Anda di halaman 1dari 40

KATA PENGANTAR

Dalam rangka meningkatkan budaya gemar Membaca di kalangan Siswa/siswi


SD/MI Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Tangerang akan
menyelenggarakan ”Lomba Bercerita SD Tingkat Kabupaten Tangerang”.

Untuk maksud tersebut di atas maka disusunlah buku Pedoman Lomba


Bercerita dan Drama bagi Tingkat Kabupaten Tangerang dengan tujuan sebagai
berikut :

1. Dapat menjadi pedoman agar semua kegiatan berjalan lancar sesuai


dengan jadwal yang ditetapkan
2. Penyelenggara dan peserta dapat memahami secara jelas latar belakang,
tujuan, tema, sasaran, tata laksana lomba.
3. Penyelenggara dan peserta dapat mengetahui segala ketentuan dan
peraturan selama pelaksanaan lomba Tingkat Kabupaten Tangerang

Keberhasilan kegiatan ini tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama yang
baik dengan berbagai pihak yang terkait, untuk itu kami mengucapkan terima
kasih. Mudah-mudahan buku pedoman ini dapat dijadikan acuan bagi
penyelenggara lomba.

Tangerang, 02 Maret 2016


Kepala
Kantor Perpustakaan Daerah
Kabupaten Tangerang

H. YUSRIZAL, SH, MM.


Pembina Tk.I
NIP.19610202 198603 1016

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebiasaan membaca harus dimulai ditanamkan sejak usia dini dengan


melibatkan keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Kebiasaan
ini lebih mudah ditanamkan pada anak sedini mungkin dan sebaiknya
dimulai dari lingkungan keluarga dan sekolah. Mewujudkan anak yang
mempunyai kebiasaan membaca, dapat ditumbuhkan di sekolah dengan
mengoptimalkan potensi yang ada di perpustakaan sekolah.

Agar dapat dicapai hasil yang optimal, upaya meningkatkan minat baca
di kalangan siswa harus dipupuk dan digiatkan secara serentak dan
terpadu. Keberhasilan gerakan membaca akan dicapai secara nasional,
dengan melibatkan peran serta semua komponen bangsa baik tingkat
pusat maupun daerah.

Tradisi lisan yang merupakan salah satu kekayaan Indonesia seperti


legenda, mite, epos sebagian sudah diabaikan dalam bentuk tulisan.
Selain itu anak-anak perlu juga ditingkatkan rasa kebangsaan melalui
sejarah dan pahlawan. Dalam rangka mengembangkan kebiasaan
membaca di tingkat SD dalam melestarikan budaya daerah (lokal) serta
menumbuhkan semangat Nasionalisme pada anak berkaitan dengan hal
tersebut, dalam rangka Membudayakan minat baca di kalangan
Pemuda Kantor Perpustakaan Daerah akan melaksanakan Lomba
Bercerita Bagi Siswa SD/MI baik Negeri atau pun Swasta Tingkat
Kabupaten Tangerang.

2
B. Dasar

1. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan ;


2. Peraturan Daerah Kabupaten TangerangNomor 4 Tahun 2008
tentang Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis
Daerah Kabupaten Tangerang.
C. Tujuan
1. Menumbuh kembangkan minat dan kegemaran membaca melalui
berbagai bacaan dan media untuk menanamkan cinta kebudayaan
bangsa, persatuan dan kesatuan serta nasionalisme.
2. Meningkatkan daya nalar anak terhadap lingkungan di mana mereka
berada
3. Menumbuhkan kecintaan dan tanggung jawab anak dalam
menyongsong masa depan.
D. Sasaran
Siswa-siswi SD baik Negeri maupun Swasta yang mewakili
daerahnya masing-masing.

3
BAB II
UNSUR PENYELENGGARAAN

Organisasi penyelenggaraan penilaian Lomba Bercerita untuk Pelajar


Tingkat Kabupaten Tangerang terdiri dari :

A. Organisasi Penyelenggara Tingkat Kabupaten Tangerang

Organisasi penyelenggara Tingkat Kabupaten berada di Balaraja pada


Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Tangerang. Kepanitian
penyelenggaraan Tingkat Kabupaten Tangerang dibentuk dengan Surat
Keputusan Kepala Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Tangerang.
Tugas Pantia Penyelenggara Tingkat Kabupaten Tangerang:
1. Menyusun pedoman penyelenggaraan lomba Bercerita dan Drama
Tingkat Kabupaten Tangerang.
2. Membentuk Tim Juri Tingkat Kabupaten Tangerang.
3. Menyusun instrumen penilaian lomba;
4. Menyusun jadwal kegiatan lomba;
5. Melaksanakan publikasi pelaksanaan lomba;
6. Menyelenggarakan penilaian Tingkat Kabupaten Tangerang.

4
BAB III
PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN

A. Pemilihan di Tingkat Kabupaten Tangerang


1. Persyaratan Peserta
a. Siswa-Siswi SD/MI
b. Berasal dari Sekolah Negeri maupun Swasta Se-Kabupaten
Tangerang.
c. Peserta belum pernah menjadi juara I, II, III pada Lomba
Bercerita, dan Drama Tingkat Kabupaten Tangerang.
d. Peserta Bercerita dan Drama, bahan cerita di siapkan Panitia dan
Peserta di wajibkan memilih salah satu bahan cerita yg di siapkan
panitia lomba.
e. Peserta berpakaian seragam sekolah yang bersangkutan, Kecuali
Lomba Drama disesuaikan.
f. khusus lomba bercerita di batasi sampai dengan kelas 5 (lima),
dikarenakan tahun depan diikutkan lomba tingkat propinsi.

2. Materi Lomba
- Materi Lomba Bercerita diberikan panitia sebelumnya.
- Materi Lomba Drama diberikan panitia sebelumnya.

3. Komponen Penilaian

a. Lomba Bercerita :
-. Penampilan Peserta di Panggung/penguasaan.
-. Volume suara, artikulasi, diksi, tempo dan ketepatan gaya.
-. Kemampuan berimprovisasi dan memadukan kreatifitas,
efektif
dan inovatif.
b. Lomba Drama

5
-. Pementasa di Panggung
-. Alur Cerita
-. Suara, intonasi, ketepatan waktu, kreatif dan innovative
-. Properti / alat peraga yang sesuai dan aman.

4. Teknik Penilaian
a. Teknik Pengundian Nomor Peserta Lomba Cerita :
Urutan Penampilan peserta berdasarkan hasil nomor undian;
b. Tehknik Penampilan :
Lomba Bercerita :
Nomor Peserta digantungkan dileher.
Saat dipanggung sebelum mulai memberikan hormat kepada
Dewan Juri & Hadirin kemudian menyebutkan judul Cerita
dan penulisnya..
c. Ketentuan Lomba Bercerita : max 15 menit
 Bel pertama sebagai tanda peserta lomba mulai
 Bel Kedua sebagai tanda sudah berlangsung 10 menit
 Bel kedua, peserta sudah harus menyelesaikan lomba 15
(lima belas menit).
 Kurang dari 10 menit & lebih 15 menit, diskualifikasi.
5. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
a. Pendaftaran Peserta Lomba paling lambat hari Senin tanggal 24
Maret 2016.
b. Penilaian Lomba Tingkat Kabupaten Tangerang akan
dilaksanakan pada 19 Mei 2016 bertempat di Kantor
Perpustakaan Daerah Kabupaten Tangerang Wilayah Mauk.

6. Penghargaan Pemenang
Para pemenang Tingkat Kabupaten Tangerang terdiri dari Juara I, II,
III mendapatkan penghargaan berupa Trophy, sertifikat dan uang
pembinaan.

6
BAB IV
PEDOMAN BAGI PESERTA, DEWAN JURI DAN PANITIA

A. Pedoman Peserta
1. Peserta adalah mereka yang telah mendaftarkan diri serta memenuhi
ketentuan yang berlaku;
2. Peserta harus mengambil nomor undian pada Panitia;
3. Peserta harus berada ditempat penyelenggaraan selambat-lambatnya
30 menit sebelum acara dimulai dan melaporkan diri pada panitia;
4. Peserta yang tiba gilirannya akan dipanggil sesuai dengan nomor
undian peserta. ;
5. Apabila peserta yang nomor undiannya dipanggil 3 kali berturut-
turut tidak tampil ke atas mimbar / panggung, dianggap
mengundurkan diri dan dinyatakan gugur haknya sebagai peserta;
6. Peserta yang tengah menunggu gilirannya maupun yang telah selesai
gilirannya, supaya duduk di tempatnya masing-masing dengan
tenang agar tidak mengganggu kelancaran lomba yang sedang
berjalan;
7. Peserta tidak diperkenankan melakukan sesuatu yang bersifat
mengganggu jalannya lomba;
8. Peserta wajib mematuhi, mentaati dan melaksanakan peraturan serta
segala ketentuan yang ditetapkan atau dikeluarkan panitia.

9. Khusus peserta lomba menulis menempati tempat yang disediakan


panitia dengan menggantungkan nomor dileher dan membawa papan
jalan serta Alat Tulis sendiri.

B. Pedoman Dewan Juri


1. Juri sudah harus berada di tempat penyelenggaraan selambat-
lambatnya 30 menit sebelum acara dimulai;
2. Selama lomba berlangsung juri tidak diperkenankan meninggalkan
tempat duduk yang telah disediakan;

7
3. Selama masa penilaian Dewan Juri diberikan waktu istirahat yang
diatur oleh panitia;
4. Juri berhak mengulang atau menghentikan peserta yang sedang
bercerita pada gilirannya apabila ada gangguan, melalui panitia;
5. Dewan Juri menentukan sejumlah pemenang dengan berpedoman
kepada kriteria yang telah ditetapkan, secara independen dan mandiri
tanpa intervensi siapapun maupun pihak manapun;
6. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat;
7. Dewan Juri bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
panitia dan membuat berita acara pemenang.

C. Pedoman Panitia
1. Panitia sudah harus berada ditempat penyelenggaraan selambat-
lambatnya 60 menit sebelum acara dimulai;
2. Panitia berkewajiban memberikan keterangan sejelas-jelasnya
mengenai segala sesuatu tentang lomba;
3. Panitia mengatur penyelenggaraan, keamanan/ ketertiban dan
kelancaran acara selama lomba berlangsung;
4. Panitia berhak menghentikan jalannya lomba, apabila terjadi sesuatu
yang dapat merugikan peserta maupun konsentrasi Dewan Juri;
5. Panitia tidak berhak mencampuri masalah penilaian yang menjadi
hak dan wewenang Dewan Juri;
6. Panitia harus mempersiapkan segala sesuatu yang akan diperlukan
atau dipergunakan selama lomba berlangsung agar seluruh acara
dapat berjalan dengan lancar.

