Anda di halaman 1dari 16

BAB I

IDENTITAS PASIEN

 Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 40 th
Alamat : Rantau ikil
Agama : Islam
MRS : 25 November 2018
Tanggal Pemeriksaan : 25 November 2018

 Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. S usia 40 tahun datang ke IGD RSUD HANAFIE dengan keluhan
nyeri perut kanan bawah sejak dua hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Pada
awalnya nyeri dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan bawah. Nyeri
dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan
dirasakan makin lama makin memberat. Nyeri dirasakan memberat saat perut ditekan
dan pasien bergerak, sehingga pasien susah beraktivitas. Pasien mengeluh nyeri pada
perut kanan bawah semakin memberat hebat sejak tadi pagi Sebelum Masuk Rumah
Sakit.
Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan sejak 2hari yang lalu, mual, muntah (1x,isi
makanan, air dan lendir keputihan) dan perut terasa kembung. Pasien mengalami
demam sejak satu hari Sebelum Masuk Rumah Sakit, demam dirasakan terus-menerus
sepanjang hari.
Pasien tidak BAB selama 2 hari , tidak flatus, BAK normal. Pola makan pasien tidak
teratur dan jarang mengkonsumsi serat.

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah berobat ke manapun terkait dengan keluhannya saat ini

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit paru, ginjal, kencing manis, darah tinggi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti pasien

Riwayat Psikososial (Pendidikan dan Sosial Ekonomi)


Pendidikan : Sekolah Menengah Atas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan : sudah menikah
Kebiasaan : pasien jarang makan sayuran karena tidak suka

 Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Nadi : 90 x/menit, teratur, kuat
Suhu : 38,1oC
Respiratory rate : 20x/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg    
Status gizi : cukup
Keadaan umum
Pasien tampak lemah
KU : Tampak Sakit Sedang                   
Kesadaran : Compos mentis
Pemeriksaan generalis
Kepala : a/i/c/d -/-/-/-, mata cowong (-), edema palpebral (-), pupil isokor +3/+3
Leher : PKGB (-), JPV (-)
Thorax : Bentuk dada simetris (+), gerak pernapasan simetris (+)
Cor : S1S2 tunggal, m (-), g (-)
Pulmo : ves/ves, RH (-), Wh (-)
Abdomen : St.lokalis
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Status lokalis (Abdomen)    


Inspeksi           : Bentuk simetris, sedikit membuncit.
Auskultasi        : Bising usus (+) menurun
Palpasi : Dinding perut simetris, buncit, supel , Massa (-), Nyeri tekan (+)
kuadran kanan bawah (Mc.Burney sign).
Nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+), Rovsing sign (+),
defans muskular (+) di kuadran kanan bawah.
Perkusi :  Bunyi timpani

Rectal toucher
Tonus sphinter ani baik, ampula tidak prolaps, mukosa licin, nyeri tekan(+) jam 9-12,   
massa(-). Pada handscoon feses(+), darah(-).

Pemeriksaan Laboratorium
DL => 15 Februari 2013 ( 07.00 PM )
WBC 9.95 (3.6-11.0)
LYM 3.17 (1.0-4.4)
NEU 5.47 (0.0-1.5)
MONO 1.01 (1.8-7.7)

RBC 4.42 (3.80-5.20)


HGB 13.7 (11.7-15.5)
HCT 39.9 (35.0-47.0)
PLT 247 (150-440)

Diagnosis Kerja : Appendicitis Acute


Planning
1. Diagnosa :
Pemeriksaan laboratorium: DARAH RUTIN
Pemeriksaan radiologis : USG
2. Terapi :
1. Inf. RL 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxon 2x1gr IV
3. Inj. Ranitidin 50mg IV
4. Pro Appendiktomy
5. Puasa pre operasi
3. Monitoring : Vital sign, keluhan
4. Edukasi : Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, tindakan
yang akan dikukan, prognosa dan pengobatan setelah operasi
5. Konsultasi : Konsul dokter spesialis bedah umum
Prognosis :dubia at bonam

BAB II
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada
apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui.
Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor,
diantaranya adalah hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing
ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.
 Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan
dengan negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir
menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap
100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,
sedangkan meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja
dan awal usia 20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden
apendisitis memiliki rasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada masa
prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-
kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit
dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek
dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya
biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum
dan berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi
apendiks terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%),
paracaecal (2%), subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat
vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica.
Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe
melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaeca.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke
caecum. Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut
Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika
apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya
yang sedikit sekali.

