PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat memperkuat temuan-
temuan yang didapatkan dalam anamnesis. Pemeriksaan fisik adalah suatu proses dari
seorang ahli medis yang memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis suatu
penyakit. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang
(insepksi), pemeriksaan perabaan (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi) dan pemeriksaan
dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi). Pemeriksaan fisik sangat berpengaruh
terhadap diagnosis yang akan di tegakkan untuk pasien, karena pemeriksaan fisik dapat
menunjukkan tanda-tanda dari suatu penyakit1.
Biasanya pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala hingga
berakhir pada anggota gerak2. Saat melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksa harus menjaga
sikap sopan santun dan rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang akan di periksa.
Sebisa mungkin hindari tindakan yang dapat mengakibatkan rasa malu atau rasa tidak
nyaman pada pasien. Dan pemerisa juga diharapkan untuk tidak kaku dan canggung saat
memeriksa pasien, karena hal ini dapat mengurangi kepercayaan pasien terhadap pemeriksa1.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pemeriksaan fisik
yang baik dan benar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
pasien dan jumlah lemak tubuh. Lemak tubuh terutama terdiri dari jaringan adipose dalam
bentuk trigliserida dan simpanan dalam depot lemak subkutan, intraabdomen serta intramuskuler.
Simpanan ini tidak dapat diakses dan sulit diukur. Dengan demikian kita harus membandingkan
hasil pengukuran tinggi dan berat badan dengan batas-batas normal yang sudah dibakukan.
Akhir-akhir ini banyak organisasi kesehatan pemerintah dan ilmiah yang telah mempromosikan
penggunaan indeks massa tubuh. Pengukuran IMT ini mengikut sertakan pengukuran lemak
tubuh yang sekalipun merupakan perkiraan tetapi lebih akurat dari pada pengukuran berat badan
saja. Standar IMT berdasarkan dari dua servei yaitu The National Health Examination Survey
dan The National Healt And Nutrition Examination Survey 2.
2
2.2 Keadaan Umum
a. Keadaan Umum
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dapat di perhatikan bagaimana keadaan
umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya berjannya dan tanda-tanda spesifik lain
yang segera tampak begitu kita melihat pasien, misalnya eksoftalmus, parkinsonisme dan
sebagainya. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan atau sakit
sedang atau sakit berat. Keadaan umum pasien ini sering kali dapat menilai apakah
pasien dalam keadaan darurat medic atau tidak 1. Membuat penilaian umum berdasarkan
hasil-hasil observasi yang dilakukan selama pertemuan, dukunglah penilaian ini dengan
detail yang signifikan. Contoh dari hasil pengamatan pasien tampak sakit akut atau
kronis, rapuh, lemah, sehat, perkasa 2.
b. Kesadaran dan Tingkat kesadaran
Kesadaran pasien dapat dinilai secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang
wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seseorang yang sadar dapat
tertidur, tapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat
diperiksa dengan memberikan rangsangan nyeri1.
3
3. Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motoric dan siklus tidur
bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi dan
meronta-ronta
4. Somnolen (letargia, obtundasi, hypersomnia), yaitu keadaan mengantuk yang
masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsangan berhenti pasien
akan tertidur kembali.
5. Spoor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yag dalam, pasien masih bisa
dibangunkan dengan rangsangan yang kuat, misalnnya rangsangan nyeri tetapi
pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal
yang baik.
6. Semi koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respon terhadap rangsangan verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali,
tetapi reflex (kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rangsangan nyeri tidak
adekuat.
7. Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan
dan tidak ada respons terhadap rangsangan nyeri.
Tabel 1. Tingkat kesadaran, teknik pemeriksaan dan respons abnormal2
4
Stupor Berikan rangsangan yang Pasien stupor hanya bangun dari tempat
menimbulkan rasa nyeri misalnya tidurnya jika dilakukan rangsangan yang
memijit tendon, gosok tulang menimbulkan rasa nyeri. Respon
sternum atau menggulirkan pensil verbalnya lambat atau mungkin tidak ada,
dengan penekanan pada kuku pasien segera masuk dalam keadaan
nonresponsif (tidak bereaksi) ketika
rangsangan dihentikan.keadaan ini
merupakan tingkat kesadaran yang paling
minimal terhadap diri atau lingkungannya
Koma Berikan rangsangan yang kuat secara Pasien yang koma tetap tidak bisa
berulang-ulang dibangunkan sementara kedua matanya
tertutup. Tidak ada bukti bahwa pasien
bereaksi terhadap kebutuhan internal atau
rangsangan eksternal
Interpretasi :
Skor 14-15 : Kompos mentis
Skor 12-13 : Apatis
Skor 11-12 : Somnolen
Skor 8-10 : Stupor
Skor <5 : Koma
5
c. Tanda-tanda distress
Sebagai contoh apakah pasien ada menunjukkan bukti adanya permasalahan dibawah ini:
Distres jantung atau Keluhan dada seperti tertindih, pucat, pernapasan yang berat,
respirasi mengi (wheezing), batuk-batuk
Rasa nyeri Wajah yang menyeringai kesakitan, pengeluaran keringat
(perspirasi), gejala melindungi bagian tubuh yang nyeri
Kecemasan atau depresi Wajah yang cemas, memainkan jari-jari tangan, telapak tangan
yang dingin dan basah, keadaan afektif yang tanpa ekspresi atau
yang datar, kontak mata yang buruk, perlambatan psikomotor
6
Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan melakukan palpasi arteri radialis.bila
dianggap perlu dapat juga dilakukan di tempat lain misalnya pada arteri brakialis di fossa
kubiti, arteri femoralis di fossa inguinal. Frekuensi nadi yang normal umumnya sekitar
80 x/menit, bila frekuensi nadi >100x/menit di sebut takikardi (pulsus prequent).
Sedangkan bila frekuensi nadi kurang dari 60x/menit disebut dengan bradikardi (pulsus
rarus). Bila terjadi demam makan frekuensi nadi meningkat, kecuali demam tifoid
frekuensi nadi justru menurun disebut bradikardia relatif 1.
Jika iramanya teratur dan frekuensinya terasa normal, hitung frekuensi denyut arteri
radialis selama 15 detik dan kemudian kalikan dengan 4. Namun jika kecepatannya
sangat tinggi atau rendah yang abnormal, hitung frekuensi denyut nadi tersebut selama
60 detik. Irama jantung tidak teratur (ireguler) meliputi fibrilasi atrium dan kontraksi
premature atrium atau ventrikel. Untuk semua pola ireguler lainnya diperlukan
pemeriksaan EKG untuk mengenali jenis aritmia2.
c. Frekuensi dan irama pernapasan
Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali permenit. Bila
<16x/menit disebut bradipneu dan >24x/menit disebut takipneu. Pernapasan yang dalam
disebut hiperpneu, yang terdapat pada pasien asidosis atau anoksia. Sedangkan
pernapasan yang dangkal disebut hipopneu, yang terdapat pada gangguan susunan saraf
pusat. Kesulitan bernapas atau sesak napas disebut dispneu, ditandai dengan pernapasan
cuping hidung, retraksi suprarenal, dapat disertai sianosis dan takipneu. Pada pasien
jantung akan didapatkan sesak napas setelah pasien tidur beberapa jam, biasanya pada
malam hari, disebut paroxysmal nocturnal dyspnea. Pada pasien jantung atau asma
bronkial seing kali pasien mengalami sesak napas jika berbaring dan akn lebih nyaman
jika dalam posisi tegak (berdiri atau duduk) keadaan ini disebut dengan ortopneu1.
Perhatikan frekuensi pernapasan, irama, dalamnya pernapasan, dan upaya bernapas.
Hitung jumlah respirasi selama satu menit dengan inspeksi visual atau dengan
mendengarkan bunyi pernapasan pada trakea pasien dengan stetoskop. Normalnya orang
dewasa akan menarik napas sebanyak 14-20 kali per menit dengan pola regular tanpa
mengeluarkan suara. Ekskpresi yang memanjang menunjukkan adanya penyempitan
bronkiolus2.
d. Suhu tubuh
7
Suhu tubuh yang normal adalah 360-370 C. pada pagi hari suhu mendekati 36 0C dan
pada sore hari mendekati 370 C. pengukuran suhu direktum juga akan lebih tinggi 0,50-10
C dibandingan suhu mulut, dan suhu mulut 0,50 lebih tinggi dibandingkan suhu aksila1.
2.4 Pemeriksaan Kulit
a. Kualitas kulit
Dinilain kelembaban kulit, elastisitas kulit( turgor) diperiksa pada dinding perut, dikulit
lengan atau kulit punggung tangan dengan cara mencubitny. Turgor yang menurun
didapatkan pada pasien dehidrasi, kaheksia dan senilitas. Dinilai ada tidaknya atrofi kulit,
hipertrofi kulit1.
b. Warna kulit
Melanosis , yaitu kelaianan warna kulit yang disebabkan berkurang atau bertambahnya
pembentukan pigmen melanin pada kulit. Albinisme , yaitu tidak adanya pigmen melanin
dikulit, rambut dan mata, dapat bersifat partial atau generalisata. Vitiligo (hipomelanosis
yang berbatas tegas), icterus (warna kekuningan) yang biasanya mudah dilihat di sclera1.
2.5 Pemeriksaan Kepala dan Wajah
a. Kepala
Untuk pemeriksaan kepala, pasien disuruh duduk dihadapan pemeriksa dengan mata
pasien sama tinggi dengan mata pemeriksa. Bentuk dan ukuran kepala harus diperhatikan
dengan seksama1.
b. Rambut
Kerontokan rambut serta tidak tumbuhnya rambut (kebotakan) disebut dengan alopesia.
Bila alopesia mengenai seluruh tubuh disebut alopesia universal. Kelebatan rambut juga
bisa bertambah pada tempat tempat yang biasa ditumbuhi rambut disebut hipertrikosis1.
c. Wajah
Pucat, icterus, dan sianosis segera terlihat pada wajah pasien. Sianosis akan ditemukan
pada pasien dengan kelainan jantung bawaan dengan shunt dari kanan ke kiri, penyakit
paru obstruktif menahun atau keadaan hipoksia lainnya. Pasien lupus eritematous akan
menunjukkan gambaran eritema pada kedua pipinya yang disebut ruam malar atau
betterfly rash1.
d. Mata
Pemeriksaan mata dimulai dengan mengamati pasien waktu masuk kedalam ruang
periksa, misalnya apakah pasien dibimbing oleh keluarga atau tidak, adanya mata merah
atau berdarah. Dinilai ada tidaknya eksoftalmus ( bola mata keluarkarena fisura palpebral
melebar), enoftalmus ( bola mata tertarik ke dalam) biasanya terdapat pada dehidrasi dan
8
sindrom horner, gerakan bola mata, strabismus, nistagmus, sekresi air mata, konjungtiva,
sclera, kornea1,2.
e. Telinga
Suruh pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi
sedikit dari kepala emeriksa, sehingga pemeriksa dapat melihat liang telinga luar dan
membrane timpani1.
f. Hidung
Dilakukan pemeriksaan hidung bagian luar ( rinoskopi posterior dan rinoskopi anterior)1.
g. Mulut
Dilihat bibir dan mukosa mulut, lidah, gigi geligi, palatum, bau pernapasan.
2.6 Pemeriksaan Leher
Inspeksi
- Bentuk leher dan warna (simetris/asimetris, kemerahan)
- Adakah penonjolan vena jugularis
- Adakah terlihat tumor (soliter/multiple, unilateral/bilateral, konfluens/diseminata)
- Adakah tortikolis
Palpasi
Auskultasi
9
Selain itu juga diamati apakah ada suara-suara abnormal yang langsung terdengar tanpa
bantuan stetoskop3. Kelainan pada ekstremitas yang berhubungan dengan penyakit paru
seperti :
a. Jari tabung (clubbing) pada penyakit paru supuratif dan kanker paru
b. Sianosis perifer (pada kuku jari tangan) menunjukkan hipoksemia
c. Karat nikotin, pada perokok berat
d. Otot-otot tangan dan lengan yang mengecil karena penekanan nervus torakalis I oleh
tumor di apeks paru (sindrom Pancoast)
Kelainan didaerah kepala yang berkaitan dengan kelainan pada paru yaitu :
a. Sindrom horner ( ptosis, miosis, ensoftalmus dan anhidrosis hemifasialis
b. Sianosis pada ujung lidah akibat hipoksemia
Kelainan yang langsung dapat didengar tanpa bantuan alat pemeriksa, seperti :
a. Suara mengi (wheezing), suara napas seperti music yang terdengar selama fase
inspirasi dan ekspirasi karena terjadinya penyempitan jalan udara
b. Stridor, suara napas yang mendengkur secara teratur. Terjadi karena adanya
penyumbatan daerah laring. Stridor dapat berupa inspiratoar atau ekspiratoar. Yang
terbanyak adalah stridor inspiratoar, misalnya pada tumor, peradangan pada trakea,
atau benda asing di trakea
c. Suara serak ( hoarseness) terjadi karena kelumpuhan pada saraf laring atau
peradangan pita suara
Setelah melakukan pengamatan awal dilakukan pemeriksaan fisik paru yang terdiri dari
inspeksi , palpasi, perkusi dan auskultasi3.
10
Kelainan yang biasa didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas operasi, pelebaran
vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spidernaevi, ginekomastia tumor, luka
operasi, retraksi otot-otot interkosta dan lain-lain3.
b. Kelainan bentuk dada
- Dada paralitikum, dengan ciri-ciri dada kesil diameter sagittal pendek, sela iga
sempit, iga lebih miring, terdapat pada pasien malnutrisi3
- Dada emfisema, dada mengembung diameter anteroposterior lebih besar dari
diameter latero-lateral, tulang punggung melengkung(kifosis), terdapat pada pasien
dengan bronchitis kronis, PPOK
- Kifosis
- Scoliosis
c. Frekuensi pernapasan
d. Jenis pernapasan
- Torakal, misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis umum
- Abdominal, biasanya pada pasien PPOK
- Kombinasi ( jenis pernapasan yang paling banyak)
e. Pola pernapasan
- Pernapasan normal : irama pernapasan yang berlangsung secara teratur ditandai
dengan adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti
- Takipnea : napas cepat dan dangkal
- Hiperpnea/hiperventilasi : napas cepat dan dalam
- Bradipnea : napas yang lambat
- Pernapasan cheyne stokes : irama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode
apnea (berhentinya gerakan pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea
(pernapasan yang mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan
kemudian mengecil lagi)
- Pernapasan Biot (ataxic breathing) : jenis pernapasan yang tidak teratur baik dalam
hal frekuensi maupun amplitudonya.