8
BAB V
PENUTUP

Pedoman Lomba Bercerita Tingkat Kabupaten Tangerang Tahun 2016


disusun sebagai acuan penyelenggaraan di tingkat daerah. Hal-hal yang
belum diatur dalam pedoman ini akan diatur dan dimusyawarahkan
sebelum pelaksanaan lomba dimulai.

Tangerang, 02 Maret 2016

KEPALA
KANTOR PERPUSTAKAAN DAERAH
KABUPATEN TANGERANG

H. YUSRIZAL, SH, MM.


Pembina Tk.I
NIP.19610202 198603 1016

9
CERITA RAKYAT KABUPATEN TANGERANG
TELUK NAGA

Pada suatu hari di sebuah teluk hari lahirlah seorang anak


dari sebuah keluarga sederhana dia bernama nagosari, dia
memiliki ciri ciri yaitu dengan adanya sisik di sebelah tangan
kanannya, dia dan keluarganya bekerja di kerajaan terbesar dan
paling terkenal se jawa barat.
Ketika dia memiliki masa kanak-kanak dia di jauhi oleh teman-
temannya, teman teman mereka menganggap dia aneh karena
tidak ada satupun teman temanya yang memiliki sisik di dagian
tubuhnya , dan nagosari akhirnya lebih suka hidup menyendiri,
hingga pada suatu hari sang raja menghampirinya.
Raja: ”wahai anak muda, bolehkah aku bertanya siapakah
gerangan diri mu?”
Nagosari: “aku adalah seorang anak biasa wahai yang mulia”
Raja: “bolehkah aku tau siapakah namamu”
Nagosari: “namaku adalah nagosari” (ucapan dengan lantang)
Raja: “sedang apa kau disini”
Nagosari: “aku sedang berlatih yang mulia”
Raja: “di mana teman teman mu ? bukankah seharusnya kau
mempunyai banyak teman ?”
Nagosari: “merekah pergi meninggalkanku karena
menganggap ku aneh yang mulia”

10
Raja: “kau tak usah khawatir mulai hari ini kau akian berlatih
bersamaku, apakah kau setuju”
Nagosari: “aku ingin yang mulia tapi aku hanyalah seseorang
warga biasa dan aku juga tidak memiliki kekayaan.”
Raja: “sudah tak usah kau perdulikan hal seperti ini, akun
akan melatihmu kau tak usah khawatir tentang hal itu!” (eraya
dengan tegas)
Nagosari: “baiklah yang mulia”
Raja: “ku tak usah memenggilku raja, cukup memanggilku
guru karena kau sekarang telah resmi menjadi muridku’’
Nagosari: “terima kasih guru”
Raja: “pulanglah kau kerumah mu, nanti esok kita akan
berlatih di lapangan kerajaan”
Akhirnya nagosari pun pulang dengan perasaan senag karena
karena iya tak sendiri lagi, aka nada sang raja yang menemani
untuk berlatih bela diri bersama dirinya.
Ibu: “anaku kau sudah pulang , knapa mukamu sangat
gembirahari ini ?”
Nagosari :”aku senang karena aku akan berlatih ilmu bela diri
bersama sang raja ditempatnya.”
Ayah: “itu hal yang bagus anaku , ayah harap kau bisa
menggunakan hal itu untuk kebijakan di kemudian hari.’’
Nagosari; ‘’ iya ayah,aku akan berusaha menjadi murid yang
rajin agar aku bisa menjadi seorang kesatria hebat.’’

11
Keesokan harinya Nagosari pun pergi ke tempat dimana ia akan
berlatih bersama sang raja.
Guru: ‘’Nagosari, apakah kau siap?”
Nagosari: ‘’aku siap guru, aku akan membuat kau bangga!”
Guru: baiklah kalau begitu kita mulai” (ucapnya dengan serius)
Setelah itu hari demi hari ia melakukan latihan bela diri bersama
gurunya sampai ia menjadi ksatria yang benar-benar kuat
Guru: ‘’Muridku apakah kau tau?”
Nagosari: ‘’iya guru? Tahu tentang apa?
Guru: ‘’ kau adalah satu-satunya muridku yang aku latih
hingga sejauh ini,dank au adalah muridku yang akan menjadi
pewarisku.!”
Nagosari: ‘’kenapa harus diriku guru? Bukan aku hanya orang
biasa, dan aku juga tidak memeliki ikatan dengan keluarga
kerajaan.’
Guru: ‘’karena kau adalah satu-satunya orang yang
mempunyai ketukan dan juga semangat yang yang besar
hingga kau menjadi seperti ini.”
Nagosari: “ itu semua aku gapai karena doa orang tuaku dan
juga kau guru!’’
Guru: apakah kau tahu tentang sisik yang ada di tanganmu?”
Nagosari: aku tidak tahu, bahkan orang tuaku sepertinya
merahasiakannya hal ini dari dariku ?’’ (merasa binggung)
Guru: kau adalah orang yang terpilih?

12
Nagosari: “aku? Kenapa harus dirku guru ?’’ (menjawab
dengan heran)
Guru: “karena sisikmu itu adalah ssisik yang di miliki seeokr
naga yang menjaga teluk ini.’’
Nagasari: seekor naga? Apakah itu benar?’’
Guru: “ iya muridku, sekarang kau pulanglah dan tanyakanlah
kepada orang tuamu tentang hal ini, sekarang matahari
hamper terbenam.”
Akhirnya Nagosari pun pulang ke rumahnya dan menanyakan
hal itu kepada orang tuanya, sesampainya nagosari kerumah, ia
langsung menemui orang tuanya.
Nagosari: “ Ayah, ibu bolehkan aku bertanya sesuatu?”
Ayah: “ Tentu saja boleh , apa yang akan kau tanyakan
anakku?’’
Nagosari: “sebenarnya siapakah diriku? , asalku?, dan
mengapa ada sisik naga di tanganku?’’
Seketika orang tuanya terdiam dan hanya bisa menundukan kepala
.
Nagosari: “ibu, kau kenapa,kau adalaha seorang wanita yang
telah merawatku dan menjagaku, lalu kenapa ibu diam saja?
(tukasnya dengan heran)
Ibu: “sebenarnya, kami bukanlah orang tua aslimu kami tidak
bisa memiliki seorang anak dan juga ayahmu menyuruh ibu
untuk meminta anak kepada sang naga yang menjaga teluk
ini”

13
Nagosari: “ Ayah (terkejut) , apakah ini benar?”
Ayah: “iya anakku, ayah tidak memikirkan hal itu sejauh ini ,
ayah benar-benar menyesal akan hal ini”
Nagosari: siapa kalian? Kenapa kalian tega menyembunyikan
hal ini ?”
Ibu: “kami takut kehilanganmu nagosari”
Dan akhirnya nagosari pun pergi dari rumahnya sambil bersedih
dan ia pergi ke teluk yang di bicarakan orang tuanya.
Nagosari: “wahai naga keluarlah! “(teriaknya dengan lantang)
Seketika naga yang berada di teluk itu keluar dan menampkan
dirinya yang perkasa dan benar.
Naga: ‘ada apa kau memanggilku wahai anak muda?”
Nagosari: “aku ingin bertanya kepadamu”
Naga: apa yang akan kau tanyakan kepadaku?”
Nagosari: Apakah dahulu pernah ada sepasang suami istri
yang memohon untuk meminta anak kepadamu?’
Naga: ‘dahulu pernah ada sepasang suami isrti yang
memohon anak kepadaku dan aku memberika apa yang dia
inginkan”
Nagosari: Apakah kau tahu anak itu siapa?”
Naga: “Aku sudah tidak melihatnya lagi di sini, dahulu dia suka
berlatih di sekitar sini”
Nagosari: “Akulah anakmu !”
Naga: “Apakah kau anakku?”(menjawabdengan heran)

14
Nagosari: “iya wahai naga yang aggung , kenapa kau buat
hidupku seperti ini? Apa yang telah kau rencanakan?”
Naga: “Aku tidak pernah berniat menghancurkan hidupmu ,
aku hanyalah menuruti orang tuamu dulu”
Nagosari: “kenapa kau berikan sisik yang mirip sepertimu?”
Naga:”Itu bukanlah sisik biasa, separuh kekuatanku telah
melekat di sisik itu, dan itu sisik yang sangat berguna.”
Nagosari: “Untuk apa kau menuruti perintah orang tuaku
dulu?’
Naga: “Aku merasakan suatu saat akan ada yang
menghancurkan kerajaan ini berserta isinya, maka aku
menuruti kemauan mereka agar mereka bisa menjaga dirimu
agar tetap hidup, dan aku yakin kau bisa menjaga tempat ini
dengan baik!”
Nagosari: “Baiklah sekarang aku mengeti kenapa aku ada
dan di lahirkan”
Akhirnya nagosari pun kembali ke rumahnya dan meminta
maaf kepada orang tuanya karena sudah membuat orang tuanya
sedih.
Naosari: ‘Maafkan, aku ayah ibu aku telah membuat kalian
resah .”
Ayah: “Iya anakku ,ayah juga minta maaf telah merahasiakan
ini semua kepadamu.”
Nagosari: “Aku mengerti ayah sekarang aku mengerti akan jati
diriku dan tujuan hidupku sebenarnya.”

15
Ibu: “Maafkan ibumu juga nak telah membuatmu merasa
gelisah”
Nagosari: “Iya ibu. Ayah aku telah memaafkan kalian ,
bagaimanapun kalian tetap orang tua yang telah merawat
diriku hingga seperti ini”
Akhirnya nagosari pun tau akan hidupnya yang sebenarnya , dan
nagosaripun beristirahat untuk melanjutkan latihan bela
dirinya.
Guru: “Wahai muridku, aku ingin mengajarkanmu ilmu terakhir
dari ssemua ilmu yang ku miliki.”
Nagosari: “ilmu apakah iyu guru?”
Guru: “ ilmu tapak naga, ketahuilah ilmu itu sangatlah kuat
,akan tetapi ilmu itu bisa membuat sang meninggal dunia
setelah di gunakan atau di ajarkan kepada seseorang.”
Nagosari: “Berati guru akan meninggal setelah mengajariku?”
Guru: “Iya muridku , ketika aku tidak ada aku akan bangga
telah mengajarimu dan mempunyai murid sekuat dirimu, dan
kamu jugalah yang akan menggantikanku menjadi seorang
pewaris tahta kerajaan.”
Nagosari: “Mengapa guru melakukan hal ini? Jika guru harus
tiada, lebih baik aku tak usah mempelajari ilmu itu”
Guru: “Ketika kehidupan seseorang terpenuhi, maka kematian
pun akan datang, kapanpun,dan di manapun, dan bukankah
kau di lahirkan untuk menjaga tempat ini?”

