Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya
disebabkan oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan
hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme refleks
jatuh di mana lengan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti
gaya jatuhnya atlit atau penerjun payung.
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa letak
perubahan letak fragmen tulang. Menurut Lane and Cooper, fraktur atau patah
tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik komplet maupun inkomplete
yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan
atau tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri,
dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang.
Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya
disebabkan oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan
hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme refleks
jatuh di mana lengan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti
gaya jatuhnya atlit atau penerjun payung.
Fraktur adalah patah atau ruptur kontinuitas struktur dari tulang atau
cartilage dengan atau tanpa disertai dislokasi fragmen. Fraktur os radius dan
fraktus os ulna adalah trauma yang terjadi pada bagian tungkai depan. Kadang
kala sering terjadi fraktur yang terbuka, hal ini sering terjadi karena trauma terjadi
pada lapisan jaringan yang tipis dan lembut. Lokasi fraktur sering terjadi pada

1
bagian tengah dari tulang radius atau pada bagian distal tulang radius dan ulna
atau pada bagian distal atau keduanya.
Walaupun jarang mengancam nyawa tapi kerusakan yang timbul jika
tidak ditangani secara tepat akan menimbulkan beberapa komplikasi dari jangka
pendek yaitu cedera nervus medianus hingga jangka panjang malunion sehingga
dapat mengurangi morbiditas pasien. Pada laporan kasus ini akan dibahas
mengenai patah tulang 1/3 distal radius dan ulna sinistra pada laki-laki usia 15
tahun.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui manajemen pasien dengan patah tulang pada antebrachi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penanganan awal pasien dengan fraktur pada antebrachi
b. Mengetahui penanganan lanjut untuk pasien dengan fraktur pada
antebrachi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Tulang dan Fisiologi tulang


Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran
dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon,
ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan
dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit
dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen
tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid
melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mengsekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan
kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali
memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di
dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus
metastasis kanker ke tulang.
Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas
adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit,
osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim
proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam
aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006)
antara lain :
1. Sebagai kerangka tubuh
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
2. Proteksi

1
Sistem musculoskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya
otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru
terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-
tulang kostae (iga).
3. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh
dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit
yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ;
sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot
yang melekat padanya.
4. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain.
Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
5. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.

Anatomi Radius
Ujung proximal radius membentuk caput radii (=capitulum radii),
berbentuk roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk
fovea articularis (=fossa articularis) yang serasi dengan capitulum radii.
Caput radii dikelilingi oleh facies articularis, yang disebut circumferentia
articularis dan berhubungan dengan incisura radialis ulnae. caput radii
terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di sebelah caudal collum pada
sisi medial terdapt tuberositas radii. Corpus radii di bagian tengah agak
cepat membentuk margo interossea (=crista interossea), margo anterior
(=margo volaris), dan margo posterior.

2
Ujung distal radius melebar ke arah lateral membentuk processus
styloideus radii, di bagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada
facies dorsalis terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendo.
Permukaan ujung distal radius membentuk facies articularis carpi.

Gambar 3. Tulang Radius


Anatomi Ulna
Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal
yang sebaliknya terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat
incisura trochlearis (= incisura semiulnaris), menghadap ke arah ventral,
membentuk persendian dengan trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal
disebut olecranon. Di sebelah caudal incisura trochlearis terdapat
processus coronoideus, dan di sebelah caudalnya terdapat tuberositas
ulnae, tempat perlekatan m.brachialis. di bagian lateral dan incisura
trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan dengan caput radii.
Di sebelah caudal incisura radialis terdapat crista musculi supinatoris.
Corpus ulnae membentuk facies anterior, facies posterior, facies medialis,
margo interosseus, margo anterior dan margo posterior.

3
Ujung distal ulna disebut caput ulnae (= capitulum ulnae). Caput
ulnae berbentuk circumferentia articularis, dan di bagian dorsal terdapt
processus styloideus serta silcus m.extensoris carpi ulnaris. Ujung distal
ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius.

Gambar 4. Tulang Ulna

Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar


yang diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum
radius, dan di distal oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen
radioulnar, yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membranes
interosea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan
satu kesatuan yang kuat. Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu
tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang,
hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang dekat dengan patah
tersebut.
Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antartulang,
yaitu otot supinator, m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang membuat
gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang
berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah
disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.

4
Gambar 5. Anatomi radius dan ulna

II. Fraktur
A. Definisi fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya
disebabkan oleh rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap oleh tulang..
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi
apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang.

5
B. Epidemiologi
Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak,
Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah
metafisis tulang radius distal, dan ulna distal sedangkan fraktur pada
daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Fraktur
tulang radius dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah atau 1/3 distal.

C. Etiologi Fraktur
1. Peristiwa Trauma (kekerasan)
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil,
maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang
demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh bila jatuh dengan telapak
tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan
tangan dan tulang lengan bawah.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang.
Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah
tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranon,
karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.

2. Peristiwa Patologis
a. Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang-
ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih

6
berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat
pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban
secara tiba-tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.
b. Kelemahan Tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu
tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya
osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah
tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.

D.Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi etiologis:
a) Faktor traumatik, terjadi karena trauma yang tiba-tiba
b) Faktor patologis, terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang
c) Faktor stres, terjadi karena adanya trauma terus menerus pada suatu
daerah tertentu

Klasifikasi klinis:
a) Fraktur tertutup (simple fraktur) adalah suatu fraktur yang tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar.
b) Fraktur terbuka (compound fraktur) adalah fraktur ang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak.
c) Fraktur dengan komplikasi, adalah fraktur dengan komplikasi misalnya
malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang.

Klasifikasi berdasarkan lokasi


a. Diafisial
b. Metafisial
c. Intra-artikuler
d. Fraktur dengan dislokasi

7
Gambar 2.1 Klasifikasi fraktur menurut lokasi
A.Fraktur diafisis B.Fraktur metafisis C.Dislokasi dan
D.Fraktur intra-artikuler

Klasifikasi berdasarkan konfigurasi


a) Fraktur transversal
b) Fraktur oblik
c) Fraktur spiral
d) Fraktur Z
e) Fraktur segmental
f) Fraktur kominutif
g) Fraktur avulsi
h) Fraktur depresi
i) Fraktur impaksi
j) Fraktur pecah
k) fraktur epifisis

8
Gambar 2.2 Klasifikasi fraktur berdasarkan konfigurasi
A.Fraktur transversal B.Fraktur oblik C.Fraktur Spiral D.Fraktur Kupu-kupu
E.Fraktur Kominutif F.Fraktur Segmental G.Fraktur Depresi

Gambar 2.3 Radiologik konfigurasi fraktur


A.Fraktur Transversal B.Fraktur Oblik C.Fraktur Segmental D.Fraktur Spiral
& Segmental E.Fraktur kominutif F.Fraktur Depresi

Klasifikasi menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya


a. Tidak bergeser
b. Bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi)

9
Gambar 2.4 Klasifikasi fraktur berdasarkan hubungan antar fragmen
A. Bersampingan B.Angulasi C.Rotasi D.Distraksi E.Over-riding
F.Impaksi

E. Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur pada tulang terdiri dari lima fase, yaitu :
1. Fase hematoma
Pada saat terjadi fraktur pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma
disekitar dan didalam fraktur, tulang pada permukaan fraktur yang tidak
mendapat persediaan darah akan mati, fase hematoma terjadi selama 1-3 hari .
2. Fase proliferasi seluler
Pada fase ini terjadi selama 3 hari- 2 minggu setelah fraktur,terdapat reaksi
radang akut yang disertai poliferasi sel dibawah periosteum dan didalam saluran
medulla akan tertembus.Sel-sel ini merupakan awal dari osteoblast yang akan
melepaskan substansi intravaskuler jaringan seluler mengelilingi masing-masing
fragment yang akan menghubungkan tempat fraktur.Hematoma membeku
perlahan lahan dan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang.
3. Fase pembentukan kalus
Pembentukan kalus sudah terbentuk selama2- 6 minggu jaringan seluler berubah
menjadi osteoblast dan osteoclast.osteoblast melepas matriks intraseluler dan
polisakarida yang akan menjadi garam kalsium dan mengendap sehingga terjadi
jaringan kalus,tulang yang dirangkai (wove bone) muncul pada kalus,tulang
yang mati dibersihkan oleh osteoclast.

10
4. Fase konsolidasi
fase konsolidasi terjadi dalam waktu 3 minggu- 6 bulan aktivitas osteoclast
berlanjut, tulang yang dirangkai diganti oleh tulang lameler dan fraktur
dipersatukan secara kuat .
5. Fase remodeling
Fase remodeling terjadi selama 6 minggu- 1 tahun fraktur telah dihubungkan
oleh tulang padat tulang yang padat tersebut akan diabsorbsi dan pembentukan
tulang yang terus menerus lameler akan menjadi lebih tebal,dinding-dinding
yang tidak dikehendaki dibuang dibentuk rongga sumsuum akhirnya akan
memperoleh bentuk tilang seperti normalnya akan terjadi dalam beberapa bulan
bahkan sampai beberapa tahun.

Gambar 2.5 Proses penyembuhan fraktur

F. Diagnosis
Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap
mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma;
pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pemeriksaan imejing
menggunakan foto polos sinar-x.

11
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya tanda-tanda
syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak,
sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen. Apabila kondisi jiwa pasien terancam, lakukan resusitasi untuk
menstabilkan kondisi pasien.
Setelah kondisi pasien stabil, perlu diperhatikan faktor predisposisi lain,
misalnya pada fraktur patologis5 sebagai salah satu penyebab terjadinya fraktur.
Pemeriksaan status lokalis dilakukan setelah pemeriksaan skrining awal
dilakukan. Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis:
a. Inspeksi (Look)
 Bandingkan dengan bagian yang sehat
 Perhatikan posisi anggota gerak
 Keadaan umum penderita secara keseluruhan
 Ekspresi wajah karena nyeri
 Lidah kering atau basah
 Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan survei pada
seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
 Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
 Perhatikan kondisi mental penderita
 Keadaan vaskularisasi

b. Palpasi/Raba (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan palpasi adalah
sebagai berikut:
 Temperatur setempat yang meningkat

12
 Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
 Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
sesuai dengan anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri
pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur
kulit.
 Pengukuran panjang tangan untuk mengetahui adanya perbedaan
panjang tangan.

c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif
dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga
uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

2. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

3. Pemeriksaan radiologi
Film polos tetap merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang
utama pada system skeletal. Gambar harus selalu diambil dalam dua proyeksi. (11)
Film polos merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan
kecurigaan trauma skeletal. Setiap tulang dapat mengalami fraktur walaupun
beberapa diantaranya sangat rentan.

13
Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah :
 Garis fraktur : garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang
atau menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada
fraktur minor.
 Pembengkakan jaringan lunak : biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.
 Iregularis kortikal : sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada
korteks
Posisi yang dianjurkan untuk melakukan plain x-ray adalah AP dan lateral
view. Posisi ini dibutuhkan agar letak tulang radius dan tulang ulna tidak
bersilangan, serta posisi lengan bawah menghadap ke arah datangnya sinar (posisi
anatomi). Sinar datang dari arah depan sehingga disebut AP (Antero-Posterior)
Terdapat tiga posisi yang diperlukan pada foto pergelangan tangan untuk
menilai sebuah fraktur distal radius yaitu AP, lateral, dan oblik. Posisi AP
bertujuan untuk menilai kemiringan dan panjang os radius, posisi lateral bertujuan
untuk menilai permukaan artikulasi distal radius pada posisi normal volar (posisi
anatomis). Berikut ini gejala klinis dari beberapa jenis fraktur yang terdapat pada
fraktur radius dan ulna :
 Fraktur Kaput Radius
Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa tetapi hampir
tidak pernah ditemukan pada anak-anak. Fraktur ini kadang-kadang terasa nyeri
saat lengan bawah dirotasi, dan nyeri tekan pada sisi lateral siku memberi
petunjuk untuk mendiagnosisnya.
 Fraktur Leher Radius
Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus
dan mendorong kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius
dapat retak atau, patah sedangkan pada anak-anak tulang lebih mungkin
mengalami fraktur pada leher radius. Setelah jatuh, anak mengeluh nyeri pada
siku. Pada fraktur ini kemungkinan terdapat nyeri tekan pada kaput radius dan
nyeri bila lengan berotasi.

14
 Fraktur Diafisis Radius
Kalau terdapat nyeri tekan lokal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sinar X
 Fraktur Distal Radius
Fraktur Distal Radius dibagi dalam :
1) Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi
sendi radio-ulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dan angulasi ke
arah dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dorsal dan medial. Fraktur ini akibat
terjatuh dengan tangan terentang dan lengan bawah dalam keadaan pronasi, atau
terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagian dorsolateral.
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung
bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu
dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.

Gambar 6. Fraktur Galeazzi


2) Fraktur Colles
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadi
di korpus distal, biasanya sekitar 2 cm dari permukaan artikular. Fragmen distal
bergeser ke arah dorsal dan proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas
“garpu-makan malam” (dinner-fork). Kemungkinan dapat disertai dengan fraktur
pada prosesus styloideus ulna.
Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) dengan
angulasi ke posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi pragmen distal ke radial.

15
Dapat bersifat kominutiva. Dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna. Fraktur
collees dapat terjadi setelah terjatuh, sehingga dapat menyebabkan fraktur pada
ujung bawah radius dengan pergeseran posterior dari fragmen distal
3) Fraktur Smith
Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara
langsung pada punggung tangan. Pasien mengalami cedera pergelangan tangan,
tetapi tidak terdapat deformitas. Fraktur radius bagian distal dengan angulasi atau
dislokasi fragmen distal ke arah ventral dengan diviasi radius tangan yang
memberikan gambaran deformitas “sekop kebun” (garden spade).

Gambar 7. Fraktur Colles dan fraktur Smith

Gambar 8. Gambaran radiologi fraktur Smith

16
Gambar 9. Gambaran radiologi fraktur Colles

4) Fraktur Lempeng Epifisis


Fraktur Lempeng Epifisis merupakan fraktur pada tulang panjang di daerah ujung
tulang pada dislokasi sendi serta robekan ligamen.
Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut dan dibagi
dalam 5 tipe :

Gambar 10. Klasifikasi Salter Harris


Paling umum adalah tipe II, dengan fragmen metafisis triangular terlihat di dorsal.

 Tipe I
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang,
sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini
terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi baru lahir
dan pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan reduksi tertutup mudah

17
oleh karena masih ada perlekatan periosteum yang utuh dan intak. Prognosis
biasanya baik bila direposisisdengan cepat.(21)

Gambar 11. Cedera Salter Harris tipe I


 Tipe II
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui
sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk
suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut tanda Thurson-
Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga masih melekat. Trauma
yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya terjadi pada anak-anak yang lebih
tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah konveks tetapi tetap utuh pada
daerah konkaf. Pengobatan dengan reposisi secepatnya tidak begitu sulit kecuali
bila reposisi terlambat harus dilakukan tindakan operasi. Prognosis biasanya baik,
tergantung kerusakan pembuluh darah.

Gambar 12. Cedera Salter Harris tipe II pada tulang radius ulna

18
 Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis
fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang
garis lempeng epifisis. Jenis fraktur ini bersifat intra-artikuler dan biasanya
ditemukan pada epifisis tibia distal. Oleh karena fraktur ini bersifat intra-artikuler
dan diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka
dan fiksasi interna dengan mempergunakan pin yang halus.

Gambar 13. Cedera Salter Harris tipe III atau Tillaux fracture

 Tipe IV
Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui
permukaan sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan epifisis dan berlanjut
pada sebagian metafisis.
Jenis fraktur ini misalnya fraktur kondilus lateralis humeri pada anak-
anak. Pengobatan dengan operasi terbuka dan fiksasi interna dilakukan karena
fraktur tidak stabil akibat tarikan otot. Prognosis jelek bila reduksi tidak
dilakuakn.

19
Gambar 14. Cedera Salter Harris tipe IV
(dikutip dari referensi 20)
 Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang
diteruskan pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang
badan yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosa sulit karena secara
radiologik tidak dapat dilihat. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan
sebagian atau seluruh lempeng pertumbuhan.

Gambar 15. Cedera Salter Harris tipe V

5) Fraktur Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan
saat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal
dengan angulasi anterior yang disertai dengan dislokasi anterior kaput radius.

20
Gambar 16. Fraktur Monteggia

CT scan di gunakan untuk mendeteksi letak struktur fraktur yang kompleks dan
menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fraktur
atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas
mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligament dan adanya pendarahan.

Gambar 17. Gambaran CT Scan Fraktur Radius Ulna


(dikutip dari referensi 23)

G. Tatalaksana
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Reposisi yang
dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang
mempunyai kemampuan remodeling ( proses swapugar). Beberapa penanganan
untuk fraktur :

21
1) Cara pertama adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi. Pada
fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan
menyebabkan cacat di kemudian hari, cukup dilakukandengan proteksi
saja, misalnya dengan mitela atau sling. Contoh kasus yang ditangani
dengan cara ini adalah fraktur iga, fraktur klavikula pada anak, dan fraktur
vertebrae, dengan kompresi minimal.

2) Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap diperlukan
imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. contoh cara ini
pengelolaan patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
3) Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan
imobilisasi. Ini dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen
yang berarti, seperti pada patah tulang radius distal.
4) Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus menerus selama masa
tertentu, misalnya beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal
ini dilakukan pada patah tulang yang bila direposisi akan terdislokasi
kembali didalam gips, biasanya pada fraktur yang dikelililngi oleh otot
yang kuat seperti pada patah tulang femur.

22
5) Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan
fiksasi luar. Fiksasi fragmen fraktur menggunakan pin baja yang
ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara
kokoh dengan batangan logam di luar kulit. Alat ini dinamakan fiksator
eksterna.

6) Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti pemasangan


fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum
femur. Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi, setelah
tereposisi, dilakukan pemasangan protesis pada kolum femur secara
operatif.

23
7) Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna.
Cara ini disebut juga sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (open
reduction internal fixation, ORIF). Fiksasi interna yang dipakai biasanya
berupa pelat dan sekrup. Keuntungan ORIF adalah tercapainya repsoisi
yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pasca operasi tidak perlu
lagi dipasang gips dan mobilisasi segera bias dilakukan. Kerugiannya
adalah adanya resiko infeksi tulang. ORIF biasanya dilakukan pada fraktur
femur, tibia, humerus, antebrachii.

8) Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dan


menggantinya dengan protesis, yang dilakukan pada patah tulang kolum
femur. Kaput femur dibuang secara secara operatif lalu diganti protesis .
Penggunaan protesis dipilih jika fragmen kolum femur tidak dapat
disambungkan kembali, biasanya pada orang lanjut usia.
9) Khusus untuk fraktur terbuka , perlu diperhatikan bahaya terjadinya
infeksi, baik infeksi umum (bakterimia) maupun infeksi local pada tulang
yang bersangkutan (osteomyelitis). Pencegaha infeksi harus dilakukan
sejak awal pasien masuk rumah sakit, yaitu debridemen yang adekuat dan
pemberian antibiotik profilaksis serta imunisasi tetanus. Untuk fraktur
terbuka, secara umum lebih baik dilakukan fiksasi eksterna dibanding
fiksasi interna.

24
Penutupan defek akibat kehilangan jaringan lunak dapat ditunda
(delayed primary closure) sampai keadaan luka vital aman dan bebas
infeksi. Yang paling sederhana adalah penjahitan sederhana, menutup
dengan graft kulit setelah mengikis peiosteum agar skin graft bisa hidup,
hingga menutup luka dengan flap.

H. Komplikasi
1) Komplikasi Dini
Sirkulasi darah pada jari harus diperiksa; pembalut yang menahan slab
perlu dibuka atau dilonggarkan. Cedera saraf jarang terjadi, dan yang
mengherankan tekanan saraf medianus pada saluran karpal pun jarang terjadi.
Kalau hal ini terjadi, ligamen karpal yang melintang harus dibelah sehingga
tekanan saluran dalam karpal berkurang.
Distroft refleks simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi
untungnya ini jarang berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi Sudeck.
Mungkin terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari,
waspadalah jangan sampai melalaikan latihan tiap hari. Pada sekitar 5% kasus,
pada saat gips dilepas tangan akan kaku dan nyeri Berta ter-dapat tanda-tanda
ketidakstabilan vasomotor. Sinar-X memperlihatkan osteoporosis dan terdapat
peningkatan aktivitas pada scan tulang.(1)
Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi komplikasi segera,
komplikasi dini, dan komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera terjadi
pada saat patah tulang atau segera setelahnya, komplikasi dini terjadi dalam
beberapa hari setelah kejadian, dan komplikasi kemudian terjadi lama setelah
tulang patah. Pada ketiganya, dibagi lagi menjadi komplikasi umum dan lokal.(18)

2) Komplikasi lanjut
 Malunion
Malunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau karena
pergeseran dalam gips yang terlewatkan. Penampilannya buruk, kelemahan dan
hilangnya rotasi dapat bersifat menetap.

25
Pada umumnya terapi tidak diperlukan. Bila ketidakmampuan hebat dan
pasiennya relatif muda, 2,5 cm bagian bawah ulna dapat dieksisi untuk
memulihkan rotasi, dan deformitas radius dikoreksi dengan osteotomi.Penyatuan
lambat dan non-union pada radius tidak terjadi, tetapi prosesus stiloideus ulnar
sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa saja dan tetap mengalami nyeri dan
nyeri tekan selama beberapa bulan. Kekakuan pada bahu, karena kelalaian, adalah
komplikasi yang sering ditemukan. Kekakuan pergelangan tangan dapat terjadi
akibat pembebatan yang lama.(1)

 Osteomyelitis
Adapun komplikasi infeksi jaringan tulang disebut sebagai
osteomyelitis, dan dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan
dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasilocal yang berjalan
dengan cepat. Pada anak-anak infeksi tulang seringkali timbul sebagaikomplikasi
dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis), telinga
(otitis media) dan kulit (impetigo). Bakterinya (Staphylococcus
aureus, Streptococcus, Haemophylus influenzae) berpindah melalui aliran
darah menuju metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah
mengalir ke dalam sinusoid.
Akibat perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat
peradangan yang terbatas ini akan tersas nyeri dan nyeri tekan. Perlu sekali
mendiagnosis ini sedini mungkin, terutama pada anak-anak, sehingga pengobatan
dengan antibiotika dapat dimulai, dan perawatan pembedahan yang sesuai dapat
dilakukan dengan pencegahan penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi dan
untuk mencegah jangan sampai seluruh tulang mengalami kerusaskan yang
dapatmenimbulkan kelumpuhan. Diagnosis yang salah pada anak-anak
yang menderita osteomyelitis dapat mengakibatkan keterlambatan dalam
memberikan pengobatan yang memadai.

26
Pada orang dewasa, osteomyelitis juga dapat awali oleh bakteri dalam
aliran darah, Namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau
operasi. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut
yang tidak di tangani dengan baik. Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya, osteomyelitis sangan resisten terhadap pengobatan dengan
antibiotika. Infeksi tulang sangat sulit untuk ditangani, bahkan tindakan drainase
dan debridement, serta pemberian antibiotika yang tepat masih tidak cukup untuk
menghilangkan penyakit.

I. Prognosis
Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan
terjadi pada setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan dokter
pada patahan tulang tersebut. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar
patahan tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang
dan periost yang disebut dengan fase hematoma, kemudian berubah menjadi fase
jaringan fibrosis, lalu penyatuan klinis, dan pada akhirnya fase konsolidasi.(18)
Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat bergantung
pada lokasi fraktur dan umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan fraktur:

Lokasi Fraktur Masa Penyembuhan Lokasi Fraktur MasaPenyembuhan


1. Pergelangan tangan 3-4 minggu 7. Kaki 3-4 minggu
2. Fibula 4-6 minggu 8. Metatarsal 5-6 minggu
3. Tibia 4-6 minggu 9. Metakarpal 3-4 minggu
4. Pergelangan kaki 5-8 minggu 10. Hairline 2-4 minggu
5. Tulang rusuk 4-5 minggu 11. Jari tangan 2-3 minggu
6. Jones fracture 3-5 minggu 12. Jari kaki 2-4 minggu

27
Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6
minggu), lansia (> 8 minggu).Jumlah Kematian dari fraktur: 4,3 per 100.000 dari
1.302 kasus di Kanada pada tahun 1997.
Tingkat kematian dari fraktur:
 Kematian : 11.696
 Insiden : 1.499.999
 0,78% rasio dari kematian per insiden

28
BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas pasien

 Nama :F

 Jenis Kelamin : Laki-Laki

 Umur : 15 tahun

 Alamat : Candirejo 5/5 Tuntang, Kabupaten Semarang

 Pekerjaan : Pelajar

 Tanggal masuk RS : 22 Maret 2017

 No. RM : 124005-2017

Anamnesis :

Keluhan utama: nyeri dan tidak bisa digerakan pada tangan kiri

Primary survey:

Airway: pasien dapat berbicara lancar, tidak ada stridor, gargling

Breathing: clear dibuktikan dengan gerakan dada simetris, auskultasi vesikuler seluruh

lapangan paru

Circulation: tidak dijumpai tanda-tanda syok

Disability: GCS 15 E4M6V5, reaksi pupil +/+

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tangan kiri, pada hari yang sama sebelumnya

pasien mengikuti lomba karate. Saat perlombaan pasien terjatuh akibat di tendang pada

bagian kakinya oleh lawan kemudian kehilangan keseimbangan dan tangan kiri pasien

29
sebagai tumpuan saat pasien terjatuh untuk menghidari terbenturnya kepala Setelah

kejadian tersebut tangan kiri pasien dirasakan sangat nyeri, bengkak, dan tidak dapat

digerakan. tidak ada riwayat trauma pada kepala, tidak ada mual muntah, tidak ada nyeri

kepala dan pingsan.

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign : Tekanan darah : 120/90 mmHg Napas : 24x/menit

Frekuensi nadi : 93 x/menit Suhu : 36,80C

Kepala-Leher

Kepala : Tidak ada kelainan

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Leher : tidak didapatkan peningkatan JVP

Thorax : Dalam Batas Normal

Abdomen : Dalam Batas Normal

Ekstremitas : Status lokalis

Status Lokalis

Regio antebrachii sinistra

Look : terlihat bengkak dan kemerahan pada antebrachii sinistra, tidak tampak

sianosis pada bagian distal.

Feel : terdapat nyeri tekan, suhu rabaan hangat, krepitasi (-)

Move : terdapat keterbatasan gerak aktif dan pasif.

30
Usulan Pemeriksaan Penunjang

 Darah rutin

Hematologi Hasil Nilai Satuan

Rujukan

Hemoglobin 12,8 12,8-16,8 g/dl

Leukosit 9,5 4,5-13,5 ribu

Eritrosit 4,81 4,5-5,8 juta

Hematokrit 38,6 40-52 %

Trombosit 327 150-400 Ribu

PTT 10,5 9,3-11,4 Detik

INR 1,01 Detik

APTT 26,6 24,5-32,8 Detik

 Foto Rontgen Antebrachii Sinistra AP/L

31
Interpretasi rontgen :

 Struktur tulang baik

 Tampak fraktur komplit pada 1/3 distal os radius, alignment tidak baik

 Tampak fraktur komplit pada 1/3 distal os ulna, alignment relative baik

 Kedudukan sendi baik, tak tampak dislokasi

Diagnosis Kerja

Closed fraktur 1/3 distal os radius dan ulna sinistra

Penatalaksanaan

 Imobilisasi dengan pemasangan spalk

 IVFD RL 20 gtt/menit

 Ceftriaxone 2x1 gr

 Ketorolac 3x30 mg

 Ranitidine 2x50 mg

 ORIF (open reduction internal fixation)

Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam

32
BAB IV

PEMBAHASAN

33

Anda mungkin juga menyukai