Anda di halaman 1dari 19

Bagian Ilmu Anastesi

Refleksi Kasus
Fakultas kedeokteran Universitas Alkhairaat
Palu, Desember 2017

MANAJEMEN ANASTESI UMUM


PADA OPERASI EKSISI TUMOR MAMMAE

Disusun oleh:
Dewi Sartika Muliadi,S.Ked
(11 16 777 14 120)

PEMBIMBING:
dr. Ferry Lumintang,Sp.An

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Anastesi

BAGIAN ILMU ANASTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai


tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya
dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang
harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari
operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa
anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.
Tumor payudara adalah benjolan tidak normal akibat pertumbuhan sel yang
terjadi secara terus menerus. Dalam klinik, istilah tumor sering digunakan untuk
semua tonjolan dan diartikan sebagai pembengkakan, yang dapat disebabkan baik
oleh neoplasma maupun oleh radang, atau perdarahan.
Menurut Rosjidi (2000) Sampai saat ini, penyebab pasti tumor payudara
belum diketahui. Namun, ada beberapa faktor resiko yang telah teridentifikasi,
yaitu : jenis kelamin, riwayat keluarga, faktor genetik, faktor usia, faktor
hormonal, usia saat kehamilan pertama, terpapar radiasi, pemakaian kontrasepsi
oral.
Pembedahan berperan dalam diagnosis dan terapi tumor jinak. Peran dalam
diagnosis adalah biopsi : core, insisi, enukleasi, dan eksisi. Peran dalam terapi
adalah eksisi, michrodocectomy, eksisi luas dan rekonstruksi.
Prinsip utama dalam terapi adalah eksisi lokal dengan batas sayatan bebas
tumor. Berdasarkan usia penderita direkomendasikan bahwa: usia di bawah 20
tahun dilakukan eksisi dengan batas sayatan 1 cm. Usia diatas 20 tahun dilakukan
eksisi luas dengan batas sayatan 2 cm. Mastektomi simpel dilakukan pada tumor
yang besar atau tumor yang kambuh (rekurensi).

1
Anestesi umum (General Anesthesia) disebut juga Narkose Umum
(NU). Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang
sempurna menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa
menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Dengan anestesi
umum akan diperoleh trias anestesia, yaitu: Hipnotik (tidur), analgesia (bebas
dari nyeri), relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot).
Untuk mecapai trias tersebut, dapat digunakan satu jenis obat, misalnya
eter atau dengan memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek
khusus seperti tersebut di atas yaitu obat yang khusus sebagai hipnotik,
analgetik, dan obat pelumpuh otot. Agar anastesi umum dapat berjalan
dengan baik, pertimbangan utamanya adalah memiliki anestetika ideal.
Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan
penderita, sifat anastetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta
obat yang tersedia. Sifat anastetika yang ideal antara lain mudah didapat,
murah, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan
relaksasi otot yang baik, kesadaran cepat kembali.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Rizky Ayu
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun
Alamat : Mutiara Wani II
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 22 November 2017
Tanggal Operasi : 23 November 2017
Berat badan : 40 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Rumah Sakit : RSU Anutapura Palu

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Benjolan pada payudara
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk RSU Anutapura dengan keluhan benjolan pada payudara sejak
± 2 bulan yang lalu, dapat digerakkan dan tidak terasa nyeri. Awalnya pasien
hanya merasakan benjolan kecil dan lama kelamaan menjadi besar. Demam
disangkal, sakit kepala disangkal. Sesak nafas tidak ada, mual tidak ada,
muntah tidak ada. Riwayat hipertensi(-), diabetes(-), alergi(+) makanan
seafood, asma(-), riwayat operasi sebelumnya (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : E4M6V5
4. Tanda vital:
3
Tekanan darah : 120/ 70 mmHg
Denyut nadi : 88 x/menit reguler
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 °C
5. Pemeriksaan kepala:
Konjugtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), warna bibir kemerahan.
Mulut sianosis (-/-), gigi palsu (-/-), T1-T1, Uvula dan palatum mole dan durum
terlihat.
6. Pemeriksaan leher
- Pembesaran kelenjar tiroid ( -), pembesaran kelenjar getah bening (-).
7. Pemeriksaan thorax
 Inspeksi : Ekspansi dada simetris, jejas (-), ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus normal kanan=kiri
 Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung normal
 Auskultasi : Bunyi paru vesikuler, rhonkhi -/-, wheezing -/-
8. Pemeriksaan payudara : terdapat benjolan pada payudara kiri, tidak nyeri dan
dapat digerakkan (mobile)
9. Pemeriksaan abdomen (pemeriksaan obstetri)
a) Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terdapat massa
b) Auskultasi : Terdengar suara bising usus
c) Perkusi : Timpani
d) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan lien tidak teraba.
10. Pemeriksaan genitalia : Tidak dilakukan
11. Pemeriksaan ekstremitas: Akral hangat, edema (-)/(-)

IV. Pemeriksaan Fisik Pre Operasi


a. B1 ( Breath)
Airway paten, nafas spontan, reguler, simetris, RR 20x/m, pernapasan
cuping hidung (-), snoring (-), stridor (-), buka mulut lebih 3 jari,
Mallampati score class I. Auskultasi : Suara napas bronchovesiculer,
rhonki (-/-), wheezing (-/-).
4
b. B2 (Blood)
Akral hangat, nadi reguler kuat angkat 88 x/m, CRT 2 detik , ictus
cordis teraba di SIC 5, S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
c. B3 ( Brain)
Kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4V5M6), refleks cahaya +/+, pupil
isokor 3mm/3mm.
d. B4 (Bladder)
BAK lancar, produksi kesan normal, warna kuning jernih, frekuensi 5-6
kali sehari, masalah pada sistem renal/endokrin (-).
e. B5 (Bowel)
Keluhan mual (-), muntah (-). Abdomen : inspeksi tampak cekung,
kesan normal. Auskultasi peristaltik (+), kesan normal. Palpasi nyeri
takan (-), massa (-). Perkusi tympani (+) pada seluruh lapang abdomen.
f. B6 (Bone)
Nyeri tekan pada paha kiri (+), krepitasi (-), ekstremitas deformitas (+),
edema (-).

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Darah Rutin : WBC : 5,9 x 103 μL
RBC : 4,5 x 106 μL
HB : 12,6 g/dl
PLT : 255 x 103 μL
HCT : 39,3 %
CT : 7”
BT : 3”
HbsAG : non reaktif Ureum : 20 mg/dl
Glukosa sewaktu : 124 mg/dl SGOT : 13 u/l
Kreatinin : 0,6 mg/dl SGPT :16 u/l
VI. KESIMPULAN
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat disimpulkan :

5
2. Diagnosis pre operatif : Tumor mammae sinistra
3. Status Operatif : ASA I, Mallampati I
4. Jenis Operasi : Eksisi tumor mammae sinistra
5. Jenis Anastesi : General Anastesi

VIII. LAPORAN ANESTESI


A. Pre Operatif
1. Di Ruangan
 Informed Consent (+) : Surat persetujuan operasi (+), surat
persetujuan tindakan anestesi (+)
 Puasa (+) selama 8 jam pre operasi
 Tidak ada gigi goyang dan pemakaian gigi palsu
 IV line terpasang dengan infus RL 500 cc 20 tpm
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7 0C

2. Di kamar Operasi
B. Premedikasi anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi, pasien diberikan Midazolam 2 mg
dan Fentanyi 60 mcg secara bolus IV.
C. Pemantauan Selama Anestesi
Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi
pasien terhadap pemberian obat anestesi khususnya terhadap fungsi
pernapasan dan jantung.
Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit, dan tekanan darah setiap 5 menit
Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan pada pasien dan saturasi oksigen
5
Cairan : Monitoring input cairan

D. Monitoring Tindakan Operasi

Tindakan Tekanan Nadi Saturasi


Jam Darah (x/menit) O2 (%)
(mmHg)
09.20  Pasien masuk ke kamar operasi, 130/70 80 100
dan dipindahkan ke meja operasi
 Pemasangan monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi O2
 Infus RL terpasang pada tangan
kanan
 Premedikasi : Midazolam 2 mg,
Fentanyl 60 mcg, ranitidin 50 mg
dan Ondancentrone 4 mg
09.25  Obat induksi dimasukkan secara 90/60 71 100
iv:
o Propofol 100 mg
 Kemudian mengecek apakah
refleks bulu mata masih ada atau
sudah hilang.
 Jika tidak ada, lalu dilakukan
tindakan face mask dengan
sungkup No.3, dan diberikan:
o O2 : 3 L
o Sevoflurane : 4 vol%
09.25  Dilakukan tindakan pemasangan 100/70 64 100
Laryngeal Mask Airway No. 4
 Pernafasan spontan
09.30  Operasi dimulai 90/60 65 100
 Pemberian propofol 100 mg
 Kondisi terkontrol
09.35  Kondisi terkontrol 120/70 68 100
09.40  Kondisi terkontrol 140/90 65 100

09.45  Kondisi terkontrol 120/70 63 100


 Tumor payudara berhasil
dikeluarkan
09.50  Kondisi terkontrol 110/80 60 100

6
09.55  Kondisi terkontrol 100/70 64 100
10.00  Kondisi terkontrol 100/60 68 100
10.05  Kondisi terkontrol 110/70 70 100
 Diberikan ketorolac 30mg
11.10  Operasi selesai 130/90 78 100
 Pelepasan LMA
 Pelepasan alat monitoring
(saturasi dan tensimeter).
 Pasien dipindahkan ke ruang
recovery room. Selanjutnya
dilakukan pemasangan alat
monitoring di recovery room
 Pasien dapat dibangunkan dan
memonitoring keadaan pasien.

E. INTRAOPERATIF (22 November 2017)


Tindakan Operasi : Eksisi Tumor Mammae Sinistra
Tindakan Anestesi : General anestesi
Lama Operasi : 30 menit (09.35– 10.05)
Lama Anestesi : 45 menit (09.25 – 10.10)
Jenis Anestesi : General anestesi dengan teknik Laryngeal Mask
Airway No. 4 menggunakan O2 3L
Posisi : Supine
Pernafasan : Spontan
Infus : Ringer Laktat pada tangan kanan 500cc
Premedikasi : Midazolam 2 mg i.v, Fentanyl 60 mcg i.v,
Ondancentron 4 mg iv, raniditin 50 mg iv
Induksi : Propofol 200 mg i.v
Rumatan : O2 3 L, dan sevoflurane 3 Vol %
Medikasi : Ketorolac 30 mg iv
Cairan : Cairan Masuk: RL 500 cc, cairan keluar tidak
dapat dimonitoring karena tidak dilakukan
pemasangan kateter.

7
F. POST OPERATIF
- Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke Bangsal nifas
atas
- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 78x/min
Saturasi : 100%

Skor Total 10
≥ 9 : Pindah dari unit perawatan pasca anestesi
≥ 8 : Dipindahkan ke ruang perawatan bangsal
≥ 5 : dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)
Pada pasien ini didapatkan nilai aldrete skor 10, pasien dipindahkan ke ruang
perawatan bangsal untuk dilakukan observasi lebih lanjut.

G. Terapi Cairan
1. Berat Badan : 40 kg
2. Jumlah Cairan yang masuk : 1000 cc
8
- Preoperatif (RL 500 cc)
- Durante operatif (RL 500 cc )
3. Jumlah cairan keluar :
a. Darah = ±50 cc
- Perdarahan dari kasa uk 4x4 = 5 buah (5 x 10 = 50 cc)
4. Estimated Blood Volume (EBV) dengan BB pasien 40 kg
 BB (Kg) x 70 ml/kgBB
= 70 cc/kg BB x 40 kg
= 2800 cc
 % Perdarahan = Jumlah Perdarahan : EBV x 100%
= 50 : 2800 x 100%
= 0,01 x 100%
= 1 %.
5. Perhitungan Cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi
1. Cairan Maintanance
(M) = (4x10) + (2x10) + (1x20)
= 40+ 20 + 20
=80 ml/jam
2. Cairan defisit pengganti puasa (P) :
Lama puasa x maintenance = 8 jam x 80
= 640 ml
3. Stress operasi (operasi kecil) :
= 4 cc x BB
= 4 x 40
= 160 ml/jam
4. Defisit darah selama 1 jam = 50 ml
- Jika diganti dengan cairan koloid atau darah 1:1
- Jika diganti dengan cairan kristaloid 3:1
5. Total kebutuhan cairan selama 1 jam operasi :

9
= (Cairan maintenance x 1 jam) + defisit pengganti puasa + Stres operasi
+ perdarahan
= (80 x 1) + 640 + 160 + 50
= 930 ml
a. Keseimbangan kebutuhan:
= Cairan masuk – cairan dibutuhkan
= 1000 ml – 930 ml
= 70 ml

10
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang pasien didiagnosis tumor mammae sinistra dengan ASA I, yakni pasien
dengan penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik. Pasien dianjurkan untuk
melakukan operasi eksisi tumor mammae sinistra. Menjelang operasi pasien
tampak sakit ringan, tenang, kesadaran kompos mentis. Pasien sudah dipuasakan
selama kurang lebih dari 8 jam. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu anestesi
general dengan teknik Laryngeal Mask Airway no.4.
Pada pasien diberikan premedikasi yaitu ondansetron 4 mg dan ranitidin
50 mg. Ondansetron merupakan antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang
dapat menekan mual dan muntah. Mekanisme kerja obat ini diduga dengan
mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone
di area postrema otak yang merupakan pusat muntah dan pada aferen vagal
saluran cerna. Ondansetron diberikan pada pasien untuk mencegah mual muntah
yang bisa menyebabkan aspirasi dan rasa tidak nyaman pasca pembedahan.
Ranitidine 50 mg diberikan untuk menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada
pemberian ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi
ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak
lengkapranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan
obat muskarinik atau gastrin. Ranitidine mengurangi volume dan kadar ion
hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan
perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun. Ranitidin merupakan golongan
H2 receptors blockers yang meningkatkan pH cairan lambung melalui penurunan
produksi asam lambung karena pada populasi dewasa, 30-50% pasien yang
menjalani pembedahan elektif dengan anastesi umum memiliki volume cairan
lambung lebih dari 25 ml dan 64-82% memiliki Ph kurang dari 2,5. Karenanya
pemberian obat profilaksis yang dapat menurunkan volume isi lambung dan

11
meningkatkan pH cukup menguntungkan, ranitidine dan famotidine merupakan
dua preparat yang telah berhasil digunakan untuk indikasi ini.
Pada pasien ini juga diberikan premedikasi yaitu Midazolam 2 mg.
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin
imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini
memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat terhadap reseptor GABA dibandingkan
diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibanding efek sedasi.
Midazolam merupakan short-acting benzodiazepine yang bersifat depresan sistem
saraf pusat (SSP). Efek midazolam pada SSP tergantung pada dosis yang
diberikan, rute pemberian,dan ada atau tidak adanya obat lain.
Selain itu, pada pasien juga diberikan fentanyl 60 μg (dosis 1-2μg/kgbb).
Fentanyl merupakan zat narkotik sintetik dan memiliki potensi 1000x lebih kuat
dibandingkan petidin dan 50-100x lebih kuat dari morfin. Mulai kerjanya cepat
dan masa kerjanya pendek. Obat ini dimetabolisme dalam hati menjadi norfentanil
dan hidroksipropionil fentanyl dan hidroksipropionil norfentanil, yang selanjutnya
dibuang melalui empedu dan urin. Efek depresi napasnya lebih lama dibanding
dengan efek analgesiknya. Efek analgesik kira-kira hanya berlangsung 30 menit,
karena itu hanya digunakan untuk anestesi pembedahan tidak untuk pasca bedah.
Pada pasien ini, dilakukan induksi dengan menggunakan propofol 200 mg
(dosis induksi 2-2,5mg/kgBB). Pada pasien ini diberikan propofol sebanyak 2
kali, pada pemberian pertama propofol 100 mg saat dilakukan induksi dan
pemberian kedua propofol 100 mg pada saat awal pembedahan dikarenakan
pasien masih terlihat gelisah. Propofol merupakan derivat fenol dengan nama
kimia di-iso profilfenol yang bersifat hipnotik murni dan tidak memiliki efek
analgetik. Obat ini digunakan sebagai induksi anestesi. Obat ini mempunyai onset
40 - 60 detik dan mempunyai efek menurunkan tekanan darah kira-kira 30% yang
disebabkan oleh vasodilatasi perifer pembuluh darah. Efek propofol pada sistem
pernapasan yakni mengakibatkan depresi pernapasan sampai apneu selama 30
detik.
Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan juga beberapa
gas inhalasi berupa, O2 3L, dan sevoflurane 3 vol% melalui mesin anestesi.
12
Sevofluran merupakan isomer dari enfluran. Induksi dan masa pulih anestesia
dengan sevoflurane cepat. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung
minimal sehingga banyak digemari untuk anestesi teknik hipotensi.
Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tanda vital berupa
tekanan darah, nadi , dan saturasi oksigen setiap 5 menit secara efisien dan terus
menerus, dan pemberian cairan intravena berupa RL. Cairan yang diberikan
adalah RL (Ringer Laktat) karena merupakan kristaloid dengan komposisinya
yang lengkap (Na+, K+, Cl-, Ca++, dan laktat) yang mengandung elektrolit untuk
menggantikan kehilangan cairan selama operasi, juga untuk mencegah efek
hipotensi akibat pemberian obat-obatan intravena dan gas inhalasi yang
mempunyai efek vasodilatasi.
Dalam terapi cairan, jumlah cairan yang masuk adalah 1000 cc dari
preoperatif (RL 500 cc) dan durante operatif (RL 500) dan jumlah cairan keluar
adalah 50 cc berupa perdarahan yaitu dari kasa 4x4 5 buah (5 x 10 = 50 cc).
Estimated Blood Volume (EBV) dengan BB pasien 40kg :70 cc/kg BB x 40 kg
=2800 cc, sehingga di didapatkan %perdarahan : 50/2800 x 100% = 1 %.
Terapi cairan intra-operatif dijabarkan sebagai berikut :
1. Kebutuhan Cairan Basal (M) :
 Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) ialah :
 4ml/kgBB/jam tambahkan untuk berat badan 10 kg pertama
 2ml/kgBB/jam untuk berat badan 10 kg kedua
 1ml/kgBB/jam tambahkan untuk sisa berat badan
 Pada pasien ini diperoleh kebutuhan cairan basalnya adalah sebagai
berikut :
 (4x 10 kg) + (2x10 kg) + (1x 20 kg) = 80 cc
2) Kebutuhan cairan operasi (O) :
 Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang peritoneum,
ruangketiga, atau ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung pada
besarkecilnya pembedahan, 6-8 ml/kg untuk operasi besar, 4-6 ml/kg
untuk operasisedang, dan 2-4 ml/kg untuk operasi kecil.
 Defisit cairan pengganti puasa :
13
Lama puasa x maintenance = 8 jamx 80 = 640 ml
 Pada pasien ini diperoleh kebutuhan cairan operasinya adalah sebagai
berikut : Operasi kecil x Berat badan : 4 x 40 kg = 160 cc
 Total kebutuhan cairan selama 2 jam operasi :
= (Cairan maintenance x 1) + Defisit cairan pengganti puasa + Stres
operasi + perdarahan
= (80 x 1) + 640 + 160 + 50
= 930 ml
6. Keseimbangan kebutuhan:
= Cairan masuk – cairan dibutuhkan
= 1000 ml – 930 ml
= 70 ml
Pada saat operasi hampir selesai, Ketorolac 30 mg diberikan sebagai
analgetik non opioid digunakan sebagai tambahan penggunaan opioid dosis
rendah untuk menghindari efek samping opioid yang berupa depresi pernapasan.
Sifat analgentik ketorolac setara dengan opioid (30mg ketorolac = 100 mg petidin
= 12 mg morfin), sedangkan sifat antipiretik dan anti inflamasinya rendah. Cara
kerja ketorolac adalah menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa
mengganggu reseptor opioid di sistem saraf pusat. Selama operasi keadaan pasien
stabil.
Setelah operasi selesai, observasi dilanjutkan pada pasien di recovery
room, dimana dilakukan pemantauan tanda vital meliputi tekanan darah, nadi,
respirasi dan saturasi oksigen dan menghitung aldrete score.Pasien bisa
dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang pemulihan jika nilai pengkajian post
anestesi adalah >7-8. Lama tinggal di ruang pulih tergantung dari teknik anestesi
yang digunakan. Pasien dikirim ke ICU (Intensive Care Unit) apabila hemodinaik
tak stabil perlu support inotropik dan membutuhkan ventilator (mechanical
respiratory support).

