Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324219479

Analisis Perubahan Garis Pantai dengan Menggunakan Data Citra Landsat di


Pesisir Kabupaten Kulonprogo

Article · December 2017

CITATIONS READS

0 199

1 author:

Edwin Maulana
Parangtritis Geomaritime Science Park
62 PUBLICATIONS   8 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Edwin Maulana on 05 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


i
Analisis Perubahan Garis Pantai dengan Menggunakan Data
Citra Landsat di Pesisir Kabupaten Kulonprogo
Hendrik Cahyono1, Theresia Retno Wulan3,
Musrifah1, Edwin Maulana2
1
Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura
2
Parangtritis Geomaritime Science Park, Yogyakarta
3
Badan Informasi Geospasial, Bogor
E-mail: Hendrikcahyono29@gmail.com

ABSTRAK
Kabupaten Kulonprogo memiliki morfologi pantai yang landai sehingga rentan terjadi
gelombang pasang yang dapat berpengaruh terhadap perubahan garis pantai. Paper ini
bertujuan untuk mengetahui perubahan garis pantai yang terjadi di wilayah pesisir
Kabupaten Kulonprogo selama tahun 1999 sampai 2016. Metode yang digunakan adalah
deskriptif kuantitatif dan juga dilakukan validasi lapang. Hasil penelitian menunjukkan
wilayah pesisir Kabupaten Kulonprogo mengalami perubahan garis pantai berupa abrasi
dan akresi. Abrasi terparah terjadi di wilayah Pantai Trisik sebesar 216,7 meter. Upaya
mitigasi alami telah dilakukan seperti penanaman cemara udang di Pantai Trisik dan
Bugel. Gelombang besar dan luapan sungai menyebabkan tumbuhan tidak cukup kuat
menahan abrasi. Upaya mitigasi buatan dengan pembangunan Breakwater di Pantai
Glagah terbukti kuat untuk menahan abrasi.
Kata Kunci: Kabupaten Kulonprogo, Perubahan Garis Pantai, Abrasi, Upaya Mitigasi
ABSTRACT
Kulon Progo Regency has a beach morphology inclined slope. Morphology sloping
beach, in the event of a tidal wave causes the water will go into the land relatively far
that the overflow area to be very broad and influential on shoreline change. This paper
aims to determine shoreline change occurred in the coastal area of Kulon Progo
Regency during 1999 through 2016. The method used is descriptive quantitative and also
do field validation. The results showed the coastal area of Kulon Progo Regency
changing shoreline includes abrasion and accretion. Abrasion was greatest in the region
Trisik Beach amounted to 216.7 meters. Natural mitigation efforts have been done such
as planting pine shrimp in beach Trisik and Bugel. Big waves and overflowing rivers
caused the plants are not strong enough to withstand abrasion. Mitigation efforts made
in the development Breakwater in Glagah which proved strong to wishstand abrasion.
Keywords: Kulon Progo Regency, Shoreline change, Abrasion, Mitigation
1. PENDAHULUAN
Lingkungan pantai merupakan wilayah yang selalu mengalami perubahan, karena
menjadi tempat bertemunya dua faktor yang berasal dari daratan dan dari lautan, garis
pertemuan antara daratan dan lautan inilah yang disebut dengan garis pantai (Istiono
2011). Perubahan lingkungan pantai diakibatkan oleh gerakan angin yang
membangkitkan gerombang sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan garis
pantai (Tawas dan Pingkan 2016). Perubahan garis pantai merupakan satu proses secara

