Anda di halaman 1dari 21

BAB 55.

Vertebra dan Kelainan Bentuk Tulang belakang

55.1. Lengkung Normal Tulang belakang


Susunan anatomi atau struktur tulang belakang terdiri dari:
a. Tujuh vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher yang membentuk
daerah tengkuk.
b. Dua belas vertebra torakalis atau ruas tulang punggung yang membentuk
bagian belakang torax atau dada.
c. Lima vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang yang membentuk daerah
lumbal atau pinggang.
d. Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang yang membentuk sakrum
atau tulang kelangkang.
e. Empat vertebra kosigeus atau ruas tulang tungging atau ekor yang
membentuk tulang ekor.1

Gambar 2. Struktur tulang belakang.

1
Lengkung ruas tulang bagian leher melengkung ke depan, lengkung ruas tulang
dada ke arah belakang, daerah pinggang melengkung ke depan dan pelvis atau
kelangkang lengkungannya kearah belakang.1

Gambar 3. Lengkung ruas tulang belakang.


Vertebra servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil dibandingkan
dengan ruas tulang lainnya, ciri dari ruas tulang punggung adalah semakin ke bawah
semakin membesar dilihat dari segi ukurannya yang memuat persendian untuk tulang
iga. Ruas tulang pinggang adalah yang terbesar dibandingkan dengan badan vertebra
lainnya. Sakrum atau tulang kelangkang terletak di bagian bawah tulang belakang
dengan bentuk segitiga, dan ruas tulang ekor terdiri dari 4 atau 5 vertebra yang
bergabung menjadi satu dan letaknya berada di bagian paling bawah dari tulang
belakang atau spine. Ruas-ruas tulang belakang diikat oleh serabut yang dinamakan
dengan ligament.1
Tulang belakang dapat patah akibat dari pukulan keras atau rusak karena faktor
kecelakaan atau faktor usia, selain itu tulang belakang juga dapat mengalami
kelainan seperti lengkungan tulang dada yang berlebihan mengakibatkan bongkok
atau kifosis, lengkung lumbal atau pinggang yang belebihan mengakibatkan lordosis,
dan bengkoknya ruas tulang punggung dan pinggang yang mengarah ke arah
samping kiri atau kanan yang disebut dengan Scoliosis.1

2
55.2. Skoliosis Idiopatik
Jumlah yang paling sering pada skoliosis adalah idiopatik ( 80% dari kasus).
Upaya penelitian yang substansial mengidentifikasi beberapa faktor yang
berkontribusi untuk pengembangan dari skoliosis idiopatik.
Faktor genetik adalah komponen etiologi yang potensial pada
perkembangan skoliosis. Ada bukti untuk beberapa modus yang berbeda dari
peninggalan, termasuk multifaktorial, autosomal dominan, dan X-linked
dominan, dengan variabel ekspresi fenotipik. Beberapa calon daerah telah
diidentifikasi, termasuk pada kromosom 6 p, distal 10q, 17p11, 18q, dan 19p13.2
Anggota keluarga dari individu yang terkena memiliki peningkatan insiden
skoliosis. Studi pada keluarga dengan anak kembar telah mengidentifikasi 73%
sampai 92% indeks pada kembar monozigotik dan hanya 36% menjadi 63%
indeks pada kembar dizigotik. Prevalensi skoliosis meningkat tujuh kali pada
individu yang memiliki saudara kandung yang terkena dan tiga kali pada mereka
yang dipengaruhi orang tua.
Skoliosis idiopatik tampaknya hasil dari kontrol yang inadekuat pada
pertumbuhan tulang belakang. Deformitas berlangsung paling cepat selama
pertumbuhan remaja, dan ada bukti bahwa remaja yang menderita skoliosis
idiopatik memiliki dorongan pertumbuhan lebih awal. lebih tinggi dan lebih
tipis, dan memiliki peningkatan tingkat hormon pertumbuhan.3
Anomali pertumbuhan tulang belakang mungkin berhubungan dengan
skoliosis idiopatik remaja. Tingkat pertumbuhan yang berbeda antara sisi kiri
dan kanan tulang belakang dapat menyebabkan asimetri yang ditekan oleh efek
Heuter-Volkmann (penekanan pertumbuhan di sisi cekung kurva). Ketika
pertumbuhan tulang belakang anterior melebihi pertumbuhan posterior pada
pasien remaja, hipokifosis terbentuk, dengan buckling berikutnya dari kolom
vertebra. Scoliotic spines pada anak perempuan antara 12 dan 14 tahun memiliki
badan vertebra thorakal lebih panjang, pedikel lebih pendek, dan jarak
interpedicular lebih besar dibandingkan dengan spines yang normal, usia yang
cocok pada perempuan.4Pertumbuhan diferensial antara elemen anterior dan

3
posterior tidak hanya berbeda secara signifikan pada skoliosis dibandingkan
spines yang normal, tetapi juga berkorelasi dengan tingkat keparahan skoliosis.
Pertumbuhan berlebih pada panjang terutama terjadi dengan osifikasi
endokondral, sedangkan pertumbuhan melingkar lebih lambat dan terjadi
dengan osifikasi membran.
Kebanyakan pada kurva ini dapat kembali seperti semula dengan sendirinya.
Namun beberapa yang berkembang atau berlanjut (biasanya double structural
curve) sulit untuk di tangani. Pada kasus ini dimana perbedaan Rib vertebral
angle difference lebih besar dari 20 derajat, progresi sering kali terjadi.
Perbedaan sudut ini didefinisikan sebagai perbedaan pada sudut dari kiri dan
kanan rusuk pada apical vertebra yang dihitung dari gambar anteroposterior.
Prevalensi skoliosis (≥10 derajat) pada anak-anak dan remaja adalah 0.5%
sampai 3%. Adolescent idiopathic skoliosis 2%-4% pada anak-anak antara 10 –
16 tahun. Kurva lebih besar >30 derajat di laporkan antara 0.04%-0.29%. Pada
skoliosis anak 0.5% untuk kelompok infant, 10% untuk juvenile, dan sisanya
adolescent.

55.3. Skoliosis Kongenital


Kongenital skoliosis adalah deformitas spinal kongenital yang paling sering.
Hal ini muncul pada saat lahir sebagai hasil dari elemen vertebra embriologi
atau gangguan pembentukan interauterin. Istilah '' bawaan '' sedikit menyesatkan
karena menyiratkan bahwa kelengkungan jelas saat lahir, tetapi hal ini tidak
selalu begitu. Anomali vertebral yang hadir pada saat lahir, dan deformitas klinis
berkembang dengan pertumbuhan tulang belakang dan mungkin tidak menjadi
jelas sampai nanti masa anak.4 Hal ini mungkin disebabkan oleh kegagalan
formasi atau kegagalan segmentasi. Pada umumnya terkait dengan kelainan
jantung atau urologi yang berkembang selama periode yang sama (sebelum 48
hari kehamilan). Gangguan pembentukan vertebra dapat diklasifikasikan sebagai
cacat segmentasi atau cacat formasi. Perkembangan kurva sangat terkait dengan
jenis kelainan tulang belakang dengan prognosis terendah dengan unilateral
unsegmented bar dengan kontralateral hemivertebrae (perkembangan hingga

4
10o/tahun), sebuah kasus perkembangan yang lebih ringan dari hemivertebrae
atau hemivertebrae ganda (1-2,5o dan 2- 5o / tahun, masing-masing), dan
setidaknya perkembangan parah pada pasien yang memiliki blok dan wedge
vertebrae (perkembangan <1o / Tahun). Anomali paling umum adalah
hemivertebrae, yang terlihat pada sekitar 40% kasus.5

Gambar 4. Klasifikasi skoliosis kongenital dengan pembagian kegagalan


segmentasi, kegagalan formasi dan kombinasi keduanya.

Skoliosis kongenital menunjukkan kemajuan dalam 75% kasus. Prognosis


terburuk adalah untuk thoracic curve, multiple hemivertebrae, dan convex unilateral
bar (kegagalan segmentasi) berlawanan dengan hemivertebrae. Blok dan irisan

5
tulang menunjukan progresi <1 derajat pertahun, hemivertebrae memilki rata-rata
progresi 1-2.5 derajat pertahun, double hemivertebrae meingkat dua kali lipat, dan
unilateral unsegmented bar dengan contralateral vertebra dapat mencapai 10 derajat
per tahun progresinya. Manajemen skoliosis kongenital sering kali memerlukan
penilaian klinis dan follow up radiografi untuk mendeteksi progresi. Progresi kurva
dan anomali vertebra yang berat dapat menyebabkan progresi kurva membutuhkan
penanganan yang cepat untuk mencegah deformitas dan morbiditas seperti thoracic
insufficiency syndrome.6

55.4 kifosis

Kifosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang yang bisa terjadi
akibat trauma, gangguan perkembangan atau penyakit degeneratif. Kifosis pada masa
remaja juga disebut penyakit Scheuermann. Kifosis kongenital merupakan kondisi
kelainan kongenital dengan angulasi konveks yang bertambah secara tidak normal
pada kurvatura tulang torakal. Kondisi kifosis kingenital memang kondisi yang
jarang terjadi, tetapi bila kondisi ini tidak diberikan intervensi akan meningkatkan
resiko paraplegi. Kifosis 13 kongenital terdiri dari dua tipe, yaitu tipe defek pada
segmen tulang belakang,dan tipe defek deformasi. Penyakit Scheuermann adalah
suatu keadaan yang ditandai dengan nyeri punggung dan adanya bonggol di
punggung (kifosis).

55.4.1 kifosis postural

Jenis ini sering terjadi pada masa remaja. Biasanya kebiasaan membawa
barang berat. Pembentukan penyakit ini terjadi secara lambat. Lebih sering terjadi
pada anak perempuan. Biasa disebut “bungkuk udang”. Postur tubuh yang buruk atau
membungkuk dapat menyebabkan peregangan pada ligamen tulang belakang dan
pembentukan abnormal dari tulang belakang (vertebrae). Kifosis Postural sering
disertai dengan kurva ke (Hiperlordosis / tulang pinggang yang terlalu melengkung
kedalam) dalam berlebihan pada tulang belakang bagian atas. Sepertiga dari kasus
Hiperkifosis sebagian besar mengalami patah tulang belakang (lebih dari 50 derajat).

6
Mengatasinya dengan cara memperkuat otot perut dan lutut yang membuat tubuh
lebih nyaman atau dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan otot.

55.4.2. Kifosis Kaku ( Struktural)

55.4.2.1 Scheuermann’s Kifosis

Scheuermann (diambil dari nama radiolog Denmark yang pertama kali


menandainya). Seperti Kifosis Postural, Khyphosis Scheuermann biasanya muncul
pada masa remaja, sering usia 10 dan 15, sedangkan tulang masih tumbuh / tubuh
terlalu kurus Juga disebut penyakit Scheuermann, itu sedikit lebih sering terjadi
pada anak laki-laki. Kifosis Scheuermann tidak teratur, sering hernia dan irisan
berbentuk lebih dari tiga tingkat berdekatan. Penyebab Kifosis Scheuermann tidak
diketahui, tetapi cenderung untuk berjalan dalam keluarga (keturunan).

55.4.2.2. Kifosis Kongenital.

A malformation of the spinal column selama perkembangan janin


menyebabkan kifosis di beberapa bayi. Jenis kifosis yang dapat memperburuk
pertumbuhan anak. Sebuah kifosis bawaan juga dapat tiba tiba muncul dalam masa
remaja, lebih sering pada anak dengan cerebral palsy dan gangguan neurologis
lainnya.

55.5.5 low Back Pain

Low Back Pain adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama
nyeri atau perasaan lain yang tidak enak dan tidak nyaman di daerah punggung
bagian bawah. Dalam masyarakat LBP tidak mengenal perbedaan umur, jenis
kelamin, pekerjaan , status sosial, tingkat pendidikan, semua bisa terkena LBP. Lebih
dari 80% umat manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP.

Etiologi Penyebab nyeri punggung bawah ada berbagai macam, dibedakan


dalam kelompok dibawah ini1

7
1) Nyeri punggung bawah mekanis, yaitu timbul tanpa kelainan struktur anatomis
seperti otot atau ligamen, atau timbul akibat trauma, deformitas, atau perubahan
degeratif pada suatu struktur misalnya diskus intervertebralis.

2) Penyakit sistemik seperti spondilitis inflamasi, infeksi, keganasan tulang, dan


penyakit paget pada tulang bisa menyebabkan nyeri di area lumbosakral

3) Skiatika (sciatica) adalah nyeri yang menjalar dari bokong ke tungkai kemudian
ke kaki, sering disertai parastesia dengan distribusi yang sama ke kaki. Gejala ini
timbul akibat penekanan nervus iskiadikus, biasanya akibat penonjolan diskus
intervertebralis ke lateral.

Pembagian penyebab dari LBP ini berdasarkan oleh frekuensi kejadian


adalah

a) Penyebab luar biasa : langsung (20%)

1. Berasal dari spinal : termasuk kondisi seperti infeksi, tumor, tuberkulosis, tractus
spondilosis

2. Berasal bukan dari spinal : termasuk masalah dilain sistem seperti saluran
urogenital, saluran gastroinstetinal, prolaps uterus, keputihan kronik pada wanita,
dan lain-lain.

b) Penyebab biasa : tidak langsung (80%) Kejadian ini berkisar sekitar 8 dari 10
kasus. Kasus yang bisa bervariasi mulai dari ketengangan otot, keseleo.

Penyebab dari berbagai penyakit ini adalah

1. Kebiasaan postur tubuh yang kurang baik

2. Cara mengangkat beban berat yang salah

3. Depresi

4. Aktivitas yang tidak biasa dan berat

5. Kebiasaan kerja dan kinerja yang salah Catatan : dari 90% kasus, tidak ditemukan
kejadian yang serius, hanya saja kasus yang nyeri punggung biasa.

8
Faktor Resiko

1) Usia

Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade
kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Bahkan keluhan nyeri
pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun.

2) Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan


nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin
seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada
wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus
menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang
berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya
nyeri pinggang.

3) Status Antropometri

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko timbulnya
nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan
meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

4) Pekerjaan

Faktor resiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot


rangka terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang,
gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis.

5) Aktivitas / olahraga

Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada


posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja
kantoran yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada
kursi, atau seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada
waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau
menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak

9
menopang tulang belakang. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik daripada
tempat tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi
berdiri langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah,
seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu.

Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi kebiasaan, beberapa
aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam
dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2
jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam sehari,
berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan resiko timbulnya
nyeri pinggang. 11

6) Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok, diduga karena perokok memiliki kecenderungan untuk


mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang.

7) Abnormalitas struktur

Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti pada skoliosis, lordosis,


maupun kifosis, merupakan faktor resiko untuk terjadinya LBP.

55.5.1 Evaluasi Klinis

Gejala klinis berkisar antara 2 minggu sampai dengan 4 tahun. Gejala


dengan onset yang lebih cepat dihubungkan dengan riwayat trauma. Intensitas nyeri
dengan NPS (Numeric Pain Scale) >7 tercatat pada 70% kasus saat kunjungan
pertama. Gejala yang menyertai LBP meliputi iskialgia (95%), rasa baal (hipostesia)
(77,5%), dan kelemahan tungkai (7,5%). Riwayat trauma yang signifikan dijumpai
pada 82,5% kasus. Rasa baal sesuai dermatom pada 77,5%. Tanda Lasegue positif
pada 95% kasus.

Dalam LBP bisa di manifestasikan dengan rasa nyeri yang bermacam


penyebab dan variasi rasanya. Dimana tipe – tipe tersebut dibedakan menjadi empat

10
tipe ras nyeri : nyeri lokal, nyeri alih, nyeri radikuler dan yang timbul dari spasme
muskuler.

Nyeri lokal disebabkan oleh sembarang proses patologis yang menekan


atau merangsang ujung – ujung saraf sensorik. Keterlibatan struktur – struktur yang
tidak mengandung ujung – ujung saraf sensoris adalah tidak nyeri. Sebagai contoh,
bagian sentral, medula korpus vertebra dapat dihancurkan oleh tumor tanpa
menimbulkan rasa nyeri, sedangkan fraktur atau ruptur korteks dan distorsi
periosteum, membran sinoval, otot, anulus fibrosus serta ligamentum sering
memberikan nyeri yang luar biasa. Struktur – struktur yang terakhir diinervasi oleh
serabut – serabut aferen rami primer posterior dan saraf sinuvertebralis. Meskipun
keadaan nyeri sering disertai dengan pembengkakan jaringan yang terkena, hal ini
bisa tidak tampak jika suatu struktur yang dalam dari tubuh bagian belakang
merupakan lokasi dari penyakitnya. Nyeri lokal sering dikemukakan sebagai rasa
nyeri yang stabil tetapi bisa intermiten dengan variasi yang cukup besar menurut
posisi atau aktivitas pasien. Nyeri dapat bersifat tajam atau tumpul dan sekalipun
sering difus, rasa nyeri ini selalu terasa pas atau di dekat tulang belakang yang sakit.
Gerakan berlawanan arah secara refleks dari segmen – segmen tulang belakang oleh
otot – otot paravertebralis sering tercatat dan dapat menyebabkan seformitas atau
abnormalitas postur. Gerakan atau sikap tertentu yang mengubah posisi jaringan
yang cedera memperberat nyeri. Tekanan yang kuat atau perkusi pada struktur
superfisial regio yang terkena biasanya menimbulkan nyeri tekan yang merupakan
gejala untuk membantu mengenali lokasi abnormalitas.

Nyeri alih terdiri atas dua tipe yang diproyeksikan dari tulang belakang ke
regio yang terletak di dalam daerah dematom lumbal serta sakral bagian atas, dan
diproyeksikan dari visera pelvik dan abdomen ke tulang belakang. Nyeri akibat
penyakit – penyakit di bagian atas vertebra lumbal biasanya dialihkan ke permukaan
anterior paha dan tungkai; nyeri yang berasal dari segmen lumbal bawah dan sakral
akan dialihkan ke regio gluteus paha posterior, betis serta kadang – kadang kaki.
Nyeri jenis ini, meskipun berkualitas dalam, sakit dan agak difus, cenderung pada
beberapa saat untuk di proyeksi ke superfisial. Pada umumnya, nyeri alih memiliki
intensitas yang sejajar dengan nyeri lokal pada punggung. Dengan kata lain,

11
pergerakan yang mengubah nyeri lokal mempunyai efek serupa pada nyeri rujukan,
meskipun tidak dengan ketepatan dan kecepatan seperti pada nyeri radikuler. Suatu
perkecualian yang penting dari hal ini adalah nyeri yang disebabkan oleh aneurisma
aorta. Anuresmia aorta yang membesar dengan perlahan – lahan dapat menimbulkan
erosi pada vertebra bagian anterolateral dan menimbulkan perasaan mengganggu
yang berubah mengikuti gerakan atau posisi berbaring.

Nyeri radikuler memiliki beberapa ciri khas nyeri alih tetapi berbeda dalam
hal intensitasnya yang lebih besar, distal, keterbatasan pada daerah radiks saraf dan
faktor – faktor yang mencetuskannya. Mekanisme terjadinya terutama berupa
distorsi, regangan, iritasi dan kompresi radiks spinal, yang paling sering terjadi di
bagian sentral terhadap foramen intervertebralis. Sebagai tambahan, telah diduga
bahwa pada pasien dengan stenosis spinalis pola “klaudikasio lumbal” dapat
disebabkan oleh iskemia relatif yang berhubungan dengan kompresi. Meskipun
nyerinya sendiri sering tumpul atau sakit terus berbagai pergerakan yang
meningkatkan iritasi radiks atau meregangkannya bisa sangat memperhebat nyeri,
menimbulkan suatu kualitas menusuk – nusuk.

Penjalaran nyeri hampir selalu berasal dari posisi sentral di dekat tulang
belakang hingga bagian tertentu pada ekstermitas bawah. Batuk, bersin dan
mengejan merupakan manuver pencetus yang khas, tetapi juga karena meregangkan
atau menggerakkan tulang belakang, semua kejadian tersebut dapat pula
meningkatkan intensitas nyeri lokal. Gerakan membungkuk ke depan dengan lutut
diekstensikan atau “gerakan mengangkat lutut dalam keadaan lurus” akan
mencetuskan nyeri radikuler pada penyakit bagian bawah vertebra lumbal yang
terjadi atas dasar regangan, kompresi vena jugularis yang menaikkan tekanan
intraspinal dan dapat menyebabkan suatu pergeseran pada posisi dari atau tekanan
pada radiks, dapat menimbulkan efek serupa. Iritasi radiks saraf lumbal keempat
serta kelima dan sakral pertama yang membentuk nervus iskiadikus, akan
menimbulkan rasa nyeri yang terutama meluas ke bawah hingga mengenai
permukaan posterior paha dan permukaan posterior serta lateral tungkai. Secara
khas, penjalaran rasa nyeri ini yang disebut dengan istilah sciatica berhenti di daerah
pergelangan kaki dan disertai dengan perasaan kesemutan atau rasa baal (parastesia)

12
yang menjalar ke bagian yang lebih distal hingga mengenai kaki. Rasa kesemutan,
parastesia, dan rasa baal atau kelaianan sensoris pada kulit, perih pada kulit, dan
nyeri sepanjang saraf tersebut juga dapat menyertai nyeri skiatika klasik. Dan pada
pemeriksaan fisik, hilangnya refleks, kelemahan, atrofi, tremor fasikuler, dan kadang
– kadang edema statis dapat terjadi jika serabut = serabut motoris radiks anterior
terkena.

Nyeri akibat spasme otot biasanya ditemukan dalam hubungannya dengan


nyeri lokal, namun dasar anatomik ataui fisiologiknya lebih tidak jelas. Spasme otot
yang berkaitan dengan berbagai kelainan tulang belakang dapat menimbulkan
distorsi yang berarti pada sikap tubuh yang normal. Akibatkanya, tegangan kronik
pada otot bisa mengakibatkan rasa pegal atau sakit yang tumpul dan kadang perasaan
kram. Pada keadaan ini, penderita dapat mengalami rasa kencang pada otot – otot
skarospinalis serta gluteus dan lewat palpasi memperlihatkan bahwa lokasi nyeri
terletak dalam struktur ini.

Nyeri lainnya yang sering tidak ditemukan asalnya kadang digambarkan


oleh pasien sebagai penyakit kronis punggung bagian bawah. keluhan - keluhan
unilateral perasaan tertarik, kram (tanpa spasme otot tidak sadar). Nyeri robek,
berdenyut – denyut, atau memukul – mukul, atau perasaan terbakar atau dingin sulit
diinterpretasikan namun. Seperti parastesia dan rasa baal, seharusnya selalu memberi
dugaan kemungkinan penyakit saraf atau radiks.

Diagnosis

1) Anamnesis

a. Letak atau lokasi nyeri, penderita diminta menunjukkan nyeri dengan setepat –
tepatnya, atau keterangan yang rinci sehingga letaknya dapat diketahui dengan tepat.
b. Penyebaran nyeri, untuk dibedakan apakah nyeri bersifat radikular atau nyeri
acuan.

c. Sifat nyeri, misalnya seperti ditusuk – tusuk, disayat, mendeyut, terbakar, kemeng
yang terus – menerus, dan sebagainya.

13
d. Pengaruh aktivitas terhadap nyeri, apa saja kegiatan oleh penderita yang dapat
menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa sehingga penderita mempunyai sikap
tertentu untuk meredakan rasa nyeri tersebut.

e. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh, erat kaitannya dengan aktivitas tubuh,
perlu ditanyakan posisi yang bagaimana dapat memperberat dan meredakan rasa
nyeri.

f. Riwayat Trauma, perlu dijelaskan trauma yang tak langsung kepada penderita
misalnya mendorong mobil mogok, memindahkan almari yang cukup berat,
mencabut singkong, dan sebagainya.

g. Proses terjadinya nyeri dan perkembangannya, bersifat akut, perlahan, menyelinap


sehingga penderita tidak tahu pasti kapan rasa sakit mulai timbul, hilang timbul,
makin lama makin nyeri, dan sebagainya.

h. Obat – obat analgetik yang diminum, menelusuri jenis analgetik apa saja yang
pernah diminum.

i. Kemungkinan adanya proses keganasan.

j. Riwayat menstruasi, beberapa wanita saat menstruasi akan mengalami LBP yang
cukup mengganggu pekerjaan sehari – hari. Hamil muda, dalam trimester pertama,
khususnya bagi wanita yang dapat mengalami LBP berat.

k. Kondisi mental/emosional, meskipun pada umumnya penderita akan menolak bila


kita langsung menanyakan tentang “banyak pikiran” atau “pikiran sedang ruwet” dan
sebagainya. Lebih bijaksana apabila kita menanyakan kemungkinan adanya
ketidakseimbangan mental tadi secara tidak langsung, dengan cara penderita secara
tidak sadar mau berbicara mengenai faktor stress yang menimpanya.

2) Pemeriksaan umum

a. Inspeksi

a.1. Observasi penderita saat berdiri, duduk, berbaring, bangun dari berbaring.

a.2. Observasi punggung, pelvis, tungkai selama bergerak.

14
a.3. Observasi kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulasi,
pelvis yang asimetris dan postur tungkai yang abnormal.

b. Palpasi dan perkusi

a.1. Terlebih dulu dilakukan pada daerah sekitar yang ringan rasa nyerinya,
kemudian menuju daerah yang paling nyeri.

a.2. Raba columna vertebralis untuk menentukan kemungkinan adanya deviasi c.


Tanda vital (vital sign)

3) Pemeriksaan neurologik

a. Motorik: menentukan kekuatan dan atrofi otot serta kontraksi involunter.

b. Sensorik: periksa rasa raba, nyeri, suhu, rasa dalam, getar. c. Refleks; diperiksa
refleks patella dan Achilles.

4) Pemeriksaan range of movement: Untuk memperkirakan derajat nyeri, function


lesa, untuk melihat ada tidaknya penjalaran nyeri.

5) Percobaan – percobaan:

a) Tes Lasegue Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak
dapat mengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang nervus ischiadicus.
Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati, terutama pada
herniasi discus lumbalis / lumbo-sacralis.

b) Tes Patrick dan anti-patrick Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi


panggul. Positif jika gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa
nyeri. Positif pada penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.

c) Tes Naffziger Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan
meningkat, akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul nyeri
radikuler. Positif pada spondilitis.

15
d) Tes Valsava Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat,
hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.

e) Tes Prespirasi Dengan cara minor, yaitu bagian tubuh yang akan diperiksa
dibersihkan dan dikeringkan dulu, kemudian diolesi campuran yodium, minyak
kastroli, alcohol absolute. Kemudian bagian tersebut diolesi tepung beras. Pada
bagian yang berkeringat akan berwarna biru, yang tidak berkeringat akan tetap
berwarna putih. Tes ini untuk menunjukkan adanya ganguan saraf otonom.

55.5.2 Pemeriksaan Penunjang

1. Pungsi lumbal

Dapat diketahui warna cairan LCS, adanya kesan sumbatan / hambatan


aliran LCS, jumlah sel, kadar protein, NaCl dan glukosa. Untuk menentukan ada
tidaknya sumbatan dilakukan tes Queckenstedt yaitu pada waktu dilakukan pungsi
lumbal diperhatikan kecepatan tetesannya, kemudian kedua vena jugularis ditekan
dan diperhatikan perubahan kecepatan tetesannya. Bila bertambah cepat dengan
segera, dan waktu tekanan dilepas kecepatan tetesan kembali seperti semula berarti
tidak ada sumbatan. Bila kecepatan bertambah dan kembalinya terjadi secara
perlahan-lahan berarti ada sumbatan tidak total. Bila tidak ada perubahan makin
lambat tetesannya berarti sumbatan total.

2. Foto rontgen

Dapat diidentifikasikan adanya fraktur corpus vertebra, arkus atau prosesus


spinosus, dislokasi vertebra, spondilolistesis, bamboo spine, destruksi vertebra,
osteofit, ruang antar vertebra menyempit, scoliosis, hiperlordosis, penyempitan
foramen antar vertebra, dan sudut ferguson lebih dari 30°.

3. Elektroneuromiografi (ENMG)

Dapat dilihat adanya fibrilasi serta dapat pula dihitung kecepatan hantar
sarf tepi dan latensi distal, juga dapat diketahui adanya serabut otot yang mengalami

16
kelainan. Tujuan ENMG yaitu untuk mengetahui radiks yang terkena dan melihat
ada tidaknya polineuropati.

4. Scan Tomografik

Dapat dilihat adanya Hernia Nucleus Pulposus, neoplasma, penyempitan


canalis spinalis, penjepitan radiks dan kelainan vertebra.

55.6 Spondylosis

a) Definisi

Spondylosis adalah penyakit degeneratif tulang belakang. Spondylosis ini


disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada diskus intervertebralis, yang
mengakibatkan makin menyempitnya jarak antar vertebra sehingga mengakibatkan
terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebralis dan
iritasi persendian posterior. Rasa nyeri pada spondylosis ini disebabkan oleh
terjadinya osteoartritis dan tertekan radiks oleh kantong durameter yang
mengakibatkan iskemik dan radang

Spondylosis lumbal merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra


atau diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor
utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah
usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada
faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia
40 tahun keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan perkembangan
spondylosis lumbar.

Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur


tulang yang terbentuk karena adanya proses penuaan atau degenerasi. Proses
degenerasi umumnya terjadi pada segmen L4 – L5 dan L5 – S1. Komponen-
komponen vertebra yang seringkali mengalami spondylosis adalah diskus
intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum).

b) Tanda dan gejala

17
Spondylosis lumbal merupakan suatu kelainan dengan ketidakstabilan
lumbal, sering mempunyai riwayat robekan dari diskusnya dan serangan nyeri yang
berulang – ulang dalam beberapa tahun. Nyeri pada kasus spondylosis berhubungan
erat dengan aktivitas yang dijalani oleh penderita, dimana aktivitas yang dijalani
terlalu lama dengan rentang perjalanan yang panjang.

Pasien biasanya berusia di atas 40 tahun dan memiliki tubuh yang sehat.
Nyeri sering timbul di daerah punggung dan pantat. Hal ini akan menimbulkan
keterbatasan gerak pada regio lumbal dan dapat menimbulkan nyeri pada area ini.
Pemeriksaan neurologis dapat memperlihatkan tanda – tanda sisa dari prolaps diskus
yang lama (misalnya tiadanya reflek fisiologis). Pada tahap sangat lanjut, gejala dan
tanda – tanda stenosis spinal atau stenosis saluran akar unilateral dapat timbul.7

c) Patologi

Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang
belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan
ke semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami klasifikasi dan perubahan
hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur
atau taji. Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat
mengalami subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga
ditimbulkan oleh osteofit \ Perubahan patologi yang terjadi pada diskus
intervertebralis antara lain: (a) annulus fibrosus menjadi 14 kasar, collagen fiber
cenderung melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi, (b) nucleus pulposus
kehilangan cairan, (c) tinggi diskus berkurang, (d) perubahan ini terjadi sebagai
bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan
adanya tanda-tanda dan gejala (Yulianza, 2013).

Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa


adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang
menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi
dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya brush
fracture. Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal
terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal,

18
durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan
ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan
pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan bersama-
sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar saraf dan
mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.7

d) Problematik .

Spondylosis lumbal menggambarkan adanya osteofit yang timbul dari


vertebra lumbalis. Osteofit biasanya terlihat pada sisi anterior, superior, dan sisi
lateral vertebra. Pembentukan osteofit timbul karena terdapat tekanan pada ligamen.
Apabila hal ini mengenai saraf, maka akan terjadi kompresi pada saraf tersebut, dan
dari hal itu dapat menimbulkan rasa nyeri, baik lokal maupun menjalar, parastesia
atau mati rasa, dan kelemahan otot8

e).Prognosis

Spondylosis merupakan penyakit degeneratif tulang belakang, dimana hal


ini sulit untuk diketahui perkembangannya. Dalam kasus ini, tidak menimbulkan
kecacatan yang nyata, namun perlu diperhatikan juga penyebab dan faktor yang
mempengaruhinya, seperti adanya kompresi dan penyempitan saraf yang nantinya
dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan gangguan perkemihan. Pada pasien yang
sudah mengalami degeneratif pada lumbalnya, namun sudah tidak merasakan adanya
nyeri pada daerah punggung bawah dalam waktu satu minggu, maka kondisi pasien
akan membaik dalam waktu 3 bulan8

19
Referensi

1. Putz, R dan Pabst, R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia; Edisi 21, Jilid 2, Alih
bahasa Septilia Inawati Wanandi. 2000. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

2. Alden KJ, Marosy B, Nzegwu N, et al. Idiopathic scoliosis: identification of


candidate regions on chromosome 19p13. Spine 2006;31(16):1815–9.

3. Stokes IA, Windisch L. Vertebral height growth predominates over


intervertebral disc height growth in adolescents with scoliosis. Spine
2006;31(14):1600–4.

4. McMaster M. Spinal growth and congenital deformity of the spine. Spine


2006;31(20):2284–7
5. Tracy MR, Dormans JP, Kusumi K. Klippel-Feil syndrome: clinical features and
current under-standing of etiology. Clin Orthop Relat Res 2004;424:183–90.
6. Kose N, Campbell RM. Congenital scoliosis. Med Sci Monit
2004;10(5):104–10.
7. Woolfson, Tony. 2008. Synopsis of causation Spondylosis. Edinburrg : Medical
Author, medical Text.
8. Yulianza, Rizky Dwi. 2013. Teknik Pemeriksaan radiografi lumbosakral dengan
klinis spondylosis Lumbal. Malang : Widya Cipta Husada.

20
21

Anda mungkin juga menyukai