nutrion
kurang dari keperawatan Nutritional Status Management ) :
kebutuhan adekuat dengan kriteria hasil : 1. Monitor catatan masukan kandungan
tubuh nutrisi dan kalori.
Faktor-faktor No. NOC Skor 2. Anjurkan masukan kalori yang tepat
yang 1 Intake nutrisi 5 sesui dengan tipe tubuh dan gaya hidup.
berhubungan : baik 3. Berikan makanan pilihan.
Ketidakmampuan 2 Asupan cairan 5 4. Anjurkan penyiapan dan penyajian
pemasukan atau cukup makanan dengan teknik yang aman.
mencerna 3 Peristaltic usus 5 5. Berikan informasi yang tepat tentang
makanan atau normal kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara
mengabsorpsi 4 Berat badan 5 memperolehnya
zat-zat gizi meningkat 6. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan faktor menentukan jumlah kalori dan nutrisi
biologis, yang dibutuhkan pasien
psikologis atau 8. Yakinkan diet yang dimakan
ekonomi. mengandungtinggi serat untuk
mencegah konstipasi
9. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian
10. Monitor adanya penurunan BB
d a n g u l a darah
11. Monitor lingkungan selama makan
12. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidakselama jam makan
13. Monitor turgor kulit
14. Monitor kekeringan, rambut kusam,
totalprotein, Hb dan kadar Ht
15. Monitor mual dan muntah
16. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
17. Monitor intake nuntrisi
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
4 Kelebihan NOC : NIC :
volume cairan Setelah dilakukan tindakan Fluid/elektrolit Management
b.d gangguan keperawatan tercapai 1. Monitor serum abnormal dari elektrolit
mekanisme keseimbangan cairan dengan (Perubahan elektrolit, peningkatan BUN,
regulasi Kriteria hasil : penurunan hematokrit)
2. Timbang berat tiap hari dan monitor
No. NOC Skor keadaan
1 Terjadi 5 3. Kolaborasi dengan dokter dan Apoteker
keseimbangan pemberian obat diuretic
intake dan 4. Kolaborasi pemasangan ascites drain
output cairan (punksi abdominal) jika diperlukan
dalam 24 jam 5. Monitor hasil lab protein (albumin)
2 Berat badan 5 6. Kolaborasi pemberian albumin (infus)
stabil jika diperlukan
3 Tidak ada asites 5 7. Pastikan catat intake dan output cairan
4 Tidak ada 5 8. Monitor vital sign
distensi vena 9. Monitor gejala retensi cairan
10.Monitor adanya manifestasi
jugularis ketidakseimbangan elektrolit
5 Elektrolit serum 5 11.Konsultasikan pada dokter jika gejala
dalam batas ketidakseimbangan elektrolit semakin
normal memburuk
12.Berikan gambaran diri (body image)
pasien secara positif dan konsep diri
yang positif terkait dengan keadaan
fisiknya
5 Kurang NOC : NIC :
pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Mengajarkan proses penyakitnya:
b.d tidak keperawatan klien mengetahui 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang
familiar dengan tentang proses penyakitnya : penyakit sirosis hepatis
sumber-sumber 2. Jelaskan patofisiologi sirosis hepatis dan
informasi No. NOC Skor bagaimana hubungannya dengan anatomi
1 Klien familier 5 dan fisiologinya
dengan nama 3. Deskripsikan tanda dan gejala dari sirosis
penyakitnya hepatis
2 Klien dapat 5 4. Jelaskan pada pasien bagaimana
mendeskripsikan mengelola gejala yang timbul
proses 5. Deskripsikan proses penyakit sirosis
penyakitnya hepatis
3 Klien dapat 5 6. Identifikasi faktor penyebab sirosis
mendeskripsikan hepatis
faktor penyebab 7. Jelaskan tentang kondisi pasien saat ini
dari penyakitnya 8. Diskusikan gaya hidup yang harus
4 Klien dapat 5 dirubah untuk mencegah komplikasi atau
mendeskripsikan kekambuhan penyakit sirosis hepatis
9. Diskusikan rencana terapi yang akan
faktor risiko dijalani pasien
5 Klien dapat 5 10. Jelaskan komplikasi yang bisa muncul
mendeskripsikan 11. Anjurkan pasien untuk mengontrol
efek samping dari faktor risiko
penyakitnya 12. Anjurkan pasien segera ke pelayanan
6 Klien dapat 5 kesehatan ketika muncul gejala yang
mendeskripsikan sama
tanda dan gejala
7 Klien dapat 5
mendeskripsikan
komplikasi
mungkin terjadi
8 Klien dapat 5
mendeskripsikan
cara pencegahan
komplikasi

Keterangan Penilaian NOC:

Sco Keterangan
re
1 sangat membahayakan sekali/ kondisi sangat berat/ tidak menunjukkan perubahan/ tidak
adekuat/tidak pernah menunjukkan
2 banyak hal yang membahayakan/ masih banyak hal yang memberatkan kondisi/ perubahan
sangat terbatas/ sedikit adekuat/ jarang menunjukkan
3 cukup membahayakan/ kondisi cukup atau sedang dalam menunjukkan perbaikan/
perubahan taraf sedang/ cukup adekuat/kadang-kadang menunjukkan
4 membahayakan dalam tingkat ringan/ sedikit lagi sudah membaik/ banyak perubahan/
adekuat tingkat sedang/ sering menunjukkan
5 kondisi sudah tidak membahayakan/ kondisi baik/ berubah sesuai target/ sangat adekuat/
selalu menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA

Nettina, Sandra. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan Edisi 4.Jakarta:EGC


Dochterman,Joanne Mc; Butcher, Howard; Bulechek, Gloria.2004. Nursing
Intervention Classification. USA: Mosby Elsevier
Moorhead, Sue; Jhonson, Marion; Maas, Meridean; Swansen, Elizabeth.
Nursing Outcome Classification. USA: Mosby Elsevier
NANDA Interntional. 2012. Diagnosa Keperawatan 2012-2014. EGC: Jakarta
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI. 2007.Penetapan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Jasa Kesehatan
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Grace,Pierce A, neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah edisi
ketiga. Jakarta: Erlangga.
Mubin Halim. 2006. Panduan praktis ilmu penyakit dalam, Jakarta :
EGC.
Purwadianto, A dan Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik. Edisi
Revisi. Jakarta : Penerbit Bina Rupa Aksara.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth volume 2. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai