Anda di halaman 1dari 39

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR : 948/PER/RSI/I/2014
TENTANG
PANDUAN MENURUNKAN RESIKO INFEKSI

RUMAH SAKIT

DIREKTUR RUMAH SAKIT

MENIMBANG :a. Bahwa rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan


pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah
ditentukan;
b. Bahwa masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan,
tenaga kesehatan dan pengunjung di rumah sakit
dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi di rumah sakit atau
infeksi nosokomial;
c. Bahwa dalam upaya meminimalkan risiko terjadinya infeksi
di Rumah Sakit perlu diterapkan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a,b, c dan d, perlu diterbitkan Peraturan Direktur
tentang Panduan Menurunkan Resiko Infeksi di Rumah Sakit
Islam.

MENGINGAT :1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009


tentang Rumah Sakit
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
5. Permenkes Nomor 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
6.
2
MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN :
KESATU : Panduan Menurunkan Resiko Infeksi di Rumah Sakit
sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.

KEDUA : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal diterbitkan dan akan
dilakukan evaluasi setiap tahunnya.

KETIGA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan


diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Semarang
Tanggal : 13 Rabiul Awal 1435H
15 Januari 2014M

RUMAH SAKIT

Direktur Utama

3
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR : 948/PER/RSI/I/2014

TANGGAL : 15 JANUARI 2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar yang sudah ditentukan.

Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di rumah sakit
dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi di rumah sakit atau infeksi nosokomial/HAIs (Health Care
Associate Infection) yaitu infeksi yang diperoleh di rumah sakit, baik karena perawatan atau datang
berkunjung ke rumah sakit.

Kejadian infeksi nosokomial/HAIs ini akibat infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien
dirawat di rumah sakit. Bagi pasien di rumah sakit, hal ini merupakan persoalan serius yang dapat
menjadi penyebab langsung atau tidak langsung. Beberapa kejadian infeksi nosokomial/HAIs
mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi menjadi penyebab pasien dirawat lebih
lama di rumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak produktif,
disamping pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya lebih besar.

Penyebabnya adalah kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau kuman yang sudah dibawa
oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen. Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa kejadian infeksi
nosokomial (HAIs) adalah infeksi yang secara potensial dapat dicegah atau sebaliknya juga
merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah.

Angka infeksi nosokomial/ HAIs terus meningkat (Al Varado, 2000) mencapai sekitar 9% (variasi 3-
21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Di RSJ Harkit Jakarta
tahun 2013 di dapatkan angka infeksi HAIs untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) 2-3%, ISK(Infeksi
Saluran Kencing) 4-5%, IADP(Infeksi Aliran Darah Primer) 7-9%, Pneumonia 20-30%, Decubitus
3.8%.

Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di Rumah Sakit perlu diterapkan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan,
pendidikan dan pelatihan seta monitoring dan evaluasi tindak lanjut. Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi
akhir-akhir ini muncul

4
berbagai penyakit infeksi baru (new emerging, emerging diseases dan re-emergingdiseases)

5
BAB II

RUANG LINGKUP

Panduan ini memberi petunjuk bagi petugas kesehatan (medis dan paramedis) di Rumah Sakit
pelayanan kesehatan lainnya dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien dengan batasan-batasan:

1. Infeksi rumah sakit atau infeksi nosokomial/HAIs adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah
sakit. Suatu infeksi yang didapat di rumah sakit apabila :

a. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda dan gejala atau tidak dalam masa inkubasi infeksi
tersebut

b. Infeksi terjadi 2X24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit

c. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari
mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi
infeksi berbeda.

2. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi
nosokomial/HAIs di rumah sakit.

3. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus-menerus terhadap timbulnya dan
penyebaran infeksi nosokomial pada suatu peristiwa.

4. Suatu kejadian di rumah sakit dapat disebut Kejadian Luar Biasa (KLB) bilaproportional
rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan, dibandingkan dengan
proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama
dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih, atau terdapat satu kejadian pada
keadaan dimana sebelumnya tidak pernah ada.

6
BAB III

TATA LAKSANA

A. Jenis-Jenis Infeksi Nosokomial/HAIs Dan Kriteria

1. Infeksi Luka Operasi (ILO)

Untuk membahas infeksi luka operasi perlu diketahui klasifikasi luka operasi, yaitu sebagai berikut:

a. Klasifikasi operasi/jenis operasi

1) Operasi Bersih

Operasi dilakukan pada daerah/kulit yang pada kondisi pra bedah tidak terdapat peradangan dan tidak
membuka traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, orofaring, traktus urinarius atau traktus bilier

Operasi berencana dengan penutupan kulit primer, dengan atau tanpa pemakaian drain tertutup

2) Operasi Bersih Tercemar

Operasi membuka traktus digestivus, traktus bilier, traktus urinarius, traktus respiratorius sampai
dengan orofaring atau traktus reproduksi kecuali ovarium

