Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Restrain adalah terapi dengan alat – alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien, dilakukan pada kondisi khusus, merupakan intervensi
yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau di kontrol dengan
strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan (Widyodinigrat. R, 2009).
Penghalang atau Restraint adalah terapi dengan menggunakan alat- alat
mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien Menurut Counsel and
care, UK 2002. Restraint adalah pembatasan disengaja atas gerakan sukarela atau
perilaku seseorang sedangkan menurut terjemahan bebas bahasa iggris, restraint
adalah menghentikan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tampaknya ingin
dilakukannya! Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien dari cidera
fsik dan memberikan lingkungan yang nyaman.
Restrain dapat menyebabkan klien merasa tidak dihargai hak asasinya sebagai
manusia, untuk mencegah perasaan tersebut perawat harus mengidentifikasi faktor
pencetus apakah sesuai dengan indikasi terapi, dan terapi ini hanya untuk interfensi
yang paling akhir apabila interfensi yang lain gagal mengatasi perilaku agitasi klien
kemungkinan menciderai klien dalam proses restrain sangat besar, sehingga perlu
disiapkan jumlah tenaga perawat yang cukup dan harus terlatih untuk mengendalikan
perilaku klien. Perlu juga dibuat perencanaan pendekatan dengan klien, penggunaan
restrain yang aman dan lingkungan restrain harus bebas dari benda-benda berbahaya.
Restrain (dalam psikiatrik) merupakan tindakan menggunakan tali untuk
mengekang dan membatasi gerakan ekstrimitas individu yang berperilaku diluar
kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis individu. Alat
tersebut meliputi penggunaan manset untuk pergelangan tangan atau kaki dan kain
pengikat. Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal ini merupakan intervensi
yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol dengan
strategi perilaku maupun modifkasi lingkungan.

B. TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan pemasangan tindakan restrain adalah sebagai berikut :
1. Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya
2. Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
1
3. Klien yang mengalami gangguan kesadaran
4. Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan pengendalian
diri
5. Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien untuk
istirahat, makan dan minum

BAB II

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan penggunaan restrain adalah untuk melindungi klien


dari cedera fsik dan memberikan lingkungan yang nyaman
2
A. JENIS RESTRAINT
1. Physical Restraint
Kegiatan pengekangan fsik pasien yang melibatkan satu atau lebih tenaga
kesehatan dengan menahan pasien, memegangi pasien yang bergerak atau
menghentikan pasien yang akan meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan
pasien.
2. Mechanical Restraint Pengekangan fsik pasien se%ara mekanis dengan
menggunakan peralatan. Misalnya sarung tangan (mittens) yang dirancang khusus
pada ruang pelayanan intensif penggunaan meja yang berat atau sabuk pengaman
untuk menahan pasien keluar dari kursi roda; penggunaan bedrails untuk
mencegah pasien orang tua keluar dari tempat tidur penggunaan kunci atau
keypads
3. Technological Surveillance Restraint Penggunaan teknologi surveilans seperti
bantalan tekanan, televisi sirkuit tertutup atau pintu alarm, untuk mengingatkan
tenaga kesehatan memantau gerakan mereka atau upaya pasien untuk mencoba
meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan! walaupun pasien tersebut tidak
mendapatkan perlakuan pembatasan gerak secara langsung, namun dapat
digunakan untuk memicu pasien menahan diri setiap kali alarm berbunyi ketika
pasien akan meninggalkan ruang perawatan.
4. Themical Restraint Penggunaan obat-obatan untuk pembatasan gerak.
5. Psychological Restraint adalah kegiatan pembatasan gerak pasien dengan
berulang kali dan secara terus menerus memberi tahu pasien untuk tidak
melakukan sesuatu, atau apabila melakukan sesuatu merupakan perbuatan yang
tidak diperbolehkan atau terlalu berbahaya. Hal tersebut termasuk mengambil alih
pilihan atas gaya hidup pasien seperti mengatakan kepada pasien kapan waktunya
tidur dan bangun tidur, maupun mengambil peralatan individual atau hak milik
pribadi, seperti mengambil alat bantu berjalan, kaca mata, atau pakaian luar pasien
dengan tujuan untuk menghentikan pasien untuk keluar meninggalkan tempat
tidur atau ruang perawatan.
B. PRINSIP PEMASANGAN PENGHALANG
1. Pembatasan gerak pasien dengan menggunakan penghalang restraint hanya untuk
perlindungan keselamatan dan kepentingan terbaik bagi pasien dan atau pasien
lainnya
2. Dokter dan atau pera#at harus memperhatikan aspek etik- medikolegal dan
memastikan bahan ada indikasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan atas