16
Singkat cerita merekapun berlatih ilmu tapak naga, setelah berlatih
guru itupun tiada , dan sang muridnya menjadi sang raja di
kerajaan gurunya.
Ayah: “Selamat anakku, kau telah menjadi seoorang raja.”
Ibu: “Ibu harap kau menjadi raja yang baik dan bijaksana”
Nagosari: “Iyah ayah, ibu ucapanmu akan aku laksanakan
dengan sebaik mungkin “
Dan akhirnya sang nagosaripun menjadi raja yang baru untuk
menggantikan posisinya.
Setelah beberapa tahun kemudian, datanglah seorang pendekar
yang berasal dari negeri china dia datang bersama ribuan kapal
yang bersiap untuk menguasai wilayh teluk tersebut.
Prajurit: “Lapor paduka, hamba menerima laporan bahwa ada
para pendekar datang bersama ribuan kapal untuk menguasai
tempat ini!”
Nagosari: “Seorang pendekar? Dariman asalnya dia?”
Prajurit: “Dia bernama Genxuen dia berasal dari ngeri
sebrang tepatnya di ngeri china yang mulia!”
Nagosari: “kurang ajar ! Beraninya dia ingin menguasai
tempat ini, prajurit siapkan para pasukan dan bersenjata , kita
akan bersiap untuk berperang !”(ucapnya dengan marah)
Prajurit: “siap baginda”
Sang raja pun merasa gelisah dan juga merasa aka nada sesuatu
hal yang besar akan terjadi di tempat ini.

17
Nagosari: “prajurit, laporkanlah perkembangan apa saja
yang di lakukan mereka”
Prajurit: “Ampun yang mulia ,kabar yang sekarang terjadi
adalah bahwa para pendatang itu telah membunuh kedua
orang tuamu.”
Nagosari: “Apa orang tuaku? Kau pasti tidak sedang
mempermaikan ku kan?”
Prajurit: “tidak yang mulia , hamba berkata jujur apa adanya”
Nagosari: “persiapkan prajurit, kita akan berperang sekarang
!”
Pasukan dari kerajaan nagosari pun telah bersiap di tempat perang
untuk mengikuti perperangan.
Genxuen: “Hai yang mulia apa kabar?”
Nagosari: “Sedang apa kau di sini penjajah?”
Genxuen: “Aku hanya bermain-main di sini yang mulia.”
Nagosari: “Lebih baik kau pergi sekarang atau kalian
menyesal !”
Genxuen: “sebaiknya kau bersiap dengan kem atianmu yan g
mulia.”
Nagosari: “prajurit serang sekarang !”
Perperangan pun terjadi dengan sangat sengit dan tak terkalahkan
oleh kedua belah pihak .
Nagosari: “Sekarang sudah saatnya aku mengeluarkan ilmu
yang telah di warisakan kepadaku.”

18
Seketika sang raja nagosari menjadi seekor naga raksasa yang
sangat kuat .
Genxuen: “ilmu apa yang kau gunmakan?”
Nagosari: “Bersiaplah kau manusia serakah !”
Lalu naga itu menyapu bersih orang dan membakar seluruh kapal
yang ada di teluk.

Setelah itu sang nogasari pun yang telah menjadi naga itu
menghilang dan sang penjajah itu pun tidak telihat lagi di teluk dan
konon naga itu masih menjaga tempat itu dari kejahatan orang-
orang serakah.

Dan teluk itu pun dinamakan teluk naga.

ASAL-USUL DESA KALIBARU


Oleh:egi shafutra

Pantura (Pantai Utara Tangerang) adalah sebutan suatu


wilayah di kabupaten tangerang,nama tersebut di ambil karna
secara geografis terletak di sebuah pantai yg membentangdi
sepanjang wilayah utara kabupaten tangerang begitulah
masyarakat menyebut nama wilayah tersebut. daerah tersebut
memiliki daya tarik yang begitu kuat mulai dari pengusaha maupun
para elit politik, di mana daerah tersebut masih kental ber nuasa
agamis, kekeluargaan, kegotong royongan bahkan adat istiadat
pun masih di pertahankan saat ini.

19
Desa kalibaru tepatnya terletak di kecamatan pakuhaji
kabupaten tangerang adalah sebuah desa dengan mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai petani.karna daerah tersebut
banyak kita jumpai pemandangan sawah yang terhampar luas
sepanjang mata memandang tidak banyak yang tahu bahwa nama
desa kali baru di ambil jauh sebelum pembangunan jembatan yang
membentang antara Kecamatan Pakuhaji menuju Kecamatan
Teluknaga Kabupaten Tangerang.

Desa kalibaru merupakan sebuah desa hasil pemekaran desa


kohod seorang kepala desa yang bernama H.Abdullah Bin Basa
yang memimpin selama tiga priode berturut-turut 1964-1988 (pada
priode pertama masih desa kohod) beliaulah salah satu pendiri
sekaligus pemrakarsa nama desa kalibaru sebagai desa hasil
pemakaran dari desa kohod tersebut.

Desa kalibaru dahulu identic dengan kebudayaan yang secara


turun temurun di kembangkan,dimana masyarakat desa kalibaru
pada saat itu mengenal istilah dengan nama ”Sedekah Bumi”.
namun upacara tersebut perlahan-lahan mulai di lupakan dan di
hilangkan pada saat lengsernya kepemimpinan dan kebijakan
kepala Desa ,menyababkan hilanglah pula kebudayaan yang
menjadi ciri khas desa kalibaru pada saat itu.Desa kalibaru terus
berkembang di bawah kepemimpinan pertama yang di pimpin oleh
bapak.H.Abdullah Bin Basa, banyak sebagaian warganya
merasakan dampak positif dari kebijakan-kebijakannya contohnya
setiap tanggal 17 Agustus selalu di rayakan dengan
khidmat,diantaranya upacara bendera di kantor desa di ikuti semua
komponen masyarakat desa kalibaru sebagai peserta
upacara,aparatur desa kalibaru sebagai penyusun sekaligus
petugas upacara serta kepala desa (H.Abdullah Bin Basa) sebagai
pemimpin upacara pada saat itu.

Perayaan tujuh belasan tidak berhenti sampai di situ, setelah


upacara selesai di lanjutkan dengan perayaan akbar di antaranya
pengumuman wilayah/dusun terbersih se-desa kalibaru yang di
nilai sendiri oleh kepala desa kalibaru.tujuan dari lomba tersebut

20
adalah sebagai dorongan untuk meningkatkan kebersihan setiap
warga wilayah/dusun se-desa kalibaru.Dan pada ke esokan
harinya tepatnya setelah bada shalat zuhur kembali di adakan nya
sebuah upacara yang menjadi ritual wajib masyarakat desa
kalibaru yaitu : Sedekah Bumi.

Sedekah Bumi adalah sebuah upacara untuk mensyukuri


atas karunia tuhan yang maha kuasa yang telah memberikan
kuasanya berupa hasil panen yang melimpah ruah.kewajiban
setiap masyarakat desa kalibaru untuk menyetorkan beberapa
hasil panennya kepada panitia yang telah di tentukan bersama oleh
masyarakat beserta aparatur desa kalibarupada saat itu.semua
orang bersuka ria karena bisa ber kumpul dengan handai taulan
dalam suatu tempat yang sudah di siapkan khusus panitia,tujuan
dari upacara ini adalah untuk memupuk kesadaran untuk saling
berbagi kepada semua manusia dalam suatu wadah,serta
bertujuan untuk meningkatkan rasa syukur serta meningkatkan
rasa persaudaraan di sesama masyarakat desa kalibaru.

Dahulu desa kalibaru di kenal sebagai desa penghasil padi


terbaik di karenakan mayoritas warganya memiliki sawah sendiri
dan memang berprofesi sebagai petani,sehingga tidak bisa di
pungkiri lagi hasil kerja keras mereka terbayar dengan baik sesuai
dengan kinerja masing-masing.selain prestasi di atas,kegiatan para
pemuda desa kalibaru tidak kalah berkembangnya.bentuk kegiatan
utama pemuda desa kalibaru adalah membuat sebuah karya dan
kerajinan tangan dari sabut kelapa dan lain lain, yang di sulam
menjadi beberapa bentuk kerajinan diantaranya kosetan dari sabut
kelapa, kemoceng dari bulu ayam, gula mera dari kelapa dan lain
sebagainya. kegiatan tersebut sangat di apresiasi oleh Pemerintah
Kabupaten Tangerang pada saat itu, keompok pemuda desa
kalibaru berhasil merebut berbagai penghargaan dari pemerintah
sebagai kelompok pemuda desa terbaik pada saat itu.

Prestasi demi presatsi yang di raih Desa Kalibaru berkat


kerjsama yang nyata antara warga desa dengan pemimpin desa
menbuat Desa Kalibaru menjadi desa yang di nilai baik oleh

21
pemerintah saat itu, Desa Kalibaru menjadi maju karena adanya
kesamaan nasib sepenanggungan, sistem kekerabatan pada saat
itu masih sangat terjalin dengan baik. tak mau kalah prestasi, para
petani yang tergabung dalam GAPOKTAN Desa Kalibaru
(Gabungan Kelompok Tani Desa Kalibaru) yang di pimpin oleh
Bapak H. Rasan meraih prestasi gemilang di antaranya menjadi
kelompok tani terbaik se- Propinsi Jawa Barat (pada saat itu belum
menjadi propinsi banten). Gapoktan Desa Kalibaru mampu meraih
gelar sebagai kelompok tani paling unggul 15 tahun berturut-turut
sampai-sampai mereka di undang oleh sebuah perguruan tinggi
ternama di bandung.hasil panen yang melimpah ruah pada saat itu
dikarenakan masih murninya air kali/sungai sebagai bahan
pengairan untuk sawah.