1
terus menerus melalui berbagai proses baik pengikisan (abrasi) maupun penambahan
(akresi) pantai yang diakibatkan oleh pergerakan sedimen, longshore current, dan
gelombang (Opa 2011). Aktivitas seperti penebangan hutan mangrove, penambangan
pasir, serta fenomena tingginya gelombang, dan pasang surut air laut menimbulkan
dampak terjadinya abrasi atau erosi pantai (Wahyuningsih dkk, 2016).
Perubahan garis pantai terjadi pada skala detik sampai jutaan tahun (Sulaiman dan
Soehardi 2008). Perubahan garis pantai sangat bervariasi antara satu tempat dengan
tempat lainnya dan dipengaruhi oleh beberapa faktor (Istiono 2011). Menurut Hanafi
(2005) garis pantai pada umumnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejalan
dengan perubahan alam seperti adanya aktivitas dari gelombang, angin, pasang surut,
arus dan sedimentasi. Perubahan garis pantai juga terjadi akibat gangguan ekosistem
pantai seperti pembuatan tanggul dan kanal serta bangunan-bangunan yang ada di sekitar
pantai (Yulius dan Ramdhan 2013).
Salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terhadap perubahan garis pantai adalah
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (Saputro dkk., 2017). Kabupaten Kulonprogo
merupakan salah satu kabupaten dari tiga kabupaten di DIY yang memiliki wilayah
pantai berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Wilayah Indonesia terdapat
pertemuan lempeng tektonik Australia dan Euro-Asia sehingga memiliki wilayah pesisir
yang sangat rentan terhadap terjadinya bencana (Marwasta dan Kuswaji 2007).
Kabupaten Kulonprogo umumnya memiliki morfologi pantai cenderung landai.
Morfologi pantai yang landai, apabila terjadi gelombang pasang menyebabkan air akan
masuk ke daratan relatif jauh sehingga daerah luapan air menjadi sangat luas dan
berpengaruh terhadap perubahan garis pantai.
Perubahan garis pantai di pesisir Kabupaten Kulonprogo akan berpengaruh terhadap
aktivitas dari nelayan, terutama berdampak pada jumlah nelayan yang beroperasi.
Perubahan garis pantai akan berdampak juga pada tempat tambatan perahu nelayan
menjadi berubah-ubah sehingga menyulitkan nelayan untuk menambatkan perahu.
Jumlah nelayan yang beroperasi di Kabupaten Kulonprogo selama tahun 2011-2013
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Nelayan Kabupaten Kulonprogo Tahun 2011-2013
No. Kecamatan 2011 2012 2013
1. Temon 86 86 86
2. Wates 112 112 111
3. Panjatan 88 88 88
4. Galur 52 53 52
Jumlah 338 339 337
Sumber: RPJMD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2011-2016
Pemantauan perubahan garis pantai dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu yang digunakan oleh
seseorang atau sekelompok orang untuk mengamati suatu objek sehingga diperoleh
informasi sesuai yang diinginkan tanpa harus bersentuhan langsung dengan objek yang
diteliti (Halim dan La Ode 2016). Jayson dkk., (2013) dan Tamassoki (2014) melakukan
penelitian wilayah pesisir dimana diperoleh hasil yang menunjukkan terjadi abrasi garis
pantai selama periode 10 tahun terakhir. Saputro (2015) dalam penelitian yang dilakukan

2
di wilayah pesisir Kabupaten Purworejo selama periode tahun 2002 sampai 2013 terjadi
abrasi garis pantai sebesar 34,47 ha atau 2,87 ha per tahun.
Hasil penelitian perubahan garis pantai dapat digunakan untuk memperkirakan
bencana pesisir yang terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perubahan garis pantai yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Kulonprogo meliputi
kejadian abrasi dan akresi yang terjadi serta faktor penyebabnya. Selain itu juga untuk
mengetahui luasan perubahan garis pantai selama kurun waktu tahun 1999, 2002, 2013
sampai dengan 2016.
2. STUDI AREA
Lokasi penelitian berada di wilayah pesisir Kabupaten Kulonprogo (Gambar 1).
Menurut Van Bemmelen (1970) wilayah pesisir Kabupaten Kulonprogo terdiri dari dua
satuan dataran pantai, yaitu sub satuan gumuk pasir dan sub satuan dataran aluvial
pantai. Sub satuan gumuk pasir tersebar di sepanjang pantai selatan Kabupaten
Kulonprogo, seperti pantai Glagah dan Congot. Pantai Glagah merupakan termpat
bermuaranya Sungai Progo dan Serang yang membawa material sedimen sehingga
terbentuk endapan sedimen dari darat dan laut yang dibantu oleh angin. Sub satuan
dataran aluvial pantai terletak di sebelah utara satuan gumuk pasir dengan sumber
materialnya berasal dari gumuk pasir yang terbawa oleh angin.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Wilayah Pesisir Kabupaten Kulonprogo


Sumber: Citra BingMaps 2012
Menurut Marwasta dan Kuswaji (2007) kondisi sosial masyarakat pesisir Kulonprogo
mayoritas mata pencahariannya menjadi seorang nelayan. Karakteristik permukiman
masyarakat sepanjang pesisir selatan Kabupaten Kulonprogo cenderung mengelompok
berbentuk linear sejajar garis pantai dengan kepadatan rumah yang sedang.
3. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam analisis perubahan garis pantai adalah deskriptif
kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian perubahan garis pantai meliputi Satelit
Landsat 7 perekaman tahun 1999 dan 2002, serta Satelit Landsat 8 perekaman tahun
2013 dan 2016 yang diperoleh dari hasil download di laman USGS (United States
Geological Survei). Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data terdiri dari

3
Envi 4.5 untuk komposit data citra, Arc GIS 10.3 untuk mengolah data citra termasuk
penajaman citra, digitasi garis pantai, dan multi layer impose.
Proses pengolahan data perubahan garis pantai di wilayah pesisir Kabupaten
Kulonprogo yang pertama dilakukan dengan melakukan komposit band citra Satelit
Landsat tahun 1999, 2002, 2013, dan 2016 menggunakan software Envi 4.5, selanjutnya
citra Satelit Landsat dilakukan penajaman citra (pan-sharpened) dari resolusi spasial 30
meter menjadi 15 meter. Tujuan pan-sharpened untuk mempermudah interpretasi objek.
Selanjutnya dilakukan digitasi on screen garis pantai tiap data Satelit Landsat. Digitasi
on screen garis pantai diikat pada skala 1:2.000 sehingga resolusi atau piksel citra terlihat
lebih jelas.
Hasil digitasi garis pantai dari masing-masing data Satelit Landsat tahun 1999, 2002,
2013, dan 2016 akan dibandingkan secara multi layer impose. Selanjutnya setelah multi
layer impose akan diperoleh peta yang dapat menggambarkan perubahan garis pantai di
wilayah pesisir Kabupaten Kulonprogo. Secara sederhana proses penelitian tentang
perubahan garis pantai Kabupaten Kulonprogo dapat dilihat pada Gambar 2.
Landsat 7 Landsat 7 Landsat 8 Landsat 8
1999 2002 2013 2016

Komposit Band dengan Envi 4.5

Pan sharpened dengan ArcMap 10.3

Digitasi on screen

Multi layer impose

Peta Tentatif Perubahan Garis Pantai Kabupaten Kulonprogo

Survei Lapang (Validasi)

Redelineasi Peta

Peta Perubahan Garis Pantai Kabupaten Kulonprogo

Rekomendasi Mitigasi Perubahan Garis Pantai

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian. Sumber: Analisis 2017.

4. PEMBAHASAN
4.1 Perubahan Garis Pantai Kabupaten Kulonprogo Tahun 1999-2016
Hasil interpretasi citra menunjukkan bahwa terjadi perubahan garis pantai di
Kabupaten Kulonprogo selama periode tahun 1999, 2002, 2013, dan 2016. Perubahan
garis pantai yang terjadi sangat bervariasi meliputi kejadian abrasi dan juga akresi.

4
Pengukuran perubahan garis pantai dilakukan pada delapan titik dengan rincian setiap
kecamatan terdapat dua titik yang diukur. Dua titik di setiap kecamatan meliputi satu
titik untuk abrasi terbesar dan satu titik untuk akresi terbesar (Gambar 3).