B. Etiologi Apendisitis Akut


Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya :
 Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid
sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
 Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis
akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis,
Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
 Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik
dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
 Faktor Bakteri
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari.

C. Patofisiologi Apendisitis Akut


Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang
disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi
tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon
mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa
apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit
yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai
faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau
mengganggu motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan
invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah
(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah
intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat
terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien
karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.
Mekanisme terjadinya apendisitis dapat diliat pada bagan di bawah ini.

Penyumbatan
Fekalit
secret mukus

Mukus >>

Obstruksi
lumen
appendiks

Gangguan aliran mucus


dari Appendik - sekum

Bendungan
mukus
Peningkatan Gangguan edema,
tekanan aliran limfe diapedesis
intraluminal bakteri, dan
ulserasi mukosa

Obstruksi arteri (a. Obstruksi


terminalis appendikularis) vena apendisitis akut

Edema >>
Nyeri daerah
infark dinding
epigastrium
apendiks
bakteri akan
menembus dinding
apendiks.
gangren
Peradangan Appendisitis
peritoneum Supuratif akut

apendisitis
ganggrenosa Nyeri perut
kanan
bawah
D. Penegakan Diagnosa Apendisitis Akut
Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
 Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan
anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C.
Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
 Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya
defans muskuler.
 Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada
tekanan kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah
kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan
Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
-Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.
-Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
 Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan
lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri.
 Perkusi
- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
 Auskultasi
- biasanya normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata
 Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
 Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul
kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.
Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri.

 Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan
m. obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui
letak apendiks.

 Alvarado Score
Characteristic Score
M = Migration of pain to the RLQ 1
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama
pada kasus dengan komplikasi.
-pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri
di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi
komplikasi (misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke
colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
komplikasi- komplikasi dari appendicitis pada jaringan
sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga
dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila
terjadi abses.

e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic
yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat
divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah
pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan
ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu
juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix
(appendectomy).

E. Penatalaksanaan Apendisitis Akut


Perawatan Kegawatdaruratan
 Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi
atau septicemia.
 Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun
melalui mulut.
 Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
 Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan
lakukan pengukuran kadar hCG
 Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia
dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif
 Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam
menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
 Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob
diindikasikan.
 Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya
pembedahan.
Tindakan Operasi
 Apendiktomi, pemotongan apendiks.
 Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis dan antibiotika.
 Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan
antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin
memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.

BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Lebih dari 10% kasus dengan keluhan nyeri abdomen merupakan kasus
kegawatdaruratan.
2. Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit dengan gejala nyeri
abdomen yang paling sering dijumpai dan merupakan salah satu bentuk
kegawatdaruratan.
3. Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-
kira 10 cm dan berpangkal pada seikum
4. Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan
cabang dari arteri ileocolica.
5. Apendiks mendapat persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus
dan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
6. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A.
7. Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang
disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
8. Faktor-faktor pencetus terjadinya apendisitis adalah obstruksi, bakteri,
kecenderungan familiar dan faktor ras serta diet.
9. Proses penegakan diagnose pada kasus apendicitis yaitu meliputi
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
10. Penatalaksanaan pada kasus apendisitis akut sebenarnya lebih mengarah
pada penanganan operatif yaitu dengan appendectomy.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo .
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.2008
2. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
3. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern
Surgical Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies.2002
4. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill
companies.2005
5. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.1995

Anda mungkin juga menyukai