3
pemasangan penghalang pada pasien, mempertimbangkan keamanan, kenyamanan,
kehormatan, dan kebutuhan fisik serta psikologis pasien.
3. Keputusan pemasangan penghalang harus diambil sebagai pilihan dan langkah
terakhir setelah semua upaya untuk meminimalkan risiko atas keselamatan pasien
dilakukan dan segera dilepaskan dalam waktu yang sesingkat mungkin setelah
kondisi atau risiko atas keselamatan pasien terlampaui!
4. Tenaga kesehatan yang melaksanakan pemasangan penghalang harus senantiasa
menguasai prinsip pemasangan penghalang dan mendapatkan pelatihan yang
berkesinambungan.

BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG


1. Skrining terhadap pasien perlu dilakukan sebelum pemasangan penghalang,
untuk mengetahui adanya risiko atas keselamatan pasien selama pelayanan
pasien tersebut, misalnya pasien berisiko jatuh, menciderai diri sendiri atau
pasien lainnya, menarik selang oksigen, infus, peralatan lainnya yang sedang
dipasang pada tubuhnya, atau berperilaku agresif.
2. Perawat yang mengetahui adanya indikasi pemasangan penghalang, melakukan
kolaborasi dan menghubungi dokter DPJP yang akan menentukan pemasangan
penghalang terhadap pasien, termasuk jenis penghalang yang sesuai untuk
pasien tersebut.
3. Pemasangan penghalang harus diper timbangkan sebagai alternatif terakhir,
setelah semua upaya untuk mengatasi terjadinya risiko atas diri pasien sudah
dilakukan.
4
4. Dokter dan atau perawat menjelaskan kepada keluarga mengenai indikasi ,
risiko maupun manfaat pemasangan penghalang terhadap pasien dan memberi
kesempatan kepada keluarga untuk bertanya, serta mencatat pada form lembar
Edukasi! apabila diperlukan, keluarga dapat diminta persetujuan secara tertulis.
5. Perawat mempersiapkan peralatan dan tim untuk pelaksanaan prosedur
pemasangan penghalang, termasuk pelaksanaan monitoring selama pasien
terpasang penghalang.
6. Perawat melaksanakan pemantauan ketat selama pemasangan penghalang
meliputi aspek keamanan, kenyamanan, kehormatan, privasi, dan kondisi fisik
maupun mental pasien.
7. Perawat melakukan pencatatan atas temuan fsik, psikologis, dan aspek sosial
terhadap pasien serta menfatat pada berkas rekam medis pasien.
8. Pemasangan penghalang harus dilakukan sesingkat mungkin dan dilepaskan
segera setelah indikasi atas risiko keselamatan pasien, tenaga kesehatan, dan
pasien lain terlampaui.

B. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG PADA PASIEN


PSIKIATRIK
Lebih baik lima sampai enam orang yang harus membantu dalam proses mengikat
klien, yang bisa melibatkan keluarga :
 4 orang menahan masing-masing anggota gerak
 Satu orang mengawasi kepala
 Satu orang melakukan prosedur pengikatan
 Tiap anggota gerak 1 ikatan
 Ikatan pada posisi sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran darah.
 Posisi kepala lebih tinggi untuk menghindari aspirasi
 Pengikat kulit adalah jenis pengikatan yang paling aman dan paling menjamin.
 Jelaskan kepada pasien mengapa mereka akan diikat
 Seorang anggota keluarga harus selalu terlihat dan menenangkan pasien yang
diikat. Pendampingan keluarga membantu menghilangkan rasa takut,
ketidakberdayaan, dan hilangnya kendali klien.
 Klien harus diikat dengan kedua tungkai terpisah dan satu lengan diikat di satu
sisi dan lengan lain diikat diatas kepala pasien.
 Pengikatan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga aliran darah klien tidak
tertekan atau terhambat.
 Kepala klien agak ditinggikan untuk menurunkan perasaan nyaman dan untuk
menurunkan kemungkinan tersedak.
 Pengikatan harus diperiksa secara berkala demi keamanan dan kenyamanan.