Ada pula cerita mistis yang berkembang di masyarakat


Konon, masyarakat desa kalibaru mengkeramatkan beberapa
tempat di sekitar desa yang diyakini di tempati oleh para makhluh
halus penjaga desa, diantaranya di bawah kolong jembatan desa
kalibaru terdapat sebuah pohon karet besar yang di yakini di huni
oleh panjaga jembatan yang bernama ” KI ALI “. masyarakat desa
kalibaru memiliki keyakinan apa bila akan memiliki hajat/syukuran
maka hendaknya menyediakan sebuah tumpeng beserta kembang
tujuh rupa agar pesta hajatnya tidak di ganggu jin penghuni kali.

Pernah suatu ketika seorang yang tidak pecaya dan


menyepelehkan hal tersebut, ketika pesta berlangsung sang
pengantin kerasukan sosok yang diyakini buaya putih /buaya
buntung “Uahahahahaha aku minta makanan cepat kau sediakan,
sebelum kedua pengantin ini aku bawa ke kerajaanku” teriak salah
satu pengantin yang di duga kerasukan buaya buntung tersebut “
iya tapi cepat kau keluar dari tubuh anak ini mereka tidak bersalah”
jawab tetua adat. Setelah dibacakan ayat-ayat suci Quran akhirnya
kedua pengantin tersadarkan diri. ada juga kejadian aneh lainya
seperti yang di alami seorang warga, kejadian ini terjadi tepat
setelah selesai acara. mendadak mereka di datangi segerombolan
tamu berbaju hitam yang berkunjung ke pesta tersebut dengan raut
wajah pucat pasi.

22
Desa kalibaru memiliki legenda mengenai keberadaan
kerajaan gaib di bawah jembatan kalibaru, jauh sebelum
dibangunnya jembatan penghubung antara Kec. Pakuhaji dan Kec.
Teluk Naga, pada masa itu masyarakat sekitar masih
menggunakan rakitdan perahu sebagai alat transfortasi ketika
hendak berpergian. diceritakan pada suatu hari ada sekelompok
anak yang sedang bermain air di kali cisadane (kalibaru) “hey
teman-teman ada bola tuh kita ambil yuuuk” teriak salah satu
anak.”tidak ah aku takut” jawab teman lainnya “payah kamu
semua, lihat sinih biar aku saja yang mengambil”. ketika anak itu
mengambil bola, sontak anak tersebut terseret kedalam pusaran
kali cisadane. kemudian sekelompok anak tersebut pergi meminta
bantuan kepada masyarakat.”pak, tolong pak teman saya terseret
masuk kedalam kali” teriak mereka. akhirnya warga berbondong-
bondong mendatangi kali, ada yang berenang sampai kedalam
kali, ada yang memakai jaring ikan, akan tetapi usaha warga tetap
nihil karena anak tersebut tidak ditemukan jasadnya sekalipun.

Hari demi hari berganti bulan, bulan pun berganti dengan tahun,
sepuluh tahun sudah kejadian itu berlalu. pada suatu malam tiba-
tiba di ketuk lah pintu salah satu warga desa kalibaru yang
merupakan keluarga dari anak yang hilang tersebut. “tok-tok-tok,
iyah siapa yah” jawab ibu dari anak hilang tersebut. namun ketika
di buka betapa terkejutnya ibu tersebut melihat sesosok wajah nan
rupawan yang langsung memeluknya.”ibu, aku kangen sekali
kepadamu” jawab anak tersebut. ibunya awalnya tidak percaya dan
tidak menyangka bahwa anak yang hilang sepuluh tahun lamanya
yang di sangka tewas tersebut kembali di pelukanya “anakku
kemana saja kamu sepuluh tahun ini, sejak kamu bermain air di
kali kamu tidak kembali lagi kerumah,ibu sangat mencemaskanmu
anakku.” Jangan khawatir ibu, aku telah menjadi pangeran di
sebuah kerajaan, aku datang ke sini sekedar memberi kabar
bahwa aku sudah tenang dikerajaan baruku,ibu tidak usah lagi
mengkhawatirkanku” jawab anak tersebut. ibunya sangat heran
bukan kepalang terlebih mendengar cerita di luar nalar pikiran
manusia normal. “maaf ibuku tersayang kini aku akan kembali

23
kekerajaanku ,karena kelak aku akan menjadi raja di kerajaanku
sana”. Ibunya menangis dan berkata “tidakkk anakku, jangan kau
pergi lagi”. “ibu aku berpesan kepadamu, apabila nanti akan di
dirikan jembatan penghubung bangunlah jembatan itu tepat di atas
kerajaanku agar aku kelak bisa tetap melihat mu dan menjaga
sanak keluarga kita dari bermacam-macam mara bahaya yang
mengintai” jawab anak itu. “tapi di mana kerajaanmu” tanya ibunya.
“kerajanku tepat di tengah-tengah pohon karet besar yang di
keramatkan para warga desa” jawab anaknya. “Oh baiklah pesan
mu akan ku sampaikan pada masyarakat” jawab ibunya.

Setelah anak itu ber pamitan kepada ibunya ternyata anak itu
sudah di jemput oleh sebuah kereta kuda dengan sesosok manusia
berwajah buaya sebagai kusir delman tersebut.peristiwa
tersebutlah yang kemudian menjadi tolak ukur pembangunan
jembatan penghubung kecamatan pakuhaji dan kecamatan
teluknaga di sebuah tempat tersebut.

Pembangunan jembatan kalibaru pun tidak tidak semudah


membalikan telapak tangan pada saat itu tepatnya tahun 1988
banyak jiwa pekerja melayang, konon sebagian besar pekerja
jembatan adalah non pribumi atau bukan asli warga kalibaru.
setelah di lakukan beberapa ritual oleh tetua adat ternyata
penghuni kali cisadane marah dan menginginkan beberapa syarat
untuk berlangsungnya pembangunan jembatan kalibaru “wahay
penguasa kali apa yang kau inginkan sehingga pekerjaan kami
selalu kau berikan kesulitan” teriak tetua adat.”aku tidak akan
memberikan pekerjaan kalian selesai,sebelum kau melaksanakan
syarat-syarat yang aku ajukan kepadamu” jawab jin penguasa kali.
“baiklah, lalu apa yang kau inginkan agar pembangunan jembatan
ini dapat di selesai kan dengan baik” jawab tetua adat.”syarat apa
yang pertama pembangunan jembatan harus seratus persen warga
desa setempat,dan syarat yang ke-dua kami meminta
persembahan berupa lima kepala kerbau yang di pendam di kiri-
kanan jembatan agar kelak jembatan kali baru dapat berdiri tegak
sampai beratus-ratus tahun lamanya” jawab penguasa kali.”baiklah
jika itu memang kemauan mu akan ku turuti apa bila kau masih

24
mengganggu pekerjaan ini, maka kalian akan rasakan sendiri
lantunan suci quran yang akan membinasakanmu” jawab tetua
adat. anehnya setelah tetua adat menyanggupi hal tersebut
pembangunan jembatan kalibaru bebas tanpa ada hambatan
sedikitpun dan proses pengerjaannya sangat cepat. menurut para
tetua adat,pembangunan jembatan kalibaru di bantu oleh jin
penguasa kali cisadanne sehingga pembangunan jembatan trsebut
lebih cepat dari target pengerjaannya.

Kisah misteri yang penuh teka-teki pun masih bermunculan sampai


saat ini, konon setiap tahunnya kali cisadane menelan tumbal
manusia baik laki-laki, maupun perempuan, tua muda bahkan
anak-anak,pengerukan bantaran kali cisadane program bupati
tangerang pun pernah mendapat gangguan berupa matinya mobil
pengeruk, di saat mengeruk kali cisadane, ada pula supir yang
melihat penampakan ular besar di kali cisadane dan lain
sebagainya.

Nama Desa Kalibaru sendiri terbentuk dari hasil kesepakatan para


tetua adat desa dengan kepala desa beserta masyarakat pada saat
itu,timbul beberapa usulan nama desa baru sebagai hasil
pemekaran dari desa kohod.setelah melakukan beberapa mediasi
antara semua pihak akhirnya di sepakati nama “kalibaru”dengan
ejaan bersambung antara nama kali dan baru arti dari nama
kali/sungai itu memiliki filosofis bahwa masyarakat desa kalibaru
pada saat itu mengandalkan dari air kali/sungai untuk pengairan
sawah sehingga dapat di pastikan warga desa kalibaru sangat
membutuh kan kali/sungai cisadane yang membentang di
sepanjang desa.sedangkan hasil dari nama baru memiliki filosofis
bahwa dengan di diri kanyya desa baru hasil pemekaran desa
kohod ini menjadikan semangat yang lebih baru untuk membangun
desa yang baru berdiri tersebut.

Sehingga arti dari nama desa kalibaru dapat di simpulkan bahwa


masyarakat desa kalibaru sangat menghandalkan air kali/sungai
untuk kehidupan sehari-harinya,sehingga tujuan untuk menjadi
masyarakat baru yang lebih maju dapat terrealisasikan dengan

25
baik.persemian jembatan kalibaru pada bulan juni tahun1989
disambut antusias warga,hadir pula bupati tangerang pada saat itu
yaitu : Bapak.H.tajus sobirin yang memberikan sambutan atas
terrealisasinya pembangunan desa kalibaru.

Berikut ini nama-nama kepala desa kalibaru priode pertama


sampai sekarang :
Basa/usuf (masih desa kohod) memimpin dari tahun 1948-1964
(2 priode)
H.Abdullah Bin Basa / usuf (desa kalibaru) Memimpin dari tahun
1964-1988 (3 priode)
Hanafi Murjan Memimpin dari tahun 1988 -1996 (1 priode)
Suhergan Sapin Memipin dari tahun 1996-2004 (1 priode)
Drs.H.Jamin,M.Si Memipin dari tahun 2004-2014 (2 priode)
H.Sueb HM Memimpin dari tahun 2014-sekarang

Demi kianlah cerita asal-usul desa kalibaru ini,penulis buat


berdasarkan fakta yang ada dan benar-benar terjadi.penulis
berharap cerita ini menjadi contoh sepirit untuk kemajuan semua
desa di kabupaten tangerang,dan menjadi refrensi bagi pembaca
khususnya masyarakat desa kalibaru sendiri “JAS MERAH” (
jangan sekali-kali melupakan sejarah) dan penulis berharap cerita
ini segera di publikasikan karena perlu di ketahui cerita ini adalah
cerita murni dari para tetua desa kalibaru yang tidak banyak di
ketahui oleh masyarakat khususnya pemuda ds.kalibaru.

CERITA KAMPUNG GELO


OLEH: Ahmad Hanapiyah

Di sebuah kampong, sekitar empat kilometer di sebelah barat


dari pusat Kabupaten Tangerang, yang masih di penuhi oleh
rimbunan pohon bamboo dan sesekali suara buek, seorang anak
SMP kelas 1 masih melek matanya di tempat tidur walaupun
malam telah semakin larut.

26
“Hasbi, kenapa belum tidur?” tanya bapak yang baru pulang
dari pengajian di masjid.
“Nggak bisa tidur, Pak,” jawabnya sambil memiringkan badan
membelakangi Bapak.
“Ada apa? Bilang ke Bapak.” Sejenak Hasbi diam. Ia berbalik
arah.
“Teman-teman di kelas ngeledek Hasbi.”
“Oh,ngeledek gimana?”
“Oorang geloo….ooorang geloooo….”
“Oh hehe..ya kamukan orang Kampong Gelo. Memang
kenapa?”
“Isin. Malu”
Bapak tersenyum, tapi mulutnya mendatar sewaktu melihat
raut muka serius Hasbi.
“Hasbi, kita memang orang Kampung Gelo, tapi kita bukan
orang Gelo, orang gila.”
“Terus kenapa kampung kita disebut Kampung Gelo?
Memang gak ada yang lain?”
“Baiklah. Dengarkan ya kalau kamu mau tahu ceritanya! Tapi,
setelah ini kamu harus tidur supaya besok tidak telat masuk
sekolah.”
Hasbi mengangguk. Kepalanya di sandarkan ke ujung dipan.
Kali ini, ia lebih serius untuk mendengarkan cerita dari pada
malem-malem sebelumnya. Selanjutnya mengalirlah cerita itu.
Cek kolot baheula, nama kampung gelo sudah lama ada sejak
jaman penjajahan belanda. Kata gelo berasal dari bahasa sunda
yang berarti gila atau edan. Penyebutan gelo tidak berarti ada
orang gila di kampong itu. Penyebutan gelo muncul karna para
pemuda di kampung itu sering berkelahi dengan pemuda di
kampung itu sendiri. Dahalu memang belum banyak pondok
pesantren di kampong tersebut yang mengajari anak-anak mengaji
dan akhlak budi. Sekarang sudah banyak pesantren yang berdiri di
kampung itu.
Ada juga cerita di sebut Kampung Gelo karena jika ada orang
luar yang masuk ke kampung gelo, mereka akan bingung dan
muter-muter di kampung itu sehingga tidak dapat sampai tujuan
yang dicari. Jangankan orang yang berniat jahat, orang yang

27
berbuat baik pun sering bingung dan berputar-putar di dalam
kampung.
Pernah terjadi, seorang penduduk yang sudah menikah
dengan warga Kampung Gelo beberapa bulan, mengalami
kebingungan sewaktu akan pulang ke rumah nya sore hari.
“Pak mau ke mana ?” tanya Pak Ade.
“Oh, saya mau pulang,” jawab Pak Fajar.
“Lho, kenapa lewat rumah saya. Ini kan jalan ujung kampung,”
“Iyaa..betul ya… ,” jawab Pak Fajar sambil garuk-garuk kepala
dan tertawa.
“Bapak lewati jalan itu! Belok kanan nanti sampai ke rumah
bapak.”
Pak Fajar hanya tertawa dan geleng-geleng kepala sambil
menstarter motor nya dan berlalu sesuai arah yang ditunjuk Pak
Ade.
Selain cerita itu, ada juga kejadian seorang imam masjid dari
kampung lain hendak mengaji di pengajian warga Kampung Gelo.
“Waduh, pak imam! Kenapa baru sampai jam sepuluh begini?”
tanya Abah Haji.
“Huuh..! muter-muter nyari jalan ke masjid teu
kapanggih..Nggak ketemu.” Jawab pak imam.
“Dari rumah jam berapa berangkat?”
“Ti imah mah jam dalapan,” ucap Pak Imam sambil menyerup
kopi.
“Waduh..”
“Heh..emang ada apa nya dikampung ini?”
“Ah, nggak ada apa-apa di kampung ini mah. Ya begini-begini
sajah.”
Hasbi yang mendengarkan cerita bapak tersenyum-senyum.
Sesekali keningnya berkerut menyimak kejadian yang menurutnya
kurang masuk akal.
“Nah, Hasbi. Sudah cukup ya cerita kampung kita ini. Kamu
sekarang tahu, kampung Gelo tidak berarti kampung orang gila. Itu
sekedar sebutan orang luar saja kepada prilaku pemuda yang
sering berkelahi atau orang bingung muter-muter masuk kampung
karena kampung kita rimbun oleh bambu dan banyak jalan kecil,”
jelas Bapak dengan nada meyakinkan.

28
“Tapi Pak, ceritanya nggak seru. Yang seru dong Pak!”
“Ah, kamu kebanyakan nonton sinetron silat hehe,”
“Ayo pak cerita lagi, entar Hasbi tidur.”
“Ya..yaa..dengarkan cerita berikut ini.”
Cerita lain dari Kampung Gelo ini yaitu tentang Si Gobang,
begal motor. Nama ini terkenal sebagai pencuri dan begal yang
sakti. Ia sudah terkenal sebagai begal ulung yang sulit untuk
ditangkap karena kesaktiannya. Ia berasal dari suatu daerah diluar
Kampung Gelo.
Pada siang hari orang-orang dikampung Gelo diributkan
dengan teriakan-teriakan.
“Begal! Begaal motooor! Tangkaaaap,” teriak beberapa
penduduk.
“Jaga di kulon, jaga di wetan, jaga di kaler, jaga di kiduuuul!!!”
teriak beberapa penduduk yang lain.
Orang-orang kampung berlarian keluar rumah dengan
menggenggam pisau, golok, bangoang, pacul, bahkan senjata
seadannya seperti pentungan dan penggebuk kasur karena
kebetulan orang itu sedang menjemur kasur. Orang-orang
berdatangan dari berbagai arah jalan kampung. Sebagian tampak
berasal dari kampung sebelah. Napas mereka tersengal-sengal.
“Mana jalemana? Mana orangnya?” tanya salah seorang
penduduk kampung sebelah.
“Tadi lewat sini. Tapi tidak ada,” jawab salah seorang lainnya
sambil celingak-celinguk.
“Leungit… hilang,” salah seorang lainnya menimpali.
Suara orang-orang riuh rendah menyalin suara leungit berkali-
kali.
Sementaraitu, di antara rimbunan pohon bambu yang berada
beberapa puluh meter dari kumpulan orang-orang kampung., sosok
tubuh menyelinap dan mengendap-endap. Napasnya tersengal-
sengal.
“Aing geus muter-muter bolak-balik di kampung ini. Tapi mana
jalan keluarnya?” batinnya menggeretu.
Matanya melihat situasi dan jalan-jalan kampung dari balik
batang-batang bambu. Setekah beberapa saat terasa aman. Ia

29
keluar dari rimbunan bambu itu. Jalannya pelan, kepalanya
merunduk.
“Itu begalnya.. begaaaaal!!” tiba-tiba teriakan keras terdengar
dari jalan pertigaan disamping begal itu.
Raungan puluhan suara kaki berlari terdengar mengarah ke si
begal. Orang-orang dari berbagai arah bermunculan. Si begal tidak
bisa berkutik. Pukulan tangan, kaki, senjata tajam mengenai
seluruh tubuhnya. Setelah puas, orang-orang berhenti, mundur,
dan kaget. Rupanya si begal masih bernapas. Pukulan dan
sabetan senjata tajam tidak mempan di tubuhnya. Hanya baju dan
celananya yang robek sedangkan kulitnya tidak terluka sedikit pun.
Si brgal menegakkan tubuhnya. Mulutnya menyeringai. Orang-
orang mundur.
Tiba-tiba, satu hantaman keras menghunjam kepala si begal.
Teriakan keras keluar dari mulut si begal. Ia tersungkur dan tidak
bergerak. Semua orang memperhatikan pemukul si begal tadi.
Pemukul itu membawa pentungan kayu. Dilihat dari urat-uratnya,
kayu itu berasal dari pohon asem.
“Heh.. kok tegang? Kalo denger cerita, jangan tegang-tegang.
Tarik napas dulu,” ujar Bapak mengagetkan lamunan Hasbi yang
sedang berfantasi.
“Wah.. seru Pak. Mirip pilem silat!”
“Hehe.. kamu ini kebanyakan nonton film action! Ayo
tidur..tiduur!”
“Bonus..bonuuss!!!” seringai Hasbi meminta jatah bonus
seperti malam-malam sebelumnya kalau Bapak bercerita.
“Baik..baiiik. tapi kamu harus nyimpulin amanatnya yah?
“Siap Pak!” jawab Hasbi penuh semangat, berbeda dengan
keadaan sebelumnya. Bapak melanjutkan cerita.
Tentang banyaknya orang luar dan orang yang berniat jahat
yang menjadi bingung dan berputar-putar saja di dalam Kampung
Gelo seperti orang gila, konon para penduduk mempercayai bahwa
itu terjadi karena ilmu puter giling. Kono, ilmu ini dimiliki oleh
sesepuh Kampung Gelo. Ada banyak cerita tentang ilmu puter
giling ini selain cerita di atas.
Dahulu, di sebelah Kampung Gelo ada seorang laki-laki yang
memanggul atau membawa buah nangka di pundaknya. Orang ini

30
terlihat bingung. Lalu datanglah seorang bapak tua yang ternyata si
pemilik kebun.
“Mang sedang apa?” tanya si pemilik kebun.
“Mau pulang,” jawab si laki-laki pemanggul buah nagka
dengan raut muka kaget.
“Kenapa di dini daja?”
“Iya, saya juga tidak tahu kenapa masih di dini. Dari semalam
hanya berputar-putar saja dalam kebun ini,” jelas si laki-laki dengan
raut bingung.
“Oh begitu. Itu nangka siapa?”
“Oh ini..nangka saya. Eh, maksud saya ini saya ambil dari
pohon itu.”
“Mmm..begitu. tapi mengambil nangka milik orang harus ijin
dulu.”
“Oh iya, Abah pemilik kebun ini? Kalau begitu boleh saya
minta?”
“Silahkan,” jawab pemilik kebun sambil tersenyum, “Anakmu
belum makan ya?”
“Iya ,Bah Haji.”
“ini ada uang untuk anak mamang.jangan mengambil barang
orang lain. Nah, Sekarang pulanglah lewat jalan yang lain. Lurus
saja, nanti sampai jalan keluar kampung.”
“OH..iya..iya. terima kasih ya bah. Punten permisi,” laki laki
itu berlalu dengan muka memarah.
“ Biiii..Hasbih..ngantuk?”
“Mmm… belum pak. Cuman mulay perih matanya.”
“Hehe..ya sudah.sekarangt kamu simpulkan amanatnya!”
“Tunggu pak.Saya ingin tau riwayat perubahan nama
kampung kita.”

“oh, iya. Kampung Gelo berubah nama sebanyak tiga kali


yaitu menjadi sukamandi lalu menjadi sinargalih.Tapi tidak terkenal
nama barunya, tetapi saja nama Gelo yang di sebut orang-orang.
Baru setelah diganti dengan nama Sukamanah nama kampung
Gelo mulai terlupakan. Namun tetapi saja masih disebut dengan
sebutan Sukamanah Gelo. Itu karena ada dua nama Sukamanah

31
yaitu Sukamanah Taban di kecamatan jambe dan Sukamanah
Gelo di desa tapos kita ini.”
“Oh, kalo begitu, tetap saja kita orang Gelo?”
“Ya, nggalaaah… Sukamanah. kampung yang di sukai setiap
hati. Oya, menurut kamu sebagai generasi muda, apa hikmah yang
disa diambil dari cerita kampung kita?”
“Mmm..kita tidak boleh mengambil barang yang bukan
milik kita. Kita juga tidak boleh menuduh sembarangan. Selain itu,
kita harus rukun sesam pemuda. Kita harus menghormati adat
istiadat atau keadaan suatu kampung. Begitu kan pak?”
“Hehe..pintar kamu. Terbukti, orang kampung kita bukan
orang Gelo, tapin orang pintar!” puji Bapak sambil menarik sarung
sambil menutupi muka dari semilir angin dingin musim kemarau
lalu mengubah posisi membentuk pistol.
Hasbi tersenyum. Ia tidak merasa isin lagi. Besok pagi, ia
akan menceritakan kisah kampungnya kepada teman-teman di
kelas. Ia akan menunjukkan keunikan kampung, kebaikan
penduduknya, dan kearifan local yang ada di kampungnya.

LEGENDA CISOKA
Ahmad Hanafiah

Pada jaman Kesultanan Banten, penyebaran Islam berkembang pesat sampai ke


pelosok-pelosok daerah. Sultan Banten mengutus para ulama untuk menyebarkan agama
rahmatan lilalamin ini dengan penuh kedamaian. Para pendukungnya pun menerima
dengan senang hati. Sampailah salah satu ulama ke daerah perbatasan wilayah kerajaan
Pajajaran yaitu di sebuah wilayah yang sekarang berada di Kabupaten Tangerang. Kala
itu, para penduduk masih memeluk agama Hindu.
Salah satu ulama yang diutus ke wilayah ini adalah Syekh Mas Mas’ad. Syekh
dikawal oleh ratusan tentara dari Kesultanan Banten. Beliau diutus ke daerah yang
sekarangdisebut Cisoka. Syekh Mas Mas’ad merupakan seorang ulama yang bijaksana
dan disegani. Dia tinggal di daerah yang sekarang bernama Solear. Beliau lalu
mendirikan pesantren sebagai pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam di wilayah
itu.
Usaha penyebaran agama islam oleh Syekh Mas Mas’ad di wilayah perbatasan itu,
diketahui oleh pihak kerajaan Pajajaran. Maka, raja Pajajaran pun mengirimkan
pasukannya di bawah pimpinan Ki Mas Laeng dan Ki Buyut Seteng. Para prajurit sudah
siap dengan tombak, panah, dan pedangnya. Perbekalan pun telah disiapkan mengingat
jarak ibu kota menuju perbatasan cukuplah jauh. Maka, berangkatlah pasukan Pajajaran
di bawah pimpinan dua pembesar itu menuju perbatasan.

32
Setelah berhari-hari perjalanan mereka tempuh sampailah di wilayah perbatasan.
Lalu mereka menebang pohon-pohon hutan. Kayu-kayunya digunakan untuk membangun
‘kuta’ atau benteng tempat pengawasan terhadap kegiatan penyebaran Islam. Untuk
kebutuhan hidup di sana seperti mandi dan minum, mereka pun membuat sumur ‘siuk’
(ciduk) yang terdapat pancuran mas. Lama-lama wilayah itu disebut sebagai Katomas,
yang terletak di wilayah Tigaraksa kini. Wilayah ini berada di sebelah Timur wilayah
Syekh Mas Mas’ad. Kelak, Ki Mas Laeng dan Ki Buyut Seteng wafat di sini dan di
makamkan di Keramat Mampelem, Tigaraksa.
Di Katomas inilah sang pimpinan, Ki Mas Laeng mengawasi gerak-gerik wilayah
barat itu. Ki Mas Laeng sangat di segani oleh prajuritnya. Kemampuan olah
kanuragannya tak diragukan lagi sebagai pimpinan pasukan. Adapun Ki Buyut Seteng
merupakan wakilnya. Ki Buyut Seteng berasal dari Sumedang wilayah kerajaan
Pajajaran. Ki Buyut Seteng juga terkenal dengan kesaktiannya.
Kedua belah pihak, baik Ki Mas Laeng dan Syekh Mas Mas’ad, rupanya sudah
saling mengetahui kehadiran pasukan masing-masing. Untuk mencegah terjadinya
peperangan, Syekh Mas Mas’ad lalu mengirim utusan dengan menyampaikan tujuan syiar
agama Islam kepada pihak Ki Mas Laeng. Namun, karena menjaga nama baik kerajaan,
ajakan itu ditepiskan oleh Ki Mas Laeng. Hawa peperangan pun semakin terasa di langit
wilayah perbatasan itu. Perang tak terhindarkan Korban berjatuhan. Sehari, dua hari.
Seminggu, dua minggu. Sebulan, berbulan-bulan. Perang terus berkepanjangan.
Disaat itu duka menimpa pihak Syekh Mas Mas’ad. Syekh wafat karena sakit.
Suara tahlil bergema di pesantren. Pucuk-pucuk daun jati di pemakaman Solear diam
membeku. Air sungai Cidurian seakan tak berhenti riak-riaknya. Tak kelihatan binatang-
binatang penghuni hutan di sekitar makam itu. Hanya terlihat satu dua yang bergelayutan
berpindah dari satu dahan ke dahan lain. Sesekali, penghuni pohon itu berteriak pedih
seakan tak ingin berpisah dengan mpunya.
Konon, kera-kera penghuni hutan pemakaman Solear merupakan penjelmaan para
santri. Mereka berubah menjadi kera karena tidak menaati perintah Syekh. Kera-kera itu
awalnya berjumlah 40 ekor. Sampai sekarang, kera-kera itu masih ada dan bertambah
banyak. Makam Syekh Mas Mas’ad pun banyak diziarahi orang-orang dari berbagai
wilayah.
Kegalauan menggelayuti pikiran para santri dan prajurit kesultanan. Siapakah
pengganti penerus perjuangan Syekh Mas Mas’ad? Akhirnya, tanda tanya itu
mendapatkan jawaban dengan diutusnya seorang ulama oleh Sultan Banten. Ulama itu
bernama Syekh Mubarok. Para santri dan penduduk menyambut hangat kedatangan
pemimpin baru mereka. Konon, Syekh Mubarok berasal dari daerah di Timur Tengah.
Syech sering berpindah-pindah tempat. Konon nama asli Syekh Mubarok adalah Abdullah
Muhamad bin Umar bin Ibrohim Attalmasani. Sebutan nama “Syekh Mubarok” berari”
yang memberikan kebarokahan”.
Syekh memulai pengajarannya dengan pendalaman akidah. Syekh membacakan
ayat-ayat suci Alquran dari kitab tulisan tangan, sedangkan para santri menyimak dengan
takzim. Untuk pendalaman tauhid, Syekh mewariskan satu kitab berjudul “Sya’batal Iman”
(cabang iman). Beberapa kitab lain juga dikaji seperti nahwu dan tafsir. Dengan berjubah
putih dan dengan penuh kelembutan namun jelas terpancar kewibawaan dan

33
karomahnya, Syekh Mubarok memperdalam ajaran Islam kepada para santri dan
penduduk.
Kehadiran Syekh Mubarok ternyata sudah diketahui oleh Ki Mas Laeng dan Ki
Buyut Seteng. Mereka pun telah bersiap-siap hendak melakukan penyerangan lagi. Untuk
mencegah perang, Syekh Mubarok pun mengirimkan utusan kepada pihak Ki Mas Laeng.
Utusan itu menyampaikan bahwa tujuan mereka adalah untuk menyampaikan ajaran
agama bukan berperang. Namun, Ki Mas Laeng lebih memilih untuk menyerbu pihak
Syekh Mubarok.
Trisula dipancangkan, tombak sudah mengarah ke langit, pedang sudah berkilat-
kilat, dan busur panah sudah mengarah ke pasukan Syekh Mubarok.
“Serbuuuu!!!” teriak prajurit-prajurit Ki Mas Laeng dan Ki Buyut Seteng.
Perang pun tak terhindarkan. Pedang beradu golok, trisula tertahan tombak, dan busur
panah melesat kencang, sebagian tertahan tameng, tapi sebagian menembus dada.
“Aaakkkhhhh!!!” teriakan kematian terdengar dimana-mana.
Burung nasar melayang-layang. Langit memerah di pucuk-pucuk runcing daun
bambu. Suara tonggeret menggerek telinga, pedih menyayat hati. Warna hijau reumputan
pun telah berubah menjadi merah. Trisula yang patah dari batangnya tertancap di atas
galengan, pematang. Tombak pun terpatah dua. Pedang dan golok-golok menjadi
rompang, Sedangkan busur panah telah menjadi tonggak nisan tubuh yang terbujur kaku.
Lalu, burung nasar hinggap di atas kepala mayat-mayat. Paruh nasar itu melengkung
seperti sabit yang siap diarahkan ke mana saja dia mau . Sayup-sayup dari arah selatan,
terdengar suara adzan maghrib.
Selanjutnya, akhir adegan peperangan yang sama seperti itu terulang, terulang,
dan terulang lagi. Semuanya menyisakan kelelahan badan dan batin prajurit, para santri,
penduduk. Serta, menyisakan kepedihan hati para wanita yang kini menjanda dan anak-
anak yang bertanya terus kapan bapaknya pulang. Semua kepedihan itu terasa di hati Ki
Mas Laeng. Apalagi di kalbu Syekh Mubarok.
Di sepertiga malam, Syekh Mubarok bermunajat kepada Tuhan.
“Ya Allah..Berikanlah kami petunjuk...”, lalu Syekh bersujud.
Hening..Angin semilir menyelinap lewat papuluh, lantai bambu. Beduk kayu
membisu. Atap rumbia membeku. Menara segi tiga membayang hitam dalam
keremangan. Celurit malam yang hanya menerangi jagat dengan sepertiga cahayanya
pun sudah ingin cepat-cepat menyelinap di balik balebat, fajar pagi.
Udara pagi terasa sejuk. Para petani yang biasanya pergi ke sawah, kali ini tak
terlihat. Pun begitu dengan ibu-ibunya yang menghabiskan pagi hari dengan mencuci di
sungai-sungai tak tampak. Ada apa gerangan? Rupanya perhatian penduduk tertuju ke
sebuah tempat yang telah didirikan tenda-tenda. Para penduduk sudah memenuhi sekitar
tenda itu. Di jalan utama, berjajar kiri kanan para pemuda tegap mengenakan surban,
berpakaian silat putih-putih. Sebilah keris menyembul di balik baju mereka. Lencana
prajurit kesultanan tergantung di dada. Kelak, tempat pertemuan ini disebut
Pasanggrahan.
Dari arah barat, terlihat debu mengepul ke udara diiringi ringkik kuda tertahan.
Penunggangnya meloncat dengan ringan. Seorang prajurit memegang tali kuda. Lelaki
Penunggang itu bertubuh tinggi besar. Berpakaian hitam-hitam. Berselempang kain batik,