14
15
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
1. Anestesi umum (General anesthesia) disebut juga Narkose Umum (NU)
adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible berdasarkan trias anesthesia yang ingin
diperoleh yaitu hipnotik,analgesia, dan relaksasi otot.
2. Prosedur anastesi umum dan monitoring pasien tidak hanya dilakukan
pada saatoperasi tetapi juga mencakap persiapan pra anastesia (kunjungan
dan premedikasi)dan pasca anastesia.
3. Pemilihan teknik intubasi pada anastesi umum didasarkan pada jenis
operasi yangakan dilakukan, usia, jenis kelamin, status fisik pasien,
keterampilan pelaksana anastesi, ketersediaan alat, serta permintaan
pasien.

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi
EdisiKedua. Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI:
Jakarta.
2. Suyatno, 2015. Peran Pembedahan Pada Tumor Jinak Payudara, Majalah
Kedokteran Andalas, Vol. 38, No. Supl 1, from :
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id diakses tanggal 22 November 2017
3. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, Bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif,FKUI. CV Infomedia: Jakarta.
4. Pasternak LR, Arens JF, Caplan RA, Connis RT, Fleisher LA, Flowerdew R,
et al.Practice advisory for preanesthetic evaluation. A report by the American
Society ofAnesthesiologists Task Force on Preanesthesia Evaluation 2003.
5. Mangku, Gde dan Tjokorda Gde Agung S. 2010. Buku Ajar Ilmu Anastesi
danReanimasi. Indeks : Jakarta.
6. Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy
Pharmacology). AlihBahasa: Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995
7. Wrobel M, Werth M.2009. Pokok-pokok Anestesi. Edisi pertama. Jakarta.
PenerbitBuku Kedokteran EGC.
8. Omoigui S. 2012.Obat-obatan Anestesia. Edisi kedua. Jakarta. Penerbit
BukuKedokteran EGC.
9. Syarif,Amir,et al. 2009.Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima.
DepartemenFarmakologi dan Terapeutik FKUI: Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai