TENTANG
ANAK SEHAT
DISUSUN OLEH :
YULIA AHMAR
ELIZA
NILMA
MARDIANI
TAHUN AJARAN
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan ketidakpuasan
masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktek medis yang secara tidak langsung
dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan, karena penyebab dugaan malpraktek
belum tentu disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
Dewasa ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang
sangat pesat menuju kepada perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini
merupakan suatu proses berubah yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup
seluruh aspek keperawatan baik aspek pelayanan/asuhan keperawatan, aspek pendidikan,
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta kehidupan
keprofesian dalam keperawatan. Perkembangan keperawatan menuju perkembangan
keperawatan sebagai profesi dipengaruhi oleh berbagai perubahan yang cepat sebagai akibat
tekanan globalisasi yang juga menyentuh perkembangan keperawatan profesional termasuk
tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan yang pada hakekatnya
harus diimplementasikan pada perkembangan keperawatan profesional di Indonesia (Ma’rifin
Husin, 2002).
Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari tenaga
keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial yaitu:
A. Pengetahuan yang mendalam dan sistematis.
B. Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti.
C. Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini
yaitu “Etika Profesi”.
B. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil
malpractice antara lain:
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula
dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka
rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.
C. Administrative malpractice
Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga
perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk
menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta
kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
1. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah
bertindak berdasarkan
Adanya indikasi medis
Bertindak secara hati-hati dan teliti
Bekerja sesuai standar profesi
Sudah ada informed consent.
4. Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung)
antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak
ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan
jelas. Hasil(outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya
kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).
B. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan
mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res
ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada
memenuhi kriteria:
1. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
2. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
3. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada
contributory negligence. Misalnya ada kasus saat tenaga perawatan akan mengganti/
memperbaiki kedudukan jarum infus pasien bayi, saat menggunting perban ikut
terpotong jari pasien tersebut . Dalam hal ini jari yang putus dapat dijadikan fakta
yang secara tidak langsung dapat membuktikan kesalahan tenaga perawatan, karena:
Jari bayi tidak akan terpotong apabila tidak ada kelalaian tenaga perawatan.
Membetulkan jarum infus adalah merupakan/berada pada tanggung jawab
perawat.
Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan kejadian tersebut.
2.4. Tanggung Jawab Hukum
Seperti dikemukakan di depan bahwa tidak setiap upaya kesehatan selalu dapat
memberikan kepuasan kepada pasien baik berupa kecacatan atau bahkan kematian.
Malapetaka seperti ini tidak mungkin dapat dihindari sama sekali. Yang perlu dikaji apakah
malapetaka tersebut merupakan akibat kesalahan perawat atau merupakan resiko tindakan,
untuk selanjutnya siapa yang harus bertanggung gugat apabila kerugian tersebut merupakan
akibat kelalaian tenaga perawatan. Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam
tanggung gugat, antara lain:
A. Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan
kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus
dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider
baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
B. Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan
yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate),
misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan
kelalaian perawat sebagai karyawannya.
C. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).
Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban
hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang
berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam
pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).
B. Upaya menghadapi tuntutan hukum Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada
pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga
perawatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif
membuktikan kelalaian perawat. Apabila tuduhan kepada perawat merupakan criminal
malpractice, maka tenaga perawatan dapat melakukan :
1. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada,
misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi
merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak
mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang
dituduhkan.
2. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau
menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara
menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk
membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang
dilakukan adalah pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya
perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan
diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana
perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah
mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang
mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau
pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat)
bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan
adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang
dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan
menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara
menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang
harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang
menguntungkan tenaga perawatan.
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
(VIVAnews, Jumat 25 November
2011) - Sudah jatuh tertimpa tangga.
Begitulah yang dialami bayi berusia
delapan minggu asal kampung Nanu,
Desa Buar, Kecamatan Rahong
Utara, Manggarai-NTT, yang
dirawat di ruang Teratai Rumah
Sakit Umum Daerah Ruteng,
lantaran menderita sakit jantung
bawaan sejak lahir.
Tapi baru tiga hari dirawat. Buah
hati pasangan Yofita Ubut dan
Bosko Raka itu harus menanggung derita baru. Jari kelingking tangan kirinya putus. Diduga
terpotong gunting seorang perawat yang akan memperbaiki selang infus.
Insiden itu terjadi pada Rabu sore, 23 November sekitar pukul 17.00 Wita. Seorang perawat
senior, tidak sengaja memotong jari kelingking bayi itu dengan gunting. "Sedang
menggunting plester pada tangan kiri si bayi. Saat siap menggunting, tangan bayi spontan
bergerak, dan kelingking kirinya putus tepat diruas ke dua,".
Tidak lama setelah insiden itu, dokter ahli bedah langsung melakukan operasi penyambungan
jari kelingking si bayi. Jari itu dipastikan sudah tersambung kembali, dan tinggal menunggu
perkembangan.
Pembahasan
Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan
dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam
Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I,
pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan
masyarakat).dimana perawat tersebut tidak hati-hati dalam melaksanakan tindakan, dalam hal
ini memperbaiki infus. Sehingga mengakibatkan terjadinya hal yang membahayakan pasien.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya
Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang
dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung
jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan
kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terluka.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam
hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian
seperti putusnya jari kelingkingg bayi tersebut sehingga bisa dikategorikan sebagai
malpraktek yang termasuk ke dalam criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat
dijerat hukum antara lain :
A. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati
atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati
:Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
B. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga
menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama
waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling tinggi tiga ratus rupiah.
C. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang
lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah
dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-
umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
A. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-
sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
B. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
A. Malpraktik bersifat sangat kompleks
B. Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.
C. Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik
lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat,
dokter, atau penasihat hokum
D. Untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-
hal dibawah ini :
1. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-
tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
Huston, C.J, (2000). Leadership Roles and Management Functions in Nursing; Theory and
Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott.
Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidak
diterbitkan.
th
Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the law. 4 ed.Sydney: Harcourt.
Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2ndEd. Philadelphia. FA
Davis.
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/267414-jari-bayi-putus-terpotong-gunting-perawat
http://news.detik.com/read/2009/08/24/164345/1188752/475/diduga-alergi-obat-sekujur-
tubuh-rizki-melepuh