5
 Setelah diikat, keluarga harus menenangkan klien dengan cara berkomunikasi
 Setelah klien dikendalikan, satu ikatan sekali waktu harus dilepas dengan
interval lima menit sampai klien hanya memiliki dua ikatan.
 Kedua ikatan lainnya harus dilepaskan pada waktu yang bersamaan, karena
tidak dianjurkan membiarkan klien hanya dengan satu ikatan.
 Memasung klien gangguan jiwa tidak dianjurkan, dimana klien diikat, dirantai,
tangan dan atau kakinya dipasang pada sebuah balok kayu agar tidak berbahaya
bagi dirinya sendiri ataupun orang lain dan lingkungan sekitarnya.
 Pemasungan yang berlangsung lama akan mengakibatkan anggota tubuh yang
dipasung menjadi kecil dan tidak dapat berfungsi secara normal seperti
biasanya.
 Cara pemasungan lainnya yang tidak dianjurkan adalah pengandangan. Kandang
penderita dibangun diluar desa dan dikunci rapat dan diasingkan.

C. TATA LAKSANA MONITORING PASIEN DENGAN PENGHALANG


1) Perawat harus membuat rencana kepera#atan asuhan pelayanan pasien dengan
penghalang dan ditulis pada berkas rekam medis pasien, agar diketahui oleh
perawat yang bertugas pada shift berikutnya.
2) Rencana keperawatan tersebut meliputi monitoring pasien dengan penghalang
terhadap terjadinya komplikasi atau risiko lain yang dapat berdampak pada
keselamatan pasien.
3) Risiko yang perlu dipertimbangkan menyangkut dampak dari penggunaan
penghalang tersebut, maupun dampak dari upaya pasien untuk membebaskan
diri dari penghalang yang dipasang pada tubuhnya.
4) Perawat perlu mengidenti6kasi terjadinya dampak atas pemasangan penghalang
terhadap pasien, dan melakukan kolaborasi dengan DPJP untuk tindakan
pencegahan yang perlu diambil serta mencatat pada berkas rekam medis pasien.
5) Pada kebanyakan kasus, observasi, asesmen dan asuhan pasien dengan
penghalang perlu dilakukan sedikitnya setiap 5 jam. Pada kasus pasien dengan
agitasi, observasi pasien perlu dilakukan sedikitnya setiap 15 menit. Frekuensi
asesmen dan monitoring pasien dengan penghalang perlu dilakukan secara
individual dengan memperhatikan kondisi pasien, status intelengensi, dan
beberapa kondisi terkait lainnya.
6) Observasi dan asesmen yang perlu dilakukan meliputi posisi alat penghalang,
kondisi kulit di sekitar lokasi pemasangan alat penghalang, sirkularisasi dari
ekstremitas yang terpasang alat penghalang.

6
D. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI, PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
RISIKO AKIBAT PEMASANGAN RESTRAIN
Risiko yang mungkin terjadi selama pemasangan penghalang terhadap tubuh pasien
meliputi :
1. Perpanjangan lama dirawat
2. Trauma langsung
3. Kerusakan saraf (nerve injur)
4. Risiko jatuh
5. Asfiksia
6. Gangguan ritme jantung
7. Inkontinensia
8. Decubitus
9. Infeksi Nosokomial
10. Pada pasien psikiatrik, dapat menambah agitasi pasien

Upaya pencegahan dan penanganan yang dapat dilakukan jika terjadi risiko :

1. Mobilisasi aktif maupun pasif terhadap ekstremitas yang terpasang alat


penghalang.
2. Penggantian posis,
3. Menjaga hygiene pasien
4. Mempertahankan asupan makanan dan minuman yang cukup adekuat
5. Melakukan pemantauan atau monitoring secara intensif
6. Bila dimungkinkan melepaskan restrain sesegera mungkin

BAB IV

7
DOKUMENTASI

1. Perintah tertulis dari dokter yang merawat


2. klien dan keluarga setuju dilakukan tindakan tersebut dengan menandatangi inform
consent yang sudah disiapkan.
3. Perhatikan SOP dari masing-masing restrain yang digunakan (tipe /macam restrain
yang digunakan)
4. Perhatikan waktu pemasangan dan pelepasan restrain
5. Evaluasi secara periodik respon pasien terhadap pemasangan restrain

Anda mungkin juga menyukai