Maqhfirah DR *
*Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Medan Area, Indonesia
Abstrak
Penyakit kanker payudara berkaitan dengan kualitas hidup penderitanya. Salah satu bentuk penurunan kualitas hidup yang
banyak dialami penderita kanker payudara adalah penurunan kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Psychological
well-being merupakan gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan enam dimensi dari kriteria fungsi
psikologis positif, yakni penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup
dan pertumbuhan pribadi. Untuk meningkatkan level psychological well-being pada penderita kanker payudara, dilakukan well
being therapy. Partisipan penelitian terdiri dari dua orang wanita penderita kanker payudara post mastectomy, mengalami
metastase setahun terakhir, dan sedang menjalani pengobatan medis berupa kemoterapi. Well-being therapy dilakukan selama
satu bulan, dengan lima kali sesi pertemuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan well-being therapy telah
mengubah psychological well-being kedua partisipan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mereka sudah lebih bisa menerima
kondisi kesehatan mereka dan sudah lebih baik dalam hubungan dengan orang-orang di sekitar mereka. Keberhasilan well-being
therapy dalam penelitian ini dipengaruhi oleh motivasi yang dimiliki oleh kedua partisipan, dukungan dari orang-orang terdekat
selama proses terapi dan pemanfaatan aspek religiusitas sebagai salah satu cara dalam pendekatan eudomanic pada well-being
therapy. Selain itu, rapport yang terjalin antara peneliti dan kedua partisipan tergolong baik sehingga menunjung keberhasilan
terapi.
Abstract
Having breast cancer have a huge impact on quality of life of survivors. One of it is decreased psychological well-being. Psychological
well-being is a description of the psychological health of individuals based on the fulfillment of the criteria that individual positive
psychological functioning, encompassing self-acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose
in life and personal growth. Well-being therapy can apply to increase the level of psychological well-being in breast cancer survivors.
Participants this study are two women with post-mastectomy breast cancer, metastases experienced last year, and is undergoing
medical treatment such as chemotherapy. Well-being therapy conducted within a month, in five sessions. Results indicate that
application of well-being therapy has changed their psychological well-being level to the better. They were more accepting with their
health condition and have better relationships with the significant people. This is clout by good motivation, support from their
significant people during the therapy of process and using of religious aspects as one way in eudomanic approach to well-being
therapy. In addition, the good rapport between researcher and participants is important to supported therapeutic effect.
How to Cite: DR, Maghfirah. (2015). Penerapan Well-Being Therapy Untuk Meningkatkan Psychological Well-Being
pada Penderita Kanker Payudara. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 7 (2) (2015): 155-161.
155
Maghfirah DR. Penerapan Well-Being Therapy Untuk Meningkatkan Psychological Well-Being Pada Penderita
156
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 7 (2) (2015): 155-161
Selanjutnya Ryff, dkk (1989; 1995; 2002) mengurangi partisipasi mereka dalam kegiatan
juga menjelaskan mengenai kemandirian sehari-hari (Baradero, 2007).
sebagai penentuan diri (self-determination), Menurut Ryff, dkk (1989; 1995; 2002),
pengendalian perilaku dalam diri, dan individu harus memiliki tujuan dan arah dalam
pengunaan locus of control yang bersifat hidupnya, ia juga merasa bahwa kehidupan di
internal dalam mengevaluasi diri. Pada masa lalu dan masa sekarang dapat
sejumlah pasien kanker payudara melaporkan memberikan makna dalam hidupnya, memiliki
masalah-masalah yang timbul setelah keyakinan yang dapat memberikan tujuan
dilakukannya pembedahan. Mulai dari rasa dalam hidupnya, dan memiliki target yang ingin
ketidaknyamanan segera setelah pembedahan dicapai dalam menjalani hidupnya. Selanjutnya
sampai dengan masalah-masalah kronik seperti Ryff, dkk (1989; 1995; 2002) mengatakan
kaku, mati rasa, bengkak, dan lelah yang dapat bahwa salah satu yang penting dalam
dirasakan selama berminggu-minggu sampai pertumbuhan pribadi adalah adanya kebutuhan
bertahun-tahun. Efek samping lainnya adalah untuk mengaktualisasikan diri, memiliki
terjadinya infeksi dan munculnya sejumlah keinginan untuk terus berkembang,
cairan pada luka bekas pembedahan (Ricks, merealisasikan potensinya, serta dapat melihat
2005). Dalam jangka panjang, terdapat risiko kemajuan baik dalam diri maupun perilakunya.
