Anda di halaman 1dari 16

RFERAT

LUKA BAKAR

Oleh:
Tito Syahjihad 2013730114

Pembimbing
dr. Gatot Sugiharto, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH


BLUD RUMAH SAKIT SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
Luka bakar berat menyebabkan morbidibitas dan derajat kecacatan yang relative
tinggi dibandingkan cedera oleh sebab lain. Biyaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya pun tinggi. Di Amerika serikat, kurang lebih 250.000 orang
mengalami luka bakar setiap tahunnya, 112.000 penderita luka bakar
membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita luka bakar
meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi
dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut
makin meningkat.1
Luka bakar menyebabkan hilangnya intergeritas kulit dan juga
menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya
dinyatakan dengan derajat yangditentukan oleh kedalaman, luas , umur dan
keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi prognosis.1
Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau
kimia. Berdasarkan luas daerah yang terbakar, Wallace membagi bagian tubuh
dengan kelipatan dari 9 yang terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of
Wallace. Bagian tubuh tersebut termasuklah kepala dan leher 9%, lengan 18%,
badan depan 18%, badan belakang 18%, tungkai 36% dan genitalia/perineum
1%.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI LUKA BAKAR


Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak seperti suhu tinggi
misalkan api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.3
Luka bakar ialah luka akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik, atau
bahan kimia.4
B. Penyebab
C. Etiologi
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat
dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin,
gas kompor rumah tangga, cairan cairan dari tabung pemantik api, yang akan
menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak kurang
lebih 60% luka bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi pada kecelakaan
rumah tangga, dan umumnya merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga
mengenai seluruh ketebalan kulit (derajat tiga).1
Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat. Asam kuat
menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein dan rasa nyeri yang hebat.
Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan
menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil
sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara
lain cairan emutih pakaian (bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka bakar
yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan mengalami nekrosis
yang mencair (liquefactive necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan lebih
dalam lebih kuat daripada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel
mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru
timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk berobat dan
kerusakan jaringan sudah meluas.1
D. Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m 2 pada anak
baru lahir sampai 1m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan
suhu tinggi, pembuluh kapiler dibawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh
sekali pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat.
Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi udem
dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka
bakar akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan
penguapan.1
Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas
(lebih dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejla yang khas,
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan,
maksimal terjadi setelah delapan jam.1
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia.1
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhirup. Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan
jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara parau, dan
dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau
gas beracun lainnya. Karbonmonoksida sangat kuat terikat dengan
hemoglobin sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan yaitu lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada
keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat
CO, penderita dapat meninggal.1
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruang interstisial ke pembuluh
darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis.1
Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan
mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai
oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini
membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi
pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari
kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan
rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena kumannya
banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.1,2
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat
menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal
sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi
enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granu lasi membentuk nanah.1,2
Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng
yang mudah terlepas dengan nanah yang bayak. Infeksi yang invasif ditandai
dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng
yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-
mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis
pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat
sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai
dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel
basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua
yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gagal, kaku
dan secara estetik sangat jelek.1
Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila ini terjadi di prsendian; fungsi sendi dapat berkurang atau
hilang.1
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristaltis usus menurun atau berhenti karena syok. Juga peristaltis dapat
menurun karena kekurngan ion kalium.1
Stres atau beban faali setra hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita
luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau
duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini
dikenal sebagai tukak Curling atau stress ulcer. Aliran darah ke lambung
berkurang sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut, dapat
timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang dikhawatirkan pada
tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis
dan/atau melena.1
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan
berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga
yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat pembakaran protein dari
otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil,
dan berat badan menurun. Kecacatan akibat luka bakar bisa sangat hebat,
terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan
berat akibat cacat tersebut., sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang
disebut schizophrenia postburn.1

Luas luka bakar


Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh.
Pada orang dewasa digunakan “rumus 9”, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, perut, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas
kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri
masing-masing 9%, sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu
untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak lebih besar. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak
kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak.
Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-
masing 20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas
bawah kanan dan kiri masing-masing 15%.1,3
Derajat luka bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya
pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut
terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang
terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis, seperti nilon dan dakron, selain
mudah terbakar juga mudah lumer oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehigga
memperberat kedalaman luka bakar.1
Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh
dalam 5-7 hari; misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagau eritema
dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.1,3
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada
elemen epitel sehat tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya sel epitel basal,
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sisa sel
epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam dua sampai tiga minggu. Gejala yang
timbul adalah nyeri, gelembung atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh karena permeabilitas dindingnya meningkat.1
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin
subkutis, atau organ yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka; biasanya
diikuti dengan terbentuknya eskar yang merupakan jaringan nekrosis akibat
denaturasi protein jaringan kulit. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
kesembuhan harus dilakukan skin grafting. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau
hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat.
Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri.1

Beratnya luka bakar


Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh
kedalaman luka bakar. Walaupun demikian beratnya luka bergantung pada dalam,
luas, dan letak luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan
sangat mempengaruhi prognosis.
Selain dalam dan luasnya luka bakar, prognosis dan penanganan
ditentukan oleh letak luka, usia, dan keadaan kesehatan penderita. Perawatan
daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit, antara lain karena mudah
mengalami kontraktur. Bayi dan orang usia lanjut daya kompensisanya lebih
rendah, maka bila terbakar digolongkan ke dalam golongan berat.1
Petunjuk klasifikasi beratnya luka bakar menurut ABA
Luka Bakar Berat
 · 25 % pada orang dewasa
 · 25 % pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun
 · 20 % pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun
 · Luka mengenai wajah, mata, telinga, lengan, kaki, dan perineum yang
 · mengakibatkan gangguan fungsional atau kosmetik atau menimbulkan
disabiliti.
 · LB karena listrik voltage tinggi
 · Semua LB dengan yang disertai injuri inhalasi atau truma yang berat.4

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pada luka bakar mayor. Hal ini
untuk menunjang tatalaksana, mengingat luka bakar mayor dapat menyebabkan
kerusakan yang lebih berat dan gangguan keseimbangan metabolisme tubuh yang
berat. Hal ini harus dikenali sehingga bisa diatasi secepat mungkin.Pemeriksaan
yang dapat dilakukan :Hemoglobin, hematokrit, elektrolit, gula darah, golongan
darah, kadar COHb dan kadar sianida (pada luka bakar akiibat kebakaran di
ruangan).1,2
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan
cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak
meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin,
atau melepaskan baju yang tersiram panas.1
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama
sekurang-kurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya
mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses
koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi. Yang akan terus
berlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas.
Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama
dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan
lebih dangkal dan diperkecil, luka yang sebenarya menuju derajat dua dapat
berhenti pada derajat satu, atau luka yang akan menjadi tingkat tiga dihentikan
pada tingkat dua atau satu. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan
air apa saja yang dingin, tidak usah steril.1
Pada luka bakar ringan prinsip penanganan utama adalah mendinginkan
daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-
sisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat
dirawat secara tertutup atau terbuka.
Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti pada luka bakar
ringan, kalau perlu, dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala
syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan nafas, diberikan
campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi udem laring, dipasang pipa
endotrakea atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan
jalan napas, mengurangi ruang mati, dan memudahkan pembersihan jalan napas
dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO, segera diberikan oksigen
murni.
Luka akibat asam hidrofluorida perlu dilavase (cuci bilas) sebanyak-
banyaknya dan diberi gel kalsium glukonat topikal. Pemberian kalsium sistemik
juga diperlukan karena asam hidrofluorida mengendapkan kalsium pada luka
bakar.
Perawatan lokal adalah mengoleskan luka dengan antiseptik dan
membiarkannya terbuka untuk perawatan terbuka atau menutupnya dengan
pembalut sterila untuk perawatan tertutup. Kalau perlu, penderita dimandikan
dahulu.
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya
dari ABC (airway, breathing, Circulation).1

Airway and breathing


Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwarna jelaga
(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah.
Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi
(pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk
menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas
kesehatan yang lengkap.

Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui
infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan
cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena pada luka
bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang
berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan
cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang
mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam
jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh
darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan
mengganggu fungsi organ-organ tubuh.

Pemberian cairan intravena


Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan
secara teliti. Kemudian, jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Cara Evans
1. Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam.
2. Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL plasma per 24 jam.
Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat udem. Plasma
diperlukan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh da
meninggikan tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan keluar
dan menarik kembali cairan yang telah keluar.
3. Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2.000
cc glukosa 5% per 24 jam.

Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan


dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Penderita
mula-mula dipuasakan karena peristaltis usus terhambat pada keadaan prasyok,
dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Kalau
diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat dikurangi, bahkan
dihentikan.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter, yaitu luas luka bakar dalam % x BB dalam kg x 4mL larutan
Ringer. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu larutan
ringer laktat . Hari kedua diberikan setengah cairan pertama.
Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya bila penderita
dalam keadaan syok, atau jika diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat
sangat penting , karena fluktuasi perubahan keadaan sangat cepat terutama pada
fase awal luka bakar.
Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus-
menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat diihat dari diuresis normal yaitu
sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24jam atau 1 mL/kgBB/jam dan
3mL/kgBB/jam pada pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan apakah
sirkulasi normal atau tidak.
Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang
tidak betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hionatremia sebagai
gejala keracunan air dapat menyebabkan udem otak dengan tanda-tanda kejang.
Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui dari EKG yang
menunjukkan depresi segmen ST atau gelomabang U. Ketidakseimbangan
elektrolit ini juga harus dikoreksi namun bukan menjadi prioritas utama dalam
resusitasi cairan emergensi manajemen primer pasien trauma.
Tindakan bedah
Pemotongan eskar atau eskarotomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga
yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati. Tanda dini penjepitan
adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-ujung
distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang
membuka keropeng sampai jepitan terlepas.
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati
dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah
keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan
perdarahan. Biasanya eksisi dini ini dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7, dan
pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan
lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat terjadi perdarahan yang cukup
banyak. Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup
dengan skin graft yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri (skin
grafting autologus). Penutupan luka bakar dengan bahan biologis seperti kulit
mayat atau kulit binatang atau amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat
keterbatasan luas kulit penderita atau terlalu payah. Walaupun kemungkinan
ditolak, bahan tersebut dapat berfungsi sementara sebagai penghalang penguapan
berlebihan, pencegah infeksi yang lebih parah, dan mengurangi nyeri. Namun,
sedikit demi sedikit penutup sementara ini harus diganti dengan kulit penderita
sendiri sebagai penutup permanen.
Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga
dilakukan skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang
hipertropik. Skin grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum
timbulnya jaringan granulasi.
Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang
dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Skin subtitute ini antara
lain integra, aloderm, dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang
elemen-elemen epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas
antigen, dan berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis. Dermagraft merupakan
hasil pembiakan fibroblas neonatus yang digabung dengan membran silikon,
kolagen babi, dan jaring (mesh) nilon. Setelah dua minggu, membran silikon
dikelupas dan digantikan dengan STTG (split thickness skin graft). Integra
merupakan analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan kondroitin
ditambah lapisan silikon tipis.

Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500-
3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya memerlukan fisioterapi
untuk memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu,
sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan bidai.1,3
Medikamentosa
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan
uji kepekaan kuman.
Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiat melalui intravena
dalam dosis serendah mungkin yang bisa menghasilkan analgesia yang adekuat
namun tanpa disertai hipotensi.
Selanjutnya, diberikan pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau toksoid.
Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel berupa
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan
sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak
karena infeksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan infeksi. Pada luka
lebih dalam, perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang
mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai
dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau
tertutup.
Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver
sulfadiazine dan yang terbaru MEBO (moist exposure burn ointment). Obat
topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep atau krim. Antibiotik dapat
diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Antiseptik yang dipakai adalah
yodium povidon atau nitras-argenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang selalu
dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini
mengendap sebagai garam sulfida atau klorida yang memberi warna hitam
sehingga mengotori semua kain. Krim silver sulfadiazine 1% sangat berguna
karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif
terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini
dioleskan tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari.
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.
Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur
menjadi kotor. Penderita dan keluarga pun merasa kurang enak karena melihat
luka yang tampak kotor. Sedapat mungkin luka yang tampak kotor. Sedapat
mungkin luka dibiarkan terbuka setelah diolesi obat.
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang
dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya
sedeikian rupa sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan.
Keuntungan perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindung, dan enak
bagi penderita. Hanya, diperlukan tenaga dan dan lebih banyak pembalut dan
antiseptik. Kadang suasana luka yang lembap dan hangat memungkinkan kuman
untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila pembalut melekat pada luka, tetapi
tidak berbau, sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi ditunggu sampai terlepas
sendiri.1

Indikasi Rawat Inap


Pasien luka bakar diindikasikan untuk rawat inap harus mengikuti
pedoman dari American Burn Association.
1. Pasien yang lebih muda dari 10 tahun atau lebih tua dari 50 tahun mengalami
luka bakar parsial atau dengan luka bakar seluruh lapisan lebih besar dari 10%.
2. Luka bakar parsial atau luka bakar sampai lebih dari 20% pada usia lainnya.
3. Khusus daerah, termasuk sendi, tangan, kaki, perineum, alat kelamin, wajah,
mata, atau telinga.
4. Luka bakar seluruh lapisan lebih besar dari 5%.

5. Luka bakar akibat aliran listrik (termasuk petir), disebabkan kerusakan jaringan
dalam tubuh dapat terjadi akibat aliran listrik yang masuk ke dalam tubuh.

KOMPLIKASI

Fase akut : syok, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Fase subakut : infeksi dan sepsis

Fase lanjut : parut hipertropik4

Anda mungkin juga menyukai