Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PERDARAHAN ANTEPARTUM

A. Pengertian Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa
kehamilan di mana umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat
janin lebih dari 1000 gram (Manuaba, 2010).
Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), perdarahan antepartum
adalah perdarahan pervaginam yang timbul pada masa kehamilan kedua
pada kira-kira 3% dari semua kehamilan.
Jadi dapat disimpulkan perdarahan antepartum adalah perdarahan
yang terjadi pada akhir usia kehamilan

B. Jenis-jenis Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Plasenta Previa
2. Solusio Plasenta

C. Plasenta Previa
1. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari
yang letaknya tidak normal, yaitu pada bagian bawah rahim sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahim. Pada
keadaan normal ari-ari terletak dibagian atas rahim (Wiknjosastro,
2005).

2. Klasifikasi
Jenis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba jaringan plasenta
atau ari-ari melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
a. Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan tertutup
oleh jaringan plasenta atau ari-ari.
b. Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan
tertutup oleh jaringan plasenta.
c. Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta atau ari-
ari berada tepat pada pinggir pembukaan jalan ari.
d. Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak tidak normal pada segmen
bawah rahim akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan
lahir (Wiknjosastro, 2005).

3. Etiologi
Mengapa plasenta atau ari-ari bertumbuh pada segmen bawah
rahim tidak selalu jelas. Plasenta previa bisa disebabkan oleh dinding
rahim di fundus uteri belum menerima implantasi atau tertanamnya
ari-ari dinding rahim diperlukan perluasan plasenta atau ari-ari untuk
memberikan nutrisi janin (Manuaba, 2010).
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum di
ketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor
dikemukakan sebagai etiologinya.
Strasmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah
vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan
peradangan, sedangkan browne menekankan bahwa faktor terpenting
ialah villi khorialis persisten pada desidua kapsularis.

4. Faktor-faktor etiologinya :
a. Umur dan Paritas
1) Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering dari pada
umur di bawah 25 tahun.
2) Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
3) Di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur
muda dan paritas kecil, hal ini disebabkan banyak wanita
Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih
belum matang.
b. Hipoplasia endometrium, bila kawin dan hamil pada umur muda
c. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas
operasi, kuretase dan manual plasenta.
d. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
e. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
f. Kadang-kadang pada mal nutrisi (Manuaba, 2010).

5. Patofisiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala
utama dan pertama dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya
sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang
pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen
bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan
bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim akan lebih melebar
lagi, dan leher rahim mulai membuka. Apabila plasenta atau ari-ari
tumbuh pada segmen bawah rahim, pelebaran segmen bawah rahim
dan pembukaan leher rahim tidak dapat diikuti oleh plasenta yang
melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding rahim.
Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dan dinding rahim atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut
otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta
yang letaknya normal, makin rendah letak plasenta, makin dini
perdarahan terjadi (Winkjosastro, 2005).
6. Frekuensi
Frekuensi plasenta previa pada Ibu yang hamil berusia lebih dari
35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan Ibu yang
kehamilan pertamanya berumur kurang dari 25 tahun. Pada Ibu yang
sudah beberapa kali hamil dan melahirkan dan berumur lebih dari 35
tahun. Kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan yang berumur kurang
dari 25 tahun. (Winkjosastro, 2003)

7. Tanda dan Gejala


Gejala utama dari plasenta previa adalah timbulnya perdarahan
secara tiba-tiba dan tanpa diikuti rasa nyeri. Perdarahan pertama
biasanya tidak banyak sehingga tidak berbahaya tapi perdarahan
berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya apalagi
kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun
perdarahannya dikatakan sering terjadi pada triwulan ketiga akan tetapi
tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak saat
itu bagian bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta
menipis.
Pada plasenta previa darah yang dikeluarkan akibat pendarahan
yang terjadi berwarna merah segar, sumber perdarahannya ialah sinus
rahim yang terobek karena terlepasnya ari-ari dari dinding rahim.
Nasib janin tergantung dari bahayanya perdarahan dan hanya
kehamilan pada waktu persalinan (Winkjosastro, 2005)

8. Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai
bahwa penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata
dugaan itu salah. Sedangkan diagnosis bandingnya meliputi pelepasan
plasenta prematur (ari-ari lepas sebelum waktunya), persalinan
prematur dan vasa previa (Winkjosastro, 2005)
9. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida.
Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan
dari pemeriksaan darah (Winkjosastro, 2005)

10. Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat, guna mengatasi
perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa. Perlu
dilakukan beberapa langkah pemeriksaan.
a. Pemeriksaan luar
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan letak janin
b. Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sumber
terjadinya perdarahan
c. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk megetahui secara pasti letak
plasenta atau ari-ari. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dangan
radiografi, radioisotopi dan ultrasonografi.
d. Penentuan letak plasenta secara langsung.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang
tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa dan pemeriksaan
ini bisa dilakukan dengan secara langsung meraba plasenta
melalui kanalis servikalis (Winkjosastro, 2005).

11. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan


Karena dihalangi oleh ari-ari maka bagian terbawah janin tidak
terdorong ke dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-
kesalahan letak janin seperti letak kepala yang mengapung, letak
sungsang atau letak melintang.
Sering terjadi persalinan prematur atau kelahiran sebelum
waktunya karena adanya rangsangan koagulum darah pada leher
rahim. Selain itu jika banyak plasenta atau ari-ari yang lepas, kadar
progesteron turun dan dapat terjadi kontraksi, juga lepasnya ari-ari
dapat merangsang kontraksi (Mochtar, 2003)

12. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Persalinan


a. Letak janin yang tidak normal, menyebabkan persalinan akan
menjadi tidak normal
b. Bila ada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan
dapat menyebabkan terjadinya prolaps funikuli
c. Sering dijumpai inersia primer
d. Perdarahan (Mochtar, 2011)

13. Komplikasi Plasenta Previa


a. Prolaps tali pusat (tali pusat menumbung)
b. Prolaps plasenta
c. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau
perlu dibersihkan dengan kerokan
d. Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
e. Perdarahan setelah kehamilan
f. Infeksi karena perdarahan yang banyak
g. Bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah (Mochtar, 2011)

14. Pragnosis Plasenta Previa


Karena dahulu penanganan plasenta previa relatif bersifat
konservatif, maka angka kesakitan dan angka kematian Ibu dan bayi
tinggi, kematian Ibu mencapai 8-10% dari seluruh kasus terjadinya
plasenta previa dan kematian janin 50-80% dari seluruh kasus
terjadinya plasenta previa.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka
kematian dan kesakitan Ibu dan bayi baru lahir jauh menurun.
Kematian Ibu menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan,
infeksi, emboli udara dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal
juga turun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas,
asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan (Mochtar, 2003).

15. Penanganan Plasenta Previa


Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22
minggu harus dianggap penyebabnya adalah plasenta previa sampai
ternyata dugaan itu salah. Penderita harus dibawa ke rumah sakit yang
fasilitasnya cukup. Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
a. Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir sebelum
waktunya dan tindakan yang dilakukan untuk meringankan
gejala-gejala yang diderita. Penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis. Syarat-syarat
bisa dilakukannya terapi ekspektatif adalah kehamilan belum
matang, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum Ibu
cukup baik dan bisa dipastikan janin masih hidup.
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah
rawat inap, tirah baring dan pemberian antibiotik, kemudian
lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan tempat
menempelnya plasenta, usia kehamilan letak dan presentasi
janin bila ada kontraksi. Berikan obat-obatan MgSO4 4 gr IV,
Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV dosis tunggal
untuk pematangan paru-paru janin
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta
masih berada di sekitar ostium uteri internum maka dugaan
plasenta previa menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan
observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan
keadaan gawat darurat (Manuaba, 2010).
b. Terapi Aktif atau Tindakan Segera
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak harus segera dilaksanakan
secara aktif tanpa memandang kematangan janin. Bentuk
penanganan terapi aktif
1) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat
menyelamatkan Ibu dan anak atau untuk mengurangi
kesakitan dan kematian.
2) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya
pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan lebih
lanjut
3) Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa
dapat mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat
pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.
4) Pertolongan seksio sesarea merupakan bentuk
pertolongan yang paling banyak dilakukan (Manuaba,
2010).
D. Solusio Plasenta

1. Pengertian Solusio Plasenta


Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta atau ari-ari dari
tempat perlekatannya yang normal pada rahim sebelum janin
dilahirkan (Saifuddin, 2006).
2. Klasifikasi Solusio Plasenta
Menurut derajat lepasnya plasenta
a. Solusio Plasenta Parsialis
Bila hanya sebagian saja plasenta terlepasnya dari tempat
perletakannya.
b. Solusio Plasenta Totalis
Bila seluruh plasenta sudah terlepasnya dari tempat perlekatannya
c. Prolapsus Plasenta
Bila plasenta turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan dalam
3. Etiologi Solusio Plasenta
Penyebab Solusio Plasenta adalah
a. Trauma langsung terhadap Ibu hamil
1) Terjatuh trauma tertelungkup
2) Tendangan anak yang sedang digendong
3) Atau trauma langsung lainnya
b. Trauma Kebidanan, artinya solusio plasenta terjadi karena tindakan
kebidanan yang dilakukan :
1) Setelah versi luar
2) Setelah memecahkan air ketuban
3) Persalinan anak kedua hamil kembar
c. Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang pendek faktor
predisposisi terjadinya solusio plasenta adalah:
1) Hamil tua
2) Mempunyai tekanan darah tinggi atau eklampsia
3) Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia
4) Tekanan vena kava inferior yang tinggi
5) Kekurangan asam folik (Manuaba, 2010).
4. Patofisiologi Solusio Plasenta
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus
yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak
dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang
kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah
antara rahim dan plasenta belum terganggu dan tanda serta gejalanya
pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang
pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya
dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot
uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk
lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya,
hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding rahim.
Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban
keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam
kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut otot
rahim.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding rahim. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,
anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil
yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau
mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya
gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin
lama sejak terjadinya solusio plasenta, makin hebat terjadinya
komplikasi (Manuaba, 2010).
5. Frekuensi Solusio Plasenta
Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 diantara 50 persalinan
(Winkjosastro, 2005).
6. Tanda dan Gejala Solusio Plasenta
Solusio Plasenta yang ringan pada umunya tidak menunjukkan
gejala yang jelas, perdarahan yang dikeluarkan hanya sedikit. Tapi
biasanya terdapat perasaan sakit yang tiba-tiba diperut, kepala terasa
pusing, pergerakan janin awalnya kuat kemudian lambat dan akhirnya
berhenti. Fundus uteri naik, rahim teraba tegang.
7. Diagnosis Solusio Plasenta
Diagnosis solusio plasenta bisa ditegakkan bila pada anamnesis
ditemukan perdarahan disertai rasa nyeri, spontan dan dikutip
penurunan sampai terhentinya gerakan janin dalam rahim.
8. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan rasa sakit yang tiba-tiba diperut,
perdarahan, dari jalan lahir yang sifatnya hebat berupa gumpalan darah
besar dan bekuan-bekuan darah.
9. Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat untuk mengatasi solusio
plasenta, pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan fisik secara umum
b. Pemeriksaan khusus berupa palpasi abdomen, auskultasi,
pemeriksaan dalam serta ditunjang dengan pemeriksaan
ultrasonogravi.
10. Komplikasi Solusio Plasenta
a. Komplikasi langsung, adalah perdarahan, infeksi, emboli dan syok
obstetrik.
b. Komplikasi tidak langsung, adalah couvelair rahim,
hifofibrinogenemia, nekrosis korteks renalis yang menyebabkan
tidak diproduksinya air urin serta terjadi kerusakan-kerusakan
organ seperti hati, hipofisis dan lain-lain (Mochtar, 2003).
11. Prognosis Solusio Plasenta
a. Terhadap Ibu
Kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80% dari
seluruh jumlah kasus Solusio plasenta. Hal ini dikarenakan
perdarahan sebelum dan sesudah persalinan, toksemia gravidarum,
kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi.
b. Terhadap Anak
Kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80% dari
seluruh jumlah kasus solusio plasenta. Hal ini tergantung pada
derajat pelepasan dari pelepasan plasenta, bila yang terlepas lebih
dari sepertiga ari-ari maka kemungkinan kematian anak 100%
selain itu juga tergantung pada prematuritas dan tindakan
persalinan.
c. Terhadap Kehamilan Berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan
solusio plasenta yang lebih hebat dengan persalinan prematur
(Mochtar, 2011).