Operasi tanpa pencemaran nyata (gross spillage), contohnya operasi pada traktus bilier, appendiks,
vagina atau orofaring

3) Operasi Tercemar

Operasi yang dilakukan pada kulit terbuka, tetapi masih dalam waktu emas (Golden Periode)

4) Operasi Kotor atau dengan Infeksi

Perforasi traktus digestivus, traktus urogenitalis atau traktus respiratorius yang terinfeksi

Melewati daerah purulen (Inflamasi Bakterial)

Luka terbuka lebih dari 6 jam setelah kejadian, terdapat jaringan luas atau kotor

Dokter yang melakukan operasi menyatakan sebagai luka operasi kotor/terinfeksi

b. Kriteria Infeksi Luka Operasi

1) Kriteria Infeksi Insisional Superfisial


Infeksi pada luka insisi (kulit dan subcutan), terjadi dalam 30 hari pasca bedah. Kriteria sebagai
berikut

Keluar cairan purulen dari luka insisi

Kultur positif dari cairan yang keluar atau jaringan yang diambil secara aseptik

7
Ditemukan paling tidak satu tanda infeksi : nyeri, bengkak lokal, kemerahan, kecuali bila hasil kultur
negatif

Dokter yang menangani menyatakan infeksi

2) Kriteria Infeksi Insisional Dalam

Infeksi pada luka insisi, terjadi dalam 30 hari pasca bedah atau sampai 1 tahun bila ada implant.
Terdapat paling tidak satu keadaan di bawah ini: Keluar cairan purulen dari luka insisi, tapi bukan
berasal dari

rongga/organ

Secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah dan paling sedikit
satu dari tanda berikut demam (>38°C), nyeri lokal, kultur (+)

Dokter menyatakan luka infeksi

3) Kriteria Infeksi Organ/Rongga

Infeksi yang terjadi dalam 30 hari pasca bedah apabila tidak ada implant. Infeksi terjadi dalam 1
tahun pasca bedah apabila terdapat implant. Paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut :

Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka insisi ke dalam organ/rongga

Ditemukan organisme melalui aseptik kultur dari organ/rongga Dokter menyatakan infeksi pada organ
tersebut

Catatan :

a) Di dalam penggunaan antibiotik yang rasional jika ditemukan tanda peradangan maka dimasukkan
ke dalam kemungkinan infeksi.

b) Abses jahitan yang sembuh 3 hari setelah jahitan diangkat bukan infeksi luka operasi.

c. Faktor resiko Infeksi Luka Operasi

1) Intrinsik : Usia, status gizi, Diabetes Melitus, perubahan respon imun, infeksi di tempat lain, lama
rawat inap preoperatif, obesitas, merokok, kolonisasi mikroorganisme, penggunaan kortikosteroid

2) Ekstrinsik : Petugas/tim bedah, teknik pembedahan, lingkungan ruang operasi, peralatan, instrumen
dan alat kesehatan

d. Pencegahan Infeksi Luka Operasi

1) Pra Operasi
Persiapan pasien sebelum operasi

Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi hendaknya dilakukan sebelum rawat
inap agar waktu pra-bedah menjadi pendek (<1 hari)

8
Jika ditemukan adanya tanda-tanda infeksi sembuhkan terlebih dahulu infeksinya sebelum hari
operasi, dan jika perlu tunda hari operasi sampai infeksi tersebut sembuh

Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya ILO antara lain: Diabetes Melitus,
malnutrisi, obesitas, infeksi, pemakaian kortikosteroid

Mandikan pasien dengan antiseptik sore/malam hari sebelum operasi

Jangan mencukur rambut, kecuali bila rambut terdapat pada sekitar daerah operasi dan atau akan
mengganggu jalannya operasi, pencukuran dilakukan beberapa saat sebelum operasi bila perlu
menggunakan pencukur listrik (elektrik clipper) bila tidak ada elektrik clipper gunakan silet baru

Cuci dan bersihkan lokasi pembedahan dan sekitarnya untuk menghilangkan kontaminasi sebelum
mengadakan persiapan kulit dengan antiseptik

Oleskan antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari bagian tengah menuju ke arah
luar. Daerah yang dipersiapkan haruslah cukup luas untuk memperbesar insisi, jika diperlukan
membuat insisi baru untuk memasang drain bila diperlukan

Antibiotik profilaksis diberikan secara sistemik harus memenuhi syarat : tepat dosis, tepat indikasi
(hanya untuk operasi bersih terkontaminasi, pemakaian implant dan protesis atau operasi dengan
risiko tinggi seperti bedah vaskuler atau bedah jantung

Tepat cara pemberian (harus diberikan secara iv dua jam sebelum insisi dilakukan dan dilanjutkan
tidak lebih dari 48 jam)

Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab ILO)

2) Intra Operasi

Persiapan Tim Pembedahan

a) Setiap orang yang masuk kamar operasi harus :

Memakai masker yang menutupi hidng dan mulut

Memakai penutup kepala yang menutupi semua rambut Memakai sandal khusus kamar operasi

Memakai sarung tangan steril apabila sarung tangan tersebut kotor/sobek harus diganti yang baru.
Petugas OK harus mengetahui teknik memakai dan melepas sarung tangan steril

Memakai gaun/baju steril

b) Jaga kuku selalu pendek, tidak memakai kutek/kuku palsu, tidak memakai perhiasan (cincin, gelang,
jam tangan)

9
Lakukan cuci tangan bedah (surgical scrub) dengan antiseptik yang sesuai. Cuci tangan dan lengan
sampai ke siku

Antiseptik yang dianjurkan untuk cuci tangan adalah yang mengandung chlorhexidine 4 %

Setelah cuci tangan lengan harus tetap mengarah keatas dan dijauhkan dari tubuh supaya air mengalir
dari ujung jari ke siku. Keringkan tangan dengan handuk steril dan kemudian pakailah gaun dan
sarung tangan

Bersihkan sela-sela dibawah kuku setiap hari sebelum cuci tangan bedah yang pertama

Teknik operasi harus dilakukan dengan sempurna untuk menghindari kerusakan jaringan lunak yang
berlebihan, mengurangi perdarahan dan menghindarkan tertinggalnya benda asing yang tidak
diperlukan

Lama operasi harus sesingkat-singkatnya dalam batas yang aman

3) Pasca Operasi

a) Lindungi luka yang sudah dijahit dengan perban steril selama 24 sampai 48 jam pasca bedah

b) Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti perban/bersentuhan dengan luka operasi

c) Bila perban harus diganti gunakan teknik aseptik

d) Berikan pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai perawatan luka operasi yang benar,
gejala-gejala ILO dan pentingnya melaporkan gejala tersebut

1) Beberapa dokter membiarkan luka insisi operasi yang bersih terbuka tanpa kasa, ternyata dari sudut
penyembuhannya hasilnya baik

2) Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa luka insisi operasi yang bersih dapat pulih dengan
baik walaupun tanpa kasa

3) Belum ada terbukti tertulis yang mengatakan bertambahnya tingkat kemungkinan terjadinya infeksi
bila luka dibiarkan terbuka tanpa kasa

4) Namun demikian masih banyak dokter tetap menutup luka operasi dengan kasa steril sesuai dengan
prosedur pembedahan dengan tujuan : menutupi luka terhadap mikroorganisme yang dari tangan,
menyerap cairan yang meleleh keluar agar luka cepat kering, memberikan tekanan pada luka supaya
dapat menahan perdarahan superficial, melindungi ujung luka dari trauma lainnya

10
4) Pengendalian Lingkungan

a) Pertahankan tekanan lebih positif dalam kamar bedah dibandingkan dengan koridor dan ruangan
disekitarnya

b) Ventilasi kamar operasi harus diperhatikan dalam hal : semua udara harus disaring baik udara segar
maupun udara hasil resirkulasi, pertahankan minimum 15 kali pergantian udara per jam, dengan
minimum 3 diantaranya adalah udara segar, suhu antara 19-24° C, kelembaban udara 40-60%

c) Jangan menggunakan fogging dan sinar ltra violet di kamar operasi untuk mencegah ILO

d) Pintu kamar operasi harus selalu tertutup kecuali bila dibutuhkan untuk leawatnya peralatan, petugas
dan pasien

e) Batasi jumlah orang yang masuk dalam kamar operasi

f) Kamar operasi harus dibersihkan

g) Bila tampak kotoran/darah/cairan tubuh lainnya pada permukaan benda atau peralatan gunakan
desinfektan untuk membersihkannya sebelum operasi dimulai

h) Antara dua operasi

i) Tiap minggu ( satu hari tanpa operasi untuk kebersihan menyeluruh)

j) Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus /penutupan kamar operasi setelah selesai operasi kotor

k) Pel dan keringkan lantai kamar operasi dan desinfeksi seluruh permukaan lingkungan/peralatan
dalam kamar operasi setelah selesai operasi terakhir setiap harinya dengan desinfekta

l) Menggunakan instrumen steril sesuai standar

2. Nosokomial Pneumonia/VAP (Ventilator Assosiated Pneumonia)

a. Batasan Pneumonia

Pneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah (ISPB). VAP didefinisikan sebagai
nosokomial pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik
baik melalui pipa endotrachea/tracheostomi. Seorang pasien dikatakan menderita pneumonia bila
ditemukan satu diantara kriteria berikut :

Untuk dewasa dan anak > 12 bulan

1) Pada pemeriksaan fisik terdapat ronchi basah atau pekak (dullnes) pada perkusi dan salah satu
diantaranya keadaan berikut :

- Baru timbul sputum purulen/terjadinya perubahan sifat sputum


- Isolasi kuman positif pada biakan darah

- Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea/biopsi

11
2) Foto rontgen dada menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitasi, effusi pleura baru/progesif dan
salah satu diantar keadaan berikut :

- Baru timbulnya sputum purulen/terjadinya perubahan sifat sputum

- Isolasi kuman positif dan biakan darah

- Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, biopsi

- Virus dapat diisolassi/terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas

- Titer IgM/IgG spesifik meningkat pada pemeriksaan histopatologi

Untuk pasien umur ≤ 12 bulan

Didapatkan 2 diantara keadaan berikut : apnea, takipnea, bradikardi, mengi (wheezing), ronchi
basah/batuk dan salah satu diantaranya sebagai berikut :

1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat

2) Baru timbul sputum purulen/terjadi perubahan sifat sputum

3) Isolasi kuman positif pada biakan darah

4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea/biopsi

5) Virus dapat diisolasi/terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas

6) Titer IgM/IgG spesifik meningkat 4 x lipat dalam dua pemeriksaan

7) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi

Atau gambaran radiologi thorak serial pada penderita umur < 12 bulan menunjukkan infiltrat
baru/progresif, konsolidasi, kavitasi atau effusi pleura dan salah satu diantar keadaan berikut :

1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat

2) Baru timbul sputum purulen/terjadi perubahan sifat sputum

3) Isolasi kuman positif pada biakan darah

4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, biopsi

5) Virus dapat diisolasi/terdapat antigen dalam virus sekresi saluran nafas


6) Titer IgM/IgG spesifik meningkat 4x lipat dalam dua pemeriksaan

7) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi b. Faktor-faktor Resiko


Infeksi Pneumonia
1) Instrumentasi sitem saluran nafas, misalnyaa pada pemasangan pipa endotrachealtube, ventilasi
mekanik, trakheostomi

2) Tindakan operasi, terutama operasi thorak dan abdomen

3) Kondisi yang mudah menyebabkan aspirasi misalnya pemasangan pipa lambung, penurunan
kesadaran dan disfagia

4) Usia tua

5) Obesitas

6) Penyakit obstruksi paru menahun

7) Riwayat merokok

12
8) Tes fungsi paru abnormal

9) Intubasi dalam waktu lama

10) Gangguan fungsi immunologi

c. Mekanisme Terjadinya Pneumonia Nosokomial

Tindakan pada saluran nafas seperti intubasi endotracheal, suction, dan ventilasi mekanik
mempermudah memindahkan mikroorganisme dari alat (humidifier, nebulizer, ventilator, yang
terkontaminasi) kepada pasien dan memindahkan mikroorganisme pada tangan petugas kesehatan
dari pasien ke pasien yang lain.

Pneumonia nosokomial paling sering terjadi karena aspirasi koloni bakteri dari orofaring atau saluran
cerna bagian atas pasien. Intubasi dan ventilasi mekanik meningkatkan risiko terbesar terjadinya
infeksi.

d. Petunjuk Pengembangan Surveilans Pneumonia

1) Semua faktor risiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter, perawat, atau
anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien.

2) Pelaksana surveilans haus mnghitung rate menurut faktor resiko spesifik minimal jenis operasi
torako dan abdomen dan ventilator serta melaporkannya kepada komite pengendalian infeksi rumah
sakit minimal 6 bulan sekali dan sekaligus menyebarluaskannya melalui buletin Rumah Sakit

3) Pelaksana surveilans membuat laporan rate pneumonia kasar pada buletin Rumah Sakit minimal
setiap 3 bulan sekali.

e. Pencegahan Pneumonia

Pencegahan pneumonia nosokomial dilakukan dengan cara berikut:

Pencegahan Pneumonia Pasca Bedah

1) Pengelolaan pra dan pasca bedah ditujukan pada:

a) Pasien yang akan mendapat pembiusan dan menjalani pembedahan torak dan abdomen

b) Disfungsi paru berat

c) Kelainan paru-paru

Pengelolaan para dan pasca bedah meliputi pengobatan dan instruksi medis dan perawatan
2) Pengelolaan pra bedah meliputi:

a) Pengobatan dan resolusi infeksi paru

b) Mempermudah pengeluaran sekret saluran nafas (bronkodilator, drainase postural, perkusi)

13
c) Berhenti merokok

3) Instruksi pra bedah meliputi :

a) Diskusi dengan pasien mengenai pentingnya sering batuk, nafas dalam, dan mobilitasi pasca bedah

b) Pasien memperagakan cara batuk dan nafas dalam pra dan pasca bedah

4) Pengobatan dan instruksi pasca bedah ditujukan untuk mendorong pasien sering batuk, nafas dalam
dan ambulasi jika ada kontra indikasi secara medis

5) Bila cara konservatif diatas gagal untuk mengeluarkan sekret saluran nafas, dapat dikerjakan
drainase postural dan perkusi

6) Nyeri akibat batuk dan nafas dalam dapat diatasi dengan analgetik dan menopang luka di daerah
perut (misalnya dengan meletakkan bantal kecil dan ringan diatas perut) serta memberi obat
penghambat syaraf lokal

7) Antibiotik sistemik tidak dianjurkan untuk dipakai rutin

Kebersihan Tangan

Kebersihan tangan dilakukan setiap kali kontak dengan sekret saluran nafas baik dengan atau tanpa
sarung tangan. Kebersihan tangan juga dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien yang
mendapat intubasi dan trakeostomi

Cairan dan Obat

1) Nebulasi dan humidifikasi hanya boleh menggunakan cairan steril yang diberikan secara aseptik.
Cairan tersebut tidak boleh digunakan pada alat yang terkontaminasi

2) Bila flakon multidose digunakan untuk terapi harus disimpan dalam lemari es atau suhu kamar
sesuai aturan pakai dan tidak melewati tanggal kadaluarsa

Pemeliharaan Alat Terapi Pernafasan yang Sedang Dipakai

1) Penampung cairan harus diisi segera sebelum dipakai. Bila cairan hendak ditambah maka sisa cairan
harus dibuang terlebih dahulu. Air yang telah mengembun dalam pipa harus dibuang dan tidak boleh
dialirkan balik ke dalam penampung

2) Alat nebulasi dinding dan penampungannya harus diganti secara rutin setiap 24 jam dengan yang
steril atau sudah didesinfeksi

3) Alat penampung pelembab udara oksigen dinding yang dapat dipakai ulang harus dibersihkan,
dicuci dan dikeringkan setiap hari
14
4) Setiap pipa dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada setiap pasien

5) Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katub inhalasi) harus secara rutin diganti dengan yang
steril/sudah didesinfeksi setiap 24 jam

6) Bila mesin respirator digunakan untuk beberapa pasien maka setiap pergantian pasien semua sirkuit
alat bantu nafas harus diganti dengan yang steril/sudah didesinfeksi

Peralatan Sekali Pakai

Alat terapi pernafasan yang dirancang untuk sekali pakai tidak boleh dipakai ulang.

Penanganan Peralatan yang Dipakai Ulang

1) Setiap peralatan yang akan disterilkan/didesinfeksi harus dibersihkan dengan seksama untuk
menghilangkan darah, jaringan, makanan atau residu lainnya. Peralatan harus didekontaminasi
sebelum/selama proses pembersihan, bila alat tersebut ditandai terkontaminasi dan berasal dari
pasien dengan jenis isolasi tertentu

2) Alat terapi pernafasan yang menyentuh selaput lendir harus disterilkan sebelum dipakai pada pasien
lain jika hal ini tidak memungkinkan alat tersebut didesinfeksi kuat (high level desinfection)

3) Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katub ekshalasi) dan semua alat yang berhubungan
dengan terapi pernafasan harus disterilkan kuat

4) Ruang pendingin pada alat nebulasi ultrasonik sulit didesinfeksi secara adekuat karena itu harus
disterilkan dengan gas (etilin oksida) atau desinfeksi kuat paling sedikit selama 30 menit

5) Bagian dalam mesin ventilator dan mesin pernafasan tidak perlu disterilkan/didesinfeksi secara rutin
untuk setiap pemakaian kecuali setiap alat tersebut potensial terkontaminasi dengan mikroorganisme
berbahaya

6) Respirometer dan alat lain yang digunakan untuk memantau beberapa pasien secara bergantian,
tidak boleh langsung menyentuh bagian sirkuit alat bantunafas, kedua alat tersebut perlu penghubung
dan alat penghubung ini harus diganti pada setiap pemakaian pada pasien lain. Jika tidak
menggunakan penghubung dan alat pemantau langsung berhubungan dengan alat yang
terkontaminasi, maka alat pemantau tersebut harus disterilkan/didesinfeksi kuat sebelum dipakai
pasien lain

7) Kantong alat resusitasi manual harus disterilkan /didesinfeksi kuat habis dipakai

15
Pemantauan Mikroorganisme

1) Jika tidak ada Kejadian Luar Biasa (KLB) / rate endemik infeksi paru nosokomial tidak tinggi maka
proses desinfeksi alat terapi pernafasan tidak perlu dipantau dengan biakan sampel dari alat tersebut.
Dengan kata lain sampel rutin tidak perlu dilakukan

2) Interpretasi hasil pemeriksaan mikrobiologi sulit dilakukan kaarena itu sampel mikrobiologik rutin
alat bantu nafas yang sedang dipakai pasien tidak dianjurkan

Pasien Dengan Trakeostomi

1) Tindakan trakeostomi harus dilakukan di kamr operasi, secara aseptik kecuali dalam keadaan darurat
dapat dilakukan di ruang perawatan

2) Kecuali luka trakeostomi sudah mulai sembuh/membentuk jaringan granulasi sekitar pipa maka tidak
boleh disentuh dengan tangan langsung, atau setiap manipulasi kedua tangan menggunakan sarung tangan
steril

3) Bila diperlukan penggantian pipa trakeostomi, maka pipa pengganti harus steril atau di desinfeksi
kuat

4) Sewaktu mengganti pipa harus digunakan teknik aseptik termasuk penggunaan sarung tangan dan
penutup (duk) steril

Pengisapan Sekret Saluran Nafas

1) Pengisapan sekret saluran pernafasan dilakukan hanya bila diperlukan, karena pengisapan yang
terus-menerus akan meningkatkan risiko kontaminasi silang dan trauma

2) Pengisapan sekret saluran nafas tidak boleh dilakukan dengan tangan langsung melainkan
menggunakan sarung tangan steril

3) Setiap kali mengisap sekret saluran nafas, gunakan kateter yang steril atau kalau pemakaian hanya
dalam waktu singkat maka kateter dapat di[pakai ulang setelah dibilas dan dibersihkan

4) Bila terdapat sekret yang kental dan kateter penghisap memerlukan bilasan, maka untuk membilas
gunakan cairan steril

Penggunaan pipa dan tabung pengisap adalah sbb :

1) Pemakaian pipa pengisap sampai batas tabung harus diganti untuk setiap pasien

2) Tabung pengisap yang digunakan untuk satu pasien tidak perlu diganti/dikosongkan secara rutin

3) Tabung pengisap harus diganti setiap pasien kecuali pada unit perawatan jangka pendek (tidak > 24
jam)
4) Pada unit perawatan jangka pendek tabung perlu diganti setiap hari tetapi tidak perlu diganti untuk
setiap pasien

16
5) Setiap kali tabung pengisap diganti harus disterilkan/didesinfeksi kuat

6) Untuk pengisap sekret saluran nafas portabel yang kemungkinan mengisap aerosol terkontaminasi
maka gunakan filter bakteri yang baik antara tabung penampung dan pipa pengisap

Perlindungan Pasien dari Pasien Lain dan Personil

1) Lakukan isolasi pada pasien yang mungkin menyebarkan infeksi saluran nafas isolasi sesuai dengan
teknik mutakhir

2) Personil yang terkena infeksi saluran nafas tidak boleh memberi asuhan langsung pada pasien
dengan risiko tinggi (misal neonatal, bayi, pasien dengan obstruksi paru kronis dan pasien dengan
daya tahan tubuh menurun

3) Bila diperkirakan ada KLB influenza lakukan pencegahan untuk semua pasien dan petugas yang
memberi asuhan langsung dengan menggunakan teknis isolasi pernafasan

3. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

a. Batasan Infeksi Saluran Kemih Klasifikasi ISK meliputi :

1) Infeksi Saluran Kemih Simptomatis

2) Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis

3) Infeksi Saluran Kemih lainnya

ISK Simptomatis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria sbb :

1) Demam (>38°C)

2) Nikuria (anyang-anyangan)

3) Polakisuria

4) Disuri

5) Nyeri supra pubik

6) Hasil biakan urin aliran tengah (midstream) > 10⁵cfu kuman/ml dengan jumlah kuman tidak lebih
dari 2 species

7) Kuman positif dari urin pungsi supra pubik tanpa melihat jumlah kuman
Pada pasien ≤ 1 th didapat paling sedikit satu gejala sbb, tanpa ada penyebab lainnya :

1) Demam (>38°C)

2) Hipotermi (<37°C)

3) Bradikardi < 100/mnt

4) Letargi

5) Vomiting

17
Dan ditemukan salah satu dari hasil di bawah ini :

1) Hasil urin kultur 10⁵cfu kuman/ml dengan jumlah kuman tidak lebih dari 2 spesies

2) Kultur urin 2x berturut-turut terdapat kuman flora normal yang sama mis. S. saprophyticus,
S.epidermidis dengan jumlah kuman > 10⁵cfu kuman/ml

ISK Asimptomatis paling sedikit 1 kriteria :

1) Riwayat menggunakan urin kateter < 7 hari yang lalu

2) Terdapat maksimal 2 species jenis kuman dalam biakan urin

3) Tidak terdapat gejala-gejala

Dan salah satu dari hasil di bawah ini :

1) Hasil urin kultur 10⁵cfu kuman/ml dengan jumlah kuman tidak lebih dari 2 species

2) Kultur urin 2x berturut-turut terdapat kuman flora normal yang sama mis. S. saprophyticus,
S.epidermidis dengan jumlah kuman > 10⁵cfu kuman/ml

ISK Lainnya harus memenuhi salah satu kriteria :

1) Ditemukan kuman yang tumbuh dari cairan

2) Ada abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, pemeriksaan langsung selama pembedahan atau
histopatologi

3) Ada 2 tanda berikut : demam (>38° C), nyeri lokal, nyeri tekan pada daerah yang dicurigai infeksi

b. Faktor Resiko Infeksi Saluran Kemih

1) Keteterisasi menetap :

3) Cara pemasangan kateter

4) Lama pemasangan

5) Kualitas perawatan kateter

6) Status immunologi pasien : Pasien tua, Debilitas, pasca persalinan

c. Pencegahan Infeksi Saluran Kemih


Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih nosokomial perlu diperhatikan beberapa hal yang
berkaitan dengan pemasangan catéter urin.

Tenaga Pelaksana

1) Pemasangan katéter hanya dilakukan oleh tenaga yang betul-betul memahami dan terampil dalam
teknik pemasangan katéter secara aseptik dan perawatan katéter yang benar

2) Tenaga yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan catéter urin sudah mendapatkan
pelatihan secara berkala dengan teknik

18
yang benar mengenai prosedur pemasangan catéter urin dan pengetahuan tentang komplikasi
potencial yang timbal

Pemasangan Katéter

1) Pemasangan katéter urin dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilemas bila tidak diperlukan
lagi. Alasan pemasangan catéter bukan karena untuk mempermudah tenaga pelaksana dalam
memberikan asuhan pada pasien

2) Cara sainase urin yang lain seperti catéter kondom, katéter supra pubis, kateterisasi selang-seling
(intermitten) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi menetap bila memungkinkan

3) Cuci tangan : sebelum dan sesudah pemasangan katéter

Teknik Pemasangan Catéter

1) Pemasangan katéter harus menggunakan teknik aseptik dan peralatan steril

2) Gunakan kateter sekecil mungkin dengan laju drainase yang konsisten untuk meminimalkan trauma
uretra

3) Kateter menetap harus terpasang dengan baik dan menempel pada badan untuk m encegah
pergerakan dan tegangan pada uretra

Drainase Sistem Tertutup dan Steril

1) Sistem drainase yang tertutup dan steril harus dipertahankan

2) Kateter dan selang/tube drainase tidak boleh dilepas sambunganny kecuali bila kateter akan
dilakukan irigasi

3) Bila terjadi kesalahan pada teknik aseptik sambungan terlepas atau bocor, maka sistem
penampungan harus diganti dengan teknik aseptik yang benar dan sebelumnya kateter harus
didesinfeksi

4) Tidak ada kontak antara urin bag dengan lantai

Cara Irigasi Kateter

1) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena bekuan darah
pada operasi prostat/kandung kemih. Untuk mencegah hal ini digunakan irigasi kontinyu secara
tertutup untuk menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah

2) Sambungan kateter harus didesinfeksi sebelum dilepas

3) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi


4) Jika kateter sering tersumbat dan harus sering diirigasi maka kateter harus diganti

19
Laju Aliran Urin

1) Laju aliran urin yang tidak terhambat harus dipertahankan

2) Untuk memperoleh aliran lancar :

a) Jaga kateter dan pipa drainase dari lekukan

b) Kantung drainase harus dikosongkan secara teratur ke wadah penampung urin yang terpisah bagi tiap-
tiap pasien. Saluran urin dari kantung penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung

c) Kateter yang kurang lancar/tersumbat harus diirigasi/kalau perlu diganti

d) Kantung penampung diletakkan lebih rendah dari kantung kemih/bladder

Pengambilan Specimen Urin

1) Bahan pemeriksaan urin dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal kateter, atau jika lebih
baik dari temapt pengambilan bahan yang tersedia dan sebelum urin diaspirasi dengan jarum dan
semprit yang steril, tempat pengambilan bahan harus didesinfeksi

2) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urin harus diambil dari kantung penampung secara
aseptik

Perawatan Meatus

Bersihkan dua kali sehari dengan antiseptik dan setiap hari bersihkan dengan sabun dan air.

Penggantian Kateter

Kateter urin menetap harus diganti dalam kurun waktu 7 hari (1 minggu)

4. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)

a. Batasan Infeksi Aliran Darah Primer

Infeksi aliran darah primer adalh infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain
yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Kriteria infeksi aliran darah primer dapat ditetapkan secara
klinis dan laboratoris dengan gejala/tanda berikut:

Untuk dewasa dan anak > 12 bulan ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :

1) Demam suhu > 38°C


2) Hipotensi

3) Tidak ada tanda-tanda infeksi di tempat lain

20
Untuk bayi umur < 1 tahun ditemukan salah satu gejala/tanda berikut tanpa penyebab lain :

1) Demam suhu > 38°C

2) Hipotermi

3) Apnea

4) Bradikardi < 100 x/mnt

5) Tidak ada tanda-tanda infeksi di tempat lain

b. Faktor Resiko Infeksi Aliran Darah Primer

1) Pemasangan kateter intravena (i.v) yang berkaitan dengan :

a) Jenis kanula

b) Teknik pemasangan

c) Lama pemasangan kanula

2) Kerentanan pasien terhadap infeksi

c. Petunjuk Pengembangan Surveilans Infeksi Aliran Darah Primer

1) Semua faktor risiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter, perawat, atau
anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien

2) Pelaksana surveilans menghitung rate menurut faktor risiko spesifik (kateter intravena) min setiap 6
bulan sekali dan melaporkannya pada tim pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit dan juga
menyebarluaskannya melalui buletin rumah sakit

3) Pelaksana surveilans membuat laporan rate infeksi aliran darah primer kasar pada buletin rumah
sakit min setiap 3 bulan sekali

d. Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer

Pencegahan IADP terutama ditujukan pada pemasangan dan perawatan I.V

1) Pendidikan dan Pelatihan Petugas Medis

Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas medis yang materinya menyangkut
indikasi pemakaian alat intravaskuler, prosedur pemasangan kateter, pemeliharaan peralatan
intravaskuler dan pencegahan
2) Surveilans Aktif IADP

Laksanakan surveilans untuk mengetahui adanya kejadian infeksi.

3) Indikasi pemasangan I.V hanya dilakukan untuk tindakan pengobatan dan atau kepentingan
diagnostik

4) Pemilihan kanula untuk infus perifer :

3) Pilih alat yang resiko komplikasinya relatif rendah dan harganya paling murah dan dapat digunakan
untuk terapi intravena dengan jenis dan

21
jangka waktu yang sesuai, saat ini bahan vialon lebih baik dibandingkan teflon

4) Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila sudah tidak ada indikasi klinis

5) Periksa secara visual lokasi pemasangan kateter untuk mengetahui apakah ada pembengkakan,
demam tanpa adanya penyebab yang jelas, atau gejala infeksi lokal/infeksi bakterimia

6) Pada pasien yang memakai perban tebal sehingga susah diraba/dilihat, lepas perban terlebih dahulu,
periksa secara visual setiap hari dan pasang perban baru

7) Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yang dapat dilihat dengan jelas

e. Kebersihan Tangan

1) Kebersihan tangan dilakukan sebelum dan sesudah palpasi, pemasangan alat intravaskuler,
penggantian alat intravaskuler, atau memasang perban

2) Untuk pemasangan vena central melalui insisi prinsip aseptiknya harus digunakan

f. Intravena Kateter

Pemasangan Kateter: jangan menyingkat prosedur pemasangan kateteryang sudah ditentukan

Perawatan Luka Kateter: bersihkan kulit di lokasi dengan antiseptik yangsesuai, sebelum
pemasangan kateter, biarkan antiseptik mengering pada lokasi sebelum memasang, jangan
melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik (lokasi dianggap daerah
steril), gunakan kasa steril atau perban transparan untuk menutup lokasi pemasangan, bila dipakai
iodine tincture untuk membersihkan kulit sebelum pemasangan kateter maka harus dibilas dengan
alkohol, ganti perban bila tampak kotor dan basah, hindari sentuhan yang mengkontaminasi lokasi
kateter saat mengganti perban

g. Pengganti Perlengkapan dan Cairan Intravena Set Perlengkapan

1) Secara umum set perlengkapan intravaskuler terdiri atas seluruh bagian mulai dari ujung selang
yang masuk ke kontainer cairan infus sampai ke hubungan alat

2) Ganti selang penghubung tersebut bila alat vaskuler diganti

3) Ganti selang IV termasuk selang piggybag dan stopcock dengan interval yang tidak kurang dari 72
Jam kecuali bila ada indikasi klinis

22
4) Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah, komponen darah atau emulsi lemak dalam 24
jam dari diawalinya infus

5) Jika dari tempat tusukan keluar pus, bengkak, kemerahan pada tempat IV/ diduga bakterimia yang
berasal dari kanula maka semua sistem harus dicabut

23
BAB IV

PENUTUP

Panduan Penurunan HAIs PPI RS merupakan petunjuk-petunjuk teknis bagi semua pihak yang
berkepentingan dan pokok-pokok pemikiran dasar berbagai upaya pencegahan dan pengendalian
terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit khususnya RSI

Pada hakekatnya upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit baru akan terselenggara
bila semua direksi dan staf rumah sakit yang terkait mempunyai motivasi dan itikad pengembangan
serta penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Buku Panduan Penurunan HAIs PPI RS ini, diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan untuk
meningkatkan mutu pelayanan secara berdayaguna dan berhasil guna.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lainnya, Kesiapan menghadapi Emerging Infectious Disease, Depkes RI kerjasama dengan
PERDALIN, 2008

2. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan lainnya, Dep Kes RI bekerjasama dengan PERDALIN, 2008

3. Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Dep Kes RI, 2010

Anda mungkin juga menyukai