- Sighing respiration : pernapasan normal yang diselingi oleh tarikan napas yang dalam
11
- Pasien diminta untuk bernapas dalam, perhatikan asimetris gerakan/keterlambatan
gerakan, retraksi, frekuensi (normal 14-20 x/menit), irama, kedalaman, usaha napas,
pola pernapasan abnormal
Palpasi
12
Cara Melakukan Pemeriksaan Palpasi Thoraks2,3
- Memeriksa adanya nyeri tekan, massa (deskripsikan), patah tulang, posisi trakea,
emfisema
- Memeriksa pengembangan dinding dada, dengan cara menempelkan tangan pada
dinding dada bagian bawah dengan kedua ibu jari bertemu pada garis midsternalis
dan jari lain mengarah sisi kiri dan kanan dinding thoraks, pasien inspirasi dalam,
perhatikan gerakan kedua ibu jari pemeriksa (simetris/asimetris)
- Memeriksa fremitus taktil, dengan meletakkan kedua telapak tangan pada dinding
dada, melakukan palpasi pada permukaan dinding thoraks secara berurut untuk
menilai tactile fremitus pada hemithoraks kiri dan kanan secara simetris dan
menyilang tangan, pasien menyebutkan tujuh-tujuh atau sembilan-sembilan (sama
kuat : normal. Menguat : meningkatnya intensitas paru (infiltrate/konsolidasi
pneumonia. Melemah : getaran suara dipantulkan/diresorbsi intensitas paru
berkurang atelektasi, efusi)2,3
- Memeriksa iktus kordis, meraba iktus kordis dengan 4 jari tangan kanan pada ruang
intercostal 4 dan 5 linea midclavicularis kiri. Kemudian dirasakan hanya dengan ibu
jari.
Gizi kurang
Tampak
Kardiomegali (pembesaran jantung)
13
Letak IC Kesan
Tidak bergeser
Jantung terkompensasi
Bergeser
Kardiomegali
Ke lateral
Right ventricle enlargement (RVE)
Ke
kaudolateral Left ventricle enlargment (LVE)
Perkusi
- Meletakkan posisi tangan dengan benar (jari tengah tangan kiri sebagai fleximeter,
jari tengan tangan kanan sebagai flexor) dan melakukan perkusi pada kedua
hemithoraks kiri dan kanan, mulai dari dinding thoraks atas ke bawah 2,3. Bandingkan
kiri dan kanan.
14
Sonor : normal, bila udara dalam alveoli cukup banyak
Hipersonor : pneumotoraks, emfisema
Redup :jaringan padat bertambah misalnya pada pneumonia, massa, cairan
Pekak : jaringan tidak mengandung udara didalamnya , misalnya tumor paru,
efusi pleura massif
- Menilai batas paru dan jantung. Melakukan perkusi untuk menilai batas-batas jantung
atas (parasternalis sinistra SIC III), kiri ( SIC V midclavicularis sinistra), kanan
(sternalis dekstra SIC IV)
- Menilai batas paru-hepar. Melakukan perkusi mulai dari ICS II dekstra, sepanjang
linea midclavicula dekstra kea rah inferior ( perubahan suara dari sonor ke redup,
normal pada SIC V dekstra)2,3
Kesan tidak
Jantung
melebar
terkompensasi
Kesan melebar
Kardiomegali
Ke lateral
RVE
Ke
kaudolateral LVE
Auskultasi
Cara Pemeriksaan Fisik Auskultasi Thoraks2,3
15
- Meminta pasien untuk bernapas dalam, mendengarkan dengan menggunakan
diafragma/bell stetoskop sesuai lokasi, bandingkan auskultasi beberapa area lapang
paru ada tidak suara napas tambahan2,3.
Bunyi napas tambahan :
1. Ronki basah kasar : saluran napas besar, gelembung udara besar pecah
2. Ronki basah sedang : saluran napas kecil/sedang, gelembung udara kecil
pecah (bronkiektasis, bronkopneumonia)
3. Ronki basah halus : terbukanya alveolus,gesekan rambut/permukaan dan
jari (sembab paru dini, pneumonia dini)
4. Ronki kering : obstruksi parsial saluran napas besar, mengerang
sonorous (nada rendah) dan obstruksi saluran napas kecil, mencicit
(wheezing) sebilan (nada tinggi)
Catatan :
16
Bunyi jantung I akibat penutupan katup mitral dan tricuspid, tanda dimulainya
sistol
Bunyi jantung II akibat penutupan katup aorta dan pulmonal, tanda dimulainya
diastolic
Bunyi jantung III akibat pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas
di apeks jantung ( terjadi pada pase diastolic awal). Bunyi
dihasilkan karena aliran darah yang mendadak dengan jumlah
banyak dari atrium kiri ke ventrikel kiri, pada permulaan fase
diastolic. Dapat ditemukan pada payah jantung dan
miokarditis atau fisiologis pada anak-anak dan dewasa muda
Bunyi jantung IV akibat distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi
atrium yang kuat dalam memompakan darah ke ventrikel. Hal
ini terjadi karena terdapat bendungan di venntrikel sehingga
atrium harus memompa lebih kuat untuk mengososngkan
atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis (terjadi pada
fase diastolic akhir). Biasanya terdapat pada kasus gagal
jantung4
Split BJ II merupaka bunyi jantung II terpecah dengan intensitas
yang sama dan jarak keduanya dekat.hal ini terjadi karena
penutupan katup pulmonal dan katup aorta tidak jatuh
bersamaan sehingga tidak sinkron. Perbedaan ini terjadi
karena ventrikel kanan missal lebih besar sehingga katup
pulmonal menutup lebih lambat. Missal terjadi pada kasus
ASD
Opening snap terbukanya katup mitral yang kaku dengan mendadak,
sehingga terdengar bunyidengan intensitas tinggi sesudah BJ
II. Didapat pada kasus stenosis mitral
Aortic click bunyi yang dihasilkan karena katup aorta membuka secara
cepat dan didapatkan pada kelainan stenosis aorta
Pericardial rub didapat pada kasus pericarditis konstriktiva, terjadi
gesekan antara perikard visceral dan lapis parietal. Bunyi ini
tidak di pengaruhi oleh pernapasan. Bunyinya kasar dan
17
dapat di dengar di daerah tricuspid dan apical pada fase
sistolik atau diastolic atau keduanya
Derajat intensitas bising terdapat 6 tingkat, yaitu :
1. Derajat I terdengar sama-samar
2. Derajat II terdengar halus
3. Derajat II terdengar jelas dan agak keras
4. Derajat IV terdengar keras, dapat dengan stetoskop yang diletakkan pada
punggung telapak tangan yang diletakkan di atas apeks.
5. Derajat V terdengar sangat keras, dapat dengan telapak tangan diletakkan di apeks
dan stetoskop diletakkan di lengan bagian bawah dan bising jantung masih
terdengar
6. Derajat VI sudah terdengar meskipun stetoskop tidak diletakkan di dinding dada
Interval
Normal
Jantung terkompensasi
Tidak normal
Keteraturan
Reguler
Jantung terkompensasi
Ireguler
AF
Bising
Pansistolik
Kelainan katup
18
Mitral stenosis (MS)
Diagnosis banding
Hipertension heart
disease (HHD)Penyakit jantung rematik
(PJR)
Inspeksi
- Meminta pasien duduk dengan rileks dan menyilangkan kedua tangan di depan,
pemeriksa berdiri dibelakang pasien
- Perhatikan bentuk dada bagian belakang, bentuk tulang belakang (kifosis, lordosis,
scoliosis, gibbus)
- Meminta pasien untuk bernapas dalam, perhatikan asimetris gerakan/keterlambatan
gerakan3
Palpasi
- Memeriksa adanya nyeri tekan, massa (deskripsikan), patah tulang
- Memeriksa pengembangan dada, dengan cara meletakkan kedua telapak tangan pada
dinding dada dan meminta pasien bernapas dalam
- Memeriksa fremitus taktil, dengan cara melakukan palpasi pada permukaan dinding
thoraks secara berurutan untuk menilai tactl fremitus pada hemitotaks kiri dan kanan
secara simetris dan menyilangkan tangan, pasien menyebutkan tujuh-tujuh2,3.
Perkusi
19
- Melakukan perkusi pada kedua hemithoraks belakang kiri dan kanan mulai dari atas
kebawah, bandingkan kiri dan kanan
- Menentukan batas paru belakang kanan dan kiri ( normal pada vertebra torakal X-XI).
- Menentukan peranjakan batas paru belakang ( tentukan batas paru saat inspirasi biasa
kemudian tentukan batas paru saat inspirasi dalam (normalnya batas paru beranjak
turun 2 jari/ lebih kurang 4cm))3
Auskultasi
- Mendengarkan suara napas pada hemithoraks belakang kiri dan kanan, secara berurut
dai atas kebawah. Menilai hasil auskultasi ( suara napas tambahan)3
20
pembesaran setempat (hepatomegaly), splenomegaly, ginjal yang membesar, kandung
empedu yang membesar, pada ascites perut terlihat seperti kodok.
- Simetrisitas , perhatikan adanya benjolan local (hernia, splenomegaly, hepatomegaly,
kista ovary, hidronefrosis)
Auskultasi
Perkusi
21
Palpasi
Pasien akut abdomen datang dengan keluhan nyeri perut, karena subyektifitas nyeri
sangat tinggi maka perlu dilakukan pemeriksaan untuk konfirmasi sumber nyeri. Nyeri pada
akut abdomen disebabkan karena adanya rangsangan pada peritoneum, untuk itu
pemeriksaan bertujuan memastikan hal tersebut4. Penilaian rangsangan peritoneal :
1. Nyeri batuk. Minta pasien untuk batuk, bila terasa nyeri minta pasien menunjukkan
lokasinya
2. Nyeri ketok, rasa nyeri pada saat perkusi ringan menunjukkan adanya peradangan
peritoneum
3. Defans muskuler, rasa adanya ketegangan/tahanan dinding perut saat melakukan palpasi
4. Nyeri tekan lepas (tanda Blumberg), dengan cara menekankan jari secara pelan-pelan
sampai dalam , kemudian di lepaskan mendadak. Dianggap positif dan menunjukkan adanya
peradangan peritoneum bila timbul nyeri bila tahanan dilepas. Biasanya tidak dilakukan bila
telah jelas adanya defans muskuler.
5. Tanda Rovsing, tanda ini muncul jika merasakan nyeri pada bagian kanan bawah dan atau
saat pemeriksa melepaskan tangan pasien juga merasakan nyeri pada bagian kanan bawah
22
6. Tes Psoas, letakkan tangan kanan dipaha kanan pasien sedikit diatas lutut lalu minta
pasien mengangkat tungkai kanan melawan tahanan tangan pemeriksa . tanyakan pada
pasien ada nyeri atau tidak (penderita apendisitis cenderung memfleksikan tungkai atau jalan
membungkuk untuk mengurangi peregangan otot psoas).
7. Tes Obturator, pasien tidur terlentang, fleksikan sendi lutut dan fleksi sendi panggul
kanan. Rotasikan sendi panggul kedalam, tanyakan ada menimbulkan rasa nyeri atau tidak.
NAMA PENYAKIT KELAINAN PADA PEMERIKSAAN FISIK
Asma Auskultasi : Ekspirasi memanjang disertai ronki kering
Mengi (wheezing)
TB paru Perkusi : Redup pada bagian apeks pulmo
Auskultasi : Suara napas tambahan, ronki basah, kasar dan
nyaring
Bronchitis Inspeksi : Dispneu
Auskultasi :Terdengar ronchi yang halus atau kasar secara
kontinyu ( terutama pada saat inspirasi)
Emfisema Inspeksi : Dispneu, barrel chest
Palpasi : Fremitus taktil menurun
Auskultasi : Penurunan suara napas, Hiperonans
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiyohadi, B dan Subekti, I. 2009. Pemeriksaan Fisis Umum : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Interna Publising
2. Bickley, L.S. 2009. Memulai Pemeriksaan Fisik : Keadaan Umum Dan Tanda-Tanda Vital
(BATES, Buku Ajar Pemeriksaan Fisik Dan Riwayat Kesehatan). Jakarta : EGC
3. Rumende, C.M. 2009. Pemeriksaan Fisik Dada dan Paru : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Interna Publising
4. Lukaman, H dan Abdurrachman, N. 2009. Pemeriksaan Fisis Jantung : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publising
5. Simadibrata, M.K. 2009. Pemeriksaan Abdomen Urogenital dan Anorektal : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publising
24