komplikasi yang besar dinamakan lymphedema Dalam hal ini, para penderita kanker payudara
dimana lengan akan membengkak yang sering menganggap bahwa penyakit yang
meskipun dapat diatasi namun tidak dapat mereka derita kanker merupakan penyakit
disembuhkan (Ogden, 2004). seumur hidup. Transisi dari wanita yang sehat,
Permasalahan mendasar lainnya adalah aktif, dan bahagia menjadi seseorang yang
tingkat kekambuhan walaupun telah dioperasi. menderita kanker payudara serta segala
Bahkan sekitar 90% penderita yang sembuh diagnosa dan treatment dapat terjadi dengan
setelah dioperasi ternyata masih memiliki sangat cepat yang memungkinkan terjadinya
resiko kekambuhan. Individu yang pernah beberapa kesulitan penyesuaian diri (Tavistock
menderita kanker payudara beresiko tinggi & Routledge, 2002).
terkena lagi karena faktor DNA (Jemal, 2003). Seperti penyakit kronis lainnya, kanker
Kondisi ini tentu saja mengganggu dan payudara menimbulkan sejumlah ancaman
menghambat kemandirian mereka dalam yang seringkali semakin parah dari waktu ke
menjalankan peran dan aktivitas sehari-hari. waktu. Mereka mengenali penyakitnya sebagai
Penguasaan lingkungan melihat “real killer”, yang dapat mengakibatkan rasa
kemampuan individu dalam menghadapi sakit, cacat, dan pengrusakan. Pengobatan yang
berbagai kejadian di luar dirinya dan mengatur panjang dan melelahkan akibat penyakit
sesuai keadaan dirinya sendiri. Individu dapat tersebut merupakan stresor traumatik
memilih atau menciptakan lingkungan yang tersendiri bagi diri mereka, sebagaimana
sesuai dengan keadaan dirinya sendiri (Ryff, adanya kebutuhan yang berkelanjutan untuk
dkk, 1989; 1995; 2002). Pada penderita kanker melakukan pemeriksaan setelah perawatan
payudara, vonis dan segala tindakan medis yang berakhir, dan kemungkinan dari kambuhnya
dilakukan membuat mereka tidak nyaman di penyakit tersebut (Bargai, 2009). Pengobatan
lingkungan, yang muncul dari respon psikologis yang dijalani bukan hanya tidak menyenangkan,
terkait dengan persepsi mereka tentang akan tetapi juga kompleks dan mengandung
ancaman dan stres yang disebabkan oleh tuntutan.
penyakit yang diderita meliputi cemas, depresi, Adanya pengaruh faktor psikologis
menurunnya harga diri, permusuhan dan terhadap kualitas hidup pasien kanker
mudah marah. Hal ini juga termasuk dalam efek payudara berarti diperlukan suatu penanganan
sosiologis, yaitu berkurangnya interaksi dengan yang komprehensif antara medis dan
keluarga dan teman-teman, serta dapat psikologis. Dalam hal ini peranan bidang
157
Maghfirah DR. Penerapan Well-Being Therapy Untuk Meningkatkan Psychological Well-Being Pada Penderita
158
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 7 (2) (2015): 155-161
penemuan yang diperoleh dalam terapi dengan dihadapi, individu mungkin menyangkal bahwa
membuat tabel rekapaitulasi data, yang hal tersebut ada. Hal ini merupakan suatu
mencatat tentang hasil fase baseline, fase terapi sistem pertahanan diri yang disebut denial atau
dan fase hasil. penyangkalan. Individu akan melakukan
tindakan menghindar dari hal-hal yang
HASIL DAN PEMBAHASAN menimbulkan rasa sakit. Metode refleksi dan
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini konfrontasi yang dilakukan terapis didasarkan
adalah bahwa well-being therapy dapat pada apa yang diungkapkan Corey (1997),
meningkatkan psychological well-being pada bahwa ada saatnya terapis harus melakukan
kedua partisipan, dimana psychological well- konfrontasi terhadap tingkah laku menyangkal
being kedua partisipan menjadi lebih baik dari dan menghindar (Corey, 1997). Walau
sebelumnya. Mereka sudah lebih bisa menerima demikian, terlalu memusatkan perhatian
kondisi kesehatan mereka dan sudah lebih baik terhadap konfrontasi dapat menjadi batasan
dalam hubungan dengan orang-orang di sekitar yang tidak perlu dalam terapi.