34
berikat pinggang warna keemasan. Rambutnya digelung. Kumis dan berewoknya meng-
hiasi wajah. Gelang bahar melingkar di lengannya. Di dadanya yang terbuka,
menggantung kalung lencana yang menandakan seorang pimpinan pasukan. Dialah Ki
Mas Laeng. Di belakangnya, seorang lelaki tegap dengan pakaian yang hampir sana,
mengiringnya. Hanya bentuk lencanya yang membedakan dia dengan lelaki di depannya.
Dia adalah Ki Buyut Seteng. Puluhan prajurit lengkap dengan senjatanya berjajar
mengiringi di belakang dua pimpinan pasukan kerajaan Pajajaran itu.
Rombongan naik ke paseban setelah beberapa santri mempersilahkan mereka. Ki
Mas Laeng dan Ki Buyut Seteng duduk di atas kursi jati yang telah disediakan. Beberapa
perwira lainnya berderet di samping. Berhadapan-hadapan di depan rombongan
Pajajaran adalah para perwira kesultanan Banten. Mereka saling bertatapan satui dengan
yang lain. Suasana hening dan tegang menyelimuti tenda pertemuan itu.
Dari arah dalam tenda, keluarlah seseorang berjubah putih dan bersorban. Janggut
panjang agak keputihan menghiasi wajahnya. Semua yang hadir di ruang itu menoleh dan
terdiam hening.
“Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh. Wilujeung sumping kanggo
saderek urang anu ti Pajajaran. Selamat datang di tempat kami. Adapun tujuan kami
mengundang adalah ingin memusyawarahkan jalan keluar dari peperangan ini. Agama
klami mengajarkan hidup penuh kedamaian bukan dengan paksaan tapi karena
keikhlasan. Perang hanya menyisakan kepedihan badan dan batin. Mari sama-sama kita
pikirkan kerugian akibat peperangan ini”.
Demikianlah Syekh Mubarok menyampaikan pendapatnya dalam pertemuan itu.
Semuanya diam merenungkan ucapan Syekh. Termmasuk Ki Mas Laeng dan Ki Buyut
Seteng. Lama mereka merenung. Setelah sekian lama pembicaraan kedua belah pihak,
maka diputuskanlah hasil musyawarah. Hadirin yang ramai berbisik-bisik menunggu hasil
musyawarah, segera terdiam. Syekh Mubarok pun berucap.
“Hadirin, Saudara-saudaraku. Setelah kami musyawarahkan baik-baik, ternyata
perang hanya membawa kesengsaraan. Perdamaian adalah jalan keluarnya. Maka mulai
hari ini, perang dihentikan!” Ucap Syekh dengan suara yang menggema.
Serentak para santri, penduduk, prajurit kesultanan Banten dan Pajajaran berucap
syukur. Mereka saling berpelukan erat. Syekh Mubarok mendekati Ki Mas Laeng. Dengan
tersenyum, Syekh Mubarok menjabat erat tangan Ki Mas Laeng dan Ki Buyut Seteng.
Syekh Mubarok lalu menuntun Ki Mas Laeng dan Ki Buyut Seteng melafazkan kalimat
dua syahadat. Atas izin dan hidayah Allah SWT, dua pimpinan pasukan Pajajaran itu
menjadi muslim.
Suasana haru menyelimuti ruang tenda pertemuan itu. Haru karena mereka telah
terbebas dari peperangan yang menyisakan kepedihan dan kesengsaraan. Mereka juga
bahagia karena kedamaian telah tiba di depan mata. Semuanya tak kuasa menahan
tangis kebahagiaan. Mereka meneteskan cai soca, air mata. Wilayah pertemuan
perdamaian itu, lama-lama disebut Cisoca lalu menjadi Cisoka.

>>>*<<<

35
ASAL MULA BALARAJA
Ryan Septhiani

Pada saat Raja dari Kesultanan Banten mengadakan perjalanan ke Cirebon


ataupun ke Batavia, sebuah tempat di kampung Talagasari sering dijadikan tempat
beristirahat sang Raja. Suasana kampung Talagasari yang asri dengan aliran sungai
Cimanceuri yang airnya jernih menambah kenyamanan kampung itu. Penduduknya pun
hidup dalam kasederhanaan dengan mengandalkan lahan pertanian sebagai mata
pencahariannya. Kampung tersebut banyak dilalui oleh para penduduk dari berbagai
daerah sehingga menjadi ramai dan terkenal.
Karena keelokan dan keasrian Talagasari sang raja yang pada waktu itu dalam
perjalanan pulang memerintahkan pada pengawal untuk membuat bale dekat sungai
Cimanceuri sebagai tempat beristirahat melepas lelah setelah melakukan perjalanan.
Pada waktu beristirahat, sang Raja melihat seorang gadis desa melintas di jalan.
Karena kecantikan yang dimiliki gadis tersebut sang Raja pun terpesona dan jatuh hati.
Sang Raja memerintahkan pengawalnya untuk mengikuti gadis tersebut, setelah
menunggu beberapa saat pengawalnya pun datang memberikan informasi bahwa gadis
tersebut sudah memiliki kekasih dan berencana segera menikah. Hati sang Raja yang
terpikat oleh gadis tersebut tidak goyah dengan laporan pengawalnya naluri kelelakiannya
tersentuh untuk memiliki pujaan hatinya itu.
Sang Raja tertantang untuk merebut gadis tersebut dari kekasihnya. Beberapa hari
sang Raja sengaja tidak pulang ke kerajaannya. Ia tinggal di bale tersebut, hingga ia
berhasil mewujudkan keinginannya untuk menikahi dan menjadikan gadis itu sebagai
selirnya. Dengan berbagai strategi dan taktik yang cerdas sang Raja bersaing dengan
pemuda kekasih si gadis. Pemuda desa itu ternyata tidak cukup mampu bersaing
mendapatkan pujaan hatinya melawan sang Raja. Sang Raja pun menjadi pemenang,
sebagai bukti kemenangannya sang Raja menikahi gadis tersebut dan menjadikannya
sebagai selir.
Sang Raja kemudian mengembalikan bale sesuai fungsinya yaitu sebuah tempat
beristirahat sekedar singgah untuk melepas lelah setelah melakukan perjalanan. Oleh
karena itu masyarakat sekitar menamakan Baleraja berawal dari kata bale (tempat
beristirahat berukuran lebih kecil dari rumah biasa berbentuk panggung yang terbuat dari
bambu) dan raja (penguasa suatu wilayah). Baleraja kemudian mengalami perubahan
penyebutan menjadi Balaraja.
Kisah-kisah selanjutnya mengenai anak dari selir Raja sudah tidak ada lagi yang
menceritakan. Hanya bekas makam di Desa Bunar yang dipercaya oleh masyarakat akan
keterkaitan antara makam dan penamaan cerita tentang cikal bakal nama Balaraja.
Sebagian besar masyarakatnya percaya bahwa di desanya ada makam dari keluarga
Raja.
Cerita lainpun bergulir di tengah masyarakat tentang penamaan Balaraja. Dahulu
ada tiga penguasa dari tanah Sunda yakni Banten, Sumedang dan Cirebon mengadakan
pertemuan untuk membagi wilayah teritorial kerajaannya. Mereka memilih wilayah di
sekitar Tigaraksa untuk bertemu.
Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Tangerang

Dalam pertemuan tersebut masing-masing Raja membawa pasukan untuk


mengawal kemudian seluruh pasukan tersebut di tempat kan dalam suatu wilayah
(camp). Karena banyaknya bala tentara dari berbagai kerajaan yang berkumpul menjadi
satu akhirnya masyarakat menamakan wilayah tersebut dengan Balaraja. Bala (pasukan)
Raja (penguasa suatu wilayah) jadi Balaraja adalah tempat berkumpulnya tentara Raja.
Balaraja pun pernah dijadikan camp tentara kolonial Belanda dan Jepang pada masa
penjajahan.
>>>*<<<