12. Penanganan Solusio Plasenta


a. Terapi Konservatif
Prinsipnya kita menunggu perdarahan berhenti dan
kemudian persalinan berlangsung spontan. Sambil menunggu
berhentinya perdarahan kita berikan suntikan morfin subkutan,
stimulasi kardiotonika seperti coramine, cardizol dan pentazol serta
transfusi darah.
b. Terapi aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud
agar anak segera dilahirkan dan pedarahan berhenti.
Pertolongan persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam,
umumnya dapat bersalin secara normal.
Tindakan bedah seksio sesarea dilakukan apabila, janin hidup
dan pembukaan belum lengkap, gawat janin tetapi persalinan
normal tidak dapat dilaksanakan dengan segera, persiapan untuk
seksio sesarea, hematoma miometrium tidak mengganggu
kontraksi rahim dan observasi ketat kemungkinan terjadinya
perdarahan ulang.
Persalinan pervaginam dilakukan apabila : Janin hidup, gawat
janin, pembukaan lengkap dan bagian terendah didasar panggul,
janin telah meninggal dan pembukaan > 2 cm (Saifuddin, 2006).

E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan.
2. Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya
perdarahan.
3. Ganguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene sehubungan dengan
aktivitas yang terbatas.
4. Gangguan psikologis cemas sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kehamilan yang bermasalah.
F. Intervensi:

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tentang banyaknya 1. Mengetahui banyaknya
cairan sehubungan keperawatan selam 3x24 pengeluaran caiaran pendarahan pada klien
dengan adanya jam maslah resiko (perdarahan).
2. Tekanan darah, nadi,
perdarahan kekurangna cairan
2. Observasi tanda-tanda vital. suhu tubuh yang tidak
berkurang dengan kriteria
normal mengindikasi
hasil: 3. Observasi tanda-tanda
terjadinya syok
kekurangan cairan dan
1. Tidak ada tanda
monitor perdarahan. 3. Memonitor pendarahan
tanda-tanda
setiap satu jam sekali,
dehidrasi 4. Pantau kadar elektrolit darah.
untuk mencegah
2. Tekanan darah, 5. Periksa golongan darah untuk terjadinya syok
suhu, nadi dalam antisipasi transfusi.
4. Elektrolit digunakan
batas normal
6. Jelaskan pada klien untuk sebagai mengatur kadar
3. Elastisitas turgor mempertahankan cairan yang air dalam tubuh
kulitbaik, masuk dengan banyak minum.
5. Mengetahui golongan
membrane mukosa
lembab, tidak ada 7. Kolaborasi dengan dokter darah jika diperlukan
rasa haus yang sehubungan dengan letak terapi transfusi darah
berlebihan placenta.
6. Memperbanyak minum
dapat megurangi
terjadinya dehidrasi dan
menyeimbangkan cairan
pada tubuh

7. Mengetahui letak
plasenta untuk dilakukan
tindakan selanjutnya

3 Potensial terjadi shock Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda 1. Pemeriksaan dilakukan
hipovolemik keperawatan selam 3x24 terjadinya shock hipolemik. agar bisa dilakukan
sehubungan dengan jam masalah potensial intervensi selanjutnya
2. Kaji tentang banyaknya
adanya perdarahan. terjadi syok hipovolemik
pengeluaran cairan 2. Mengetahu besarnya cc
tidak terjadi dengan kriteria
(perdarahan). terjadinya pendarahan
hasil:
1. Nadi dalam batas 3. Observasi tanda-tanda vital. 3. Pemeriksaan tanda-tanda
yang diharapkan vital untuk mengetahui
4. Observasi tanda-tanda
terjadinya syok
2. Irama jantung kekurangan cairan dan
dalam batas yang monitor perdarahan. 4. Memonitor tanda-tanda
diharapkan vital dan pendarahan
5. Pantau kadar elektrolit darah.
untuk mencekah
3. Irama pernapasan
6. Periksa golongan darah terjadinya komplikasi
dalam batas yang
untuk antisipasi transfusi. pendarahan
diharapkan
7. Jelaskan pada klien untuk 5. Memantau kadar
mempertahankan cairan elektrolit untuk
yang masuk dengan banyak mengetahui kadar cairan
minum. dalam tubuh

6. Pemeriksaan golongan
darah dilakukan untuk
mengantisipasi jika
dilakukan terapi transfusi
pada lkien
7. Memperbanyak minum
dapat megurangi
terjadinya dehidrasi dan
menyeimbangkan cairan
pada tubuh

4 Ganguan pemenuhan Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan penjelasan tentang 1. Memberi penjelasan
kebutuhan personal keperawatan selama 3x24 pentingnya personal hygiene tentang pentingnya
hygiene sehubungan jam maslah gangguan pemenuhan personal
2. Berikan motivasi untuk tetap
dengan aktivitas yang pemenuhan kebutuhan hygiene untuk mencegah
menjaga personal hygiene
terbatas. personal hygiene dapat terjadinya infeksi dan
tanpa melakukan aktivitas
teratasi dengan kriteria gangguan pada kulit,
yang berlebihan
hasil: serta agar klien
3. Beri sarana penunjang atau termotivasi untuk
1. Mampu untuk
mandikan klien bila klien memenuhi kebutuhan
mempertahankan
masih harus bedrest personal hygiene
kebersihan dan
penampilan yang 2. Agar klien mau dan
rapi secara mandiri mampu memenuhi
dengan atau tanpa kebutuhan personal
alat bantu. hygiene untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut
2. Mengungkapkan
secara verbal 3. Membantu klien dalam
kepuasan tentang memenuhi kebutuhan
kebersihan tubuh personal hygiene yang
dan hygiene oral adekuat

5 Gangguan psikologis Setelah dilakukan tindakan 1. Beri dukungan dan 1. Agar klien merasa lebih
cemas sehubungan 2x24 jam maslah cemas pendidikan untuk rileks dan merasa
dengan kurangnya dapat teratasi dengan menurunkan kecemasan dan nyaman, dan cemas
pengetahuan tentang kriteria hasil: meningkatkan pemahaman dapat dikontrol
kehamilan yang dan kerja sama dengan tetap
1. Klien mampu 2. Mempertahankan
bermasalah. memberikan informasi
mengidentifikasi hubungan saling percaya
tentang status janin,
dan dengan klien untuk
mendengar dengan penuh
mengungkapkan mempertahankan rasa
perhatian, mempertahankan
gejala cemas percaya klien agar
kontak mata dan
2. Vital sign dalam berkomunikasi dengan mampu mengungkapkan
batas normal tenang, hangat dan empati maslah yang memicu
yang tepat. terjadinya kecemasan
3. Postur tubuh,
ekspresi wajah, 2. Pertahankan hubungan saling 3. Beri pemahaman tentang
bahasa tubuh, dan percaya dengan komunikasi penyakit agar klien
tingkat aktivitas terbuka. Hubungan rasa mengetahu tentang
menunjukkan saling percaya terjalin antara penyakit dan prosesnya
berkurangnya perawat dan klien akan serta peningkatan
kecemasan membuat klien mudah pemahaman klien
mengungkapkan perasaannya tentang penyakitnya
dan mau bekerja sama. secara adekuat

3. Jelaskan tentang proses


perawatan dan prognosa
penyakit secara bertahap.
Dengan mengerti tentang
proses perawatan dan
prognosa penyakit akan
memberikan rasa tenang.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk


Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.

Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan


Maternal/Bayi, edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Sandra M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku


kedokteran EGC. Jakarta.

Sarwono, 1997, Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan bina pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Hanafi Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Anda mungkin juga menyukai