mereka. Sama halnya ketika membuat partisipan
Berdasarkan data hasil yang diperoleh terbuka terhadap masalahnya, untuk membuat
pada penelitian ini ditemukan bahwa kedua mereka tetap termotivasi dan disiplin juga
partisipan mengalami peningkatan bukanlah hal yang mudah. Perlu upaya dari
psychological well-being terutama untuk terapis untuk meyakinkan mereka lebih jauh
dimensi self-acceptance dan dimensi positive bahwa motivasi dan kedisiplinan sangat
relational with others, setelah melakukan penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan
serangkaian kegiatan well-being therapy. terapi untuk membantu masalah psikologis
Peningkatan pada kedua dimensi tersebut, telah mereka, seperti ketika terapis meminta
mengubah dimensi yang lainnya menjadi lebih kesediaan mereka untuk mengisi lembar self-
baik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan report untuk episodes of well-being yang mereka
Linley & Joseph (2004), bahwa well-being alami. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Ryff
therapy merupakan salah satu terapi yang dapat (1989), bahwa individu sering menolak
meningkatkan level psychological well-being mengerjakan pekerjaan rumah tersebut, karena
pada individu, sesuai dengan enam dimensi bagi mereka tidak ada situasi sejahtera dalam
yang dikemukakan oleh Ryff (1989). Dalam hal hidup mereka. Dalam hal ini terapis dapat
ini kesejahteraan (wellness) dan hidup yang membantu dengan meyakinkan bahwa saat-
sehat dapat dicapai dengan membantu individu saat tersebut sebenarnya terjadi, namun
menyadari potensi diri yang sesungguhnya, terlewatkan tanpa diperhatikan. Untuk itu,
memiliki keterlibatan secara penuh dengan perlu memonitornya dengan baik sehingga
orang lain, dan meraih potensi yang optimal. identifikasi terhadap situasi-situasi
Menurut Ryff (1989), teknik yang psychological well-being untuk saat-saat dan
digunakan dalam well-being therapy perasaan well-being dapat terus ditingkatkan.
menekankan pada pemikiran dan kepercayaan Pemanfaatan kekuatan-kekuatan yang
yang mengarah pada interupsi premature. dimiliki kedua partisipan telah mendukung
Selama proses pelaksanaannya, terapis perlu keberhasilan terapi dalam penelitian ini.
mengantisipasi defense-defense yang muncul. Kekuatan tersebut diantaranya adalah motivasi,
Pada penelitian ini terapis melakukan metode kedisiplinan, dukungan dari orang-orang
refleksi dan konfrontasi untuk mengahadapi terdekat dan tingkat religiusitas dari kedua
partisipan dengan defense dalam bentuk denial. partisipan. Hal ini sesuai dengan apa yang
Seperti yang diungkapkan oleh Sarafino (1994), dikemukakan Rogers (dalam Corey, 1997)
bahwa terapi bertujuan untuk membuat bahwa prasyarat dasar bagi terapi adalah
perubahan dan biasanya diiringi dengan rasa individu mempersepsi bahwa dirinya memiliki
sakit. Jika sesuatu terlalu menyakitkan untuk suatu masalah sehingga menimbulkan motivasi
159
Maghfirah DR. Penerapan Well-Being Therapy Untuk Meningkatkan Psychological Well-Being Pada Penderita
160
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 7 (2) (2015): 155-161
Ryff, C. D., & Keyes, C. L. 1995. The Structure of Sarafino, E. P. 1994. Health Psychology:
Psychology Well-Being Revisited. Journal of Biopsychosocial Interaction. (2 ed.). New York:
Personality and Social Psychology, 69, 719-727 John Wiley & Sons, Inc
Ryff, C. D., Keyes, C. L., M., & Smotkin, D. 2002. Wagman, R. J. 1996. Medical and Health Encyclopedia.
Optimizing Well-Being: The Empirical of Two New York: J. G. 1, 2 Ferguson Publishing
Traditions. Journal of Personality and Social Company
Psychology, 82: 6, 1007-1002 World Health Organization. (2008). Breast Cancer:
Prevention and Control. [Online].
http://www.who.int/cancer/detection/breas
tcancer/en/indexl.htm [8 September 2012]
161