KISAH TIGA RAKSASA


Murni Lestari, S.Pd

Dahulu di suatu daerah di Nusantara ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh
seorang Raja Azar bernama Prabu Saka Domas yang memeluk kepercayaan animisme
dan dinamisme. Kepercayaan animisme adalah kepercayaan terhadap adanya roh-roh
yang mendiami benda, seperti batu, sungai, gunung, pohon yang besar, dan lain-lain.
Sedangkan dinamisme adalah suatu kepercayaan yang meyakini bahwa sebuah benda
memiliki kekuatan dan dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
Raja dan rakyatnya memiliki kesaktian, yaitu bisa menghilang dan malih rupa atau
merubah wujud dirinya menjadi seekor binatang ataupun benda-benda lainnya. Banyak
cerita mistik dan kegaiban yang berasal dari daerah kerajaan tersebut. Mereka
mempunyai ilmu kebatinan yang tinggi, oleh karenanya orang menyebut daerah itu
dengan nama Banten yang berasal dari kata batin.
Prabu Saka Domas mempunyai dua orang patih yang sakti bernama Azar Jong
dan Azar Jo. Selain itu Prabu Saka Domas juga mempunyai prajurit-prajurit yang tak
kalah saktinya. Diantara prajurit-prajurit itu ada sepasang suami istri yang dengan setia
mengabdi pada Prabu Saka Domas, suami istri yang sakti itu bernama Azar Ja dan Nyi
Ki’am.
Pada tahun 1525 Sultan Maulana Hasanudin putra dari Sunan Gunung Jati yang
merupakan salah seorang dari Wali Songo mengislamkan Banten Utara secara
berangsur-angsur, yang tidak masuk Islam mengungsi ke Parahyangan, Cibeo, Kanekas
Baduy, dan Rangkas Bitung. Azar Jong, Azar Jo, Azar Ja dan Nyi Ki’am masuk Islam.
Setelah masuk Islam Azar Jong dan Azar Jo diganti namanya oleh Sultan Maulana
Hasanudin menjadi Mas Jong dan Agus Jo.
Pada suatu ketika Sultan Hasanudin ditantang mengadu ayam jago oleh Prabu
Saka Domas dan ayam Sultan Maulana Hasanudin ternyata kuat dan tangguh sehingga
ayam jago Prabu Saka Domas menyerah kalah. Namun karena keangkuhan dari Prabu
Saka Domas, ia tetap tidak mau masuk Islam meskipun banyak dari rakyatnya yang telah
menjalaninya. Prabu Saka Domas melarikan diri dan dikejar oleh Mas Jong dan Agus Jo
dan akhirnya tertangkap.
Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Tangerang

Ketika tertangkap Prabu Saka Domas dipukuli dan dibacakan kalimat-kalimat Allah.
Ketika itulah Prabu Saka Domas menghilang, menurut Sultan Maulana Hasanudin Prabu
Saka Domas ditakdirkan Allah SWT masuk kedalam golongan setan.
Pada tahun 1548 Sultan Maulana Hasanudin memperluas daerahnya ke Lampung.
Pada tahun 1550 terus meluas ke Sunda Kelapa (Jayakarta) yang sekarang menjadi
Jakarta dan dijadikan sebagai Bandar Banten ke-2.
Pada jaman kekuasaan Sultan Maulana Hasanudin daerah Bandar Banten sangat
ramai dan banyak pedagang-pedagang dari pelayaran lain yang datang dari berbagai
negara yang melakukan perdagangan dengan orang-orang di Banten.
Pada tahun 1596 Belanda datang ke Banten yang dipimpin oleh Cornelis de
Houtman, mereka disambut dengan baik oleh rakyat Banten, dengan harapan mereka
akan menjadi mitra dagang. Namun Belanda menunjukan sikap buruknya dengan
memberlakukan monopoli perdagangan, sehingga pecahlah perang antara Banten dan
Belanda. Seluruh rakyat Banten ikut serta berperang termasuk prajurit dan pasangan
suami istri sakti Azar Ja dan Ki’am. Namun rakyat Banten sering mengalami kekalahan,
karena persenjataan Belanda lebih modern, sedangkan rakyat Banten hanya bersenjata
tradisional.
Suatu hari Nyi Ki’am bermimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan Kanjeng
Sunan Gunung Jati yang memerintahkan kepadanya agar pergi ke suatu daerah yang
dihuni oleh tiga raksasa sakti untuk meminta mereka bertiga membantu mengusir
Belanda dari tanah Banten, sedangkan suaminya diperintahkan agar pergi ke Jayakarta
untuk membantu pasukan Jayakarta melawan Belanda yang juga sedang berperang
mempertahankan Jayakarta.
Keesokan harinya Nyi Ki’am meminta suaminya agar pergi ke Jayakarta untuk
membantu pasukan Jayakarta melawan pasukan Belanda. Sedangkan Nyi Ki’am sendiri
pergi ke daerah yang dihuni oleh tiga raksasa.
Seminggu kemudian sampailah Nyi Ki’am ke tempat yang dituju. Dengan
mengamati tempat itu yang ditumbuhi oleh pohon-pohon yang sangat besar. Di sanalah
tiga raksasa itu tinggal. Iga Raksasa itu ternyata terdiri atas dua laki-laki dan satu
perempuan. Satu raksasa laki-laki berbadan tinggi dan besar serta gemuk, ia sangat
menyukai buah durian. Sedangkan satu raksasa lainnya berbadan tinggi dan kurus, ia
sering sekali merasa tidak percaya diri. Sedangkan raksasa yang perempuan senang
bersolek dan mandi bunga agar badannya menjadi wangi. Nyi Ki’am menemui ketiga
raksasa tersebut dan ia mengutarakan maksud dari kedatangannya. Setelah
mendengarkan cerita dari Nyi Ki’am, sebagai rakyat yang patuh pada rajanya tiga raksasa
itu mau diajak bekerjasama melawan pasukan Belanda.
Tatkala mereka berperang melawan Belanda, dengan kesaktiannya ketiga raksasa
itu berubah menjadi tiga peluru meriam, sedangkan Nyi Ki;am berubah menjadi
meriamnya. Ketiga peluru tersebut ditembakan dengan meriam Nyi Ki’am ke medan
pertempuran, maka ketiga peluru tersebut berubah kembali menjadi tiga raksasa yang
mengamuk, memporakporandakan pasukan Belanda hingga lari tungganglanggang dan
dahsyatnya tenaga tiga raksasa tersebut menyebabkan pohon-pohon di sekitarnya
tumbang atau rubuh dan menghantam semua pasukan Belanda hingga tewas. Orang-
Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Tangerang

orang mengenal meriam Nyi Ki’am dengan nama Meriam Ki Amuk, karena
pelurunya yang suka mengamuk.
Pada suatu hari, Belanda menyerang tiba-tiba dan seperti biasa, mereka mendapat
perlawanan dari rakyat Banten. Nyi Ki’am dan ketiga raksasa itu pun ikut beraksi. Belanda
kabur melewati kebun durian yang luas. Ketiga raksasa itu mengamuk di kebun durian,
dan kemudian pohon durian itu bertumbangan. Yang kini daerah tersebut diberi nama
dengan Kadu Muban yang artinya durian tumbang atau rubuh, suatu desa yang ada di
daerah Pandegelang.
Belanda terus berlari dan dikejar oleh dua raksasa, sedangkan raksasa yang paling
besar tidak ikut mengejar, ia sedang asyik memakan buah durian yang pohonnya
tumbang. Raksasa besar itu tidak mempedulikan keadaan sekitar, ia terus saja melahap
buah durian kesukaannya. Sementara itu dua raksasa terus berjuang melawan Belanda.
Pasukan Belanda berkeyakinan bahwa kesaktian orang Indonesia akan hilang apabila
ditembak dengan peluru emas. Sama seperti Si Pitung yang mati ditembak Belanda
dengan menggunakan peluru emas. Maka Belanda pun menembaki dua raksasa itu
dengan peluru emas.
Dua peluru emas yang ditembakan kepada dua raksasa yang mengejar pasukan
Belanda mengenai dua raksasa tersebut, namun raksasa tersebut tidak mati, hanya
kesaktiannya saja yang hilang. Selanjutnya kedua raksasa itu lalu ditangkap dan disiksa
oleh Belanda. Belanda juga dapat melumpuhkan raksasa besar penggemar buah durian
teman dari kedua raksasa yang lebih dulu dilumpuhkan oleh Belanda. Sedangkan meriam
Ki Amuk oleh Belanda disiram dengan air kotor hingga tidak bisa lagi berubah wujud
menjadi manusia, karena rahasia dari Meriam Ki Amuk adalah apabila ia terkena air najis
maka ia tidak bisa kembali berubah wujud menjadi manusia biasa. Rahasia tersebut
dibocorkan oleh raksasa kurus karena ia tidak tahan dipukul dan disiksa terus menerus
oleh Belanda.
Mendengar istrinya tidak bisa lagi kembali berubah menjadi manusia, Azar Ja pun
mengubah dirinya menjadi Meriam Si Jagur. Selanjutnya Meriam Si Jagur memerintahkan
salah seorang prajurit Jayakarta untuk menyiramkan air kotor kepadanya dan Meriam Si
Jagur pun tidak bisa kembali berubah wujud menjadi Azar Ja sebagai tanda kesetiannya
kepada istrinya tercinta. Saat ini Meriam Si Jagur ada di depan Museum Fatahillah,
Jakarta. Sedangkan Meriam Ki Amuk disimpan di depan Museum Banten.
Dalam keadaan kalah dan bersedih, ketiga raksasa itu pergi ke sebuah daerah
yang jauh dari kancah perang. Mereka menetap disana sampai akhir hayatnya.
Raksasa perempuan mencari tempat yang ada kolam besar dan bunganya untuk
bersolek dan mandi bunga. Tempat itu dikenal sebagai Cisoka. Ci artinya air dan soka
adalah nama bunga.
Raksasa besar penggemar buah durian mencari lahan atau tempat yang banyak
duriannya. Ia pun menemukan tempat itu, di sebuah kebun durian yang
sangat luas dengan pohon durian yang berbuah lebat dan besar-besar. Hingga kini
tempat itu dinamakan Kaduagung, yang artinya durian besar.
Sedangkan raksasa kurus, yang sangat menyesal karena telah membocorkan
rahasia Nyi Ki’am kepada Belanda hingga Nyi Ki’am menjadi Ki Amuk untuk selamanya.
Raksasa kurus itu mengutuk dirinya sendiri, ia terus masuk ke dalam hutan dan menyebut
Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Tangerang

daerah itu sebagai daerah kutukan. Seiring dengan perkembangan jaman nama daerah
kutukan tersebut dianggap menyeramkan, karena itu namanya diubah menjadi Kutruk.
Dan pada akhirnya ketiga nama tersebut, yaitu Cisoka, Kaduagung, dan Kutruk
yang secara kebetulan berada di wilayah Kabupaten Tangerang. Untuk mengabadikan
nama dari tiga raksasa itu, maka nama tersebut diubah menjadi Tigaraksa, yakni menjadi
daerah yang sangat penting sebagai cikal bakal wilayah Kabupaten Tangerang.
Demikianlah akhir dari kisah Tiga raksasa, semoga kita semua dapat mengambil
hikmah dari cerita tersebut di atas. Dalam hidup kita tidak boleh dan jangan hanya
mementingkan kesenangan sendiri. Dalam keadaan apapun kita harus tetap bisa
menjaga rahasia dan amanah demi mempertahankan harga diri bangsa yang telah
diinjak-injak oleh bangsa lain. Seperti pepatah lama mengatakan biarlah pecah diperut
asal jangan pecah dimulut.

Anda mungkin juga menyukai