Anda di halaman 1dari 4

KAKEK PENJUAL SATE

Tiba-tiba bumi berguncang hebat! Melempar tubuhku kesana kemari, hingga serasa bagai
diombang-ambingkan ombak lautan. Petir terdengar bergemuruh memekakkan telinga …, dan
puncaknya, sebuah halilintar meledak, membahana memecah angkasa!

“Hooiii! Baanguuun, Laaann …!”

Aku tersentak kaget dengan napas memburu. Sesaat terpana melihat kakak berdiri di ujung
pembaringan.

“Akhirnya bangun juga kerbau satu ini! Dari tadi dipanggil-panggil, digoncang-goncang, ditarik-
tarik, susah bener bangunnya!”

Aku mengucek-ucek mata sesaat ….

“Sahur ya, kak?” tanyaku masih setengah sadar.

“Belum! Baru jam setengah tiga lebih.”

Seketika alisku berkerut tak senang.

“Kenapa udah dibangunin?!” gerutuku kesal sambil kembali mencium bantal.

“Eeeh … malah tidur lagi! Heii, dengerin! Tadi kakak lupa pesan mama, suruh angetin lauk
sebelum tidur. Sekarang lauknya basi semua.”

“Ya, salah kakak dong! Kenapa jadi aku dibangunin gasik gini?”

“Kamu disuruh Mama keluar, beli lauk buat sahur! Mau sahur apa gak? Apa mau sahur cuma
pake nasi?”

Dengan malas-malasan, sambil menggerutu, aku pun bangkit. Ganti baju, pake jeans, ambil jaket
… lalu ke kamar mandi.

“Heeiii …! Ngapain ke kamar mandi? Emang ada yang jualan lauk di kamar mandi?” tegur
Kakak.

“Cuci muka dulu, Kak!” jawabku singkat.

“Bukannya tadi, sebelum ganti baju dan pake jaket?! Udah lengkap gitu, baru ke kamar mandi?”

“Namanya juga orang baru bangun. Mana bangunnya kaget lagi. Ya, belum sadar penuh dong!”
kataku berdalih, padahal lupa.

Kakak tertawa tergelak-gelak.


“Cepetan…! Keburu imshak ntar!” teriaknya lagi memekakkan telinga.

Aku cuma membalas dengan lambaian tangan.

***

Motor kujalankan perlahan sambil tengok kiri-kanan, mencari warung atau restauran yang masih
buka.

‘Jam segini … paling warung padang yang masih buka 24 jam,’ batinku berpikir. ‘Ya udah, beli
lauk masakan padang ajalah ….’

Kuputuskan menuju salah satu rumah makan Padang terdekat. Namun belum jauh motor melaju,
kulihat seorang kakek berjalan memanggul kotak dagangan. Karena tertarik, kudekati dia. Di
kaca kotak dagangannya tertera tulisan: ‘Sate Ayam dan Lontong’.

Aku pun berhenti, menjajarinya seraya menyapa, “Pak … jualan sate, ya?”

Kakek itu menatapku seraya tersenyum ramah ….

“Iya, Mas…”

“Masih gak, Pak?”

“Masih, Mas. Mau beli?”

“Iya, Pak.”

Kakek itu lalu menurunkan dagangannya. Ia duduk di sebuah bangku kecil dari kayu, lalu
dengan cekatan mempersiapkan olahan satenya.

“Berapa tusuk, Mas?”

“Masih banyak, Pak?” aku balik bertanya.

“Ada … 60 tusuk. Lontongnya masih delapan potong.”

“Ya udah, semua aja deh, Pak”

Kakek itu mengangguk. Ia pun mulai sibuk mengolah sate. Karena tidak ada bangku lain, aku
pun nongkrong di dekat kakek itu. Iseng-iseng, sambil nunggu sate matang, aku ajak kakek itu
mengobrol ….

“Udah lama jualannya, Pak?”

“Udah puluhan tahun, Mas”


“Ooh … udah lama, ya. Sampai sekarang masih jualan aja, Pak?! Gak cape? Maaf …, Bapak kan
udah lanjut usia gini.”

Kakek itu tersenyum.

“Tadinya saya memang jualan setiap hari … dari sore sampai malam, kadang sampai pagi. Tapi
sekarang udah enggak … udah gak kuat lama di luar, Mas,” balas Kakek itu.

“Trus, kenapa sekarang masih jualan juga, Pak? Sampai pagi gini lagi.”

“Sekarang saya jualannya cuma kalau bulan puasa, Mas. Sengaja jualan saat menjelang sore dan
menjelang subuh.”

Alisku berkerut, heran. “Kenapa, Pak?”

“Sambil mencari amal sebanyak-banyaknya, Mas. Siapa tahu ada orang yang sedang bingung
mencari lauk untuk berbuka atau untuk sahur. Seperti Mas ini, beli untuk sahur, kan?”

Aku terbengong ….

“Jadi Bapak yang udah merasa tua, udah gak sekuat dulu lagi, udah gak jualan seperti biasa, tapi
tetap sengaja berjualan malam … sengaja untuk berjaga-jaga kalau ada orang yang kebingungan
cari lauk buat buka atau sahur?”

Kakek itu tersenyum sambil mengangguk ….

“Saya ingin menambah amal dengan melayani orang yang berpuasa, Mas. Dan saya senang bisa
melakukannya. Kalau orang itu atau Mas tidak punya uang pun, saya ikhlas memberinya,” ucap
si Kakek. “Melayani satu orang yang berpuasa, sama pahalanya dengan orang yang berpuasa itu.
Saya ingin dapat melayani sebanyak-banyaknya. Cuma itu yang bisa saya lakukan, untuk
menambah bekal saya ke akhirat kelak.”

Subhanallah ….

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

“Barang siapa yang membantu persiapan orang berjihad maka dia juga telah berjihad.” (HR. Al
Bukhari No. 2843)

“Barangsiapa orang yang mau memberi makanan untuk orang yang berpuasa pada saat berbuka,
maka niscaya ia akan mendapatkan pahala yang semisal orang yang berpuasa tersebut tanpa
mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.” (HR. At Tirmidzi, beliau berkata,
“Hadits Hasan Shahih”)

Aku terdiam … terharu mendengar kata-kata dari kakek tua itu. Setua ini, mempunyai sikap dan
pengertian sedalam itu, pastilah ia seorang soleh yang cukup tahu banyak tentang agama. Namun
tetap merasa belum cukup bekal untuk dibawa menghadapNya. Apalagi aku yang masih semuda
ini, bila tiba-tiba dipanggil olehNya …?

Sebuah renungan dari seorang kakek tua penjual sate … memberi sebuah sahur yang berkesan
untukku.

Kesan yang ‘kan selalu menimbulkan tanya dalam sanubari …, sudah cukupkah amalku atas
dosa, saat kapanpun dipanggil pulang menghadapNya?

Anda mungkin juga menyukai