Gambar 3. Peta Perubahan Garis Pantai di Kabupaten Kulonprogo


Tahun 1999-2016. Sumber: Analisis 2017.
Pengukuran perubahan garis pantai pada delapan titik di wilayah pesisir Kulonprogo
dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil pengukuran perubahan garis pantai di Kulonprogo
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2. Pada titik satu berada di Desa Jangkaran
Kecamatan Temon dan cenderung terjadi abrasi sebesar 197,1 meter, karena terletak
dekat dengan muara Sungai Bogowonto yang sering meluap ketika musim penghujan.
Pada titik dua dan titik tiga berada di wilayah Pantai Glagah cenderung terjadi akresi
sebesar 2,9 meter dan 60,4 meter. Titik dua dan tiga terletak di sekitar bangunan
Breakwater Pantai Glagah, sehingga adanya Breakwater yang dapat mencegah terjadinya
abrasi. Keberadaan muara Sungai Serang yang terlindung Breakwater juga menyebabkan
terjadinya pengendapan sedimen pantai.
Pada titik empat terletak di sebelah timur muara Sungai Serang, sehingga cenderung
terjadi abrasi dengan lebar 205,2 meter. Bangunan Breakwater yang dibangun di sebelah
barat dan timur muara Sungai Serang tidak berimbang. Breakwater sebelah barat lebih
kokoh dan menjorok ke laut karena dibangun untuk melindungi Laguna dan Pantai
Glagah. Breakwater sebelah timur dibangun lebih pendek dari Breakwater sebelah barat,
sehingga menyebabkan luapan muara Sungai Serang cenderung mengarah ke timur dan
menyebabkan abrasi di titik empat.
Pada titik 5 terjadi akresi sebesar 29,9 meter di Desa Garongan, Kecamatan Panjatan.
Akresi di titik lima dapat terjadi karena aliran air muara Sungai Serang yang cenderung
mengarah ke arah timur dengan membawa sejumlah sedimen dari titik empat dan
kemudian terendapkan di titik lima. Pada titik enam dan titik tujuh cenderung terjadi
abrasi dengan lebar masing-masing 171,2 meter dan 219,5 meter. Abrasi di titik enam
dan tujuh masing-masing berada di Pantai Bugel dan Pantai Trisik yang sama-sama
dapat disebabkan oleh gelombang besar dan luapan muara Sungai Progo.

5
Pada titik delapan terletak dekat dengan muara Sungai Progo sehingga cenderung
terjadi akresi sebesar 56,1 meter. Akresi terjadi karena Sungai Progo merupakan salah
satu sungai besar yang melintasi DIY dan menjadi tempat muara dari beberapa sungai-
sungai kecil. Keberadaan sungai-sungai kecil yang bermuara di Sungai Progo membawa
sejumlah sedimen yang kemudian terkumpul di wilayah muara. Hempasan gelombang
juga menyebabkan sedimentasi berlangsung cepat seperti yang ditunjukkan pada Titik
delapan.

a b

c d

e f

6
g h

Gambar 4. Perubahan Garis Pantai Kabupaten Kulonprogo: a). Abrasi di titik 1 Kec. Temon b).
Akresi di titik 2 Kec. Temon c). Akresi di titik 3 Kec. Wates d). Abrasi di titik 4 Kec. Wates e).
Akresi di titik 5 Kec. Panjatan f). Abrasi di titik 6 Kec. Panjatan g). Abrasi di titik 7 Kec. Galur
h). Akresi di titik 8 Kec. Galur.
Sumber: Analisis 2017.
Tabel 2. Perubahan Garis Pantai Kabupaten Kulonprogo Tahun 1999-2016.
Koordinat Desa Kecamatan Perubahan Panjang (m)
7°53'27.6"S
110°00'21.6"E Jangkaran Temon Abrasi 197,1
7°54'57.6"S
110°04'30.0"E Glagah Temon Akresi 2,9
7°55'15.6"S Karang
Wates Akresi 60,4
110°04'58.8"E Wuni
7°55'37.2"S Karang
110°05'42.0"E Wates Abrasi 205,2
Wuni
7°56'24.0"S
Garongan Panjatan Akresi 29,9
110°07'30.0"E
7°57'25.2"S
110°09'50.4"E Bugel Panjatan Abrasi 171,2
7°57'43.2"S Karang
Galur Abrasi 219,5
110°10'12.0"E Sewu
7°58'37.2"S
110°11'02.4"E Banaran Galur Akresi 56,1
Sumber: Analisis 2017

4.2 Validasi Perubahan Garis Pantai Kabupaten Kulonprogo


Validasi perubahan garis pantai Kabupaten Kulonprogo dilakukan untuk melakukan
pengecekan hasil perubahan garis pantai dari analisis Citra Landsat dengan kondisi di
lapangan. Validasi dilakukan pada beberapa titik lokasi terjadi perubahan garis pantai.
Survei lapangan pada titik 7 di Pantai Trisik, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo
diperoleh hasil terjadi abrasi di Pantai Trisik ditunjukkan dengan perubahan kondisi tipe
pantai dari landai menjadi curam. Abrasi yang terjadi di Pantai Trisik berdampak pada
rusaknya beberapa rumah-rumahan tempat mesin pompa air milik masyarakat sekitar
(Gambar 5a).

7
A B

Gambar 5. Validasi di Titik 7 Pantai Trisik: a). Dampak abrasi pada bangunan rumah tempat
mesin pompa air yang rusak b). Wawancara dengan masyarakat.
Sumber: Survei Lapangan 2017.
Wawancara di sekitar Pantai Trisik juga dilakukan pada masyarakat. Sunarya Hadi
seorang polisi dan juga nelayan yang mengatakan garis pantai Trisik pada tahun 2002
memiliki panjang 1 km (Gambar 5b). Pada sekitar tahun 2005-2006 terjadi bencana
abrasi yang cukup parah yang menghilangkan lahan pertanian dan beberapa rumah
warga. Abrasi yang terjadi disebabkan karena penumpukan sedimen di muara Kali Progo
sehingga aliran air di wilayah muara menjadi meluap dan bergerak mengarah ke arah
barat menuju wilayah Pantai Trisik. Upaya mitigasi sudah dilakukan dengan menanam
cemara udang.
Survei lapangan pada titik 6 di Pantai Bugel, Kecamatan Panjatan, Kabupaten
Kulonprogo diperoleh hasil terjadi abrasi yang ditunjukkan dengan bekas tanah yang
terkena abrasi. Abrasi di Pantai Bugel berdampak pada matinya beberapa pepohonan di
pinggir pantai seperti pohon cemara udang (Gambar 6a).

A B

Gambar 6. Validasi di Titik 6 Pantai Bugel: a). Dampak abrasi pada pohon cemara yang
mengering b). Wawancara dengan masyarakat.
Sumber: Survei Lapangan 2017.
Edi seorang petani dan juga tukang parkir wisata Pantai Bugel mengatakan awalnya
garis Pantai Bugel memiliki panjang sekitar 100 meter, sekarang tinggal 40 meter
(Gambar 6b). Abrasi terjadi sekitar awal tahun 2016 yang berdampak pada lahan
pertanian yang hilang dan beberapa tumbuhan pantai seperti cemara udang, kelapa, serta
pandan yang mati. Faktor penyebab abrasi karena gelombang besar serta dampak luapan

8
muara Sungai Progo. Upaya mitigasi dilakukan oleh karangtaruna setempat dengan
menanam cemara udang.
Survei lapangan pada titik 1 terletak di Pantai Congot, Desa Jangkaran, Kecamatan
Temon, Kabupaten Kulonprogo. Hasil survei lapangan di titik 1 telah terjadi abrasi
pantai yang ditunjukkan dengan berubahnya kemiringan dari pantai. Abrasi di Pantai
Congot berdampak pada rusaknya bangunan warung pedagang yang ada di sekitar pantai
(Gambar 7a).

A B

Gambar 7. Validasi di Titik 1 Pantai Congot: a). Dampak abrasi pada bangunan pedagang yang
rusak b). Wawancara dengan masyarakat.
Sumber: Survei Lapangan 2017.
Kastubi seorang nelayan setempat mengatakan telah terjadi abrasi garis pantai di
Pantai Congot sebesar 50 meter pada bulan ramadhan tahun 2016. Abrasi
menghanyutkan bangunan warung pedagang dan nelayan kesulitan untuk menaikkan
perahu. Faktor penyebab abrasi adalah gelombang tinggi 5 sampai 7 meter yang terjadi
pada pertengahan tahun 2016. Belum ada upaya mitigasi yang dilakukan baik dari
pemerintah dan juga masyarakat setempat.
4.3 Rekomendasi Mitigasi Perubahan Garis Pantai Kabupaten Kulonprogo
Menurut Tyas dan Dibyosaputro (2013) tipologi pantai wilayah pesisir Kabupaten
Kulonprogo adalah dominan berpasir. Terdapat empat pantai di Kabupaten Kulonprogo
yang memiliki karakteristik sama berpasir hitam, antara lain Pantai Trisik, Pantai Bugel,
Pantai Glagah, dan Pantai Congot. Karakteristik pantai berpasir akan sangat rentan
terhadap perubahan garis pantai karena mudah tergerus arus dan gelombang.
Mitigasi perubahan garis pantai dibagi menjadi dua, yaitu mitigasi structural maupun
non-struktural (Wulan dkk., 2016). Mitigasi non-struktural melalui penanaman tumbuhan
Cemara Udang seperti di Pantai Trisik dan Pantai Bugel. Akan tetapi besarnya arus dan
gelombang yang terjadi menyebabkan tumbuhan Cemara udang tidak cukup kuat
menahan abrasi.
Upaya mitigasi buatan juga sudah dilakukan dengan pembangunan Breakwater di
Pantai Glagah. Pembangunan Breakwater terbukti lebih kuat untuk menahan gelombang
yang menuju pantai dan meminimalisasi bencana abrasi. Hasil pengukuran di titik 2 dan
titik 3 yang terletak di sekitar Breakwater Pantai Glagah mengalami perubahan akresi,
Sehingga menunjukkan abrasi menjadi berkurang dari tahun 1999 sampai tahun 2016
dengan keberadaan Breakwater (Gambar 8).

9
Gambar 8. Breakwater di Pantai Glagah.
Sumber: Survei Lapangan 2017

5. KESIMPULAN DAN SARAN


Kabupaten Kulonprogo umumnya memiliki morfologi pantai cenderung landai.
Morfologi pantai yang landai, apabila terjadi gelombang pasang menyebabkan air akan
masuk ke daratan relatif jauh sehingga daerah luapan air menjadi sangat luas dan
berpengaruh terhadap perubahan garis pantai. Berdasarkan hasil analisis diperoleh
hasil pada wilayah pesisir Kabupaten Kulonprogo selama tahun 1999 sampai 2016
mengalami perubahan garis pantai meliputi abrasi dan akresi. Abrasi terparah terjadi di
wilayah Pantai Trisik sebesar 219,5 meter yang disebabkan oleh gelombang besar dan
luapan Muara Sungai Progo. Abrasi berdampak pada tumbuhan pantai mengering dan
merusak bangunan rumah. Upaya mitigasi alami dengan penanaman tumbuhan pantai
seperti Cemara Udang telah dilakukan, tetapi tidak cukup kuat menahan terjadinya
abrasi. Akresi terbesar terjadi di wilayah Pantai Glagah sebesar 60,4 meter yang
disebabkan oleh keberadaan Breakwater. Upaya mitigasi buatan dengan pembangunan
Breakwater di Pantai Glagah terbukti kuat untuk menahan abrasi.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada seluruh staf Parangtritis Geomaritime
Science Park yang telah membantu saya dalam penyusunan paper ini. Ucapan
terimakasih juga saya sampaikan kepada teman–teman magang yang telah membantu
saya dalam pembuatan paper ini.

DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, M. 2005. Hubungan Faktor Perilaku Manusia, Faktor Alam Dengan Perubahan
Garis Pantai Untuk Optimisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Kabupaten
Indramayu Jawa Barat. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Kelautan.
Halim., Halili., La Ode A.A. 2016. Studi Perubahan Garis Pantai Dengan Pendekatan
Penginderaan Jauh di Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia. Sapa Laut. 1 (1):
24-31. Kendari: Universitas Halu Oleo.

10
Istiono, Feri. 2011. Evaluasi Perubahan Garis Pantai Dan Tutupan Lahan Kawasan
Pesisir Dengan Data Penginderaan Jauh (Studi Kasus: Kawasan Pesisir
Pasuruan, Probolinggo, dan Situbondo). ITS Undergraduate Theses. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Jayson, P.N., Kwasi A.A., Kufogbe S.K. 2013. Medium resolution satellite imagery as a
tool for monitoring shoreline change. Case study of the Eastern coast of Ghana.
Journal of Coastal Research, Special Issue. 65: 511-516. Ghana: University of
Ghana.
Marwasta, Djaka., Kuswaji, D.P. 2007. Analisis Karakteristik Permukiman Desa-Desa
Pesisir Di Kabupaten Kulonprogo. Forum Geografi. 21(1): 57-68. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Opa, ET. 2011. Perubahan Garis Pantai Desa Bentenan Kecamatan Pusomaen, Minahasa
Tenggara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VII-3.
Peraturan Daerah Kabupaten Kulonprogo Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2011-2016.
Saputro, A.D. 2015. Kajian Perubahan Garis Pantai Dengan Menggunakan Citra
Landsat Multitemporal Tahun 2002 Dan 2013 Di Wilayah Pesisir Kabupaten
Purworejo. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Saputro, G.B., Marschiavelli, M.I.C., Ibrahim, F., Maulana, E. 2017. Identification of
typology related to the coastal line changes in Bantul. IOP Conf. Series: Earth
and Environmental Science 54 (2017) 012099.
Sulaiman, A., Soehardi, I. 2008. Pendahuluan Geomorfologi Pantai. BPPT. Jakarta.
Tamassoki, E., H. Amiri., Z. Soleymani. 2014. Monitoring of shoreline changes using
remote sensing (case study: coastal city of Bandar Abbas). IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science 20. Iran: Hormozgan University.
Tawas, H.J, Pingkan A.K.P. 2016. Pengaruh Gelombang Besar Terhadap Kerusakan
Garis Pantai. Jurnal Tekno. 14 (65): 65-71. Manado: Universitas Sam
Ratulangi.
Tyas, D.W., Dibyosaputro, S. 2013. Pengaruh Morfodinamika Pantai Glagah, Kabupaten
Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Keselamatan Pengunjung
Pantai. Jurnal Bumi Indonesia. 1.
Van Bemmelen, R.W. 1970. The Geology of Indonesia. Vol 1. A. Haque. Netherlands.
Wahyuningsih, D.S., Maulana, E., Wulan, T.R., Ambarwulan, W., Putra, M.D., Ibrahim,
F., Setyaningsih, Z., Putra, A.S. 2016. Efektivitas Upaya Mitigasi Abrasi
Berbasis Ekosistem di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kelautan 2016 Universitas Trunojoyo Madura.
ISBN: 978-602-19131-4-7.

11
Wulan, T.R., Ambarwulan, W., Wahyuningsih, D.S., Maulana, E., Raharjo, T., Ibrahim,
F., Putra, M.D., Setyaningsih, Z., Megawati, E.I. 2016. Mitigasi Bencana
Berbasis Potensi Wisata: Studi Kasus Pantai Pandawa, Desa Kutuh, Kecamatan
Kutu Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Prosiding Seminar Nasional
Kelautan 2016 Universitas Trunojoyo Madura. ISBN: 978-602-19131-4-7.
Yulius., M. Ramdhan. 2013. Perubahan Garis Pantai di Teluk Bungus Kota Padang,
Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Analisis Citra Satelit. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. 5 (2): 417-427. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan-KKP.

12
107

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai