Nyeri musculoskeletal adalah gejala yang paling sering dikeluhkan oleh pasien dan
masih menjadi topik yang menarik untuk dibahas hingga saat ini. Seringkali nyeri
musculoskeletal mengacu pada fibromyalgia syndrome (FMS) dan myofascial trigger point
syndrome (MTrPS). FMS merupakan kumpulan gejala seperti adanya nyeri pada area yang
luas, rasa kelelahan, terdeteksi adanya tender point serta gangguan tidur di mana nyeri yang
dirasakan tidak berbeda jauh dengan nyeri otot kronis pada umumnya.1
Pada kondisi FMS nyeri dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah
repetitive strain injury (RSI). Mengenai definisi dari RSI sendiri masih menjadi perdebatan
sampai saat ini. Beberapa peneliti mengatakan istilah RSI digunakan pada kasus nyeri yang
mengacu pada sindrom jaringan lunak tertentu yang mempengaruhi ektermitas atas seperti
carpal tunnel syndrome (CTS), thoracic outlet syndrome (TOS), dan DeQuervain’s
Syndrome. Namun beberapa peneliti yang lain mengkategorikan nyeri musculoskeletal non-
spesifik ke dalam RSI.1
Telah banyak penelitian dilakukan untuk menguji terapi mana yang paling efektif dan
aman untuk menurunkan nyeri. Diantaranya menggunakan metode contract relax stretching,
ultrasounds, manual pressure release dan manual terapi. Berdasarkan hasil dari penelitian
yang dilakukan pada setiap metode tersebut, semuanya menunjukkan hasil yang bagus dalam
menurunkan nyeri. Meskipun demikian dengan adanya kemajuan teknologi dan
perkembangan zaman yang sangat pesat, menciptakan kualitas hidup manusia yang semakin
menurun. Sehingga keluhan nyeri yang dirasakan pasien semakin beragam, begitu pula
dengan penyebabnya. Hal ini mendorong ilmuwan untuk terus meneliti lebih dalam tentang
metode yang lebih efektif untuk menangani nyeri musculoskeletal.1
Amiloydosis
Amiloidosis adalah sekelompok penyakit yang merupakan konsekuensi dari
penumpukan protein yang abnormal dalam berbagai jaringan tubuh. Protein abnormal
tersebut dinamakan amiloid. Protein yang terakumulasi dalam jaringan dapat terisolasi atau
meluas tergantung jenis amiloid-nya. Ada lebih dari 30 protein amiloid yang berbeda.2
Protein amiloid dapat disimpan di daerah tertentu dan mungkin tidak berbahaya atau
hanya mempengaruhi jaringan tunggal. Amiloidosis mempengaruhi banyak jaringan di
seluruh tubuh disebut amiloidosis sistemik. amiloidosis sistemik dapat menyebabkan
perubahan serius pada hampir semua organ tubuh termasuk ginjal, jantung, dan paru-paru.2
Pembagian amiloydosis
Amiloidosis sistemik telah diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama yang sangat
berbeda satu sama lain. Jenis utama dari amiloidosis sistemik saat ini dikategorikan sebagai
primer (AL), sekunder (AA), dan familial (ATTR, amyloid apolipoprotein A1 atau AApoAI,
amiloid apolipoprotein A2 atau AApoAII, agel, Alys, AFib).2
Amiloydosis Primer
Amiloidosis yang terjadi tanpa ada penyebab lain di sebut amiloidosis primer
sedangkan amiloidosis sekunder adalah amiloidosis yang terjadi sebagai hasil sampingan dari
penyakit lain, termasuk infeksi kronis (seperti tuberkulosis atau osteomyelitis), atau penyakit
inflamasi kronik (seperti rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, dan penyakit inflamasi
usus). Protein yang disimpan dalam otak pasien penderita penyakit Alzheimer adalah salah
satu bentuk amiloid.1,2
Amiloydosis Sekunder
Amiloidosis disebabkan oleh perubahan protein yang membuat mereka tidak larut,
mengakibatkan mereka untuk tersimpan di organ dan jaringan. Protein amiloid menumpuk di
ruang jaringan antar sel. Perubahan protein terjadi karena mutasi gen. Faktor risiko untuk
amiloidosis sekunder adalah inflamasi kondisi medis kronis. Usia merupakan faktor risiko
amiloidosis, karena kebanyakan orang yang terkena amiloidosis berusia lebih dari 60 tahun.2
Amiloydosis keturunan
Amiloidosis Familial (ATTR, AApoAI, AApoAII, agel, Alys, AFib) adalah bentuk
yang jarang dari amiloidosis. Amiloidosis Familial adalah autosomal yang diwariskan
dominan dalam genetika. Ini berarti bahwa untuk keturunan orang dengan kondisi tersebut,
ada kemungkinan 50% mewarisi itu.1,2
Gejala Amiloydosis
Jantung, ginjal, hati, perut, kulit, saraf, sendi, dan paru-paru dapat dipengaruhi oleh
penyakit ini. Akibatnya, gejala dan tanda-tanda yang jelas dan dapat dilihat adalah kelelahan,
sesak napas, penurunan berat badan, kurang nafsu makan, mati rasa, kesemutan, carpal tunnel
syndrome, gangguan pendengaran, lidah membesar, memar, dan pembengkakan tangan dan
kaki. Amiloidosis di organ-organ ini menyebabkan kardiomiopati, gagal jantung, neuropati
perifer, arthritis, malabsorpsi, diare, dan kerusakan hati dan gagal. Amiloidosis yang
mempengaruhi ginjal menyebabkan "sindrom nefrotik".2
Pemeriksaan penunjang
Tes darah dan tes urin dapat digunakan untuk mencari protein abnormal yang bisa
menunjukkan amiloidosis.2
Diagnosis
Diagnosis pasti dari amiloidosis dibuat dengan mendeteksi karakteristik protein
amiloid dalam jaringan (seperti mulut, dubur, lemak, ginjal, jantung, atau hati). Setelah
diagnosis dibuat, tes organ yang terlibat dapat membantu menentukan luasnya penyakit.
amiloidosis primer atau AL terjadi ketika sebuah sel khusus di dalam sumsum tulang (sel
plasma) secara spontan mengeluarkan protein tertentu secara berlebih. Amiloidosis primer
dapat terjadi bersamaan dengan kanker sumsum tulang dari sel plasma yang disebut multiple
myeloma (kurang dari 20% dari pasien AL). amiloid primer tidak terkait dengan penyakit
lainnya.2
Tatalaksana Amiloydosis
Ketika amiloidosis terjadi akibat dari adanya penyakit lain seperti infeksi kronis
(misalnya, tuberkulosis atau osteomyelitis) atau penyakit peradangan kronis (misalnya,
rheumatoid arthritis, dan ankylosing spondylitis), kondisi ini disebut amiloidosis sekunder
atau AA. Pengobatan amiloidosis sekunder biasanya dilakukan dengan cara menyembuhkan
penyakit yang mendasarinya.2
Sarkoidosis
Sarkoidosis (Sarcoidosis) adalah suatu penyakit peradangan yang ditandai dengan
terbentuknya granuloma pada kelenjar getah bening, paru-paru, hati, mata, kulit dan jaringan
lainnya. Granuloma merupakan sekumpulan makrofag, limfosit dan sel-sel raksasa berinti
banyak. Granuloma ini pada akhirnya akan menghilang total atau berkembang menjadi
jaringan parut.2
PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui. Kemungkinan penyebabnya adalah suatu respon
hipersensitivitas, keturunan, infeksi maupun bahan kimia. Biasanya muncul pada usia 30-50
tahun dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak.2
GEJALA
Banyak penderita yang tidak menunjukkan gejala dan penyakitnya ditemukan pada
saat menjalani pemeriksaan foto dada untuk keperluan lain. Jarang sampai terjadi gejala yang
serus.
Gejala sarkoidosis bervariasi tergantung dari lokasi dan luasnya penyakit:2
- merasa tidak enak badan
- demam
- sesak nafas
- batuk
- luka di kulit
- ruam kulit
- sakit kepala
- gangguan penglihatan
- perubahan neurologis
- pembesaran kelenjar getah bening (benjolan di ketiak)
- pembesaran hati
- pembesaran limpa
- mulut kering
- lelah
- penurunan berat badan.
DIAGNOSA
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
sarkoidosis:2
Hitung jenis darah
Tes fungsi paru (bila di paru-paru terbentuk jaringan parut, maka hasilnya akan
menunjukkan bahwa jumlah udara yang dapat ditahan paru-paru berada di bawah
normal)
Kadar enzim ACE (pada banyak penderita, kadar enzim pengubah angiotensin dalam
darah adalah tinggi)
Rontgen dada untuk mencari adanya pembesaran kelenjar getah bening
Biopsi kelenjar getah bening
Biopsi luka di kulit
Bronkoskopi
Biopsi paru terbuka
Biopsi hati
Biopsi ginjal
EKG untuk mencari kelainan jantung.
Tes kulit tuberkulin (tuberkulosis dapat menyebabkan banyak perubahan yang mirip
dengan sarkoidosis, karena itu dilakukan tes kulit tuberkulin untuk memastikan bahwa
penyakitnya bukan tuberkulosis)
Skening galium (kadang dilakukan jika diagnosis masih meragukan, karena skening
galium akan menunjukkan pola yang abnormal pada paru-paru atau kelenjar getah
bening penderita)
Enzim hati (jika hati juga terkena, maka kadar enzim hati, terutama alkalin fosfatase
mungkin meningkat).
PENGOBATAN
Gejala sarkoidosis seringkali secara perlahan akan menghilang dengan sendirinya,
sehingga tidak perlu dilakukan pengobatan. Untuk menekan gejala yang berat seperti sesak
nafas, nyeri sendi dan demam, diberikan corticosteroid.
Corticosteroid juga diberikan jika:
- hasil pemeriksaan menunjukkan kadar kalsium darah yang tinggi
- mengenai jantung, hati atau susunan saraf
- sarkoidosis menyebabkan lesi kulit atau penyakit mata yang tidak sembuh dengan tetes
mata corticosteroid
- penyakit paru-paru bertambah buruk.
Pemakaian corticosteroid dilanjutkan selama 1-2 tahun. Obat lainnya yang kadang
digunakan sebagai tambahan terhadap corticosteroid adalah obat immunosupresan, seperti
methotrexat, azathioprine dan cyclophosphamide.2
Keberhasilan pengobatan dinilai melalui hasil pemeriksaan foto dada, tes fungsi paru
dan pengukuran kalsium dan enzim ACE dalam darah. Tes ini dilakukan berulang untuk
mengetahui adanya kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Pada kegagalan organ yang
tidak dapat diperbaiki, kadang perlu dilakukan pencangkokan organ.
PROGNOSIS
Banyak penderita yang tidak mengalami penyakit yang serius dan penyakitnya bisa
menghilang tanpa pengobatan. 30-50% kasus mengalami pemulihan spontan dalam waktu 3
tahun. Lebih dari 60% penderita tidak menunjukkan gejala setelah 9 tahun. Bahkan
pembesaran kelenjar getah bening di dada dan peradangan paru-paru yang luas bisa hilang
dalam beberapa bulan atau tahun. Lebih dari 75% penderita yang mengalami pembengkakan
kelenjar getah bening, dan lebih dari 50% penderita yang paru-parunya terlibat, sembuh
dalam waktu 5 tahun.2
Penderita sarkodosis, yang masih terbatas di dada, lebih baik daripada mereka yang
juga mempunyai sarkoidosis di tempat lain. Penderita dengan pembesaran kelenjar getah
bening di dada tapi tidak menunjukkan adanya penyakit paru-paru mempunyai prognosis
yang sangat baik. Mereka yang penyakitnya dimulai dengan eritema nodosum mempunyai
prognosis yang terbaik.2
Sekitar 50% yang pernah menderita sarkoidosis akan mengalami kekambuhan. 10%
penderita mengalami kecacatan yang serius karena kerusakan pada mata, sistem pernafasan
atau organ lainnya. Adanya jaringan parut pada paru-paru memicu terjadinya gagal
pernafasan yang merupakan penyebab utama kematian.
Sindrom sjorgren
Sindrom Sjögren adalah sebuah kelainan otoimun di mana sel imun menyerang dan
menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksi air mata dan liur. Sindrom ini
dinamakan dari seorang ahli penyakit mata Henrik Sjögren (1899-1986) dari Swedia, yang
pertama kali memaparkan penyakit ini. Sindrom Sjögren selalu dihubungkan dengan
kelainan rheumatik seperti arthritis rheumatoid, dan terdapat faktor rheumatoid positif pada
90 persen dari jumlah kasus.2
Epidemiologi
Sindrom Sjögren diderita oleh 1-4 juta jiwa di Amerika Serikat. Sebagian besar
penderita berusia lebih dari 40 tahun. Wanita, 9 kali lebih rentan terkena penyakit ini daripada
pria.2