Anda di halaman 1dari 132

GUBERNUR PAPUA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

NOMOR 23 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA


TAHUN 2013 - 2033

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PAPUA,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Provinsi Papua dengan


memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras,
seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah;
b. bahwa ruang wilayah Provinsi Papua, baik sebagai kesatuan wadah yang
meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi, maupun sebagai sumberdaya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya
secara bijaksana untuk pemenuhan hak-hak dasar orang asli Papua dengan
menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya penduduk
Provinsi Papua, serta kelestarian keanekaragaman hayati Papua yang khas dan
langka;
c. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan penataan ruang nasional dan
daerah yang sejalan dengan penetapan Provinsi Papua sebagai Daerah Otonomi
Khusus maka perlu dilakukan penyesuaian danpenataan kembali rencana tata
ruang wilayah provinsi sebagai arahan bagi pembangunan Provinsi Papua yang
berkelanjutan;
d. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (6) Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
e. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Irian Jaya Nomor 3 Tahun 1993 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW) Daerah Tingkat I Irian Jaya
tidak sesuai lagi sehingga perlu ditinjau kembali;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Papua
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Tahun 2013-2033;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2012);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom
Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2907);
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 886, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4884);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Lebaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 Nomor 4724);
9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Reublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
10. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara; (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
12. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
13. Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5097)sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 139,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5324);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana
Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393);
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
694);
21. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor6 Tahun 2008 tentang Pelestarian
Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 6);
22. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pertambangan
Rakyat (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 14);
23. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun
2008 Nomor 21);
24. Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2008 tentang Hak
Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat
Hukum Adat Atas Tanah (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008
Nomor 23);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PAPUA
dan
GUBERNUR PAPUA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA TENTANG RENCANA
TATA RUANG WILAYAH PROVINSIPAPUA TAHUN 2013-2033.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Daerah adalah Provinsi Papua.
3. Provinsi Papua adalah Provinsi Papua.
4. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Papua.
5. Gubernur ialah Gubernur Papua.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Papua, yang selanjutnya disingkat DPRP adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi Papua sebagai Badan Legislatif Daerah Provinsi Papua.
7. Majelis Rakyat Papua, yang selanjutnya disingkatMRP, adalah representasi kultural orang asli
Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hakorang asli Papua
dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya,pemberdayaan perempuan
dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di
dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan dan memelihara kelangsungan kehidupannya.
9. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
10. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis
memiliki hubungan fungsional.
11. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
14. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.
15. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
16. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
17. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelengaraan penataan ruang dapat
diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan strutur ruang dan pola ruang yang
meliputi penyusunan dan penataan rencana tata ruang.
19. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai
dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaannya.
20. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
21. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
22. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua selanjutnya disebut RTRW Provinsi Papua adalah
arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Provinsi.
23. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
24. Sistem Wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan
pada tingkat wilayah.
25. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya.
26. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
27. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan
atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
28. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya
tidak dapat dipisahkan.
29. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
30. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi
pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
31. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistim
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
32. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
33. Kawasan lindung geologi adalah kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam
geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
34. Kawasan ekosistem rentan adalah kawasan ekosistem yang karakteristik biofisiknya sedemikian
rupa sehingga titik keseimbangannya sangat peka terhadap gangguan, baik yang bersifat
terencana maupun tidak terencana, sehingga memerlukan perlindungan dan/atau kehati-hatian
dalam pengelolaannya agar terjaga keberlanjutannya dalam jangka panjang.
35. Kawasan konservasi laut adalah perairan yang dilindungi dan dikelola dengan sistem zonasi
untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
36. Distrik yang dahulu disebut Kecamatan adalah wilayah kerja kepala distrik sebagai perangkat
kerja kabupaten/kota.
37. Kampung adalah suatu wilayah yang didiami oleh kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
38. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
39. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
40. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan
keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah
ditetapkan sebagai warisan dunia.
41. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya
dan/atau lingkungan.
42. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial,
budaya dan/atau lingkungan.
43. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan
untuk kepentingan pertahanan.
44. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
45. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
46. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
47. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan perkotaan
yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.
48. Pusat Kegiatan Nasional Promosi yang selanjutnya disebut PKNp adalah kawasan perkotaan
yang ditetapkan untuk skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi yang akan
dipromosikan.
49. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
50. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
51. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek
lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
52. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuhmenyeluruh
dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup.
53. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya.
54. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
55. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya hayati dan
nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
56. Kajian lingkungan hidup strategis yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis
yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
57. Konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
58. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh
aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain
itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan.
59. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat tertentu
untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
60. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan
usaha dan/atau kegiatan.
61. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit atau
gunung yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan
kemudian mengalirkannya ke danau atau laut secara alami melalui sungai utamanya.
62. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, angin topan
dan tanah longsor.
63. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis,
geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu
tertentu yang mengurangi kemampuan untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
64. Masyarakat adalah sekelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, lembaga dan/atau badan
hukum non pemerintahan yang mewakili adat, lembaga dan/atau badan hukum non pemerintahan
yang mewakili kepentingan individu, sektor, profesi, kawasan atau wilayah tertentu dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
65. Masyarakat Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah tertentu
danterikat serta tunduk kepada adat tertentu pula dengan rasa solidaritas yang tinggi di
antarapara anggotanya.
66. Masyarakat hukum adat adalah warga masyarakat asli Papua yang berasal dari klan dan wilayah
tertentu serta terikat dan tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi
di antara para anggotanya.
67. Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakathukum adat,
mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi.
68. Hak Ulayat adalah hak persekutuan masyarakat hukum adat pada wilayah tertentuatas suatu
wilayah yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yangmeliputi hak untuk
memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya.
69. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun sub-ras Melanesia yang terdiri atas
suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli
Papua oleh masyarakat adat Papua.
70. Penduduk Provinsi Papua, yang selanjutnya disebut Penduduk, adalah semua orangyang menurut
ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.
71. Kelompok (group) perusahaan adalah kumpulan orang atau badan usaha yang satu sama lain
mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan.
72. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan
keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penataan ruang.
73. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan
bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi.
BAB II
RUANG LINGKUP PENATAAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 2
(1) Ruang lingkup penataan ruang wilayah Provinsi Papua adalah seluruh wilayah Provinsi Papua.
(2) Batas administrasi wilayah Provinsi Papua adalah sebelah utara dengan Samudra Pasifik,
sebelah timur dengan Negara Papua New Guinea, sebelah selatan dengan Laut Arafuru dan
sebelah barat dengan Provinsi Papua Barat.
(3) Posisi geografis wilayah Provinsi Papua terletak antara garis koordinat 1000’ LU – 9010’ LS
dan 134000’ BT – 141005’ BT.
Bagian Kedua
Lingkup Substansi
Pasal 3
Lingkup substansi mencakup :
a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah;
b. rencana struktur ruang wilayah;
c. rencana pola ruang wilayah;
d. penetapan kawasan strategis;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah;
f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah;
g. kelembagaan; dan
h. peran masyarakat.

BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
WILAYAH
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah
Pasal 4
Tujuan penataan ruang wilayah adalah mewujudkan tata ruang lestari, aman, nyaman dan produktif
untuk menjamin kualitas hidup masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal dan karakteristik
ekosistem Papua.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah
Pasal 5
Kebijakan penataan ruang wilayah terdiri atas :
a. pelestarian dan peningkatan fungsi daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan
meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan
dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, dan melestarikan keunikan bentang alam;
b. pengembangan kegiatan budidaya berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan serta
memperhatikan kearifan lokal agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan;
c. perlindungan serta peningkatan penghidupan dan eksistensi masyarakat hukum adat dalam
sistem perkampungan dan kearifan lokal;
d. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan untuk pengembangan perekonomian yang
produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional maupun internasional;
e. perwujudan upaya pembangunan wilayah perbatasan negara, provinsi, dan lintas kabupaten/kota
dengan mempertimbangkan kesejahteraan dan keamanan, keselarasan tata ruang, dan
peningkatan fungsi pertahanan dan keamanan negara;
f. pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar
kawasan;
g. peningkatan peran kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan yang berkembang secara
berimbang dan berjenjang;
h. peningkatan infrastruktur wilayah dalam mendukung peran pusat kegiatan dan pelayanan
masyarakat; dan
i. pengembangan kawasan yang diprioritaskan pengelolaannya dari sudut pandang ekonomi, sosial
budaya, lingkungan hidup dan kawasan lainnya.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah
Pasal 6

(1) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman
hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, dan melestarikan
keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, terdiri atas:
a. menetapkan pengelolaan kawasan lindung dengan mempertahankan luas minimal 60%
(enam puluh persen) dari seluruh wilayah,dan kawasan hutan minimal seluas 90% (sembilan
puluh persen) dari seluruh wilayah;
b. menetapkan dan memantapkan fungsi kawasan lindung di ruang darat dan ruang laut, sesuai
dengan kondisi ekosistem dan keunikan bentang alamnya beberdasarkan prinsip
keberlanjutan lingkungan;
c. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif
yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya;
d. mengelola kawasan bernilai penting bagi keanekaragaman hayati;
e. mengelola kawasan rawan bencana dan kawasan ekosistem rentan sebagai upaya
meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan serta penghidupan;
f. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat
pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara
keseimbangan ekosistem wilayah; dan
g. mencegah dan atau membatasi pemanfaatan ruang di kawasan lindung dan kawasan strategis
provinsi yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan, kecuali mengakomodasi
keberadaan Orang Asli Papua dan aktivitasnya yang secara historis telah ada pada kawasan
tersebut.
(2) Strategi pengembangan kegiatan budidaya berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan
serta memperhatikan kearifan lokal agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, terdiri atas:
a. mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam dengan nilai dan norma kearifan lokal serta
prinsip berkelanjutan untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa
depan;
b. mengelola sumberdaya alam secara efisien dan berkeadilan dengan cara mendistribusikan
nilai manfaat yang diperoleh antar kelompok masyarakat, antar wilayah, dan antar generasi;
c. mengelola sumberdaya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana dan menginvestasikan kembali hasil dari eksploitasi kedalam pengganti yang
dapat pulih; dan
d. mengelola sumberdaya alam yang terbarukan pada batas hasil lestari untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
(3) Strategi perlindungan serta peningkatan penghidupan dan eksistensi masyarakat adat dalam
sistem perkampungan dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, terdiri
atas:
a. mengembangkan peran kampung sebagai pusat kegiatan pelayanan dan perlindungan sistem
penghidupan masyarakat adat;
b. mengembangkan sistem pengelolaan sumberdaya alam berbasis kampung serta norma dan
nilai kearifan lokal untuk menjamin dan meningkatkan penghidupan dan eksistensi
masyarakat hukum adat;
c. memberi perlindungan atas hak-hak dasar masyarakat hukum adat dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya alam dalam sistem perkampungan; dan
d. memberi perlindungan dan melestarikan nilai budaya asli, situs warisan budaya asli sebagai
bagian dari eksistensi masyarakat hukum adat dan sistem perkampungan.
(4) Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan untuk pengembangan perekonomian
yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional maupun
internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri atas:
a. mengembangkan pusat kegiatan berbasis potensi sumberdaya alam dan kegiatan budidaya
unggulan sebagai penggerak utama perekonomian wilayah;
b. menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mengintensifkan promosi peluang investasi;
c. meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi;
d. mengembangkan kegiatan budidaya berbasis kelautan sebagai upaya mengembangkan
pulau-pulau kecil; dan
e. mengembangan potensi sumberdaya pertambangan, pertanian, perikanan, industri dan
pariwisata.
(5) Strategi perwujudan upaya pembangunan wilayah perbatasan negara, provinsi, dan lintas
kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kesejahteraan dan keamanan, keselarasan tata
ruang, dan peningkatan fungsi pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf e, terdiri atas:
a. menetapkan tapal batas provinsi dan kabupaten/kota;
b. meningkatkan peran koordinasi dan fasilitasi Pemerintah Daerah dalam penyelesaian batas
wilayah kabupaten/kota;
c. meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan kesehatan dikawasan
perbatasan;
d. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar kawasan strategis
nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
e. mengembangkan fungsi zona penyangga yang memisahkan kawasan pertahanan dan
keamanan dengan kawasan budidaya lainnya;
f. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dikawasan perbatasan negara; dan
g. mewujudkan kondisi keamanan yang kondusif.
(6) Strategi pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat
perkembangan antar kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f, terdiri atas:
a. membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan tertinggal dan pusat
pertumbuhan wilayah;
b. mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi;
c. meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan;
d. meningkatkan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan kegiatan
ekonomi;
e. menetapkan kawasan strategis provinsi bagi wilayah tertinggal;
f. mendorong dan mengembangkan sarana dan prasana pendidikan; dan
g. mendorong dan mengembangkan sarana dan prasarana kesehatan.
(7) Strategi peningkatan peran kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan yang berkembang secara
berimbang dan berjenjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g, terdiri atas:
a. memantapkan peran pusat-pusat kegiatan yang sudah berkembang, dan mengembangkan
pusat-pusat kegiatan baru secara terintegrasi dengan system perkotaan nasional; dan
b. mengembangkan ruang terbuka hijau di kawasan kota dan perkotaan sedikitnya 50% (lima
puluh persen) dari luas wilayah.
(8) Strategi peningkatan infrastruktur wilayah dalam mendukung peran pusat kegiatan dan
pelayanan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h,terdiri atas:
a. mengembangkan jaringan prasarana transportasi darat, laut dan udara secara terpadu,
terutama transportasi sungai, danau, laut, dan udara dengan skala prioritas terkait dengan
daya dukung lingkungan;
b. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi;
c. meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan
secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik; dan
d. meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan
sumberdaya air.
(9) Strategi pengembangan kawasan yang diprioritaskan pengelolaannya dari sudut pandang
ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup dan kawasan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf i,terdiri atas :
a. mengembangkan kawasan strategis ekonomi;
b. mengembangkan kawasan strategis sosial budaya;
c. mengembangkan kawasan strategis lingkungan hidup;dan
d. mengembangkan kawasan strategis lainnya.
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Rencana struktur ruang terdiri atas:
a. sistem pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana Struktur Ruang Wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1: 250.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Sistem Pusat Kegiatan
Pasal 8
Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. sistem perkotaan; dan
b. sistem perkampungan.

Pasal 9
Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, terdiri atas:
a. PKN;
b. PKN promosi;
c. PKW;
d. PKW promosi;
e. PKSN;
f. PKSN promosi; dan
g. PKL.

Pasal 10
(1) PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, yaitu Jayapura, dan Timika.
(2) PKN promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, yaitu Biak, Wamena dan
Merauke.
(3) PKW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, yaitu Nabire, Muting, dan Sarmi.
(4) PKW promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d, yaitu Kepi, Enarotali, Dekai dan
Waris.
(5) PKSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf e, yaitu Arso, Tanah Merah dan Merauke.
(6) PKSN promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f, yaitu Jayapura, dan Oksibil.
(7) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 11
(1) Sistem perkampungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mencakup :
a. pengembangan PPL sebagai pusat permukiman dan kegiatan sosial ekonomi yang melayani
kegiatan skala antar desa; dan
b. yang mendorong tumbuhnya kota pertanian melalui berjalannya sistem dan usaha agribisnis
untuk melayani, mendorong dan menarik kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di
wilayah sekitarnya.
(2) Sistem Perkampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
(3) Kawasan perkampungan lainnya yang mempunyai potensi sistem agribisnis terpadu, dapat
dikembangkan sebagai kawasan agropolitan promosi.
(4) Pengelolaan sistem perkampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui:
a. peningkatan keterpaduan sistem pelayanan perkampungan dengan sistem pelayanan perkotaan;
b. pemberdayaan masyarakat kawasan perkampungan;
c. mempertahankan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;
d. konservasi sumberdaya alam;
e. pelestarian warisan budaya lokal;
f. mempertahankan kawasan lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan untuk ketahanan
pangan dan ketahanan budaya; dan
g. menjaga keseimbangan pembangunan antara kawasan perkampungan dengan kawasan
perkotaan.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 12
(1) Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut;
c. sistem jaringan transportasi udara; dan
d. sistem transportasi antarmoda.
(2) Keterpaduan sistem angkutan dan pergerakannya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah Provinsi
yang membidangi urusan perhubungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 13
Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, terdiri atas:
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;
c. jaringan jalur kereta api; dan
d. jaringan sungai, danau dan penyeberangan.

Pasal 14
(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, terdiri dari :  
a. jalan nasional; dan
b. jalan provinsi.
(2) Rencana pengembangan jalan nasional dan provinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus mempertimbangkan keberadaan kawasan lindung, kawasan ekosistem rentan dan
kawasan rawan bencana.

Pasal 15
(1) Jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14ayat (1) huruf a merupakan jalan arteri
primer meliputi :
a. Jayapura-Elelim-Wamena;
b. Jayapura-Sarmi-Mamberamo Raya-Waropen-Nabire;
c. Jayapura-Arso-Perbatasan PNG;
d. Merauke-Kepi-Bade;
e. Merauke-Tanah Merah-Oksibil;
f. Wamena-Habema-Yuguru-Kenyam;
g. Wamena-Karubaga-Mulia;
h. Wamena-Dekai;dan
i. Timika-Waghete-Enarotali.
(2) Jalan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)huruf b merupakan jalan kolekter
primer, meliputi :
a. Arso-Oksibil;
b. Wamena-Tiom;
c. Wamena-Kobakma;
d. Kepi-Tanah Merah;
e. Nabire-Waghete-Enarotali;
f. Enarotali-Sugapa;
g. Sugapa-Jita-Ilaga;
h. Botawa-Sugapa;
i. Dekai-Oksibil;
(3) Jaringan jalan yang menghubungkan Pusat Kegiatan Lokal, Pusat Pelayanan Kawasan serta
Pusat Pelayanan Lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a dan huruf b,
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
(4) Jaringan jalan yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, mengacu kebijakan nasional dan
Keputusan Gubernur untuk jalan Provinsi.

Pasal 16
(1) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf
b, terdiri atas :
a. terminal penumpang tipe A diutamakan pada kota-kota yang berfungsi sebagai PKN atau
kota-kota lain yang memiliki permintaan tinggi untuk pergerakan penumpang antar kota,
antar provinsi dan lintas batas negara; dan
b. terminal penumpang tipe B diutamakan pada kota-kota yang berfungsi sebagai PKW untuk
pergerakan penumpang antar kota dalam provinsi.
(2) Terminal penumpang tipe A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. terminal Entrop di Kota Jayapura;  
b. terminal Merauke di Merauke; dan
c. terminal Nabire di Kabupaten Nabire.
(3) Terminalpenumpang tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. terminal Heram di Kota Jayapura;
b. terminal Sentani di Kabupaten Jayapura;
c. terminal Keerom di Kabupaten Keerom;
d. terminal Oyehe di Kabupaten Nabire;
e. terminal Sarmi di Kabupaten Sarmi;
f. terminal Wamena di Kabupaten Jayawijaya;
g. terminal Mulia di Kabupaten Puncak Jaya;
h. terminal Asiki di Kabupaten Boven Digoel;
i. terminal Timika di Kabupaten Mimika;
j. terminal Darfuar di Kabupaten Biak Numfor;
k. terminal Oksibil di Kabupaten Pegunungan Bintang;
l. terminal Botawa di Kabupaten Waropen;
m. terminal Enarotali di Kabupaten Paniai;
n. terminal Kenyam di Kabupaten Nduga;
o. terminal Dekai di Kabupaten Yahukimo;
p. terminal Waghete di Kabupaten Deiyai; dan
q. terminal Elelim di Kabupaten Yalimo.

Pasal 17
Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, meliputi :  
a. lintas Jayapura-Sarmi-Nabire;
b. lintas Nabire-Manokwari-Sorong; dan  
c. lintas Nabire-Timika.
Pasal 18

(1) Sistem jaringan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf
d terdiri dari :
a. jaringan transportasi sungai;
b. jaringan transportasi danau;dan
c. jaringan transportasi penyeberangan.
(2) Jaringan transportasi sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a, terdiri atas:
a. Dermaga Sungai Trimuris di Kabupaten Mamberamo Raya;
b. Dermaga Sungai Pagai di Kabupaten Mamberamo Raya;
c. Dermaga Sungai Papasena di Kabupaten Mamberamo Raya;
d. Dermaga Sungai Kaiy di Kabupaten Mamberamo Raya;
e. Dermaga Sungai Taiyai di Kabupaten Mamberamo Raya;
f. Dermaga Sungai Kasonaweja di Kabupaten Mamberamo Raya;
g. Dermaga Sungai Bagusa di Kabupaten Mamberamo Raya;
h. Dermaga Sungai Warembori di Kabupaten Mamberamo Raya;
i. Dermaga Sungai Digoel di Kabupaten Merauke;
j. Dermaga Sungai Digoel di Kabupaten Boven Digoel;
k. Dermaga Sungai Mimika di Kabupaten Mimika;
l. Dermaga Sungai Mappi di Kabupaten Mappi;
m. Dermaga Sungai Batas Batudi Kabupaten Nduga; dan
n. Dermaga Sungai Kapiraya di Kabupaten Mimika.
(3) Jaringan transportasi danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b, terdiri atas :
a. Dermaga Danau Yahim di Kabupaten Jayapura;
b. Dermaga Danau Putali di Kabupaten Jayapura;
c. Dermaga Danau Abar di Kabupaten Jayapura;
d. Dermaga Danau Kamiyaka di Kabupaten Jayapura;
e. Dermaga Danau Simporo di Kabupaten Jayapura;
f. Dermaga Danau Telaga Maya di Kabupaten Jayapura;
g. Dermaga Danau Ayapo di Kabupaten Jayapura;
h. Dermaga Danau Kalkote di Kabupaten Jayapura;
i. Dermaga Danau Yoka di Kota Jayapura;
j. Dermaga Danau Puay di Kota Jayapura;
k. Dermaga Danau Paniai di Kabupaten Paniai;
l. Dermaga Danau Tigi di Kabupaten Deiyai; dan
m. Dermaga Danau Tage di Kabupaten Paniai.
(4) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c, terdiri atas:
a. Pelabuhan penyeberangan lintas provinsi, meliputi:
1. Pelabuhan Penyeberangan Numfor di Kabupaten Biak Numfor;
2. Pelabuhan Penyeberangan Pomako di Kabupaten Mimika;dan
3. Pelabuhan Penyeberangan Merauke di Kabupaten Merauke.
b. Pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota, meliputi:
1. Pelabuhan Penyeberangan Mokmer di Kabupaten Biak Numfor;
2. Pelabuhan Penyeberangan Kabuena di Kabupaten Kepulauan Yapen;
3. Pelabuhan Penyeberangan Samabusa di Kabupaten Nabire;
4. Pelabuhan Penyeberangan Saubeba di Kabupaten Kepulauan Yapen;
5. Pelabuhan Penyeberangan Waren di Kabupaten Waropen; dan
6. Pelabuhan Penyeberangan Jayapura di Kabupaten Jayapura.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 19
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, terdiri
atas :
a. pelabuhan utama;
b. pelabuhan pengumpul;
c. pelabuhan pengumpan; dan
d. pelabuhan khusus.  
(2) Pelabuhan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas:
a. Pelabuhan Jayapura di Kota Jayapura;
b. Pelabuhan Biak di Kabupaten Biak Numfor;
c. Pelabuhan Depapre di Kabupaten Jayapura; dan
d. Pelabuhan Merauke di Kabupaten Merauke.  
(3) Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas:
a. Pelabuhan Pomako di Kabupaten Mimika;
b. Pelabuhan Sarmi di Kabupaten Sarmi;
c. Pelabuhan Samabusadi Kabupaten Nabire;
d. Pelabuhan Serui di Kabupaten Kepulauan Yapen;
e. Pelabuhan Agats di Kabupaten Asmat;
f. Pelabuhan Bade di Kabupaten Mappi;
g. Pelabuhan Kepi di Kabupaten Mappi;
h. Pelabuhan Tanah Merah di Kabupaten Boven Digoel; dan
i. Pelabuhan Waren di Kabupaten Waropen.
(4) Pelabuhan Pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Pelabuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d yaitu Pelabuhan Amamapare di
Kabupaten Mimika sebagai Pelabuhan PT Freeport Indonesia dan Pelabuhan Perikanan di
Kabupaten Biak Numfor dan Merauke.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 20
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c
terdiri atas :
a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder;
b. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan tersier;
c. bandar udara pengumpan; dan  
d. bandar udara khusus.
(2) Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas:
a. Bandar Udara Sentani di Kabupaten Jayapura;
b. Bandar Udara Moses Kilangin di Kabupaten Mimika;
c. Bandar Udara Frans Kaisepo di Kabupaten Biak Numfor;
d. Bandar Udara Mopah di Kabupaten Merauke;
e. Bandar Udara Wamena di Kabupaten Jayawijaya; dan
f. BandarUdara Baru di Kabupaten Keerom.
(3) Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. Bandar Udara Wanggar di Kabupaten Nabire;
b. Bandar Udara Waghete di Kabupaten Deiyai; dan  
c. Bandar Udara Dekai di Kabupaten Yahukimo;
(4) Bandar udara pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
(5) Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufd yaitu Bandar Udara Moses
Kilangin yang merupakan bandar udara milik PT. Freeport Indonesia namun difungsikan juga
sebagai bandar udara umum.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Transportasi Antarmoda
Pasal 21
Sistem transportasi antarmoda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. pengembangan jalur Pomako Timika-Agats-Dermaga Jinak-jalan raya-Bandara Dekai-Bandara
Wamena atau Bandara Oksibil;
b. pengembangan jalur Pomako Timika-Agats-Mumugu-jalan raya Yuguru-Batas Batu-Kenyam-
Habema-Wamena;
c. pengembangan jalur Pagai-Papasena-jalanraya-Burmeso-Kasonaweja-Bagusa-Teba;
d. pengembangan jalur Mulia-jalan raya-Fawi-Mamberamo Hulu; dan
e. pengembangan jalur Bandara Merauke-Sungai Digoel-jalan rayake Asiki (Boven Digoel).

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 22
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c meliputi :
a. jaringan energi listrik;
b. jaringan telekomunikasi;
c. jaringan sumberdaya air;
d. prasarana pengelolaan lingkungan;
e. pelabuhan perikanan;
f. jalur evakuasi bencana; dan
g. prasarana sosial ekonomi.

Paragraf 1
Jaringan Energi Listrik
Pasal 23
(1) Jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a meliputi pengembangan
pembangkit tenaga listrik yaitu:
a. pembangkit listrik tenaga air;  
b. pembangkit listrik tenaga diesel;  
c. pembangkit listrik tenaga surya;  
d. pengembangan pembangkit listrik tenaga uap;  
e. pengembangan pembangkit listrik tenaga gas;  
f. pengembangan listrik dengan minyak nabati;
g. pengembangan pembangkit listrik tenaga gelombang;
h. pengembangan listrik mikro hidro; dan
i. pengembangan listrik tenaga angin.
(2) Pembangikit listrik tenaga air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. pembangkit listrik tenaga air Boven Digoel di Kabupaten Boven Digoel;
b. pembangkit listrik tenaga air Einlanden di Kabupaten Asmat;
c. pembangkit listrik tenaga air Lorentz di Kabupaten Asmat;
d. pembangkit listrik tenaga air Cemara di Kabupaten Mimika;
e. pembangkit listrik tenaga air Otokwa di Kabupaten Mimika;  
f. pembangkit listrik tenaga air Mimika di Kabupaten Mimika;  
g. pembangkit listrik tenaga air Siriwo di Kabupaten Nabire;
h. pembangkit listrik tenaga air Mamberamo di Kabupaten Mamberamo Raya;  
i. pembangkit listrik tenaga air Kopaikabo-Yahwe-Urumuka di Kabupaten Mimika,
Kabupaten Paniai dan Kabupaten Deiyai;dan  
j. pembangkit listrik tenaga air Baliem di Kabupaten Yalimo dan Kabupaten Yahukimo.
(3) Pembangkit listrik tenaga disel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar di
seluruh kabupaten/kota.
(4) Pembangkit listrik tenaga surya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tersebar di
seluruh kabupaten/kota.
(5) Pembangkit listrik tenaga uap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dikembangkan di
Kabupaten Merauke, Kabupaten Nabire, KabupatenMimika, Kabupaten Boven, Kabupaten
Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, KabupatenSarmi, Kabupaten Mamberamo Raya,
Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Supiori dan Kota Jayapura.
(6) Pembangkit listrik tenaga gas, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tersebar di
Kabupaten Biak Numfor,Kabupaten Merauke, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Mimika.
(7) Pembangkit listrik dengan minyak nabati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
fmerupakan energi yang terbarukan dan dikembangkan di wilayah perkampungan.
(8) Pembangkit listrik tenaga gelombang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
gdikembangkan di wilayah pesisir.
(9) Pembangkit listrik tenaga mikro hidro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
hdikembangkan di seluruh kabupaten/kota.
(10) Pembangkit listrik tenaga angin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf idikembangkan di
Kabupaten Puncak.

Paragraf 2
SistemJaringan Telekomunikasi
Pasal 24
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b,terdiri atas :
a. sistem terestrial; dan  
b. sistem nirkabel.
(2) Sistem terestrial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, menggunakan media transmisi
jaringan kabel serat optik dan tembaga dan gelombang mikro di seluruh kabupaten/kota.
(3) Sistem nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menggunakan media transmisi
satelit di seluruh kabupaten/kota.
(4) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
dikembangkan untuk mendukung PKN, PKW, PKL, perkotaan lain, kawasan permukiman,
kawasan perdagangan jasa, industri, dan pertambangan.

Paragraf 3
SistemJaringan Sumberdaya Air
Pasal 25
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c, terdiri atas:
a. jaringan sumber daya air lintas negara;
b. jaringan sumber daya air lintas provinsi;
c. jaringan air baku;
d. cekungan air tanah; dan
e. jaringan irigasi.
(2) Jaringan sumber daya air lintas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas
Wilayah Sungai di Mamberamo-Tami- Apauvar dan Sungai Einlanden-Digoel-Bikuma.
(3) Jaringan sumber daya air lintas provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas Wilayah Sungai Omba.
(4) Jaringan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, ditujukan untuk terpenuhinya
penyediaan air minum dari segi kuantitas dan kualitas bagi seluruh rakyat Papua.
(5) Cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, tersebar di seluruh
kabupaten/kota
(6) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, mengembangkan jaringan irigasi
pada wilayah yang potensial dikembangkan untuk pertanian yang tersebar di Kabupaten
Jayapura, Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten
Yahukimo, Kabupaten Nabire, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Waropen, Kabupaten
Mimika dan Kota Jayapura.

Paragraf 4
Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 26
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d,
terdiri atas :
a. sistem drainase;
b. sistem pengelolahan sampah; dan
c. pengelolaan lingkungan khusus.  
(2) Sistem drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan:
a. memanfaatkan sistem jaringan drainase yang ada secara maksimal baik sungai, anak sungai,
maupun saluran alami lainnya;
b. mengalirkan air hujan secepatnya melalui suatu sistem jaringan drainase ke badan air
terdekat atau tempat pembuangan air akhir dilaut atau sungai, dengan efisiensi panjang
saluran;
c. sedapat mungkin mengikuti jalan utama untuk memudahkan pengawasan dan pemeliharaan;
d. memanfaatkan energi gravitasi dan meminimalkan penggunaan pompa;
e. mengembangkan sistem pompanisasi untuk mengurangi genangan air di wilayah yang
mempunyai ketinggian antara 0-6 meter di atas permukaan laut terutama di Kabupaten
Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Kepulauan Yapen,
Kabupaten Nabire, dan Kota Jayapura;
(3) Sistem pengelolaan sampah sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf b dilaksanakan
melalui :
a. sistem persampahan untuk kabupaten/kota yang berdekatan dilakukan kerjasama lintas
wilayah melalui sistem pengelolaan sampah secara terpadu dalam hal lokasi dengan sistem
sanitary landfild maupun control landfild; dan
b. sistem pengelolaan sampah untuk Kabupaten Asmat dan Kabupaten Kepulauan Yapen
diarahkan penanganannya secara individual, komunual, dan pengelolaan daur ulang seperti
pembuatan kompos;
(4) Pengelolaan lingkungan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi
pembinaan, bimbingan, serta koordinasi dalam pengelolaan lingkungan pertambangan,
perkebunan dan kehutanan.

Paragraf 5
Pelabuhan Perikanan
Pasal 27
Pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e, berupa Pelabuhan Perikanan
Samudera di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Biak Numfor.
Paragraf 6
Jalur Evakuasi Bencana
Pasal 28
(1) Jalur evakuasi bencana gempa bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf f, meliputi:
a jalur evakuasi gempa bumi meliputi wilayah terbuka seperti bandar udara, lapangan
terbuka, serta menghindari bangunan;
b. jalur evakuasi tsunami meliputi lokasi tertinggi pada kawasan rawan tsunami;
c. jalur evakuasi banjir meliputi lokasi yang tertinggi pada kawasan rawan banjir; dan
d. jalur evakuasi longsor meliputi wilayah terbuka seperti bandar udara dan lapangan terbuka.
(2) Ketentuan tentang jalur evakuasi bencana lebih lanjut diatur dalam Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
 
Paragraf 6
Prasarana Sosial dan Ekonomi
Pasal 29
(1) Rencana pengembangan sarana sosial dan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf g meliputi :
a. rencana pengembangan sarana pendidikan;
b. rencana pengembangan sarana perekonomian; dan
c. rencana pengembangan sarana kesehatan.
(2) Rencana pengembangan sarana sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di
seluruh kabupaten/kota.

BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 30
(1) Rencana pola ruang terdiri atas :
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang dan pemanfaatannya ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan
daya tampung lingkungan terutama keberadaan ekosistem rentan.
(3) Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 :
250.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Rencana Kawasan Lindung
Pasal 31

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
d. kawasan perlindungan setempat;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.

Pasal 32
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a seluas 7.887.848,14 ha
tersebar Kabupaten Asmat, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Deiyai,
Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten
Keerom, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Lany Jaya, Kabupaten Mappi, Kabupaten
Mamberamo Tengah, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Nabire, Kabupaten Paniai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Puncak,
Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Supiori, Kabupaten Tolikara, Kabupaten
Waropen, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Nduga dan Kota Jayapura.
Pasal 33
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 huruf b, terdiri atas:
a. kawasan suaka alam, meliputi kawasan cagar alam dan suaka margasatwa;
b. kawasan pantai berhutan mangrove;
c. kawasan taman nasional dan taman nasional laut;
d. kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut;
e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan
f. kawasan konservasi laut daerah.
(2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kawasan cagar alam yang merupakan kawasan lindung nasional:
1) Cagar Alam Cycloops seluas 31.655,01 ha tersebar di Kota Jayapura dan Kabupaten
Jayapura;
2) Cagar Alam Enarotali seluas 282.800 ha tersebar di Kabupaten Deiyai, Kabupaten
Dogiyai, dan Kabupaten Paniai;
3) Cagar Alam Pegunungan Wayland seluas 134.400 ha tersebar di Kabupaten Dogiyai dan
Kabupaten Nabire;
4) Cagar Alam Bupul seluas 93.369 ha terdapat di Kabupaten Merauke;
5) Cagar Alam Biak Utara seluas 5.612,25 ha terdapat di Kabupaten Biak Numfor;
6) Cagar Alam Yapen Tengah seluas 112.400 ha terdapat di Kabupaten Kepulauan Yapen;
dan
7) Cagar Alam Pulau Supiori seluas 40.029,10 ha terdapat di Kabupaten Supiori.
b. kawasan cagar alam Tanjung Wiay seluas 4.374,13 ha terdapat di Kabupaten Nabire.
(3) Suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. suaka margasatwa yang merupakan kawasan lindung nasional :
1) Suaka Margasatwa Pulau Dolok/Kimaamseluas 708.000 ha terdapat di Kabupaten
Merauke;
2) Suaka Margasatwa Jayawijaya seluas 789.200 ha tersebar di Kabupaten Yahukimo,
Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Yalimo;
3) Suaka Margasatwa Danau Bian seluas 110.800 ha terdapat di Kabupaten Merauke;
4) Suaka Margasatwa Komolon seluas 68.654,19 ha terdapat di Kabupaten Merauke;  
5) Suaka Margasatwa Mamberamo Foja seluas 1.707.080,04 ha tersebar di Kabupaten
Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya,
Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Puncak,
Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten
Yalimo.
b. Suaka Margasatwa Pulau Pombo seluas 165,41 ha terdapat di Kabupaten Merauke;
c. Suaka Margasatwa Savan seluas 7.586,18ha terdapat di Kabupaten Merauke.
(4) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi
Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mappi,
Kabupaten Merauke, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Nabire, Kabupaten
Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kepulauan Yapen, dan
Kota Jayapura.
(5) Kawasan taman nasional dan taman nasional laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas:
a. Taman Nasional Lorentz seluas 2.321.700 ha tersebar di Kabupaten Asmat, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten
Nduga, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kabupaten
Yahukimo; dan
b. Taman Nasional Wasur seluas 450.700 ha terdapat di Kabupaten Merauke.
(6) Taman Nasional Lorentz sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, selain merupakan
kawasan lindung nasional, juga merupakan kawasan strategis nasional, sekaligus merupakan
Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO dan Warisan Alam ASEAN oleh negara-negara
ASEAN.
(7) Taman nasional laut yang merupakan kawasan lindung nasional meliputi Taman Nasional Laut
Teluk Cenderawasih berada di Kabupaten Nabire.
(8) Kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas:
a. Taman wisata alam yang merupakan kawasan lindung nasional, meliputi:
1) Taman Wisata Alam Teluk Youtefa berada di Kota Jayapura; dan
2) Taman Wisata Alam Anggromeos berada di Kabupaten Nabire.
b. Taman wisata alam laut meliputi taman wisata perairan Kepulauan Padaido dan sekitarnya
berada di Kabupaten Biak Numfor.

Pasal 34
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 huruf c, terdiri atas :
a. kawasan bergambut;
b. kawasan rawa; dan
c. kawasan resapan air.
(2) Kawasan bergambut yang berfungsi sebagai kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mappi, Kabupaten Merauke,
Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten
Waropen, Kabupaten Nduga, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Jayapura,
Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo,
Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Keerom, Kabupaten Lanny Jaya,
Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Nabire.
(3) Kawasan rawa yang berfungsi sebagai kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi Mamberamo Raya, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Boven Digoel,
Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Mappi, Kabupaten
Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Puncak, Kabupaten Sarmi,
Kabupaten Supiori, Kabupaten Waropen dan Kota Jayapura.
(4) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi Kabupaten
Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi,
Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Jayapura.  
(5) Kawasan bergambut, kawasan rawa, dan kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
perlu kajian lebih lanjut di setiap kabupaten/kota.  

Pasal 35
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf d, terdiri atas :
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau/waduk;
d. kawasan sekitar mata air; dan  
e. kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi Kabupaten
Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Merauke,
Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten
Waropen, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, dan Kota
Jayapura, dengan ketentuan mencakup daratan sepanjang tepian laut berjarak minimal 100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, atau yang bentuk dan kondisi fisik pantainya
curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar di seluruh
kabupaten/kota,dengan ketentuan mencakup daratan sepanjang tepian sungai bertanggul selebar
minimal 5 meter dari kaki tanggul sebelah luar, sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul
di luar kawasan permukiman selebar minimal 100 meter dari tepi sungai, dan sepanjang tepian
anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar minimal 50 meter dari
tepi sungai
(4) Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi
Kabupaten Merauke, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Mamberamo Raya,
Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura, dengan ketentuan mencakup daratan sepanjang tepian
danau pada jarak 50-100 meter dari titik pasang air danau tertinggi atau yang lebarnya
proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau.    
(5) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, tersebar di seluruh
kabupaten/kota, dengan ketentuan mencakup daratan sekitar tepian mata air pada jari-jari
sekurang-kurangnya 200 meter.
(6) Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
tersebar di seluruh kabupaten/kota.
(7) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lebih lanjut diatur dalam
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.    

Pasal 36
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31huruf e terdiri atas :
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang;
c. kawasan rawan banjir; dan
d. kawasan rawan terkena dampak perubahan iklim.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tersebar di seluruh
kabupaten/kota.
(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi
wilayah di sepanjang pantai utara dan selatan.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada di pada ayat (1) huruf c, tersebar di seluruh
kabupaten/kota.
(5) Kawasan rawan terkena dampak perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
tersebar di seluruh kabupaten/kota.

Pasal 37
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31huruf f, terdiri atas :
a. kawasan cagar alam geologi; dan
b. kawasan rawan bencana alam geologi.
(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan kawasan
yang memiliki keunikan bentang alam, meliputi Pulau Biak di Kabupaten Biak Numfor dan
Kabupaten Supiori, Pulau Dolok/Kimaam di Kabupaten Merauke, dan Lembah Baliem wilayah
Pegunungan Tengah.  
(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. kawasan rawan gempa bumi, tersebar di seluruh kabupaten/kota; dan
b. kawasan rawan tsunami, meliputi Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten
Kepulauan Yapen, Kabupaten Nabire, Kabupaten Waropen, Kabupaten Mamberamo Raya,
Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura.  
(4) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.  

Pasal 38
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf g meliputi :
a. kawasan spesifik terumbu karang;
b. kawasan endemik khas pesisir dan laut;
c. kawasan keanekaragaman hayati; dan
d. kawasan konservasi perairan.
(2) Kawasan spesifik terumbu karang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi
Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Nabire,
Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura.
(3) Kawasan endemik khas pesisir dan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi
pesisir laut Taman Nasional Lorentz dan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih.
(4) Kawasan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tersebar di
seluruh kabupaten/kota.
(5) Kawasan konservasi perairan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. kawasan konservasi perairan Daerah Tanjung Barari di Kabupaten Biak Numfor; dan
b. kawasan konservasi perairan Daerah Biak Numfor di Kabupaten Biak Numfor.

Bagian Ketiga
Rencana Kawasan Budi Daya
Pasal 39
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 40
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a terdiri
atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi terbatas (HPT) di Kabupaten Asmat, Kabupaten Biak
Numfor, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten
Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Mappi, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Pegunungan Bintang,
Kabupaten Sarmi, Kabupaten Waropen, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Puncak,
Kabupaten Paniai, Kabupaten Nduga, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Merauke, Kabupaten
Lanny Jaya, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota
Jayapura;
b. kawasan peruntukan hutan produksi tetap (HP) di Kabupaten Asmat, Kabupaten Biak
Numfor, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten
Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Mappi, Kabupaten
Mamberamo Raya, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten
Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Supiori, Kabupaten
Waropen, Kabupaten Yahukimo, dan Kota Jayapura; dan
c. kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) di Kabupaten Asmat,
Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya,
Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Keerom, Kabupaten Kepulauan
Yapen, Kabupaten Lani Jaya, Kabupaten Mappi, Kabupaten Mamberamo Tengah,
Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire,
Kabupaten Paniai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak
Jaya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Yahukimo,
Kabupaten Yalimo, Kabupaten Biak Numfor dan Kota Jayapura.
(2) Proses konversi di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi diatur oleh pemerintah
dengan mempertimbangkan kebijakan daerah.
(3) Prioritas konversi akan diarahkan ke areal HPK di mana tidak ada hutan lagi, bila konversi
areal di HPK yang masih berhutan akan lebih diutamakan ke hutan sekunder dan
mempertimbangkan kepentingan masyarakat adat, komitmen internasional, nasional dan daerah
untuk melestarikan hutan.

Paragraf 2
Kawasan Hutan Rakyat
Pasal 41
(1) Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39huruf b bermanfaat dalam
penanganan lahan kritis dan perbaikan ekonomi masyarakat yang tersebar di seluruh
kabupaten/kota.
(2) Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki peranan untuk :
a. perbaikan lingkungan;  
b. produksi hasil hutan;  
c. perkembangan sosial.  
(3) Perbaikan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bertujuan memperbaiki
lahan yang labil, mengurangi erosi, memperbaiki iklim mikro, meningkatkan biodeversitas dan
memperbaiki lahan agar lebih produktif.
(5) Produksi hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bertujuan mendiversifikasi
produksi hasil hutan baik kayu maupun non kayu.
(6) Perkembangan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c bertujuan dalam penanaman,
pemeliharaan, pemanenan, pemasaran, penciptaan lapangan kerja, ikatan emosional, dan
keeratan hubungan sosial.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 42
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c, terdiri atas :
a. pertanian lahan basah;
b. pertanian lahan kering;  
c. peruntukan hortikultura;
d. kawasan peruntukan perkebunan; dan
e. kawasanperuntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Biak
Numfor, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten
Keerom, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Mappi,
Kabupaten Sarmi, Kabupaten Supiori, Kabupaten Waropen, Kabupaten Yalimo, Kabupaten
Lanny Jaya dan Kota Jayapura.
(3) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi Kabupaten
Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mimika, Kabupaten
Merauke, Kabupaten Nabire, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai,
Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Waropen, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten
Lanny Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten
Boven Digoel dan Kota Jayapura.
(4) Peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi Kabupaten
Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten
Pegunungan Bintang, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten
Lanny Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten
Nabire, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, dan Kota Jayapura.
(5) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, di Kepulauan
Yapen, Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten
Intan Jaya, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten
Yalimo, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mamberamo Tengah,Kabupaten Nabire, Kabupaten
Waropen, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, dan
Kabupaten Jayapura.
(6) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi
Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Nabire, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura, dan Kota
Jayapura.
(7) Pertanian lahan basah dan lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, meliputi Kabupaten Biak Numfor,
Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven
Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya,
Kabupaten Yalimo, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten
Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Paniai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten
Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten
Nabire, Kabupaten Waropen, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten
Keerom, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura.
 
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 43
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan perikanan budidaya; dan
c. kawasan pengembangan industriperikanan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi
Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Waropen,
Kabupaten Nabire, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori,
Kabupaten Mimika, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Merauke dan Kota
Jayapura.
(3) Kawasan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar
di seluruh kabupaten/kota.
(4) Kawasan pengembangan industri perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
berada di Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Biak Numfor.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 44
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39huruf e terdiri atas :
a. kawasan pertambangan minyak dan gas bumi;
b. kawasan pertambangan mineral dan batubara;
c. kawasan pertambangan panas bumi; dan
d. kawasan pertambangan rakyat.
(2) Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di
teluk cendrawasih, pantai selatan Papua, dan pegunungan tengah.
(3) Kawasan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kawasan potensial pertambangan tembaga di Kabupaten Mimika, Kabupaten Deiyai,
Kabupaten Paniai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Pegunungan
Bintang dan Kabupaten Puncak;
b. pertambangan emas di Kabupaten Mimika, KabupatenIntan Jaya, Kabupaten Nabire, dan
Kabupaten Dogiyai;
c. pertambangan panas bumi di Kabupaten Kepulauan Yapen;
d. kawasan pertambangan batubara di Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Pegunungan Bintang,
Kabupaten Sarmi Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Waropen dan Kabupaten Boven
Digoel;
e. pertambangan emas, tembaga dan mineral ikutannya di Kabupaten Jayapura, Kabupaten
Keerom, dan Kota Jayapura; dan
f. pertambangan logam dasar di Kabupaten Jayapura, Kabupaten Pegunungan Bintang,
Kabupaten Mimika dan Kabupaten Sarmi.
(4) Pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 45
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf f berada di
Kabupaten Jayapura, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire,
Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten
Mappi, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya dan Kabupaten Merauke.
(2) Jenis-jenis industri yang dapat dikembangkan adalah industri pengolahan hasil hutan,
pertambangan, perikanan, pertanian, peternakan dan perkebunan.
(3) Industri pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perlu mempertimbangkan aspek
kelestarian lingkungan hidup.
(4) Kawasan industri khusus pertambangan berada di Kabupaten Mimika merupakan kawasan
strategis nasional.

Paragraf 7
Kawasan peruntukan Pariwisata
Pasal 46
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39huruf g terdiri atas:
a. kawasan wisata budaya;
b. kawasan wisata alam; dan
c. wisata minat khusus.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a tersebar di Kabupaten
Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Supiori
dan Kota Jayapura;
(3) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota;
(4) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 47
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf h, terdiri atas:
a. permukiman perkotaan; dan
b. permukiman perkampungan.
(2) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,merupakan kawasan
permukiman yang mengemban fungsi sebagai PKN, PKW, PKL, dan PPK.
(3) Permukiman perkampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :
a. kawasan permukiman dan kawasan budidaya pertanian tanaman pangan, perkebunan,
peternakan, serta perikanan sesuai dengan pola hidup masyarakat kampung; dan
b. perkampungan diakomodasi dengan radius tidak lebih dari 500 meter bagi kampung yang
secara historis berada dan menjadi bagian dari kawasan lindung.
(4) Pemetaan geolokasi kampung diatur lebih lanjut pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/
kota.
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 48
Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf i yaitu pengembangan
untuk kepentingan pertahanan keamanan negara.
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 49
(1) Kawasan strategis terdiri atas :
a. kawasan strategis nasional; dan
b. kawasan strategis provinsi.
(2) Rencana Kawasan Strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 250.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 50
(1) Kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a merupakan
kawasan yang diprioritaskan penataan ruangnya mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup nasional.
(2) Kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a.  kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan negara;
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
c. kawasan strategis dari sudut kepentingan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi; dan
d. kawasan strategis dari sudut kepentingan daya dukung lingkungan.

Pasal 51
(1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan Negara sebagaimana
dimaksud Pasal 50 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. kawasan perbatasan laut Republik Indonesiabagian utaraterdiri dari 4 pulau kecil terluar
meliputi Pulau Fanildo, Pulau Bras, Pulau Miosbefondi di Kabupaten Supiori dan Pulau Liki
di Kabupaten Sarmi;
b. kawasan perbatasan laut Republik Indonesia bagian selatanterdiri dari 2 pulau kecil terluar
meliputi Pulau Laag di Kabupaten Asmat dan Pulau Dolok/Kimaam di Kabupaten Merauke;
dan  
c. kawasan perbatasan darat Republik Indonesia dengan negara Papua Nugini: Kota Jayapura,
Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digoel dan
Kabupaten Merauke.  
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50ayat
(2) huruf b yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak.
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan kawasan strategis sumberdaya alam dan/atau
teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf c terdiri atas :
a. Kawasan Stasiun Bumi Satelit Cuacadan Lingkungan di Kabupaten Biak Numfor;
b. Kawasan Stasiun Telemetry Tracking and Command Wahana Peluncur Satelit di Kabupaten
Biak Numfor; dan
c. Kawasan Pertambangan Timika di Kabupaten Mimika.
(4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (2) huruf d adalah Kawasan Taman Nasional Lorentz, mencakup
Kabupaten Mimika, Kabupaten Asmat, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten
Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten
Paniai, Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Deiyai.

Pasal 52
Kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b, meliputi :
a. kawasan strategis ekonomi;
b. kawasan strategis sosial budaya;
c. kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan
d. kawasan strategis lainnya.

Pasal 53
(1) Kawasan strategis dari aspek ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a dapat
merupakan kawasan yang mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan dapat merupakan
kawasan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
(2) Kawasan strategis dari aspek ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Wilayah Pegunungan Tengah yang meliputi:
1) Bagian Timur meliputi Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Pegunungan Bintang.
2) Bagian Tengah meliputi Kabupaten Nduga, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten
Mamberamo Tengah, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Lanni Jaya,
Kabupaten Puncak dan Kabupaten Puncak Jaya;  
3) Bagian Barat meliputi Kabupaten Deyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, dan
Kabupaten Paniai.
b. Wilayah Mamberamo-Sarmi; dan
c. Kawasan Merauke dan sekitarnya meliputi Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel
dan Kabupaten Mappi.

Pasal 54
(1) Kawasan strategis dari aspek sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52huruf b
dapat merupakan kawasan adat tertentu, kawasan konservasi warisan budaya, termasuk warisan
budaya yang diakui sebagai warisan dunia.
(2) Kawasan strategis dari aspek sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. wilayah Asmat-Mimika;
b. wilayah Wamena;
c. wilayah Sentani dan Kota Jayapura; dan
d. wilayah Maudori di Kabupaten Supiori.

Pasal 55
(1) Kawasan strategis dari aspek fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 huruf c dapat merupakan :
a. kawasan rawan bencana alam;
b. tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
c. kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang
hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;
d. kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air;
e. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
f. kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; dan
g. kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas
terhadap kelangsungan kehidupan.  
(2) Kawasan strategisdari aspek fungsi dan daya tampung serta daya dukung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. wilayah pantai utara dan kepulauan, yang merupakan wilayah rawan bencana dan bergambut
mencakup Kabupaten Nabire, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Waropen, Kabupaten Biak
Numfor, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Supiori, Kabupaten Sarmi, Kabupaten
Jayapura, Kabupaten Mamberamo Raya dan Kota Jayapura.
b. wilayah Pegunungan Tengah, yang merupakan wilayah rawan bencana dan wilayah
bergambut.
c. wilayah bagian selatan, yang merupakan wilayah rawan bencana, wilayah bergambut,
wilayah berhutan bakau, meliputi Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mappi,
Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Merauke.
d. wilayah Mamberamo-Foja yang merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati.  

Pasal 56
(1) Kawasan strategis dari aspek lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf d yaitu
kawasan ekonomi rendah karbon diberlakukan pada kawasan bergambut, lahan pasang surut,
hutan rawa, dan hutan dataran rendah, yang dikelola secara terbatas dengan prinsip kehati-
hatian dan memperhatikan daya dukung lingkungannya, dengan orientasi pemanfaatan jasa
lingkungan, wisata alam dan hasil hutan non kayu.
(2) Kawasan strategis dari aspek lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. wilayah bagian selatan yang merupakan wilayah bergambut, lahan pasang surut, hutan rawa,
hutan dataran rendah, dan hutan mangrove, meliputi Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Merauke.
b. wilayah bagian tengah yang merupakan wilayah bergambut, ekosistem alpin, dan ekosistem
sub-alpin meliputi Kabupaten Paniai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten
Intan Jaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mamberamo Tengah
dan Kabupaten Yalimo.
c. wilayah bagian utara yang merupakan wilayah bergambut, hutan mangrove, hutan rawa,
hutan monsoon, dan hutan dataran rendah, meliputi Kabupaten Nabire, Kabupaten Waropen,
Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Jayapura.

Pasal 57
(1) Untuk operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah disusun Rencana Rinci Tata Ruang
berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis.
(2) Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.

BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 58
(1) Pemanfaatan ruang wilayah berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah memperhatikan hak ulayat dan/atau masyarakat adat pada lokasi
pemanfaatan ruang yang bersangkutan.
(3) Pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program
pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.
(4) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Program pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) disusun
berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran VIIIyang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja
Nasional, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, swasta dalam negeri, swasta luar negeri.  

BAB VIII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Umum
Pasal 60
(1) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan secara terkoordinasi oleh pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai kewenangan.
(2) Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilakukan oleh Gubernur Papua
bekerjasama dengan kabupaten/kota.
(3) Dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah, setiap orang dan/atau koorporasi yang
memiliki lahan diatas 5.000 ha harus melaporkan perkembangan pemanfaatan ruang wilayah
setiap 6 (enam) bulan kepada Gubernur Papua.
(4) Setiap orang dan/atau koorporasi yang memiliki lahan diatas 5.000 ha harus memberikan akses
dan informasi kepada Pemerintah Provinsi Papua dalam rangka pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah.
(5) Batas luasan maksimal izin usaha perkebunan oleh1 (satu) perusahaan atau kelompok (group)
perusahaan, perkebunan kelapa sawit adalah 100.000 ha, perkebunan teh adalah 20.000
ha,perkebunan tebu adalah 150.000 ha, perkebunan kelapa adalah 40.000 ha, perkebunan karet
adalah 20.000 ha, perkebunan kopi adalah 10.000 ha, perkebunan kakao adalah 10.000 ha,
perkebunan jambu mete adalah 10.000 ha,perkebunan lada adalah 1.000 ha, perkebunan
cengkeh adalah1.000 ha dan perkebunan kapas adalah 20.000 ha.
(6) Batas luasan maksimal izin usaha pertanian tanaman pangan oleh 1 (satu) perusahaan adalah
20.000 ha.
(7) Ketentuan lebih lanjut batas luasan izin usaha perkebunan lainnya dan izin usaha
pertanianlainnya serta izin usaha kehutanandidasarkan pada kebijakan nasional tentang
perkebunan, pertanian dan kehutanan serta diatur dalam Peraturan Gubernur.
(8) Setiap perusahaan yang mendapatkan izin pengelolaan usaha diwajibkan memberikan jaminan
kesungguhan usahalebih lanjut diatur dalam Peraturan Gubernur.
(9) Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui:
a. arahan peraturan zonasi sistem provinsi;
b. arahan perizinan;
c. arahan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Paragraf 1
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi
Pasal 61
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (9) huruf a
digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana nasional dan
wilayah, terdiri atas :
1) kawasan sekitar prasarana transportasi;
2) kawasan sekitar prasarana energi;
3) kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan
4) kawasan sekitar prasarana sumberdaya air;
(3) Peraturan zonasi untuk jaringan prasarana wilayah disusun dengan memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang di sekitar jaringan prasarana untuk mendukung berfungsinya sistem
pusat kegiatan dan jaringan prasarana wilayah;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan terhadap
berfungsinya sistem pusat kegiatan dan jaringan prasarana wilayah; dan
c. pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi sistem pusat
kegiatan dan jaringan prasarana wilayah.
(4) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran IX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Arahan Perizinan
Pasal 62
(1) Arahan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Untuk setiap izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan oleh Gubernur harus dilaporkan kepada
DPRP.

Paragraf 3
Arahan Insentif dan Disinsentif
Pasal 63
(1) Insentif dapat diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang,
rencana pola ruang dan indikasi arahan peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah.
(2) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau
dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah provinsi
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi kepada para Pemerintah Kabupaten/Kota, serta
kepada masyarakat termasuk swasta.
(4) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Insentif kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk:
a. pemberian kompensasi;
b. urun saham;
c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; atau
d. penghargaan.
(6) Insentif kepada masyarakat diberikan dalam bentuk:
a. keringanan pajak;
b. pemberian kompensasi;
c. imbalan;
d. sewa ruang;
e. urun saham;
f. penyediaan infrastruktur;
g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
h. penghargaan.

Pasal 64
(1) Disinsentif kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk:
a. pembatasan penyediaan infrastruktur;
b. pengenaan kompensasi; dan/atau
c. penalti.  
(2) Disinsentif kepada masyarakat dikenakan dalam bentuk:
a. pengenaan pajak yang tinggi;
b. pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. pengenaan kompensasi; dan/atau
d. penalti.

Pasal 65
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dikoordinasikan oleh Gubernur dan disesuaikan
dengan Peraturan Gubernur.

Paragraf 4
Arahan Sanksi
Pasal 66
Arahan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang
wilayah provinsi;
b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi sistem provinsi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan peraturan
daerah ini;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan Peraturan Daerah ini;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
f. pemanfaataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar; dan
h. Pemegang izin pemanfaatan ruang diatas 5.000 ha yang tidak melaporkan perkembangan
penggunaan lahan kepada Gubernur setelah mendapatkan teguran 3 (tiga) kali.

Pasal 67
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a, huruf b, huruf d, huruf
e, huruf f, huruf g dan huruf h akan dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;  
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;  
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf c akan dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. denda administratif.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Gubernur.

BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 68
(1) Dalam rangka mengoordinasikanpenyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama antar sektor
dan antar daerah dibidang penataan ruang, Gubernur membentuk BKPRD.
(2) BKPRD berfungsi sebagai lembaga yang membantu pelaksanaan tugas Gubernur dalam
koordinasi penataan ruang di daerah.
(3) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Keputusan Gubernur.

BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 69
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak:
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah dan mendapatkan penjelasan teknis terkait
dengan penataan ruang;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi kerugian yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan tuntutan penghentian pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 70

(1) Masyarakat mengetahui rencana tata ruang wilayah melalui lembaran daerah, pengumuman dan
penyebarluasan oleh pemerintah daerah.
(2) Dalam menikmati manfaat ruang dan pertambahan nilai ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 huruf c dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Manfaat ruang sebagamana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa manfaat ekonomi, sosial dan
lingkungan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu sesuai dengan
ketentuan peratuan perundangan atau atas hukum adat dan kebiasaan atas ruang pada
masyarakat setempat.

Pasal 71
(1) Hak memperoleh penggantian yang layak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf d
dilaksanakan dengan cara musyawarah antar pihak yang berkepentingan.
(2) Dalam hak tidak tercapai kesepakatan sebagai dimaksud pada ayat (1) penyelesaianya
dilakukan sesuai peraturan perundangan.

Pasal 72
Pengajuan keberatan, pembatalan izin dan ganti kerugian akibat pembangunan yang tidak sesuai
tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf e dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 73
Dalam kegiatan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telahditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;  
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan  
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 74
(1) Masyarakat dapat berperan dalam penataan ruang yang mencakup proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertib sesuai dengan
RTRW.
(3) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa:
a. masukan mengenai:
1) persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2) penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3) pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan;
4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan  
5) pengidentifikasian tentang pemanfaatan ruang sesuai dengan kearifan lokal melalui
pemetaan.
b. kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam
perencanaan tata ruang.
(4) Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. memberi masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. melakukan kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut,
ruang udara dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumberdaya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan
penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata
ruang yang telah ditetapkan;
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan
yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
e. pengajuan gugatan pembatalan izin dan atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.

Pasal 75
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau
tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Gubernur
dan/atau BKPRD.  

Pasal 76
Pemerintah daerah wajib membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 77
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil Tertentu
di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya dibidang penataan
ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian
negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
(2) Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diatur
dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13 Tahun 2009 tentang Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Penataan Ruang.
(3) Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan tata cara serta proses penyidikan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 78
(1) Setiap orang dan korporasi yang tidak mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang dan korporasi yang melanggar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara.
(4) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koorporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha;
b. pencabutan status badan hukum; dan/atau
c. pembatalan proses penyelesaian izin usaha.
(5) Pejabat pemerintah daerah yang berwenang menerbitkan izin tidak sesuai dengan ketentuan
Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
 

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 79
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini :
a. semua peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan penataan ruang
daerah yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Daerah ini;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
c. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan
daerah ini berlaku ketentuan :
1) untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan
fungsi kawasan berdasarkan Peraturan daerah ini;  
2) untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan pemanfaatan ruangnya sah
menurut rencana tata ruang sebelumnya, dilakukan penyesuaian selambat-lambatnya 3
(tiga) tahun sesuai fungsi kawasan berdasarkan peraturan daerah ini;
3) untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk
dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin
yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai
akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
4) Penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada angka 3 diatas harus
memperhatikan indikator sebagai berikut :
a) memperhatikan harga pasaran setempat;
b) sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP); dan
c) sesuai dengan kemampuan daerah.
5) Penggantian akibat kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang membatalkan/mencabut izin.
d. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini
dilakukan penyesuaian berdasarkan peraturan daerah ini.
e. pemanfaatan ruang didaerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut :
1) Yang bertentangan dengan ketentuan peraturan daerah ini pemanfaatan ruang yang
bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
2) Yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk mendapatkan
izin yang diperlukan.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penggantian yang layak diatur dengan Peraturan
Gubernur.

BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 80
RTRW Provinsi Papua ini digunakan sebagai pedoman bagi :
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemafaatan raung dalam wilayah provinsi;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah
kabupten/kota, serta keserasian antar sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

Pasal 81
(1) Jangka waktu RTRW Provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun yaitu tahun 2013-2033 dan dapat
ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar
dan/atau perubahan batas teritorial provinsi yang di tetapkan dengan peraturan perundang-
undang, RTRW Provinsi dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi
perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang provinsi
dan/atau dinamika internal provinsi.

Pasal 82
Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033 dilengkapi dengan Buku Fakta
Analisis, Buku Rencana dan Album Peta dengan skala minimal 1:250.000 yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah RTRW Provinsi Papua.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 83

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Tingkat I Irian Jaya Nomor 3
Tahun 1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah Tingkat I Irian Jaya dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 84

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Papua.

Ditetapkan di Jayapura
pada tanggal 30 Desember 2013

GUBERNUR PAPUA,

CAP/TTD

LUKAS ENEMBE, SIP, MH

Diundangkan di Jayapura
pada tanggal 31 Desember 2013

Plt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA

CAP/TTD

T.E.A HERY DOSINAEN, S.IP

LEMBARAN DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 NOMOR 23

Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM

CAP/TTD

ROSINA UPESSY, SH
PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

NOMOR 23 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA


TAHUN 2013 - 2033

I. UMUM
Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus pada tahun
2001, bagian dari wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia.Pada Tahun 2006 telah terjadi
pemekaran daerah sehingga di Tanah Papua terdiri dari 2 (dua) Provinsi yaitu Provinsi Papua
dan Provinsi Papua Barat.Wilayah Provinsi Papua berbatasan di sebelah utara denganSamudera
Pasifik, di sebelah selatan dengan Laut Arafura, di sebelah baratdengan Provinsi Papua Barat,
dan di sebelah timur dengan Negara Papua NewGuinea.Posisi Provinsi Papua secara geografis
terletak antara garis koordinat 1000’ LU – 9030’ LS dan 1340 BT – 141005’ BT dengan luas
32.757.044,11ha.Provinsi Papua terdiri atas 28 (dua puluh delapan) kabupaten dan 1 (satu)
kotayang memiliki keragaman suku dan lebih dari 250 (duaratus lima puluh) bahasa daerah
serta dihuni juga oleh suku-suku lain di Indonesia. Bentang alam Provinsi Papua sangat
beragam, mulai dari dataran rendah yang berawa sampai dengan pegununganyang puncaknya
diselimuti salju dengan aneka ragam hayati dan ekosistem yang khas.
Provinsi Papua, melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus), mempunyai dasar hukum yang kuat secara normatif
untuk mempercepat kegiatan-kegiatan pembangunan secara mandiri. UU Otsus merupakan
kebijakan yang bernilai strategis dalam rangka peningkatan pelayanan, akselerasi
pembangunan, dan pemberdayaan seluruh rakyat di Provinsi Papua, terutama orang asli
Papua.Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan
yang lebihluas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas berarti pula
tanggung jawabyang lebih besar bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan
pemerintahan danmengatur pemanfaatan kekayaan alam di Provinsi Papua untuk sebesar-
besarnya bagikemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturanperundang-undangan.
Pasal 63 UU Otsus menyatakan bahwa pembangunan di Provinsi Papua dilakukan
dengan berpedoman pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, pelestarian lingkungan,
manfaat, keadilan dengan memperhatikan RencanaTata Ruang Wilayah (RTRW).RTRW pada
dasarnya merupakan hasil perencanaan kesatuan ruang geografis beserta segenap unsur terkait
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.Dengan demikian, RTRW Provinsi Papua ditempatkan sebagai arahan kebijakan
dan strategi pemanfaatan ruang untuk mencapai tujuan pembangunan Papua seperti dinyatakan
dalam UU Otsus.
Kewenangan Pemerintah Provinsi Papua untuk menetapkan dan menyelenggarakan
penataan ruang tersebut diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Penataan Ruang menyatakan bahwa
Pemerintah Daerah Provinsi berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah provinsi
yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Kemudian, Pasal 23 ayat (6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang menyatakan bahwa penetapan rencana tata ruang wilayah Provinsi diatur dengan
Peraturan Daerah;
Ruang wilayah Provinsi Papua, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai
sumberdaya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana untuk pemenuhan hak-
hak dasar orang asli Papua dengan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial
budaya Penduduk Provinsi Papua, serta kelestarian keanekaragaman hayati Papua yang khas
dan langka. Dengan demikian, penataan Ruang Wilayah Provinsi Papua ditujukan untuk
mewujudkan tata ruang lestari, aman, nyaman dan produktif untuk menjamin kualitas hidup
masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal dan karakteristik ekosistem Papua. Tujuan
tersebut akan dicapai melalui sembilan kebijakan penataan ruang, yaitu:
a) pelestarian dan peningkatan fungsi daya dukung lingkungan hidup dengan
mempertahankan luas minimal 60% (enam puluh persen) kawasan berfungsi lindung dari
seluruh wilayah, dan kawasan hutan minimal seluas 90% (sembilan puluh persen) dari
seluruh wilayah;
b) pengembangan kegiatan budidaya berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan serta
memperhatikan kearifan lokal agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan;
c) perlindungan serta peningkatan penghidupan dan eksistensi masyarakat adat dalam sistem
perkampungan dan kearifan lokal;
d) pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan untuk pengembangan perekonomian yang
produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional maupun
internasional;
e) perwujudan upaya pembangunan wilayah perbatasan negara, provinsi, dan lintas
kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kesejahteraan dan keamanan, keselarasan tata
ruang, dan peningkatan fungsi pertahanan dan keamanan negara;
f) pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan
antarkawasan;
g) peningkatan peran kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan yang berkembang secara
berimbang dan berjenjang;
h) peningkatan infrastruktur wilayah dalam mendukung peran pusat kegiatan dan pelayanan
masyarakat; dan
i) pengembangan kawasan yang diprioritaskan pengelolaannya dari sudut pandang ekonomi,
sosial budaya, lingkungan hidup dan kawasan lainnya.
Penataan ruang wilayah Provinsi Papua akan digunakan sebagai pedoman dalam
penyusunan program pembangunan 20 (dua puluh) tahunan, 5 (lima) tahunan dan program
pembangunan tahunan, serta sebagai rujukan/referensi Kabupaten/Kota dalam penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, Peraturan Daerah Provinsi
ini, antara lain, memuat ketentuan pokok sebagai berikut:
a) Rencana Struktur Ruang Wilayah yang terdiri dari: Rencana Sistem Pusat Kegiatan, Sistem
Jaringan Prasarana Utama, dan Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana Lainnya
b) Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi yang terdiri dari Rencana Kawasan Lindung dan
Rencana Kawasan Budi Daya
c) Penetapan Kawasan strategis terdiri atas: kawasan strategis nasional; dan kawasan strategis
provinsi.
d) pelaksanaan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang pada semua tingkat pemerintahan;
e) ketentuan sanksi administratif dan sanksi pidana sebagai dasar untuk penegakan hukum
dalam penyelenggaraan penataan ruang;
f) penyidikan, yang mengatur tentang penyidik pegawai negeri sipil beserta wewenang dan
mekanisme tindakan yang dilakukan;
g) Kelembagaan: e. pengawasan penataan ruang yang mencakup pengawasan terhadap kinerja
pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang, termasuk pengawasan terhadap
kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang melalui kegiatan
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan;
h) hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang untuk
menjamin keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat dalam setiap proses
penyelenggaraan penataan ruang;
i) Jangka waktu RTRW Provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun yaitu tahun 2012 – 2032 dan
dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun; dan
j) Pencabutan pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor : 3 Tahun 1993 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW) Daerah Tk. I Irian Jaya

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Yang dimaksud dengan “kebijakan penataan ruang wilayah provinsi” adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam pemanfaatan ruang darat, laut,
dan udaratermasuk ruang di dalam bumi untuk mencapai tujuan penataan ruang.

Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “strategi penataan ruang wilayah provinsi” adalah langkah-
langkah pelaksanaan kebijakan penataan ruang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pengembangan perekonomian yang produktif dan efisien diperlukan untuk
kesejahteraan masyarakat, dengan tetap mengedepankan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan kehati-hatian.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Strategi pengembangan kawasan tertinggal semata-mata ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat, terutama pendidikan dan kesehatan. Di samping itu,
pengembangan kawasan tertinggal ditujukan untuk membuka aksesibilitas bagi
pengembangan ekonomi, dengan tetap mengedepankan prinsip pembangunan
berkelanjutan. Upaya membuka akses, perlu memperhatikan keberadaan kawasan
lindung, kawasan ekosistem rentan, dan kawasan rawan bencana yang teridentifikasi
pada saat penyusunan studi kelayakan pembangunannya.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Peningkatan infrastruktur wilayah lebih diutamakan pada pengembangan jaringan
prasarana transportasi sungai, danau, laut, dan udara. Pembangunan dan peningkatan
jaringan jalan harus memperhatikan keberadaan kawasan lindung, kawasan ekosistem
rentan, dan kawasan rawan bencana, yang akan teridentifikasi pada saat penyusunan
studi kelayakan pembangunan jalan.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
PKN promosi Biak, Wamena, dan Merauke perlu dipacu pengembangannya dalam
rangka keseimbangan wilayah utara, tengah, dan selatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
PKW Bade sebagaimana ditetapkan dalam RTRW Nasional dinilai kurang tepat dari
aspek ketersediaan prasarana dan sarana, serta potensi perkembangan perkotaan secara
keseluruhan. Oleh karenanya diusulkan Kepi sebagai PKW promosi yang memiliki
tingkat perkembangan serta potensi lebih baik.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Pengembangan jalan nasional dan provinsi akan dilakukan secara bertahap sesuai
dengan pembangunan Provinsi Papua. Keberadaan kawasan lindung, kawasan
ekosistem rentan, dan kawasan rawan bencana akan teridentifikasi pada saat
penyusunan studi kelayakan pembangunan jalan nasional dan provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pengembangan jaringan irigasi perlu mempertimbangkan lahan pertanian pangan
berkelanjutan yang telah ditetapkan.

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Cukup jelas

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37
Cukup jelas

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Huruf a
Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi
hasil hutan.
Huruf b
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Hutan produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah
kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi
pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Industri perikanan merupakan bagian dari pengembangan kawasan minapolitan, yakni
suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra
produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau
kegiatan pendukung lainnya.

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48
Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan lainnya” adalah kawasan yang
diperuntukkan untuk kegiatan tertentu.

Pasal 49
Ayat (1)
Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang
mempunyai pengaruh minimal terhadap :
a. ruang di wilayah kabupaten dan sekitarnya;
b. kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau
c. peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Nilai strategis diukur berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
penanganan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Penataan
Ruang.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Cukup jelas

Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan
kriteria :
a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;
b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi;
c. memiliki potensi ekspor;
d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;
e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan;
g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi; atau
h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 54
Ayat (1)
Kawasan strategis dari sudut kepentingan aspek sosial budaya ditetapkan dengan
kriteria :
a. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat ataubudaya;
b. merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;
c. merupakan aset yang harus dilindungi dan dilestarikan;
d. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya;
e. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau
f. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial.

Pasal 55
Ayat (1)
Kawasan strategis dari sudut kepentingan aspek fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup ditetapkan dengan kriteria :
a. tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
b. kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna
yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau
dilestarikan;
c. kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap
tahun berpeluang menimbulkan kerugian;
d. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
e. kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;
f. kawasan rawan bencana alam; atau
g. kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai
dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 56
Cukup jelas

Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Indikasi program utama menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan
untukmewujudkan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah provinsi. Selain itu,
jugaterdapat kegiatan lain, baik yang dilaksanakan sebelumnya, bersamaan dengan,
maupunsesudahnya, yang tidak disebutkan dalam Peraturan Daerah ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 59
Cukup jelas

Pasal 60
Cukup jelas

Pasal 61
Ayat (1)
Peraturan zonasi merupakan ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk mengarahkan
pemanfaatan ruang pada kawasan yang diatur. Naskah aturan (zoning text) dan peta
aturan (zoning map) dtetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 62
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan arahan perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin
pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus
dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin
lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 63
Ayat (1)
Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa
subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan
dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal
pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung
perwujudan rencana tata ruang
Ayat (3)
Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak
(NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak
lebih tinggi.
Ayat (3)
Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan skala
kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan
disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena
dalam skala besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang
dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 64
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas

Pasal 66
Cukup jelas

Pasal 67
Cukup jelas

Pasal 68
Cukup jelas

Pasal 69
Cukup jelas

Pasal 70
Cukup jelas

Pasal 71
Cukup jelas

Pasal 72
Cukup jelas

Pasal 73
Cukup jelas

Pasal 74
Cukup jelas

Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas

Pasal 77
Cukup jelas

Pasal 78
Cukup jelas

Pasal 79
Cukup jelas

Pasal 80
Cukup jelas

Pasal 81
Cukup jelas

Pasal 82
Cukup jelas

Pasal 83
Cukup jelas

Pasal 84
Cukup jelas
LAMPIRAN :
PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2013
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 - 2033

132°0'0"E 135°0'0"E 138°0'0"E 141°0'0"E

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA


BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Î ( BAPPEDA )
Î ÎÎ Î Î

0,212936
ÎÎ
0°0'0"

Î RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)


(
Î
Teluk SorendiweriSORENDEWERI PROVINSI PAPUA
(
(
ÎÎ(ζ TAHUN 2013 - 2033
Îÿ
( (

¶o(
Î ( (
Î ¶
¶h BIAK SAM U D ERA PASI FIK PETA
(Î (
o
(
Î
)
"
( Î(
Îÿ(
Î
(
Î
¶ RENCANA STRUKTUR RUANG

[
(

PROVINSI PAPUA BARAT Selat Yapen


(
Î
(Î(Î o
ÿ (Î U

¶(
(
o
Î(Îÿ (Î (
Î(
Î (
ÿ
SERUI
(
Î
(
Î
Î o h
(
o*
Î
o
Teluk
Îo Maffin
( ( (
SARMI 2
SKALA 1:6.500.000

Teluk Sarera
(
Î( h
(
Î
¶Î
¶ Î ¶o( o o oooÿ o(
o
BOTAWA ÎÎ
((
Î
Teluk Walcknaer BURMESO Km
o(
ÿ o (
Î [
o (

SENTANI
0 37,5 75 150 225 300

o
o o
ÿ¶ (¶
Îo
h
(h
o h
(
#
*
)

(
(
ÿ bbb (
ÎÎÎÎ ! Proyeksi : Transverse Mercator
(
(

Î KOTA
Î Î JAYAPURA

[
Î Î
[
Sistem Grid : Grid Geografi dan Grid Transverse Mercator
ooo o

-2,934691
¶ h [
Datum Horisontal : WGS 1984 Zona 53S

( oo o o Îo oÎ *obbb
3°0'0"S

Î o o o
(
Î (Î ÿ o o
o o
o WARIS LEGENDA :
NABIRE
o o oo o¶ o ¶(bb
ζh
(

(ÿ o
( (
*
o
Î
oÿ ¶
(
oo o
o o o oroo b Ibukota Administrasi Perairan

o KARUBAGA KOBAKMA ( Batas Negara


MULIA Ibukota Provinsi Garis Pantai
oo SUGAPA
! La ut

b
oo oo ¶ ( o oh¶( oo
o oo o o ILAGA
ENAROTALI
o

(oo ¶(
oo o o
ooo ooo ( oo h
¶o
ob (

o
(

TIOM
( ELELIM (
( Ibukota Kabupaten
Tapal Batas
Batas Provinsi
Batas Kabupaten
Danau
Sungai

h
KIGAMANI
o o( o ( ooo o o¶oo (( b

oo ¶oooh *
o
ÎWAGHETE
o
(
Î (
¶ o¶ o o
o
o o oo o
WAMENA ob (
RENCANA STRUKTUR RUANG
o ¶¶ o
o o o oh
o o o ooo bb
(
oo ( o o o
o Sistem Pusat Kegiatan
(
(
Î
o o
o Sistem Jaringan Prasarana Utama
(

ÿ )
"( oo
(

¶ÿoooo¶oo ooo

[
oo o o Sistem Perkotaan Sistem Jaringan Transportasi Darat

[
¶o o o o oo o o [

¶Î TIMIKA o ooo
o KENYAM ooo o ooo oo o ob
"
) PKN
PKNp
#
* PKSN h
h
Terminal Tipe A Jalan Nasional

h
ÿooÿ
)
" h( o o
o ooo oo
ooo
o
)
"
PKW
*
# PKSNp
PKL
Terminal Tipe B
Pelabuhan Sungai
- Arteri Primer
- Kolektor Primer

[
( * ¶
o ¶
o
(

o oo o ( b PKWp
Î

Teluk Pisang Î Jalan Provinsi


oÎ Î ¶ o DEKAIo o
ooob
oOKSIBIL
* Î Dermaga Danau

*
Î
(
Teluk Koperapok( ÿ
ÎÎÿ ÿ o o
o
o o o
o
h* o
( o o
h
#
*
o( b (
(
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Sistem Jaringan Energi Listrik
- Kolektor Primer
Jalan Eksisting
Transportasi Sungai
Î PLTA
o Î
( (
Î ooo o b
ÿ
PLTU
Transportasi Danau

Î ÿAgats
b ÿ Sistem Jaringan Transportasi Laut
o PLTG

Teluk Flaminggo(
b ÿ
o( (Î (
Î
oo o o Sistem Jaringan Sumberdaya Air
(
Î Pelabuhan Utama
Pelabuhan Pengumpul

Î Î

(
o ( (Î
o
(
b
b
b
b Jaringan sda Lintas Negara
(
Î
(
Î Pelabuhan Pengumpan


Î ÿ Î
(
Î (
Î
o o
o ¶o o o¶ bb
b
b
[[
[ [
Jaringan sda Lintas Provinsi
Jaringan Irigasi
Î Pelabuhan Khusus
Sistem Jaringan Transportasi Udara
6°0'0"S

-6,082318
o - Bandara Pengumpul
¶ (Î o ( ÿ
TANAH
ÿ(¶ MERAH
b Pelayanan Secunder
r - Rencana Bandara
Pengumpul

Teluk Cook( (
¶Îo o o ÎÎ
#
* b o - Bandara Pengumpul
(o o - Bandara Pengumpan
(

Î
o o Pelayanan Tersier

(

KEPIÎ o o
b

[
¶ ÿ(
Î * (h
(
Î (
[
[
Î(
Î Sumber :

[[
1. Peta Rupa Bumi Indon es ia, 1:250.000, Bakos urtanal, 2004

ÿ Î (
( Î Î(
Î b
2. Pemerintah Pro vinsi Prov insi Papua, 2009
3. Peta Kaw asan Hutan Provinsi Papua (Kepmenhut

LA U T ARAF U R U
Nomor : SK. 782/M en hut-II/2012, Tanggal 27 Desemb er 2012

ÿ (
oÎ o b tentang Perubahan atas K eputus an Menteri K ehutanan dan
Perkebunan No. 891/K PTS-II/1999 tentang Penunjukan

Î Î * b
(
¶ ¶ Kaw asan Hutan di W ilayah provin si Daerah Tingkat I Irian Jaya

I N D O N E S I A
b seluas 42.224.840 Ha.

o b
b 4. Hasil An alisis Tim R TRW Prov insi Papua, 2013

b
PROVINSI PAPUA
b
GUBERNUR PAPUA,

Îo
( ¶ o
b
b
b CAP/TTD
b
¶ÿ LUKAS ENEMBE, SIP, MH

[ [[
(h
Î

#
o
*
)
"
(
ÿ(
MERAUKE b

b
b Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM
PROVINSI PAPUA
b
9°0'0"S

CAP/TTD

-9,229945
b ROSINA UPESSY, SH

129,561554 132,709181 135,856808 139,004435


Lampiran II : Peraturan Daerah Provinsi Papua
Nomor : 23 Tahun 2013
Tanggal : 30 Desember 2013

RENCANA PUSAT KEGIATAN LOKAL PROVINSI PAPUA.

No. Provinsi Papua PKL

1. Kab. Jayapura Genyem


Waiya
Ongan Jaya

2. Kab. Nabire Topo


Karadiri

3. Kab. Mimika Mimika Baru


Mimika Barat Jauh

4. Kab. Biak Numfor Andei


Yomdori
Ofdori
Yemburu
Pasi

5. Kab. Mappi Obaa


Assue
Miyamur
Citak Mitak

6. Kab. Yahukimo Dekai


Obalma
Yahulikma

7. Kab. Merauke Wanam


Okaba
Harapan Makmur

8. Keerom Waris
Senggi

9. Puncak Jaya Mulia


No. Provinsi Papua PKL

10. Jayawijaya Yiwika


Kimbim

11. Kep. Yapen Serui


Angkaisera
Ambai
Wonawa
Yobi

12. Paniai Enarotali

13. Boven Digoel Tanah Merah


Mindiptanah
Getentiri
Kouh
Bomakiah

14. Asmat Agats


Atsy
Tomor
Kamur

15. Pegunungan Bintang Oksibil;


Teiraplu

16. Tolikara Kaubaga

17. Sarmi Bonggo

18. Waropen Botawa


Koweda
Dokis

19. Supiori Sorendeweri

20. Mamberamo Raya Kasonaweja


Dabra

21. Mamberamo Tengah Kobakma


No. Provinsi Papua PKL

22. Yalimo Elelim


Abenaho

23. Lany Jaya Tiom

24. Nduga Kenyam

25. Puncak Ilaga

26. Dogiyai Kigamani

27. Intan Jaya Sugapa

28. Deiyai Waghete


Kapiraya

GUBERNUR PAPUA,
CAP/TTD
LUKAS ENEMBE, SIP, MH

Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM

CAP/TTD

ROSINA UPESSY, SH
Lampiran III : Peraturan Daerah Provinsi Papua
Nomor : 23 Tahun 2013
Tanggal : 30 Desember 2013

RENCANA RUAS JALAN PROVINSI PAPUA

NO RUAS JALAN FUNGSI JALAN STATUS JALAN


1 RING ROAD JAYAPURA - SENTANI (LINGKAR DALAM) KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
2 HOLTEKANG - KOYA - SKOW/BATAS PNG KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
3 BONGRANG - DEPAPRE KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
4 NIMBONTONG - LEREH - TENGON KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
5 WARUMBAIM - GENYEM KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
6 SARMI - ARBAIS KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
7 SARMI - KASONAWEJA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
8 BAGUSA - KELAPA DUA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
9 SP3 - GESA - BARAPASI - WAROPEN (KALIBARU) KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
10 WAPOGA - INGERUS - OTODEMO KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
11 LAGARI - WAPOGA - BOTAWA - KALIBARU KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
12 KIMIBAY - BTS. KOTA NABIRE KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
13 ABEPURA - ARSO KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
14 ARSO - WARIS KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
15 YETTI - UBRUB - OKSIBIL KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
16 MERAUKE - JAGEBOB - ERAMBU KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
17 OKABA - WANAM KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
18 WANAM - NAKIAS - KALIKI KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
19 BADE - TAGA EMON - MUR (KEPPI - MERAUKE) KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
20 WAEMEANAM- SUMURAMAN KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
21 HABEMA - TIOM KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
22 BATAS KOTA WAMENA - PIRAMID KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
23 PIRAMID - TIOM KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
24 BATAS BATU - DERMAGA MUMUGU KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
25 KENYAM - GEAREK - PASIR PUTIH - SURU SURU - DEKAI KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
26 TIOM - MULIA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
27 USULIMU - KARUBAGA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
28 MULIA/BTS. KAB. TOHERU/P. JAYA - KARUBAGA - ILLU - KARUBAGA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
29 ILAGA - MULIA - KARUBAGA - BOKONDINI KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
30 MULIA - MEWULOK - SINAK KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
31 SUMO - HOLUWON - MUGI (BATAS JAYAWIJAYA) KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
32 LOGPOND - SUATOR KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
33 TIMIKA - MAPURUJAYA - POMAKO II KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
34 POTOWAIBURU - TIMIKA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
35 WAGETE - POTOWAIBURU KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
36 ENAROTALI - WAGETE KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
37 LOG CENTER - POWER STATION - URUMUKA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL
38 WAENA - ARSO V KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
39 ARSO XIV - SAWIA - KWARJA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
40 USKU - KESNAR KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
41 UBRUB - KIWIROK KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
42 KIWIROK - BATOM KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
43 BATOM - OKSIBIL KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
44 PIRAMID - BOLAKME KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
45 BOLAKME - KELILA -BOKONDINI KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
46 TIOM - MAKI - BOLAKME KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
47 KOBAKMA - WOLO KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
48 MANDA - WOLO KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
49 ELELIM - WITLANGGO - MAMBERAMO TENGAH KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
50 BATAS KOTA MERAUKE - KUMBE - BIAN - OKABA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
51 KUPRIK - JAGEBOB - ERAMBU KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
52 ARIMBET - MAJU - BUKIT - UJUNG - KAWOR KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
53 WAROPKO - KAWOR KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
54 KAWOR - IWUR KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
55 IWUR - OKSIBIL KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
56 KOTA BARU - ECI - SENGGO KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
57 DUNTEK - MUNAYEPA/IYEI KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
58 MAATADI - DIGIKEBO KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
NO RUAS JALAN FUNGSI JALAN STATUS JALAN
59 ENAROTALI SUGAPA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
60 SUGAPA - HITADIPA - ILAGA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
61 BOTAWA - WAPOGA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
62 WAPOGA - INGERUS KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
63 INGERUS - OTODEMO KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
64 OTODEMO - WOLANI KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
65 DEKAI - SERENDALA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
66 DEKAI - LOGPOND - PATTIPI KOLEKTOR PRIMER PROVINSI

GUBERNUR PAPUA,
CAP/TTD
LUKAS ENEMBE, SIP, MH

Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM
CAP/TTD
ROSINA UPESSY, SH
Lampiran IV : Peraturan Daerah Provinsi Papua
Nomor : 23 Tahun 2013
Tanggal : 30 Desember 2013

PELABUHAN PENGUMPAN PROVINSI PAPUA

NO NAMA PELABUHAN LOKASI

1. Pelabuhan Waren Kabupaten Waropen


2. Pelabuhan Koweda Kabupaten Waropen
3. Pelabuhan Nau Kabupaten Waropen
4. Pelabuhan Bagusa Kabupaten Mamberamo Raya
5. Pelabuhan Poiway Kabupaten Mamberamo Raya
6. Pelabuhan Danau Rombebai Kabupaten Mamberamo Raya
7. Pelabuhan Teba Kabupaten Mamberamo Raya
8. Pelabuhan Burmeso Mamberamo Raya
9. Pelabuhan Anus Kabupaten Sarmi
10. Pelabuhan Armo Kabupaten Sarmi
11. Pelabuhan Jamna Kabupaten Sarmi
12. Pelabuhan Wakde Kabupaten Sarmi
13. Pelabuhan Liki Kabupaten Sarmi
14. Pelabuhan Moor Kabupaten Nabire
15. Pelabuhan P. Mambor Kabupaten Nabire
16. Pelabuhan Napan Kabupaten Nabire
17. Pelabuhan Wapoga Kabupaten Kepulauan Yapen
18. Pelabuhan Wooi Kabupaten Kepulauan Yapen
19. Pelabuhan Poom Kabupaten Kepulauan Yapen
20. Pelabuhan Kaipuri Kabupaten Kepulauan Yapen
21. Pelabuhan Dawai Kabupaten Kepulauan Yapen
22. Pelabuhan Miosnum Kabupaten Kepulauan Yapen
23. Pelabuhan Kurudu Kabupaten Kepulauan Yapen
24. Pelabuhan Angkaisera Kabupaten Kepulauan Yapen
25. Pelabuhan Ansus Kabupaten Kepulauan Yapen
26. Pelabuhan Randawaya Kabupaten Kepulauan Yapen
27. Pelabuhan Mapia Kabupaten Supiori
28. Pelabuhan Korido Kabupaten Supiori
29. Pelabuhan Insobabi Kabupaten Supiori
30. Pelabuhan Miosbepondi Kabupaten Supiori
31. Pelabuhan Sowek Kabupaten Supiori
32. Pelabuhan Sabarmiokre Kabupaten Supiori
33. Pelabuhan Jenggerbun Kabupaten Supiori
34. Pelabuhan Agats Kabupaten Asmat
35. Pelabuhan Suator Kabupaten Asmat
36. Pelabuhan Sagoni Kabupaten Asmat
37. Pelabuhan Eci Kabupaten Asmat
38. Pelabuhan Kanawi Kabupaten Asmat
39. Pelabuhan Jinak Kabupaten Asmat
40. Pelabuhan Binam Kabupaten Asmat
41. Pelabuhan Akat Kabupaten Asmat
42. Pelabuhan Yamas Kabupaten Asmat
43. Pelabuhan Sawaerma Kabupaten Asmat
44. Pelabuhan Atsy Kabupaten Asmat
45. Pelabuhan Bayun Kabupaten Asmat
46. Pelabuhan Mumugu Kabupaten Asmat
47. Pelabuhan Boma Kabupaten Mappi
48. Pelabuhan Ikisi Kabupaten Mappi
49. Pelabuhan Kepi Kabupaten Mappi
50. Pelabuhan Mur Kabupaten Mappi
51. Pelabuhan Tagemon Kabupaten Mappi
52. Pelabuhan Senggo Kabupaten Mappi
53. Pelabuhan Asiki Kabupaten Boven Digoel
54. Pelabuhan Ampera Kabupaten Boven Digoel
-2-

NO NAMA PELABUHAN LOKASI

55. Pelabuhan Tanah Merah Kabupaten Boven Digoel


56. Pelabuhan Gatentiri Kabupaten Boven Digoel
57. Pelabuhan Wanam Kabupaten Boven Digoel
58. Pelabuhan Subur Kabupaten Boven Digoel
59. Pelabuhan Kimaam Kabupaten Merauke
60. Pelabuhan Kumbe Kabupaten Merauke
61. Pelabuhan Saribi Kabupaten Biak Numfor
62. Pelabuhan Manggari Kabupaten Biak Numfor
63. Pelabuhan Bromsi Kabupaten Biak Numfor
64. Pelabuhan Tiptop Kabupaten Biak Numfor
65. Pelabuhan Owi Kabupaten Biak Numfor
66. Pelabuhan Bosnik Kabupaten Biak Numfor
67. Pelabuhan Hiripau Kabupaten Mimika
68. Pelabuhan Kokonao Kabupaten Mimika
69. Pelabuhan Keakwa Kabupaten Mimika

GUBERNUR PAPUA,
CAP/TTD
LUKAS ENEMBE, SIP, MH

Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM

ROSINA UPESSY, SH
Lampiran V : Peraturan Daerah Provinsi Papua
Nomor : 23 Tahun 2013
Tanggal : 30 Desember 2013

BANDAR UDARA PENGUMPAN PROVINSI PAPUA

NO NAMA BANDARA LOKASI

1. Bandara Tanah Merah Boven Digoel


2. Bandara Patriot Boven Digoel
3. Bandara Bomakia Boven Digoel
4. Bandara Mindiptana Boven Digoel
5. Bandara Yaniruma Boven Digoel
6. Bandara Kepi Mappi
7. Bandara Senggo Mappi
8. Bandara Bade Mappi
9. Bandara Kamur Asmat
10. Bandara Ewer Asmat
11. Bandara Oksibil Pegunungan Bintang
12. Bandara Batom Pegunungan Bintang
13. Bandara Borme Pegunungan Bintang
14. Bandara Aboy Pegunungan Bintang
15. Bandara Luban Pegunungan Bintang
16. Bandara Abmisibil Pegunungan Bintang
17. Bandara Bime Pegunungan Bintang
18. Bandara Teraplu Pegunungan Bintang
19. Bandara Mulia Puncak Jaya
20. Bandara ilu Puncak Jaya
21. Bandara Fawi Puncak Jaya
22. Bandara Derpos Puncak Jaya
23. Bandara Torere Puncak Jaya
24. Bandara Iratoi Puncak Jaya
25. Bandara Sinak Puncak
26. Bandara ilaga Puncak
27. Bandara Beoga Puncak
28. Bandara Agandugume Puncak
29. Bandara Karubaga Tolikara
30. Bandara Tayeve II Tolikara
31. Bandara Bokondini Tolikara
32. Bandara Mamit Tolikara
33. Bandara Waghete Deiyai
34. Bandara Mararena Sarmi
35. Bandara Senggi Keerom
36. Bandara Sudjarwo Tjondronegoro Kepulauan Yapen
37. Bandara Kamanap Kepulauan Yapen
38. Bandara Botawa Waropen
39. Bandara Baudi Mamberamo Raya
40. Bandara Dabra Mamberamo Raya
41. Bandara Sikari (a) Mamberamo Raya
42. Bandara (b) Mamberamo Raya
43. Bandara Tiom Lani Jaya
44. Bandara Sugapa Intan Jaya
45. Bandara Enarotali Paniai
46. Bandara Obano Paniai
47. Bandara Moanamani Dogiyai
48. Bandara Yemburwo Biak Numfor
49. Bandara Numfor Biak Numfor
50. Bandara Pagai Kab. Jayapura
51. Bandara Kimaam Merauke
52. Bandara Muting Merauke
53. Bandara Okaba Merauke
54. Bandara Wanam Merauke
55. Bandara Kokonao Mimika
NO NAMA BANDARA LOKASI

56. Bandara Jila Mimika


57. Bandara Ugimuga Mimika
58. Bandara Potowai Mimika
59. Bandara Alama Mimika
60. Bandara Jita Mimika
61. Bandara Agimuga Mimika
62. Bandara Elelim Yalimo
63. Bandara Benawa Yalimo
64. Bandara sobaham Yahukimo
65. Bandara Ninia Yahukimo
66. Bandara Sumo Yahukimo

67. Bandara Nalca Yahukimo


68. Bandara Seradala Yahukimo
69. Bandara Kirihi Waropen
70. Bandara Botawa Waropen
71. Bandara Sinalok Mimika
72. Bandara Senggi Keerom
73. Bandara Kuyawage Lani Jaya
74. Bandara Tsinga Mimika
75. Bandara Arwanop Mimika
76. Bandara Anggruk Yahukimo
77. Bandara Kenyam Nduga
78. Bandara Megambilis Mamberamo Tengah
79. Bandara Kobakma Mamberamo Tengah

GUBERNUR PAPUA,
CAP/TTD
LUKAS ENEMBE, SIP,MH

Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM

ROSINA UPESSY, SH
LAMPIRAN :
PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2013
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 - 2033

132°0'0"E 135°0'0"E 138°0'0"E 141°0'0"E

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA


BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
( BAPPEDA )

0,152280
0°0'0"

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)


Teluk SorendiweriSORENDEWERI PROVINSI PAPUA
(
(
TAHUN 2013 - 2033
BIAK SAM U D ERA PASI FIK
(
o
Î
( (
PETA
PROVINSI PAPUA BARAT Selat Yapen RENCANA POLA RUANG

SERUI
U

(
Î( (
(
Î SARMI
( Teluk Maffin
( 2
BOTAWA Teluk Walcknaer SKALA 1:6.500.000
Teluk Sarera
(Î( (
(
(
BURMESO
Km
SENTANI
(
Î( Î
o((
( ( !
(
b
KOTA JAYAPURA
0 37,5 75 150 225 300

b Proyeksi : Transverse Mercator


b Sistem Grid : Grid Geografi dan Grid Transverse Mercator

-2,995348
3°0'0"S

b
b Datum Horisontal : WGS 1984 Zona 53S
b
WARIS
NABIRE b
(
(
b LEGENDA :
(
o
Î
(
(

r b
SUGAPA MULIA KARUBAGA KOBAKMA b Administrasi Perairan Transportasi
( ( (
( (
( ELELIM b Ibukota Provinsi Garis Pantai Jalan
( (
(
! La ut

ENAROTALI TIOM ( Danau


ILAGA Ibukota Kabupaten
(
Bandara Pengumpul
KIGAMANI WAGHETE (
(
(
(
( (
(
WAMENA
b Batas Negara Sungai o Pelayanan Secunder

o
(
(
o
(
((
(
( b Batas Provinsi Bandara Pengumpul
b Batas Kabupaten
r Pelayanan Secunder(Usulan)

Tapal Batas Bandara Pengumpul


TIMIKA b b o
PelayananTersier
KENYAM
o( (
(
( b (
Î Pelabuhan Utama

Teluk Pisang
(
Î Pelabuhan Pengumpul
DEKAI OKSIBIL
b Pelauhan Khusus Freeport

ÎÎ
Î
(
Teluk Koperapok o((
(
(
b RENCANA POLA RUANG
b Kawasan Lindung Kawasan Budidaya
b
KSA/KPA Kawasan Hutan produksi Terbatas

Teluk Flaminggo
b
Agats b
KSA Air Kawasan Hutan Produksi Tetap

(
Î
( ( b
b
b
b
b
Kawasan Hutan Lindung
Kawasan Bergambut
Kawasan Bakau/Mangrove
Kawasan Hutan Produksi Konversi
Kawasan Peruntukan Perkebunan
Kawasan Peruntukan Pertanian Lahan Basah
b Kawasan Rawa Kawasan Peruntukan Pertanian Lahan Kering
b
6°0'0"S

TANAH MERAH Kawasan Savana Kawasan Peruntukan Industri

-6,142975
b
Teluk Cook
Kawasan Sempadan Pantai Kawasan Peruntukan Pertambangan
(
Î
(
( b Kawasan Sempadan Sungai
Kawasan Sempadan Danau
Kawasan Peruntukan Pelabuhan
Kawasan PLTU Batubara
b Kawasan Lindung Geologi Kawasan peruntukan Permukiman
KEPI
(
Î
((
Sumber :
1. Peta Rupa Bumi Indon es ia, 1:250.000, Bakos urtanal, 2004

2. Pemerintah Pro vinsi Prov insi Papua, 2009


b 3. Peta Kaw asan Hutan Provinsi Papua (Kepmenhut

LA U T ARAF U R U b Nomor : SK.782/M en hut-II/2012, Tanggal 27 Desember 2012

(
Î b
tentang Perubahan atas K eputus an Menteri K ehutanan dan

Perkebunan No. 891/K PTS-II/1999 tentang Penunjukan


Kaw asan Hutan di W ilayah pro vin si Daerah Tingkat I Irian Jaya

I N D O N E S I A
b seluas 42.224.840 Ha.
b
b
b
4. Hasil An alisis Tim R TRW Prov insi Papua, 2013

PROVINSI PAPUA b
GUBERNUR PAPUA,
b
b
b CAP/TTD
b
LUKAS ENEMBE, SIP, MH
MERAUKE b
(
Î
o
((

b
b Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM
PROVINSI PAPUA b
9°0'0"S

CAP/TTD

-9,290602
b ROSINA UPESSY, SH

129,634745 132,782372 135,929999 139,077626


LAMPIRAN :
PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2013
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 - 2033

132°0'0"E 135°0'0"E 138°0'0"E 141°0'0"E

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA


BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
( BAPPEDA )

0,152280
0°0'0"

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)


Teluk SorendiweriSORENDEWERI PROVINSI PAPUA
(
(
TAHUN 2013 - 2033
BIAK SAM U D ERA PASI FIK
(
o
Î
( (
PETA
PROVINSI PAPUA BARAT Selat Yapen PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

SERUI
U

(
Î( (
(
Î SARMI
( Teluk Maffin
( 2
BOTAWA Teluk Walcknaer SKALA 1:6.500.000
Teluk Sarera
(Î( (
(
(
BURMESO
Km
SENTANI
(
Î( Î
o((
( ( !
(
b
KOTA JAYAPURA
0 37,5 75 150 225 300

b Proyeksi : Transverse Mercator


b Sistem Grid : Grid Geografi dan Grid Transverse Mercator

-2,995348
3°0'0"S

b
b Datum Horisontal : WGS 1984 Zona 53S
b
WARIS
NABIRE b
(
(
b LEGENDA :
(
o
Î
(
(

r b
SUGAPA MULIA KARUBAGA KOBAKMA b Administrasi Perairan Transportasi
( ( (
( (
( ELELIM b Ibukota Provinsi Garis Pantai Jalan
( (
(
! La ut

ENAROTALI TIOM ( Danau


ILAGA Ibukota Kabupaten
(
Bandara Pengumpul
KIGAMANI WAGHETE (
(
(
(
( (
(
WAMENA
b Batas Negara Sungai o Pelayanan Secunder

o
(
(
o
(
((
(
( b Batas Provinsi Bandara Pengumpul
b Batas Kabupaten
r Pelayanan Secunder(Usulan)

Tapal Batas Bandara Pengumpul


TIMIKA b b o
PelayananTersier
KENYAM
o( (
(
( b (
Î Pelabuhan Utama

Teluk Pisang
(
Î Pelabuhan Pengumpul
DEKAI OKSIBIL
b Pelauhan Khusus Freeport

ÎÎ
Î
(
Teluk Koperapok o((
(
(
b PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

b Kawasan Strategis Nasional


b Kawasan Strategis Daya Dukung Lingkungan

Teluk Flaminggo
b
Kawasan Strategis Ekonomi
Agats b
(
Î
( ( b
b
b
b
b
Kawasan Strategis Pertahanan dan Keamanan
Kawasan Strategis Sumber Daya Alam & Teknologi Tinggi

b Kawasan Strategis Provinsi


b Kawasan Strategis Ekonomi
6°0'0"S

TANAH MERAH

-6,142975
b Kawasan Strategis Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

Teluk Cook (
Î
(
( b Kawasan Strategis Lainnya(= Kawasan Ekonomi Rendah Karbon)
Kawasan Strategis Sosial Budaya
b
KEPI
(
Î
((

Sumber :
1. Peta Rupa Bumi Indon es ia, 1:250.000, Bakos urtanal, 2004
2. Pemerintah Pro vinsi Prov insi Papua, 2009
b 3. Peta Kaw asan Hutan Provinsi Papua (Kepmenhut

LA U T ARAF U R U
Nomor : SK. 782/M en hut-II/2012, Tanggal 27 Desemb er 2012
b
(
Î b
tentang Perubahan atas K eputus an Menteri K ehutanan dan
Perkebunan No. 891/K PTS-II/1999 tentang Penunjukan

Kaw asan Hutan di W ilayah provin si Daerah Tingkat I Irian Jaya

I N D O N E S I A
b seluas 42.224.840 Ha.
b 4. Hasil An alisis Tim R TRW Prov insi Papua, 2013
b
b
PROVINSI PAPUA b
GUBERNUR PAPUA,
b
b
b CAP/TTD
b
LUKAS ENEMBE, SIP, MH
MERAUKE b
(
Î
o
((

b
b Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya
PROVINSI PAPUA b KEPALA BIRO HUKUM
9°0'0"S

CAP/TTD
ROSINA UPESSY, SH

-9,290602
b
129,634745 132,782372 135,929999 139,077626
Lampiran VIII : Peraturan Daerah Provinsi Papua
Nomor : 23 Tahun 2013
Tanggal : 30 Desember 2013
RENCANA INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN RTRW PROVINSI PAPUA

Sumber PJM I PJM II PJM III PJM IV


No Usulan Program Lokasi Instansi Pelaksana
Pendanaan 2014 2015 2016 2017 2018 19 - 23 24 - 28 29 - 33
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
PERWUJUDAN STRUKTUR
RUANG PROVINSI
A. Perwujudan Pusat Kegiatan
1. Percepatan Pengembangan
Kota-Kota Utama
a. Pengembangan/Peningkatan Kab/Kota se- APBN &/
Dinas PU, BAPPEDA
Fungsi Kota Provinsi APBDP/APBD
Prov dan Kab/Kota
Papua K
b. Pengembangan kota baru Kab/Kota se- APBN &/
Dinas PU, BAPPEDA
Provinsi APBDP/APBD
Prov dan Kab/Kota
Papua K
c. Revitalisasi kota-kota yang Kab/Kota se- APBN &/
Dinas PU, BAPPEDA
sudah ada Provinsi APBDP/APBD
Prov dan Kab/Kota
Papua K
2. Mendorong kota-kota yang
cepat tumbuh
a. Pengembangan pasar induk Jayapura,
regional Timika Biak
APBN &/
Numford, Dinas PU, Dinas Pasar
APBDP
Merauke dan
Jayawijaya
b. Perbankan internasional dan Jayapura,
nasional swasta maupun Timika Biak
APBN &/ Deperindag,
pemerintah Numford,
APBDP Disperindag, BPIM
Merauke dan
Jayawijaya
c. Pengembangan kawasan Jayapura,
pendidikan Timika Biak
APBN &/ Depdiknas, Dis PU, Dep
Numford,
APBDP Agama, Kopertis
Merauke dan
Jayawijaya
d. Pengembangan kawasan Jayapura,
industri dan pergudangan Timika Biak
APBN &/ Deperindag,
Numfor,
APBDP Disperindag, Dis PU
Merauke dan
Mimika
e. Peningkatan kualitas Jayapura,
pelayanan RSU Tipe A Timika Biak
APBN &/ Depkes, Diskes, Dinas
Numford,
APBDP PU
Merauke dan
Jayawijaya
f. Industri pengolahan sampah Jayapura,
regional Timika Biak
APBN &/
Numford, Dinas PU
APBDP
Merauke dan
Jayawijaya
3. Revitalisasi dan Percepatan
Pengembangan Kota-Kota
Pusat Pertumbuhan
Penyusunan Rencana
Kawasan Strategis Provinsi Kab/Kota se- APBN &/
Dinas PU, BAPPEDA
dari aspek Ekonomi, Daya Provinsi APBDP &/
Prov dan Kab/Kota
Dukung Lingkungan, Sosial Papua swasta DN/LN
Budaya dan Strategis Lainnya
4. Pengendalian Kota-Kota
Berbasis Mitigasi Bencana
Pengendalian Kota yang Pantai Utara APBN &/
Dinas PU, BAPPEDA
rawan bencana dan APBDP &/
Prov dan Kab/Kota
Kepualuan swasta DN/LN
Rehabilitasi wlayah yang kena Pantai Utara APBN &/
Dinas PU, BAPPEDA
rawan bencana dan APBDP &/
Prov dan Kab/Kota
Kepualuan swasta DN/LN
5. Perwujudan Sistem Kampung Kab/Kota se- APBN &/
Dinas PU, BAPPEDA
Provinsi APBDP/APBD
Prov dan Kab/Kota
Papua K
Perwujudan Sistem
B.
Prasarana
I. Perwujudan Sistem
Jaringan Jalan
1. Pengembangan Jaringan jalan Kab.
APBN &/
Arteri primer Jayapura – Jayapura, Kementerian PU dan
APBDP &/
Elelim - Wamene Yalimo dan Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
Jayawijaya
2. Pengembangan Jaringan jalan Kab.
Arteri primer Jayapura – Jayaoura,
Sarmi – Mamberamo Raya – Sarmi, APBN &/
Kementerian PU dan
Waropen - Nabire Mamberamo APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Raya, swasta DN/LN
Waropen dan
Nabire
3. Pengembangan Jaringan jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Arteri primer Jayapura – Arso Kota Jayapura APBDP &/
Dinas PU Provinsi
– Perbatasan PNG swasta DN/LN
4. Pengembangan Jaringan jalan APBN &/
Kab. Merauke Kementerian PU dan
Arteri primer Merauke – Kepi APBDP &/
dan Mappi Dinas PU Provinsi
- Bade swasta DN/LN
5. pengembangan jaringan jalan Kab.
Arteri Primer Merauke – Merauke, APBN &/
Kementerian PU dan
Tanah Merah - Oksibil Boven Digoel APBDP &/
Dinas PU Provinsi
dan Peg. swasta DN/LN
Bintang
6. Pengembangan Jaringan jalan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
Arteri primer Wamena – Jayawijaya APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Habema- Yuguru - Kenyam dan Nduga swasta DN/LN
7. Pengembangan Jaringan jalan Kab.
APBN &/
Arteri primer Wamena – Jayawijaya, Kementerian PU dan
APBDP &/
Karubaga - Mulia Tolikara dan Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
Puncak Jaya
8. Pengembangan Jaringan jalan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
Arteri primer Wamena – Jayawijaya APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Dekai dan Yahukimo swasta DN/LN
9. Pengembangan Jaringan jalan Kab. Mimika, APBN &/
Kementerian PU dan
Arteri primer Timika – Deiyai dan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Waghete- Enarotali Paniai swasta DN/LN
10. pengembangan jaringan jalan Kab. Keerom APBN &/
Kementerian PU dan
kolektor primer Arso – Oksibil dan Peg. APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Bintang swasta DN/LN
11. pengembangan jaringan jalan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
kolektor primer Wamena – Jayawijaya APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Tiom dan Nduga swasta DN/LN
12. pengembangan jaringan jalan Kab.
kolektor primer Wamena – Jayawijaya APBN &/
Kementerian PU dan
Kobakma dan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Mamberamo swasta DN/LN
Tengah
13. pengembangan jaringan jalan Kab. Boven APBN &/
Kementerian PU dan
kolektor primer Kepi – Tanah Digoel dan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Merah Mappi swasta DN/LN
14. pengembangan jaringan jalan Kab. Nabire,
APBN &/
kolektor primer Nabire – Dogiyai, Kementerian PU dan
APBDP &/
Waghete - Enarotali Deiyai dan Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
Paniai
15. pengembangan jaringan jalan APBN &/
Kab. Paniai Kementerian PU dan
kolektor primer Enarotali – APBDP &/
dan Intan Jaya Dinas PU Provinsi
Sugapa swasta DN/LN
16. pengembangan jaringan jalan Kab. Intan APBN &/
Kementerian PU dan
kolektor primer Sugapa – Jita Jaya dan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
- Ilaga Puncak swasta DN/LN
17. pengembangan jaringan jalan APBN &/
Kab. Waropen Kementerian PU dan
kolektor primer Botowa – APBDP &/
dan Intan Jaya Dinas PU Provinsi
Sugapa swasta DN/LN
18. pengembangan jaringan jalan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
kolektor primer Dekai – Yahukimo dan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Oksibil Peg. Bintang swasta DN/LN
19. Pengembangan Jaringan Jalan Kab. Jayapura APBN &/
Kementerian PU dan
Ring Road Jayapura - Sentani dan Kota APBDP &/
Dinas PU Provinsi
(Lingkar Dalam) Jayapura swasta DN/LN
20. Pengembangan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Bongrang - Depapre Kab. Jayapura APBDP &/
Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
21. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Nimbontong - Lereh – Tengon Kab. Jayapura APBDP &/
Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
22. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Sarmi – Arbais Kab. Sarmi APBDP &/
Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
23. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Wapoga - Ingerus - Otodemo Kab. Nabire APBDP &/
Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
24. Pengembangan Jaringan Jalan Kota Jayapura APBN &/
Kementerian PU dan
Abepura – Arso dan Kab. APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Keerom swasta DN/LN
25. Pengembangan Jaringan APBN &/
Kementerian PU dan
Waemeanam- Sumuraman Kab. Asmat APBDP &/
Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
26. Pengembangan Jaringan APBN &/
Kab. Nduga Kementerian PU dan
Batas Batu - Dermaga APBDP &/
dan Asmat Dinas PU Provinsi
Mumugu swasta DN/LN
27. Pengembangan Jaringan Jalan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
Logpond – Suator Yahukimo dan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Asmat swasta DN/LN
28. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Timika - Mapurujaya - Kab. Mimika APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Pomako II swasta DN/LN
29. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Log Center - Power Station - Kab. Mimika APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Urumuka swasta DN/LN
30. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Waena - Arso V Kab. Jayapura APBDP &/
Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
31. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Arso XIV - Sawia – Kwarja Kab. Keerom APBDP &/
Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
32. Pengembangan Jaringan Jalan Kab. Yalimo
APBN &/
Elelim - Witlanggo - dan Kementerian PU dan
APBDP &/
Mamberamo Tengah Mamberamo Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
Tengah
33. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Batas Kota Merauke - Kumbe Kab. Merauke APBDP &/
Dinas PU Provinsi
- Bian – Okaba swasta DN/LN
34. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Kuprik - Jagebob – Erambu Kab. Jayapura APBDP &/
Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
35. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kementerian PU dan
Kota Baru - Eci – Senggo Kab. Mappi APBDP &/
Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
36. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Dekai – Serendala APBDP &/
Yahukimo Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
37. Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Dekai - Logpond - Pattipi APBDP &/
Yahukimo Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
38. Pembangunan, Peningkatan Kab. Keerom APBN &/
Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Ubruk – dan Peg. APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Kiwirok Bintang swasta DN/LN
39. Pembangunan, Peningkatan APBN &/
Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Sarmi – Kab. Sarmi APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Arbais swasta DN/LN
40. Pembangunan, Peningkatan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Burmeso – Mamberamo APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Sikari Raya swasta DN/LN
41. Pembangunan, Peningkatan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Kobakma – Mamberamo APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Taria Tengah swasta DN/LN
42. Pembangunan, Peningkatan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Menawi - Kepulauan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Sumberbaba Yapen swasta DN/LN
43. Pembangunan, Peningkatan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Ansus - Kepulauan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Wooi/Natabui Yapen swasta DN/LN
44. Pembangunan, Peningkatan Kab. Waropen
APBN &/
dan Pemeliharaan Botawa - dan Kab. Kementerian PU dan
APBDP &/
Kowade – Barapasi Mamberamo Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
Raya
45. Pembangunan, Peningkatan APBN &/
Kab. Biak Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Biak – APBDP &/
Numford Dinas PU Provinsi
Bosnik swasta DN/LN
46. Pembangunan, Peningkatan APBN &/
Kab. Biak Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Korem - APBDP &/
Numford Dinas PU Provinsi
Doubo swasta DN/LN
47. Pembangunan, Peningkatan APBN &/
Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Doubo - Kab. Supiori APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Sorendiweri – Amyas swasta DN/LN
48. Pembangunan, Peningkatan APBN &/
Kab. Biak Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Kimibay - APBDP &/
Numford Dinas PU Provinsi
Napan swasta DN/LN
49. Pembangunan, Peningkatan APBN &/
Kab. Paniai Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Enarotali – APBDP &/
dan Intan Jaya Dinas PU Provinsi
Sugapa swasta DN/LN
50. Pembangunan, Peningkatan APBN &/
Kab. Intan Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Sugapa - APBDP &/
Jaya dan Ilaga Dinas PU Provinsi
Hitadipa – Ilaga swasta DN/LN
51. Pembangunan, Peningkatan APBN &/
Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Matadi - Kab. Ilaga APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Digikebo swasta DN/LN
52. Pembangunan, Peningkatan APBN &/
Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Kab. Mimika APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Potowaiburu – Kapiraya swasta DN/LN
53. Pembangunan, Peningkatan APBN &/
Kementerian PU dan
dan Pemeliharaan Kapiraya - APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Timika swasta DN/LN
54. Pembangunan, Peningkatan dan Kab. Lanny APBN &/
Kementerian PU dan
Pemeliharaan Tiom - Mulia Jaya dan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Puncak Jaya swasta DN/LN
55. Pembangunan, Peningkatan dan Kab. Yalimo
APBN &/
Pemeliharaan Elelim - dan Kementerian PU dan
APBDP &/
Witlanggo - Mamberamo Mamberamo Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
Tengah Tengah
56. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kementerian PU dan
Pemeliharaan Kenyam - Batas Kab. Nduga APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Batu swasta DN/LN
57. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Pemeliharaan Karubaga - APBDP &/
Tolikara Dinas PU Provinsi
Wunim – Bokondini swasta DN/LN
58. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Pemeliharaan Obima - Sumo APBDP &/
Yahukimo Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
59. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Pemeliharaan Sumo - Holuwon APBDP &/
Yahukimo Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
60. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Pemeliharaan Werima - Mugi APBDP &/
Yahukimo Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
61. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Pemeliharaan Dekai - Oksibil APBDP &/
Yahukimo Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
62. Pembangunan, Peningkatan dan Kab. Puncak APBN &/
Kementerian PU dan
Pemeliharaan Illu – Tiom Jaya dan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Lanny Jaya swasta DN/LN
63. Pembangunan, Peningkatan dan Kab. Puncak APBN &/
Kementerian PU dan
Pemeliharaan Ilaga - Sinak - Jaya dan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Mulia Puncak swasta DN/LN
64. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Pemeliharaan Usilimo - Poga - APBDP &/
Tolikara Dinas PU Provinsi
Karubaga swasta DN/LN
65. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Pemeliharaan Piramid – APBDP &/
Tolikara Dinas PU Provinsi
Bolakme swasta DN/LN
66. Pembangunan, Peningkatan dan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
Pemeliharaan Wamena - Tolikara dan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Pugima - Mugi Jayawijaya swasta DN/LN
67. Pembangunan, Peningkatan dan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
Pemeliharaan Oksibil Kiwirok – Pegunungan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Batom Bintang swasta DN/LN
68. Pembangunan, Peningkatan dan Kab. APBN &/
Kementerian PU dan
Pemeliharaan Jalan Iwur – Pegunungan APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Kawor Bintang swasta DN/LN
69. Pembangunan, Peningkatan dan Kab. Peg.
APBN &/
Pemeliharaan Jalan Waropko – Bintang dan Kementerian PU dan
APBDP &/
Kawor Boven Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
Digoel
70. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kementerian PU dan
Pemeliharaan Jalan Sagapu – Kab. Asmat APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Tomor swasta DN/LN
71. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kementerian PU dan
Pemeliharaan Jalan Suru-suru - Kab. Asmat APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Obio swasta DN/LN
72. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kementerian PU dan
Pemeliharaan Jalan Kotabaru - Kab. Asmat APBDP &/
Dinas PU Provinsi
Eci - Senggo swasta DN/LN
73. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Pemeliharaan Jalan Kuprik - APBDP &/
Merauke Dinas PU Provinsi
Jagebob – Erambu swasta DN/LN
74. Pembangunan, Peningkatan dan
APBN &/
Pemeliharaan Jalan Bts Kota Kab. Kementerian PU dan
APBDP &/
Merauke - Kumbe - Bian – Merauke Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
Okaba
75. Pembangunan, Peningkatan dan APBN &/
Kab. Kementerian PU dan
Pemeliharaan Jalan Baru APBDP &/
Merauke Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
76. Pembangunan dan Peningkatan APBN &/
Seluruh Kementerian PU dan
Jalan Jembatan APBDP &/
Kab/Kota Dinas PU Provinsi
swasta DN/LN
II. Perwujudan Sistem Prasarana
Perhubungan
1. Pengembangan dan Peningkatan Kota APBN &/
Dermaga Danau Jayapura, APBDP &/
Kab. swasta DN/LN Kementerian PU dan
Jayapura, Dinas PU Provinsi
Paniai dan
Deiyai
2. Pengembangan dan Peningkatan Kab. APBN &/
Dermaga Sungai Mamberamo APBDP &/
Raya, swasta DN/LN
Merauke,
Kementerian PU dan
Boven
Dinas PU Provinsi
Digoel,
Mappi,
Mimika dan
Nduga
Kab. Biak
Numfor,
Mimika,
Merauke,
3. Pengembangan dan Peningkatan
Nabire, Kep.
Pelabuhan Penyebarangan
Yapen,
Waropen
dan Kota
Jayapura
4. Pembangunan dan Kota
Pengembangan dan Peningkatan Jayapura,
Pelabuhan utama Kab. APBN &/ Kementerian
Jayapura, APBDP &/ Perhubungan dan Dinas
Biak swasta DN/LN Perhubungan Provinsi
Numfor dan
Merauke
Kab.
Mimika,
Sarmi,
Nabire, Kep.
5. Pengembangan dan APBN &/ Kementerian
Yapen,
Pembangunan Pelabuhan APBDP &/ Perhubungan dan Dinas
Asmat,
pengumpul swasta DN/LN Perhubungan Provinsi
Mappi,
Boven
Digeol dan
Waropen
Kab.
6. Pengembangan dan
Jayapura, APBN &/ Kemeneterian
Pembangunan Bandar Udara
Mimika, APBDP &/ Perhubungan dan Dinas
pengumpul dengan Skala
Merauke dan swasta DN/LN Perhubungan Provinsi
Pelayanan Sekunder
Wamena
7. Pengembangan dan
Kab. Nabire, APBN &/ Kementerian
Pembangunan Bandar Udara
Deiyai dan APBDP &/ Perhubungan dan Dinas
pengumpul dengan Skala
Yahukimo swasta DN/LN Perhubungan Provinsi
Pelayanan Tersier
8. Pengembangan dan APBN &/ Kementerian
Seluruh
Pembangunan Bandar Udara APBDP &/ Perhubungan dan Dinas
kab/kota
Pengumpan swasta DN/LN Perhubungan Provinsi
Kab.
Mimika,
9. pengembangan jalur Pomako
Asmat,
Timika – Agats – Dermaga APBN &/ Kementerian
Puncak,
Jinak– jalan raya – Bandara APBDP &/ Perhubungan dan Dinas
Yahukimo,
Dekai– Bandara Wamena atau swasta DN/LN Perhubungan Provinsi
Jayawijaya
Bandara Oksibil
dan Peg.
Bintang
Kab.
10. pengembangan jalur Pomako
Mimika, APBN &/ Kementerian
Timika– Agats – Mumugu–
Asmat, APBDP &/ Perhubungan dan Dinas
jalan raya Yuguru – Batas Batu
Nduga, swasta DN/LN Perhubungan Provinsi
- Kenyam - Habema – Wamena
Jayawijaya
11. pengembangan jalur Pagai–
Kab. APBN &/ Kementerian
Papasena – jalan raya –
Mamberamo APBDP &/ Perhubungan dan Dinas
Burmeso – Kasonaweja–
Raya, swasta DN/LN Perhubungan Provinsi
Bagusa – Teba
Kab. Puncak
12. pengembangan jalur Mulia – APBN &/ Kementerian
Jaya,
jalan raya – Fawi – Mamberamo APBDP &/ Perhubungan dan Dinas
Mamberamo
Hulu swasta DN/LN Perhubungan Provinsi
Raya
13. pengembangan jalur Bandara Kab.
APBN &/ Kementerian
Merauke – Sungai Digoel – Merauke,
APBDP &/ Perhubungan dan Dinas
jalan raya ke Asiki (Boven dan Boven
swasta DN/LN Perhubungan Provinsi
Digoel) Digoel
III. Perwujudan sistem Prasarana
Energi
1. Pembangunan PLTA Kab. Boven
Digoel,
Asmat, PLN, Kementerian
Mimika, APBN &/
ESDM, Dinas
Nabire, APBDP &/
Jayawijaya Pertambangan Provinsi
swasta DN/LN
dan dan Swasta
Mamberamo
Raya
2. Pembangunan PLTMH PLN, Kementerian
Seluruh APBN &/
ESDM, Dinas
Kabupaten/ APBDP &/
Pertambangan Provinsi
Kota swasta DN/LN
dan Swasta
3. Pembangunan dan Peningkatan PLN, Kementerian
Seluruh APBN &/
PLTD ESDM, Dinas
Kabupaten/ APBDP &/
Pertambangan Provinsi
Kota swasta DN/LN
dan Swasta
4. Pembangunan PLTS PLN, Kementerian
Seluruh APBN &/
ESDM, Dinas
Kabupaten/ APBDP &/
Pertambangan Provinsi
Kota swasta DN/LN
dan Swasta
5. Rencana Pengembangan Kabupaten
pembangkit listrik tenaga uap Merauke,
Nabire,
Timika,
Boven Digoel,
Mappi, PLN, Kementerian
APBN &/
Asmat, Sarmi, ESDM, Dinas
APBDP &/
Mamberamo Pertambangan Provinsi
Raya, swasta DN/LN
dan Swasta
Kepulauan
Yapen,
Waropen,
Supiori dan
Kota Jayapura
6. Rencana Pengembangan Kabupaten
pembangkit listrik tenaga Gas Biak PLN, Kementerian
APBN &/
Numfor, ESDM, Dinas
APBDP &/
Merauke, Pertambangan Provinsi
swasta DN/LN
Nabire dan dan Swasta
Timika
7. Pengembangan listrik dengan PLN, Kementerian
APBN &/
minyak nabati Seluruh ESDM, Dinas
APBDP &/
Kab/Kota Pertambangan Provinsi
swasta DN/LN
dan Swasta
8. Pengembangan pembangkit PLN, Kementerian
APBN &/
listrik tenaga gelombang Kabupaten ESDM, Dinas
APBDP &/
Pesisir Pertambangan Provinsi
swasta DN/LN
dan Swasta
9. Pengembangan Jaringan Seluruh
Telekomunikasi Kab/ Kota
IV. Pengembangan Sumber Daya
Air
1. Pengembangan irigasi teknis Kab. Nabire,
Jayapura,
Keerom,
APBN &/ Kementerian Pekerjaan
Sarmi,
APBDP &/ Umum, Dinas Pekerjaan
Jayawijaya,
swasta DN/LN Umum Provinsi
Merauke
Kota
Jayapura
2. Penyediaan Sarana Infrastruktur Kementerian Pekerjaan
APBN &/
Pertanian Seluruh Umum, Dinas Pekerjaan
APBDP &/
Kab/ Kota Umum Provinsi dan
swasta DN/LN
Dinas Pertanian Provinsi
3. Pengembangan/Peningkatan Kementerian Pekerjaan
APBN &/
Pengelolaan Air Bersih Seluruh Umum, Dinas Pekerjaan
APBDP &/
Kab/ Kota Umum Provinsi dan
swasta DN/LN
PDAM
PERWUJUDAN POLA RUANG
PROVINSI
1. Rehabilitasi Kawasan
Lindung
1. Taman Nasional Lorenz Asmat,
Mimika,
Intan Jaya,
Jayawijaya,
APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Lanny Jaya,
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Nduga,
swasta DN/LN Provinsi
Paniai,
Puncak,
Puncak Jaya,
Yahukimo
2. Taman Nasional Wasur APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab.
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN Provinsi
3. Taman Wisata Perairan Kementerian Kelautan
APBN &/
Kepulauan Padaido beserta laut Kab, Biak dan Perikanan, Dinas
APBDP &/
di sekitarnya Numford Kelautan dan
swasta DN/LN
PerikananProvinsi
4. Taman Nasional Laut Teluk APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Cenderawasih Kab. Nabire APBDP &/ Dinas Kehutanan
swasta DN/LN Provinsi
5. TN KKLD Biak Numfor APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab. Biak
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Numford
swasta DN/LN Provinsi
6. Taman Wisata APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Nabire/Borote/Anggromeos Kab. Nabire APBDP &/ Dinas Kehutanan
swasta DN/LN Provinsi
7. Taman Wisata Teluk Yotefa APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kota
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Jayapura
swasta DN/LN Provinsi
8. Suaka Margasatwa Kab.
Mamberamo – Foja Jayapura,
Keerom,
Sarmi,
mamberamo
Raya,
APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Mamberamo
APBDP &/ Dinas Kehutanan
tengah, Peg.
swasta DN/LN Provinsi
Bintang,
Puncak,
Puncak Jaya,
Tolikara,
Yahukimo,
Yalimo
9. Suaka Margasatwa Pulau Dolok APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab.
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN Provinsi
10. Suaka Margasatwa Yahukimo,
APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Jayawijaya/Peg. Bintang Peg.
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Bintang,
swasta DN/LN Provinsi
Yalimo
11. Suaka Margasatwa Danau Bian APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab.
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN Provinsi
12. Suaka Margasatwa Pulau APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab.
Pombo APBDP &/ Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN Provinsi
13. Suaka Margasatwa Komolon APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab.
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN Provinsi
14. Suaka Margasatwa Savan APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab.
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN Provinsi
15. Cagar Alam Cycloop Kota
APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Jayapura dan
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Kab.
swasta DN/LN Provinsi
Jayapura
16. Suaka Marga Satwa Enarotali Kab. Paniai,
Dogiyai, APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Deiyai, APBDP &/ Dinas Kehutanan
Nabire, Intan swasta DN/LN Provinsi
Jaya
17. Cagar Alam Biak Timur APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab. Biak
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Numford
swasta DN/LN Provinsi
18. Cagar Alam Yapen Tengah APBN &/ Kementerian Kehutanan,
APBDP &/ Dinas Kehutanan
swasta DN/LN Provinsi
19. Cagar Alam Pulau Supiori APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab. Supiori APBDP &/ Dinas Kehutanan
swasta DN/LN Provinsi
20. Cagar Alam Peg. Wayland APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab. Nabire
APBDP &/ Dinas Kehutanan
dan Dogiyai
swasta DN/LN Provinsi
21. Cagar Alam Bupul APBN &/ Kementerian Kehutanan,
Kab.
APBDP &/ Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN Provinsi
2. Pemantapan Fungsi Kawasan
Lindung
1. Pengukuhan Kawasan Lindung APBN &/ Kementerian Kehutanan,
dan Konservasi Seluruh APBDP &/ Kementerian Kelautan
Kab/Kota APBDK&/ dan Perikanan serta
swasta DN/LN Pemda Kabupaten/Kota
2. Pembentukan Kesatuan APBN &/ Dinas Kehutanan dan
Pengelolaan Hutan Lindung Seluruh APBDP &/ Kelautan dan Perikanan
(KPHL) Kab/Kota APBDK&/ Provinsi, serta Pemda
swasta DN/LN Kabupaten/Kota
3. Pengembangan Model APBN &/ Dinas Kehutanan dan
Pengelolaan Kawasan Lindung Seluruh APBDP &/ Kelautan dan Perikanan
Bersama Masyarakat Kab/Kota APBDK&/ Provinsi, serta Pemda
swasta DN/LN Kabupaten/Kota
3. Rehabilitasi DAS Kritis
APBN &/ Kementerian Kehutanan
1. DAS Mamberamo Hilir Kab. Sarmi APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Sarmi
2. DAS Turitatu Hilir APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
dan Tolikara
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. Sarmi, APBN &/ Kementerian Kehutanan
3. DAS Turiku Hilir Waropen APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
dan Paniai swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
4. DAS Apauwer Kab. Sarmi APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. Sarmi APBN &/ Kementerian Kehutanan
5. DAS Wiru dan Kab. APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Jayapura swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
6. DAS Verkume Sarmi APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. Sarmi APBN &/ Kementerian Kehutanan
7. DAS Biri dan Kab. APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Jayapura swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. Sarmi APBN &/ Kementerian Kehutanan
8. DAS Sermo dan Kab. APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Jayapura swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
9. Das Tor Kab. Sarmi APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. Sarmi APBN &/ Kementerian Kehutanan
10. Das Van Dallen dan Puncak APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Jaya swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. Mappi APBN &/ Kementerian Kehutanan
11. Das Wediman dan Boven APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Digoel swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Boven
12. Das Digul Kanan APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Digoel
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Boven
13. Das Dgoel Hilir APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Digoel
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Boven
14. Das Digoel Kiri APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Digoel
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Boven
15. Das Digoel Timur APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Digoel
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Boven
16. Das Digoel Barat APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Digoel
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Mappi
17. Das Bian Hilir APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
dan Asmat
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Nabire, APBN &/ Kementerian Kehutanan
18. Das Wapoga Paniai dan APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Waropen swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Peg.
19. Das Sobger APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Bintang
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. APBN &/ Kementerian Kehutanan
20. Das Turitau Tengah Tolikara, APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Jayawijaya swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
21. Das Bigadu Kab. Puncak APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Nabire
22. Das Siriwo APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
dan Paniai
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
23. Das Turikulu Hulu Kab. Paniai APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
24. Das Maro APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kota
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Jayapura dan
25. Das Tami APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Kab.
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Jayapura
APBN &/ Kementerian Kehutanan
26. Das Omba Kab. Nabire APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
27. Das Yawe APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. Asmat APBN &/ Kementerian Kehutanan
28. Das Lerentz dan APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Jayawijaya swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
29. Das Kumber APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
30. Das Wanggar Kab. Nabire APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
31. Das Kapiraya APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. Asmat APBN &/ Kementerian Kehutanan
32. Das Peter dan APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Jayawijaya swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
33. Das Otokwa APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
34. Das Sentani APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Jayapura
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kota
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Jayapura dan
35. Das Grime APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Kab.
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Jayapura
Kab. APBN &/ Kementerian Kehutanan
36. Das Bunga Jayawijaya APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
dan Mimika swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. APBN &/ Kementerian Kehutanan
37. DAS Vriendschaps Jayawijaya, APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. Asmat,
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Jayawijaya
38. DAS Vriendschaps APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
dan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Yahukimo
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
39. DAS Bian APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
40. Das Kamura APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
41. Das Rombak APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Waropen
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
42. Das Nadubun APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Waropen
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
Kab. Mappi APBN &/ Kementerian Kehutanan
43. Das Brazza dan APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Yahukimo swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
44. DAS Paranggo APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
45. Das Akimuga APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
46. Das Mimika APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
47. Das Aidoma APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
48. Das Minajerwi APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
49. Das Cemera APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
50. Das Otokawa APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
51. Das Nardwest APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
52. Das Odamun Kab. Mappi APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
53. Das Dolok APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
54. Das Bulaka APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Merauke
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Nabire,
55. Das Siriwo APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Paniai
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
56. Das Kamura APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Mimika
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
57. Das Mappi Kab. Mappi APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Biak
58. Das Biak APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Numford
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
59. Das Supiori Kab. Supiori APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab. Kep.
60. Das Yapen APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Yapen
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab.
61. Das Gesa APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
Waropen
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
B. Perwujudan Pengembangan
Kawasan Budi Daya
I. PengelolaanKawasan Hutan
Produksi
1. Pembentukan Kesatuan Seluruh APBN &/ Kementerian Kehutanan
Pengelolaan Hutan Produksi Kab/Kota APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
(KPHP) swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
2. Pengembangan Model Seluruh APBN &/ Kementerian Kehutanan
Pengelolaan Hutan Produksi Kab/Kota APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
bersama Masyarakat swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
II. Pengelolaan Hutan Rakyat Seluruh APBN &/ Kementerian Kehutanan
Kab/Kota APBDP &/ dan Dinas Kehutanan
swasta DN/LN dan Konservasi Provinsi
III. Pengembangan dan
Pengendalian Kawasan
Pertanian
kawasan untuk tanaman pangan Merauke, APBN &/
Kementerian Pertanian,
Kota APBDP &/
Dinas Pertanian Provinsi
Jayapura swasta DN/LN
kawasan untuk Pertanian APBN &/
Pegunungan Kementerian Pertanian,
Hortikultura APBDP &/
Tengah Dinas Pertanian Provinsi
swasta DN/LN
kawasan untuk Perkebunan Keerom,
Sarmi,
Nabire,
APBN &/ Kementerian Pertanian,
Jayapura,
APBDP &/ Dinas Perkebunan dan
Mappi,
swasta DN/LN Peternakan Provinsi
Boven
Digoel,
Waropen
Kawasan untuk Peternakan Keerom,
Sarmi,
Nabire,
APBN &/ Kementerian Pertanian,
Jayapura,
APBDP &/ Dinas Perkebunan dan
Mappi,
swasta DN/LN Peternakan Provinsi
Boven
Digoel,
Waropen
IV. Pengembangan dan Pantai Utara,
Pengendalian Kawasan untuk Selatan dan APBN &/ Kementerian Keluatanan
Perikanan Kepulauan APBDP &/ dan Parawisata, Dinas
Provinsi swasta DN/LN Pariwisata Provinsi
Papua
V. Pengendalian dan Rehabilitasi
Kawasan untuk
Pertambangan
Lihat Peta APBN &/ Kementerian ESDM,
Rehabilitasi Kawasan
Potensi Per- APBDP &/ Dinas Pertambangan dan
Pertambangan
tambangan swasta DN/LN Energi Provinsi
Lihat Peta APBN &/ Kementerian ESDM,
Pengendalian pengembangan
Potensi Per- APBDP &/ Dinas Pertambangan dan
Kawasan untuk Pertambangan
tambangan swasta DN/LN Energi Provinsi
VI. Jayapura,
Pengembangan dan Biak APBN &/
Pemerintah Provinsi dan
Pengendalian Kawasan untuk Numfor, APBDP &/
Kab/Kota
Industri Mimika, swasta DN/LN
Merauke
VII Pengembangan dan APBN &/ Kementerian Pariwisata
Seluruh
. Pengendalian Kawasan untuk APBDP &/ dan Dinas Pariwisata
Kab/Kota
Pariwisata swasta DN/LN Provinsi
VIII. Pengembangan dan APBN &/ Kementerian Pariwisata
Seluruh
Pengendalian Kawasan untuk APBDP &/ dan Dinas Pariwisata
Kab/Kota
Permukiman swasta DN/LN Provinsi
IX. Pemantapan Hak Ulayat
1 Pemetaan tanah ulayat
dilaksanakan secara partisipatif
APBDP &
dan diatur lebih lanjut pada Seluruh Pemerintah Provinsi dan
APBDK/ swasta
rencana rinci kabupaten/kota: Kab/Kota Kabupaten/Kota
DN/LN
pembuatan pedoman,
bimbingan teknis, monitoring
2 Identifikasi potensi kampung
sebagai basis penataan ruang
dan kemandirian kampung
3 Pengembangan instrumen
perencanaan kawasan dan
kampung secara partisipatif
X. Pengembangan Kawasan
Perkampungan
3 Penyusunan Panduan Penataan
Pantai Utara,
Ruang Kawasan Perkampungan Pantai
APBDP
Selatan, BAPPEDA Prov dan
&/APBDK
Pegunungan Kab/Kota
swasta DN/LN
dan
Kepulauan
4 Penyusunan Rencana Tata Pantai Utara,
Ruang Kawasan Perkampungan Pantai
APBDP
Selatan, BAPPEDA Prov dan
&/APBDK
Pegunungan Kab/Kota
swasta DN/LN
dan
Kepulauan
PERWUJUDAN KAWASAN STRATEGIS
I. Kawasan Strategis dari Aspek
Ekonomi
1 Kabupaten
Penyusunan Kawasan Strategis Yahukimo
APBDP
dari Aspek Ekonomi Wilayah dan
&/APBDK
Pegunungan Tengah Bagian Kabupaten
swasta DN/LN
Timur Pegunungan
Bintang
2 Penyusunan Kawasan Strategis Pegunungan
APBDP
dari Aspek Ekonomi Wilayah Tengah
&/APBDK
Pegunungan Tengah Bagian Bagian
swasta DN/LN
Tengah Tengah
3 Penyusunan Kawasan Strategis
Pegunungan APBDP
dari Aspek Ekonomi Wilayah
Tengah &/APBDK
Pegunungan Tengah Bagian
Bagian Barat swasta DN/LN
Barat
4 Penyusunan Kawasan Strategis Kab. Sarmi APBDP
dari Aspek Ekonomi Wilayah & &/APBDK
Mamberamo-Sarmi Mamberamo swasta DN/LN
5 Penyusunan Kawasan Strategis
Kab.
dari Aspek Ekonomi Kawasan
Merauke
Merauke dan sekitarnya
II. Kawasan Strategis dari Aspek
Sosial Budaya
1 Penyusunan Kawasan Strategis
Kab. Asmat
dari Aspek Sosial Budaya
& Mimika
Wilayah Asmat-Mimika
2 Penyusunan Kawasan Strategis
Kab.
dari Aspek Sosial Budaya
Jayawijaya
Wilayah Wamena
3 Penyusunan Kawasan Strategis
Kota
dari Aspek Sosial Budaya
Jayapura dan
Wilayah Sentani dan Kota
Kab. Japura
Jayapura
4 Penyusunan Kawasan Strategis
dari Aspek Sosial Budaya Kab. Supiori
Wilayah Maudori di Supiori
III. Kawasan Strategis dari Aspek
Fungsi dan Daya Dukung
Lingkungan
1 Penyusunan Kawasan Strategis Lingkungan
dari Aspek Fungsi dan Daya wilayah
Dukung Lingkungan wilayah pantai utara
pantai utara dan kepulauan & kepulauan
2 Penyusunan Kawasan Strategis
wilayah
dari Aspek Fungsi dan Daya
Pegunungan
Dukung Lingkungan wilayah
Tengah
Pegunungan Tengah
3 Penyusunan Kawasan Strategis
wilayah
dari Aspek Fungsi dan Daya
bagian
Dukung Lingkungan wilayah
selatan
bagian selatan
4 Penyusunan Kawasan Strategis
dari Aspek Fungsi dan Daya Mamberamo
Dukung Lingkungan wilayah -Foja
Mamberamo-Foja
IV. Kawasan Strategis lainnya
1 Penyusunan Kawasan Strategis
Peg. Tengah
lainnya wilayah Tengah
2 Penyusunan Kawasan Strategis Selatan
lainnya wilayah selatan Papua
3 Penyusunan Kawasan Strategis
Utara Papua
lainnya Wilayah utara
PERWUJUDAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
WILAYAH PROVINSI
1 Penyusunan peraturan regulasi
tentang pengendalian ruang Seluruh
(zonasi, perizinan, insentif dan Kab/Kota
disinsentif, dan sanksi)
2 Penyelarasan pola dan struktur Kab/Kota  
ruang provinsi-kabupaten
3 Penegakan hukum untuk Kab/Kota  
mencapai tertib tata ruang
4 Peningkatan kepatuhan terhadap Kab/Kota  
proses perijinan lingkungan
PENGUATAN KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG
1 Peningkatan Kapasitas
Organisasi Penyelenggara Kab/Kota
Penataan Ruang
2 Pembentukan Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang Kab/Kota
membidangi penataan ruang
3 Penguatan sistem data dan
Kab/Kota
informasi penataan ruang
4 Penguatan peran BKPRD Kab/Kota
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
1 Pengembangan mekanisme
partisipasi, pengaduan, dan
pemenuhan hak masyarakat atas Kab/Kota
informasi penyelenggaraan tata
ruang
2 Program sosialisasi penataan
Kab/Kota
ruang kepada masyarakat
3 Pembinaan penataan ruang bagi
Kab/Kota
masyarakat dan kabupaten

GUBERNUR PAPUA,
CAP/TTD
LUKAS ENEMBE, SIP, MH

Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM

CAP/TTD

ROSINA UPESSY, SH
Lampiran IX : Peraturan Daerah Provinsi Papua
Nomor : 23 Tahun 2013
Tanggal : 30 Desember 2013

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
A. STRUKTUR
RUANG
1. Sistem jaringan 1.1. Sistem jaringan
prasarana utama transportasi
darat:
1.1.1. jaringan jalan a. Jalan a. diperbolehkan a. diharuskan untuk a. memanfaatkan
menggunakan ruang menetapkan garis sempadan ruang manfaat
Jalan adalah prasarana manfaat jalan untuk bangunan di sisi jalan yang jalan yang
transportasi darat yang median, perkerasan jalan, memenuhi ketentuan ruang mengakibatkan
meliputi segala bagian jalan, jalur pemisah, bahu jalan, pengawasan jalan, sebagai terganggunya
termasuk bangunan saluran tepi jalan, trotoar, berikut (ukuran minimal, fungsi jalan
pelengkap dan lereng, ambang diukur dari tepi badan b. menggunakan dan
perlengkapannya yang pengaman, timbunan dan jalan): memanfaatkan
diperuntukkan bagi lalu galian, gorong-gorong, • jalan arteri primer 15 ruang milik jalan
lintas, yang berada pada perlengkapan jalan, dan meter; yang
permukaan tanah, di atas bangunan pelengkap • jalan kolektor primer 10 mengakibatkan
permukaan tanah, di bawah lainnya meter; terganggunya
permukaan tanah dan/atau b. diperbolehan • jalan lokal primer 7 fungsi jalan
air, serta di atas permukaan menggunakan ruang meter; c. menggunakan
air, kecuali jalan kereta api, milik jalan untuk ruang • jembatan 100 meter ke ruang pengawasan
jalan lori, dan jalan kabel. manfaat jalan, pelebaran arah hilir dan hulu. jalan yang
jalan, dan penambahan b. diperbolehkan membangun mengakibatkan
Ruang manfaat jalan adalah jalur lalu lintas di masa bangunan di atas, pada, dan terganggunya
ruang sepanjang jalan yang akan datang serta di bawah permukaan tanah fungsi jalan
dibatasi oleh lebar, tinggi kebutuhan ruangan untuk di ruang manfaat jalan dan
dan kedalaman tertentu yang pengamanan jalan ruang milik jalan, dengan
ditetapkan oleh c. pada tempat tertentu di syarat tidak mengganggu
penyelenggara jalan dan ruang manfaat jalan dan kelancaran dan keselamatan
digunakan untuk badan ruang milik jalan dapat pengguna jalan serta tidak
jalan, saluran tepi jalan, dan dimanfaatkan untuk membahayakan konstruksi
ambang pengamannya. penempatan bangunan
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
utilitas jalan;
Ruang milik jalan adalah c. disyaratkan bagi
ruang manfaat jalan dan pengembangan kawasan
sejalur tanah tertentu di luar baru dan pusat
manfaat jalan yang pertumbuhan yang
diperuntukkan bagi ruang menimbulkan bangkitan
manfaat jalan, pelebaran lalu lintas untuk melengkapi
jalan, penambahan jalur lalu dengan kajian analisis
lintas di masa datang serta dampak lalu lintas.
kebutuhan ruangan untuk d. rencana jalan yang melalui
pengamanan jalan dan kawasan lindung,
dibatasi oleh lebar, bertopografi berat, dan
kedalaman dan tinggi kawasan ekosistem rentan,
tertentu. perlu dilakukan kajian
mendalam tentang
Ruang pengawasan jalan kelayakan teknik, ekonomi,
adalah ruang tertentu di luar ekologis, sosial budaya, dan
ruang milik jalan yang legalitas, kajian dampak
penggunaannya diawasi oleh lingkungan, serta
penyelenggara jalan agar perencanaannya
tidak mengganggu dikoordinasikan dengan
pandangan bebas BKPRD.
pengemudi, konstruksi jalan,
dan fungsi jalan.

b. Terminal a. kegiatan operasional, a. terminal dilengkapi dengan a. kegiatan yang


Terminal adalah pangkalan penunjang operasional, RTH yang penyediaannya mengganggu
kendaraan bermotor umum dan pengembangan diserasikan dengan luasan keamanan dan
yang digunakan untuk terminal terminal keselamatan lalu
mengatur kedatangan dan b. kegiatan selain kegiatan lintas dan
keberangkatan, menaikkan operasional, penunjang, dan angkutan jalan
dan menurunkan orang pengembangan terminal serta fungsi
dan/atau barang, serta yang tidak mengganggu terminal
perpindahan moda angkutan. keamanan dan keselamatan
lalu lintas dan angkutan
jalan serta fungsi terminal
1.1.2. jaringan kereta Perkeretaapian adalah satu a. kegiatan operasional, b. penetapan garis sempadan o Penggunaan ruang
api kesatuan sistem yang terdiri penunjang operasional, bangunan di sisi jaringan pengawasan jalur
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
atas prasarana, sarana, dan dan pengembangan jalur kereta api dengan kereta api yang
sumber daya manusia, serta jaringan kereta api memperhatikan dampak dapat mengganggu
norma, kriteria, persyaratan, lingkungan dan kebutuhan kepentingan
dan prosedur untuk pengembangan jaringan operasi dan
penyelenggaraan jalur kereta api keselamatan
transportasi kereta api. c. rencana jaringan jalan transportasi
kereta api yang melalui perkeretaapian;
kawasan lindung,
bertopografi berat, dan
kawasan ekosistem rentan,
perlu dilakukan kajian
mendalam tentang
kelayakan teknik, ekonomi,
ekologis, sosial budaya, dan
legalitas, kajian dampak
lingkungan, serta
perencanaannya
dikoordinasikan dengan
BKPRD.
1.1.3. jaringan sungai, Angkutan penyeberangan a. kegiatan operasional, a. kegiatan selain kegiatan a. kegiatan di ruang
danau, dan adalah angkutan yang penunjang operasional, operasional, penunjang udara bebas di atas
penyeberangan dilakukan untuk melayani dan pengembangan operasional, dan perairan yang
lintas penyerangan yang kawasan pelabuhan pengembangan kawasan berdampak pada
berfungsi sebagai jembatan penyeberangan; pelabuhan penyeberangan keberadaan
bergerak yang yang tidak mengganggu penyeberangan;
menghubungkan jaringan keamanan dan keselamatan b. kegiatan di dalam
jalan atau jaringan kereta api jalur dan fungsi perairan dan
yang terputus karena adanya penyeberangan pembatasan
perairan untuk mengangkut b. pelabuhan penyeberangan pemanfaatan
penumpang dan kendaraan dilengkapi dengan RTH perairan yang
beserta muatannya. yang penyediaannya berdampak pada
diserasikan dengan luasan penyelenggaraan
Lintas penyeberangan kawasan. pelayaran
adalah suatu alur perairan di penyeberangan.
laut, selat, teluk, sungai
dan/atau danau yang
ditetapan sebagai lintas
penyeberangan.
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN

Angkutan sungai dan danau


adalah kegiatan angkutan
dengan menggunakan kapal
yang dilakukan di sungai,
danau, waduk, rawa, anjir,
kanal dan terusan untuk
mengangkut penumpang,
barang dan/atau hewan yang
diselenggarakan oleh
pengusaha angkutan sungai
dan danau.

Pelabuhan sungai dan danau


adalah pelabuhan yang
digunakan untuk melayani
angkutan sungai dan danau
yang terletak di sungai dan
danau.
1.2. Sistem jaringan
transportasi laut:
a. pelabuhan Pelabuhan adalah tempat a. kegiatan operasional, a. pemanfaatan ruang pada a. kegiatan di ruang
yang terdiri dari daratan dan penunjang operasional, badan air di sepanjang alur udara bebas di atas
perairan di sekitarnya dan pengembangan pelayaran, tanpa badan air yang
dengan batasbatas tertentu kawasan pelabuhan; mengganggu berdampak pada
sebagai tempat kegiatan penyelenggaraan pelayaran; penyelenggaraan
pemerintahan dan kegiatan b. pemanfaatan ruang kawasan jalur transportasi
ekonomi yang dipergunakan pesisir dan pulau-pulau laut.
sebagai tempat kapal kecil yang tidak b. kegiatan di dalam
bersandar, berlabuh, naik mengganggu aktivitas perairan dan
turun penumpang dan/atau pelayaran; pembatasan
bongkar muat barang yang c. kawasan pelabuhan pemanfaatan
dilengkapi dengan fasilitas dilengkapi dengan RTH perairan yang
keselamatan pelayaran dan yang penyediaannya berdampak pada
kegiatan diserasikan dengan luasan penyelenggaraan
penunjang pelabuhan serta kawasan. pelayaran.
sebagai tempat perpindahan d. pembangunan pelabuhan
intra dan antar moda yang berada atau
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
transportasi. brsinggungan dengan
Pelabuhan umum adalah kawasan lindung dan
pelabuhan yang kawasan ekosistem rentan
diselenggarakan untuk perlu kajian mendalam
kepentingan pelayanan tentang kelayakan teknik,
masyarakat umum ekonomi, ekologis, sosial
budaya, dan legalitas, kajian
dampak lingkungan, serta
perencanaannya
dikoordinasikan dengan
BKPRD
b. pelabuhan khusus Pelabuhan khusus adalah b. kegiatan operasional, e. pemanfaatan ruang pada c. kegiatan di ruang
pelabuhan yang dikelola penunjang operasional, badan air di sepanjang alur udara bebas di atas
untuk kepentingan sendiri dan pengembangan pelayaran, tanpa badan air yang
guna menunjang kegiatan kawasan pelabuhan; mengganggu berdampak pada
tertentu. penyelenggaraan pelayaran; penyelenggaraan
f. pemanfaatan ruang kawasan jalur transportasi
pesisir dan pulau-pulau laut.
kecil yang tidak d. kegiatan di dalam
mengganggu aktivitas perairan dan
pelayaran; pembatasan
g. kawasan pelabuhan pemanfaatan
dilengkapi dengan RTH perairan yang
yang penyediaannya berdampak pada
diserasikan dengan luasan penyelenggaraan
kawasan pelayaran.
h. pembangunan pelabuhan
yang berada atau
bersinggungan dengan
kawasan lindung dan
kawasan ekosistem rentan
perlu kajian mendalam
tentang kelayakan teknik,
ekonomi, ekologis, sosial
budaya, dan legalitas, kajian
dampak lingkungan, serta
perencanaannya
dikoordinasikan dengan
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
BKPRD.
1.3. Sistem jaringan
transportasi
udara:
a. bandar udara Bandar udara adalah kegiatan operasional a. pemanfaatan ruang di kegiatan yang
umum kawasan di daratan dan/atau kebandarudaraan, daerah lingkungan membahayakan
perairan dengan batas-batas kegiatan penunjang kepentingan bandar udara keamanan dan
tertentu yang digunakan pelayanan jasa untuk digunakan kegiatan keselamatan
sebagai tempat pesawat kebandarudaraan, lain yang tidak menganggu operasional
udara mendarat dan lepas kegiatan penunjang penyelenggaraan penerbangan,
landas, naik turun pelayanan keselamatan keselamatan dan keamanan membuat halangan
penumpang, bongkar muat operasi penerbangan, dan penerbangan, serta (obstacle), dan/atau
barang, dan tempat kegiatan pertahanan dan kelancaran aksesibilitas kegiatan lain
perpindahan intra dan keamanan negara secara penumpang dan kargo; yang mengganggu
antarmoda transportasi, terbatas b. kegiatan mendirikan, fungsi bandar udara
yang dilengkapi dengan mengubah, atau umum
fasilitas keselamatan dan melestarikan bangunan,
keamanan penerbangan, serta menanam atau
serta fasilitas pokok dan memelihara pepohonan di
fasilitas penunjang lainnya. dalam kawasan keselamatan
Bandar Udara Umum adalah operasi penerbangan dengan
bandar udara yang syarat tidak boleh melebihi
dipergunakan untuk batas ketinggian kawasan
melayani kepentingan keselamatan operasi
umum penerbangan;
c. kegiatan mendirikan,
mengubah, atau
melestarikan bangunan di
dalam kawasan keselamatan
operasi penerbangan untuk
mendapat persetujuan
Menteri, dan memenuhi
ketentuan merupakan
fasilitas yang mutlak
diperlukan untuk operasi
penerbangan, memenuhi
kajian khusus aeronautika,
dan sesuai dengan
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
ketentuan teknis
keselamatan operasi
penerbangan
d. pembangunan bandar udara
yang berada atau
bersinggungan dengan
kawasan lindung dan
kawasan ekosistem rentan
perlu kajian mendalam
tentang kelayakan teknik,
ekonomi, ekologis, sosial
budaya, dan legalitas, kajian
dampak lingkungan, serta
perencanaannya
dikoordinasikan dengan
BKPRD.
b. bandar udara Bandar udara khusus adalah a. kegiatan operasional e. pemanfaatan ruang di kegiatan yang
khusus bandar udara yang kebandarudaraan, daerah lingkungan membahayakan
penggunaannya hanya kegiatan penunjang kepentingan bandar udara keamanan dan
untuk menunjang kegiatan pelayanan jasa untuk digunakan kegiatan keselamatan
tertentu dan tidak kebandarudaraan, lain yang tidak menganggu operasional
dipergunakan untuk umum kegiatan penunjang penyelenggaraan penerbangan,
pelayanan keselamatan keselamatan dan keamanan membuat halangan
operasi penerbangan, dan penerbangan, serta (obstacle), dan/atau
kegiatan pertahanan dan kelancaran aksesibilitas kegiatan lain
keamanan negara secara penumpang dan kargo; yang mengganggu
terbatas f. kegiatan mendirikan, fungsi bandar udara
mengubah, atau umum
melestarikan bangunan,
serta menanam atau
memelihara pepohonan di
dalam kawasan keselamatan
operasi penerbangan dengan
syarat tidak boleh melebihi
batas ketinggian kawasan
keselamatan operasi
penerbangan;
g. kegiatan mendirikan,
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
mengubah, atau
melestarikan bangunan di
dalam kawasan keselamatan
operasi penerbangan untuk
mendapat persetujuan
Menteri, dan memenuhi
ketentuan merupakan
fasilitas yang mutlak
diperlukan untuk operasi
penerbangan, memenuhi
kajian khusus aeronautika,
dan sesuai dengan
ketentuan teknis
keselamatan operasi
penerbangan.
h. pembangunan bandar udara
yang berada atau
bersinggungan dengan
kawasan lindung dan
kawasan ekosistem rentan
perlu kajian mendalam
tentang kelayakan teknik,
ekonomi, ekologis, sosial
budaya, dan legalitas, kajian
dampak lingkungan, serta
perencanaannya
dikoordinasikan dengan
BKPRD

2. Sistem prasarana 2.1. Sistem prasarana


lainnya energi
a. Pembangkit listrik Pembangkitan tenaga listrik pemanfaatan ruang di sekitar a. kegiatan yang tidak kegiatan yang
adalah kegiatan pembangkit listrik sesuai mengganggu menimbulkan bahaya
memproduksi tenaga listrik. jarak aman dari kegiatan lain operasionalisasi dan kebakaran dan
keamanan pembangkit mengganggu fungsi
listrik pembangkit listrik
b. pembangunan pembangkit
listrik yang berada atau
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
bersinggungan dengan
kawasan lindung dan
kawasan ekosistem rentan
perlu kajian mendalam
tentang kelayakan teknik,
ekonomi, ekologis, sosial
budaya, dan legalitas, kajian
dampak lingkungan, serta
perencanaannya
dikoordinasikan dengan
BKPRD
b. Pipa minyak dan Pipa penyalur, adalah pipa kegiatan operasional dan a. kegiatan selain kegiatan kegiatan yang
gas bumi minyak dan atau gas bumi kegiatan penunjang jaringan operasional dan penunjang membahayakan
yang meliputi Pipa Alir pipa minyak dan gas bumi jaringan pipa minyak dan instalasi jaringan pipa
Sumur, Pipa Transmisi gas bumi yang aman bagi minyak dan gas bumi
Minyak. Pipa Transmisi instalasi jaringan pipa serta mengganggu
Gas, Pipa Induk, dan Pipa minyak dan gas bumi serta fungsi jaringan pipa
Servis. tidak mengganggu fungsi minyak dan gas bumi.
jaringan pipa minyak dan
Pipa alir Sumur, adalah pipa gas bumi
untuk menyalurkan minyak b. pembangunan pipa minyak
dan gas bumi dari kepala dan gas bumi yang berada
sumur ke stasiun di kawasan lindung dan
pengumpul. kawasan ekosistem rentan
perlu kajian mendalam
Pipa Transmisi Minyak, tentang kelayakan teknik,
adalah pipa untuk ekonomi, ekologis, sosial
menylurkan minyak dari budaya, dan legalitas, kajian
stasiun pengumpul ke dampak lingkungan, serta
tempat pengolahan, dan dari perencanaannya
tempat pengolahan ke depot, dikoordinasikan BKPRD
dan dari depot atau dari
depot ke pelabuhan dan atau
sebaliknya.

Pipa Transmisi Gas, adalah


pipa untuk menyalurkan gas
bumi dari stasiun
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
pengumpul ke sistem meter
pengukur dan pengatur
tekanan, dan atau ke
pelanggan besar.

Pipa Induk, adalah pipa


untuk menyalurkan gas
bumi dari sistem meter
pengukur dan pengatur
tekanan sampai Pipa Servis.

Pipa Servis, adalah pipa


yang dipasang dalam persil
pelanggan yang
menghubungkan Pipa Induk
sampai dengan inlet
pengatur tekanan atau meter
pelanggan.
c. Sistem prasarana Transmisi tenaga listrik kegiatan pembangunan a. kegiatan penghijauan, c. kegiatan yang
listrik adalah penyaluran tenaga prasarana jaringan transmisi pemakaman, pertanian, menimbulkan
listrik dari pembangkitan ke tenaga listrik dan kegiatan perparkiran, serta kegiatan bahaya kebakaran
sistem distribusi atau ke pembangunan prasarana lain yang bersifat sementara dan mengganggu
konsumen, atau penyaluran penunjang jaringan transmisi dan tidak mengganggu fungsi jaringan
tenaga listrik antarsistem. tenaga listrik fungsi jaringan transmisi transmisi tenaga
tenaga listrik listrik;
b. pembangunan jaringan d. pemanfaatan
listrik yang berada di ruang bebas di
kawasan lindung dan sepanjang jalur
kawasan ekosistem rentan transmisi
perlu kajian mendalam
tentang kelayakan teknik,
ekonomi, ekologis, sosial
budaya, dan legalitas, kajian
dampak lingkungan, serta
perencanaannya
dikoordinasikan dengan
BKPRD
2.2. sistem jaringan Telekomunikasi adalah kegiatan operasional dan a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan yang
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
telekomunikasi setiap pemancaran, kegiatan penunjang sistem penempatan stasiun bumi membahayakan
pengiriman, dan atau jaringan telekomunikasi dan menara pemancar sistem jaringan
penerimaan dari setiap telekomunikasi (BTS-Base telekomunikasi dan
informasi dalam bentuk Tranceiver Station) yang mengganggu fungsi
tanda-tanda, isyarat, tulisan, memperhitungkan aspek sistem jaringan
gambar, suara, dan bunyi keamanan dan keselamatan telekomunikasi
melalui sistem kawat, optik, aktivitas kawasan di
radio, atau sistem sekitarnya.
elektromagnetik Iainnya. b. pembangunan menara di
kawasan bandar
udara/pelabuhan, kawasan
cagar budaya, kawasan
pariwisata, kawasan hutan
lindung, kawasan yang
karena fungsinya memiliki
atau memerlukan tingkat
keamanan dan kerahasiaan
tinggi, dan kawasan
pengendalian ketat lainnya
wajib memenuhi ketentuan
perundang-undangan untuk
kawasan tersebut.
2.3. sistem jaringan Sumber daya air adalah air, a. kegiatan pembangunan Pada zona II: a. Kegiatan yang
sumber daya air sumber air, dan daya air prasarana lalu lintas air, diperbolehkan bagi beberapa mengganggu
yang terkandung di kegiatan pembangunan kegiatan budidaya pertanian fungsi sungai dan
dalamnya. prasarana pengambilan kering. waduk, CAT
Jaringan sumber daya air dan pembuangan air, sebagai sumber
adalah bangunan air beserta serta kegiatan air, jaringan
bangunan lain yang pengamanan sungai irigasi, sistem
menunjang kegiatan b. pengelolaan pemanfaatan pengendalian
pengelolaan sumber daya ruang dalam sistem DAS banjir sebagai
air, baik langsung maupun terpadu; prasarana sumber
tidak langsung. c. penentuan zonasi dalam daya air.
rencana tata ruang terinci b. Pada zona I:
membagi kawasan dalam o kegiatan
3 zona, dengan kegiatan pengolahan dan
sebagai berikut: penggunaan
o pada zona I, yaitu lahan,
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
kawasan resapan yang permukiman,
berada paling dekat kandang
dengan mata air: ternak, lokasi
hanya boleh penimbunan
dimanfaatkan sebagai sampah, dan
kawasan pelestarian potensi polutan
dan kawasan lindung lainnya;
yaitu hutan; o tidak boleh ada
o Zona II, daerah aliran air
resapan diatas Zona I permukaan
(artinya daerah yang (run off) yang
lebih ke arah hulu dari dapat masuk ke
zona I): dibolehkan dalam kolam
bagi kegiatan penampungan
pengolahan lahan alami, untuk
secara sangat terbatas; menghindari
o Zona III, daerah adanya
resapan yang paling berbagai
hulu dibandingkan material
posisi zona I dan II polutan yang
(artinya daerah paling terbawa aliran
jauh dari mata air): air permukaan,
dibolehkan bagi sehingga akan
beberapa kegiatan menurunkan
pengolahan dan kualitas
kegiatan masyarakat, sumberdaya
antara lain pertanian air.
terpadu. c. Pada zona II:
o kegiatan
permukiman,
penimbunan
sampah/bahan
kimia,
kandang
ternak, serta
kegiatan yang
berpotensi
menimbulkan
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
pencemaran.

B. POLA RUANG

B.1. Kawasan
Lindung
1. kawasan hutan • kawasan hutan yang a. pemantapan kawasan a. kegiatan budidaya untuk a. kegiatan yang
lindung memiliki sifat khas yang hutan lindung melalui memenuhi kebutuhan dasar berpotensi
mampu memberikan kegiatan pengukuhan penduduk asli dapat mengganggu
lindungan kepada kawasan dan dilakukan secara terbatas bentang alam,
kawasan sekitar pembentukan zonasi dengan luasan tetap, dan mengganggu
bawahannya sebagai pengelolaan tidak mengurangi fungsi kesuburan dan
pengatur tata air, b. pengelolaan kawasan lindung kawasan keawetan tanah,
pencegah banjir dan hutan dilakukan melalui b. kegiatan pemanfaatan jasa fungsi hidrologi,
erosi, serta memelihara Kesatuan Pengelolaan lingkungan, wisata alam, kelestarian flora
kesuburan tanah. Hutan (KPH); dan hasil hutan bukan kayu dan fauna, serta
• kawasan hutan dengan diperbolehkan dengan kelestarian
faktor kemiringan syarat tidak mengubah lingkungan hidup;
lereng, jenis tanah, dan bentang alam dan b. kegiatan yang
intensitas hujan yang mengganggu fungsi dapat
jumlah hasil perkalian lindung; mengakibatkan
bobotnya ≥ 175; c. diperbolehkan untuk perubahan dan
• kawasan hutan yang kegiatan pendidikan dan perusakan
mempunyai kemiringan penelitian dengan syarat terhadap keutuhan
lereng ≥ 40%; tidak mengubah bentang kawasan dan
• kawasan hutan yang alam dan mengganggu ekosistemnya.
mempunyai ketinggian ≥ fungsi lindung;
2.000 meter di atas d. diperbolehkan untuk
permukaan laut. kegiatan penambangan
dalam kawasan hutan
• kawasan hutan yang
lindung hanya dengan pola
memiliki jenis tanah
pertambangan bawah tanah
sangat peka terhadap
yang tidak mengakibatkan
erosi dengan kelerengan
turunnya permukaan tanah,
>15%
berubahnya fungsi pokok
• kawasan gambut dengan
kawasan hutan secara
ketebalan > 3 meter
permanen, dan terjadinya
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
kerusakan akifer air tanah.
e. membangun infrastruktur
diperbolehkan dengan
syarat tidak mengurangi
fungsi lindung, didahului
kajian mendalam tentang
kelayakan teknik, ekonomi,
ekologis, sosial budaya, dan
legalitas, kajian dampak
lingkungan, serta
perencanaannya
dikoordinasikan dengan
BKPRD.

2. kawasan yang kawasan bergambut ketebalan gambut 2 (dua) a. menata dan mengelola a. kegiatan budidaya untuk a. kegiatan yang
memberikan meter atau lebih kawasan bergambut memenuhi kebutuhan dasar dapat
perlindungan sebagai bagian dari penduduk asli dapat mengakibatkan
terhadap kesatuan pengelolaan dilakukan secara terbatas, perubahan dan
kawasan kawasan dan tidak mengurangi perusakan
bawahannya fungsi lindung kawasan terhadap keutuhan
b. kegiatan pemanfaatan jasa kawasan dan
lingkungan, wisata alam, ekosistemnya
dan hasil hutan bukan kayu
diperbolehkan dengan
syarat tidak mengubah
bentang alam dan
mengganggu fungsi
lindung;
c. kegiatan pendidikan dan
penelitian dapat dilakukan
dengan syarat tidak
mengubah bentang alam
dan mengganggu fungsi
lindung;
d. kegiatan penambangan
dalam kawasan hutan
lindung diperbolehkan
hanya dengan pola
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
pertambangan bawah tanah
yang tidak mengakibatkan
turunnya permukaan tanah,
berubahnya fungsi pokok
kawasan hutan secara
permanen, dan terjadinya
kerusakan akifer air tanah
e. pembangunan infrastruktur
di kawasan bergambut
dilarang mengganggu
fungsi hidrologi dan
mengakibatkan terjadinya
fragmentasi lingkungan
kawasan bergambut
(fragmentasi lingkungan:
terpisahnya unit ekosistem
menjadi beberapa sub-unit
yang tidak saling
berinterksi)
f. pembangunan infrastruktur
diperbolehkan dengan
didahului kajian mendalam
tentang kelayakan teknis,
ekonomis, ekologis, sosial
budaya, legalitas, dan kajian
dampak lingkungan, serta
perencanaannya
dikoordinasikan dengan
Tim BKPRD.
kawasan resapan air kawasan yang mempunyai a. menata dan mengelola a. kegiatan budidaya untuk a. semua jenis
kemampuan tinggi untuk kawasan resapan air memenuhi kebutuhan dasar kegiatan termasuk
meresapkan air hujan dan sebagai bagian dari penduduk asli dapat pembangunan
sebagai pengontrol tata air kesatuan pengelolaan dilakukan secara terbatas, infrastruktur yang
permukaan kawasan dan tidak mengurangi mengganggu
fungsi resapan air fungsi resapan air
b. kegiatan pemanfaatan jasa
lingkungan, wisata alam,
dan hasil hutan bukan kayu
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
diperbolehkan dengan
syarat tidak mengubah
bentang alam dan
mengganggu fungsi resapan
air;
c. kegiatan pendidikan dan
penelitian dengan syarat
tidak mengubah bentang
alam;
kawasan hutan rawa Hutan rawa adalah hutan a. menata dan mengelola a. kegiatan budidaya untuk semua jenis kegiatan
yang berada di daerah kawasan resapan air memenuhi kebutuhan dasar yang mengganggu
berawa, sehingga sebagai bagian dari penduduk asli dapat fungsi resapan air
mempengaruhi proses kesatuan pengelolaan dilakukan secara terbatas,
pembentukan tanahnya: kawasan dan tidak mengurangi
• Hutan rawa dataran fungsi lindung kawasan
rendah bertajuk rata dan b. kegiatan pemanfaatan jasa
agak terbuka, kadang lingkungan, wisata alam,
rapat dan hasil hutan bukan kayu
• Hutan rawa dataran diperbolehkan dengan
rendah campuran syarat tidak mengubah
bervegetasi rawa terbuka bentang alam dan
dengan alang-alang mengganggu fungsi
sampai setinggi 1 meter lindung;
• Hutan rawa c. kegiatan pendidikan dan
Campnosperma penelitian dapat dilakukan
brevipetiolata terutama dengan syarat tidak
di rawa gambut dan mengubah bentang alam
aluvial; tinggi dan mengganggu fungsi
pepohonan bisa lindung;
mencapai 30-35 meter, d. pembangunan infrastruktur
tajuk rapat dan rata, di kawasan bergambut
daun besar. dilarang mengganggu
• Hutan rawa Melaluca fungsi hidrologi dan
sepanjang tahun mengakibatkan terjadinya
terendam, hutannya fragmentasi lingkungan
hanya memiliki satu kawasan hutan rawa
lapisan tajuk yang e. pembangunan infrastruktur
merata dan murni diperbolehkan dengan
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
sampai setinggi 30 didahului kajian mendalam
meter. tentang kelayakan teknis,
• Hutan rawa Erythrina, ekonomis, ekologis, sosial
tegakan rapat tanpa budaya, legalitas, dan kajian
lapisan subtajuk yang dampak lingkungan, serta
jelas. perencanaannya
• Hutan rawa Pandanus, dikoordinasikan dengan
membentuk komunitas Tim BKPRD.
terbuka yang tinggi (8-
10 meter), selalu atau
secara berkala tergenang
air tawar dan paya.
• Rawa Metroxylon sagu;
rawa sagu murni dan
sagu di hutan campuran.
• Rawa gambut dataran
tinggi terdiri dari
perairan kecil terbuka
yang bersifat asam pada
tanah datar,
topografinya terangkat
pada ketinggian > 2.000
meter di daerah yang
bercurah hujan tinggi
(300 cm/tahun).
kawasan pantai kawasan ekosistem hutan a. pembinaan habitat alami a. kegiatan budidaya untuk pemanfaatan kayu
berhutan bakau pantai yang memiliki fungsi hutan bakau/mangrove memenuhi kebutuhan dasar bakau, mengurangi
sebagai penahan abrasi dan untuk memberikan penduduk asli dapat luas, dan dilarang bagi
intrusi air laut perlindungan terhadap dilakukan secara terbatas, kegiatan yang dapat
Kawasan pesisir laut yang abrasi dan intrusi air laut, dan tidak mengurangi mengubah atau
merupakan habitat alami serta perikehidupan fungsi lindung kawasan mencemari ekosistem
hutan bakau/mangrove yang pantai dan lautan. b. kegiatan pemanfaatan jasa bakau
berfungsi memberi b. pengembangan lingkungan, wisata alam,
perlindungan kepada infrastruktur buatan untuk dan hasil hutan bukan kayu
perikehidupan pantai dan mencegah abrasi dan diperbolehkan dengan
lautan. instrusi air laut; syarat tidak mengganggu
Koridor di sepanjang pantai fungsi lindung;
dengan lebar paling sedikit c. diperbolehkan untuk
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
130 kali nilai rata-rata kegiatan pendidikan dan
perbedaan air pasang penelitian dengan syarat
tertinggi dan terendah mengganggu fungsi
tahunan, diukur dari garis air lindung;
surut terendah ke arah darat d. membangun infrastruktur
pemanfaatan jasa
lingkungan dan wisata alam
diperbolehkan dengan
syarat tidak mengurangi
fungsi lindung, dan
didahului kajian mendalam
tentang kajian dampak
lingkungan, serta
perencanaannya
dikoordinasikan dengan
BKPRD.

3. kawasan sempadan pantai Kawasan tertentu sepanjang a. rekreasi pantai (termasuk a. pemanfaatan jasa semua jenis kegiatan
perlindungan pantai yang mempunyai jalan) serta untuk ruang lingkungan dari ekosistem yang dapat
setempat manfaat pantai yang terbuka hijau; hutan pantai tanpa menurunkan nilai
mempunyai manfaat penting b. pengembangan struktur mengganggu fungsi ekologis dan estetika
untuk mempertahankan alami dan struktur buatan perlindungan pantai kawasan.
kelestarian fungsi pantai: untuk mencegah abrasi b. pendirian bangunan dibatasi
• daratan sepanjang tepian dan instrusi air laut; hanya untuk menunjang
laut dengan jarak c. tanaman yang berfungsi kegiatan rekreasi pantai
minimal 1000 meter dari pelindung dan pengaman tanpa mengganggu fungsi
titik pasang air laut pantai perlindungan pantai;
tertinggi ke arah darat; d. penggunaan fasilitas
atau umum yang tidak
• daratan sepanjang tepian mengubah lahan sebagai
laut yang bentuk dan pengaman dan pelestarian
kondisi fisik pantainya pantai
curam atau terjal dengan
jarak proporsional
terhadap bentuk dan
kondisi fisik pantai.
sempadan sungai Garis sempadan adalah garis bangunan untuk fasilitas Bangunan dalam sempadan sempadan sungai yang
maya di kiri dan kanan kepentingan tertentu: sungai dinyatakan dalam status terdapat tanggul untuk
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
palung sungai yang o bangunan prasarana quo (kondisi tidak boleh kepentingan
ditetapkan sebagai batas sumber daya air; mengubah, menambah, ataupun pengendali banjir,
perlindungan sungai. o fasilitas jembatan dan memperbaiki bangunan) dan perlindungan
Sempadan sungai berfungsi dermaga; secara bertahap harus badan tanggul
sebagai ruang penyangga o jalur pipa gas dan air ditertibkan untuk dilakukan dengan
antara ekosistem sungai dan minum; mengembalikan fungsi larangan:
daratan, agar fungsi sungai o rentangan kabel listrik sempadan sungai, sesuai o menanam tanaman
dan kegiatan manusia tidak dan telekomunikasi prioritas dan kemampuan serta selain rumput;
saling terganggu. o kegiatan lain sepanjang dengan partisipasi masyarakat. o mendirikan
Sempadan sungai meliputi tidak mengganggu fungsi bangunan;
ruang di kiri dan kanan sungai, misalnya tanaman o mengurangi
palung sungai di antara garis sayur-mayur. dimensi tanggul
sempadan dan tepi
palung sungai untuk sungai
tidak bertanggul, atau di
antara garis sempadan dan
tepi luar kaki tanggul untuk
sungai bertanggul.
Ketentuan garus sempadan
sungai:
• Garis sempadan sungai
besar (luas DAS lebih
besar dari 500 Km2)
tidak bertanggul di luar
kawasan perkotaan
ditentukan paling sedikit
berjarak 100 m untuk
sungai di dataran tinggi
dan 500 meter di dataran
rendah, diukur dari tepi
kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur
sungai.
• Garis sempadan sungai
kecil (luas DAS kurang
dari atau sama dengan
500 Km2 ) tidak
bertanggul di luar
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
kawasan perkotaan
ditentukan paling sedikit
50 m dari tepi kiri dan
kanan palung sungai
sepanjang alur sungai.
Beberapa sungai memiliki
karakter yang spesifik
misalnya berkelok-kelok
(meandering), yang palung
sungainya berubah sangat
dinamis. Penentuan garis
sempadan untuk sungai
seperti ini perlu dilakukan
secara lebih hati-hati dan
agar ditentukan lebih lebar
mengikuti batas terluar alur
dinamisnya.
kawasan sekitar danau Kawasan tertentu di a. kegiatan pariwisata dan a. semua jenis
atau waduk sekeliling danau/waduk budidaya lain dengan kegiatan yang
yang mempunyai manfaat syarat tidak menyebabkan
penting untuk menyebabkan kerusakan pencemaran
mempertahankan kelestarian kualitas air; kualitas air,
danau/waduk: b. kegiatan preservasi dan kondisi fisik
• daratan dengan jarak konservasi seperti kawasan, dan
500 meter dari titik reboisasi lahan; daerah tangkapan
pasang air danau/waduk c. dibolehkan untuk RTH, air;
tertinggi; atau pengembangan struktur b. semua kegiatan
• daratan sepanjang tepian alami dan buatan untuk yang mengganggu
danau/waduk yang mencegah abrasi dan/atau bentang alam,
lebarnya proporsional mempertahankan bentuk kesuburan dan
terhadap bentuk dan badan air. keawetan tanah,
kondisi fisik c. bangunan untuk fasilitas fungsi hidrologi,
danau/waduk. kepentingan tertentu: kelestarian flora
o bangunan dan fauna, serta
prasarana sumber fungsi lingkungan
daya air; hidup.
o fasilitas jembatan
dan dermaga;
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
o jalur pipa gas dan
air minum;
o rentangan kabel
listrik dan
telekomunikasi
kawasan sekitar mata Kawasan tertentu di bangunan untuk fasilitas a. semua jenis
air sekeliling mata air yang kepentingan tertentu: kegiatan yang
mempunyai manfaat penting o bangunan prasarana menyebabkan
untuk mempertahankan sumber daya air; pencemaran
kelestarian mata air. o fasilitas jembatan dan kualitas air,
Garis sempadan mata air dermaga; kondisi fisik
ditentukan mengelilingi o jalur pipa gas dan air kawasan, dan
mata air paling sedikit minum; daerah tangkapan
berjarak 200 m dari pusat o rentangan kabel listrik air;
mata air. dan telekomunikasi b. semua kegiatan
yang mengganggu
bentang alam,
kesuburan dan
keawetan tanah,
fungsi hidrologi,
kelestarian flora
dan fauna, serta
fungsi lingkungan
hidup.
Ruang terbuka hijau Ruang terbuka hijau a. kegiatan menambah diawasi dengan ketat bagi a. kegiatan yang
kota/perkotaan kota/perkotaan merupakan RTH; kegiatan budidaya yang bersifat alih fungsi
area memanjang/jalur b. pemanfaatan ruang untuk mempengaruhi fungsi RTH atau RTH;
dan/atau mengelompok, kegiatan rekreasi; menyebabkan alih fungsi RTH. b. kegiatan
yang penggunaannya lebih c. pendirian bangunan mendirikan
bersifat terbuka, tempat hanya untuk penunjang bangunan
tumbuh tanaman, baik yang kegiatan rekreasi dan permanen selain
tumbuh secara alamiah fasilitas umum lainnya untuk menunjang
maupun yang sengaja kegiatan rekreasi
ditanam. dan fasilitas
umum lainnya.
kawasan lindung Perlindungan pada kawasan a. kegiatan rekreatif, a. kegiatan yang tidak kegiatan yang bersifat
spiritual dan kearifan lindung spiritual digunakan edukatif, apresiatif, mengganggu fungsi alih fungsi kawasan
lokal lainnya untuk mengakui dan dan/atau religi yang kawasan sebagai tempat dan yang mengganggu
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
memberikan ruang kepada sesuai dengan aturan pelestarian dan aspek spiritual dan
masyarakat lokal dalam masyarakat adat; pengembangan adat istiadat kearifan lokal yang
menjalankan pola hidup atau budaya; dilindungi
tradisionalnya yang b. kegiatan yang tidak
tergantung pada hutan atau merusak/mengganggu aset
ekosistem lainnya. yang harus dilindungi dan
dilestarikan;
c. kegiatan yang tidak
merusak/mengganggu
tempat-tempat penting yang
harus dilindungi.
4. kawasan suaka cagar alam o memiliki o pemantapan kawasan kehidupan dan penghidupan kegiatan yang dapat
alam, pelestarian keanekaragaman jenis melalui kegiatan masyarakat asli yang ada di mengakibatkan
alam, dan cagar tumbuhan dan/atau pengukuhan kawasan dalam kawasan suaka perubahan keutuhan
budaya satwa liar yang o pemanfaatan untuk margasatwa dimungkinkan kawasan dan keaslian
tergabung dalam suatu kegiatan: sebagai bagian dari pengelolaan dari keanekaragaman
tipe ekosistem; - penelitian dan ekosistem kawasan yang hayati
o mempunyai kondisi pengembangan ilmu berkelanjutan melalui kearifan
alam, baik tumbuhan pengetahuan; lokal yang dimilikinya
dan/atau satwa liar yang - pendidikan dan
secara fisik masih asli peningkatan
dan belum terganggu; kesadartahuan
o terdapat komunitas konservasi alam;
tumbuhan dan/atau - penyerapan dan/atau
satwa beserta penyimpanan karbon;
ekosistemnya yang dan
langka dan/atau - pemanfaatan sumber
keberadaannya terancam plasma nutfah untuk
punah; penunjang budidaya
o memiliki formasi biota dalam bentuk
tertentu dan/atau unit- pengambilan,
unit penyusunnya; pengangkutan, dan
o mempunyai luas yang atau penggunaan
cukup dan bentuk plasma nutfah
tertentu yang dapat tumbuhan dan satwa
menunjang pengelolaan yang terdapat dalam
secara efektif dan kawasan cagar alam.
menjamin
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
berlangsungnya proses
ekologis secara alami;
o mempunyai ciri khas
potensi dan dapat
merupakan contoh
ekosistem yang
keberadaannya
memerlukan upaya
konservasi.
suaka margasatwa a. merupakan tempat hidup o pemantapan kawasan kehidupan dan penghidupan kegiatan yang dapat
dan perkembangbiakan melalui kegiatan masyarakat asli yang ada di mengakibatkan
dari suatu jenis satwa pengukuhan kawasan dalam kawasan suaka perubahan keutuhan
yang perlu dilakukan o pemanfaatan untuk margasatwa dimungkinkan kawasan dan keaslian
upaya konservasinya; kegiatan: sebagai bagian dari pengelolaan dari keanekaragaman
b. memiliki - penelitian dan ekosistem kawasan yang hayati
keanekaragaman satwa pengembangan ilmu berkelanjutan melalui kearifan
yang tinggi; pengetahuan; lokal yang dimilikinya
c. merupakan tempat dan - pendidikan dan
kehidupan bagi jenis peningkatan
satwa migran tertentu; kesadartahuan
a. memiliki luas yang konservasi alam;
cukup sebagai habitat - penyimpanan
jenis satwa yang dan/atau penyerapan
bersangkutan. karbon,
- pemanfaatan air serta
energi air, panas, dan
angin serta wisata
alam terbatas; dan
- pemanfaatan sumber
plasma nutfah untuk
penunjang budidaya
dalam bentuk
pengambilan,
pengangkutan, dan
atau penggunaan
plasma nutfah
tumbuhan dan satwa
yang terdapat dalam
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
kawasan cagar alam
taman nasional dan a. memiliki sumber daya Pemanfaatan untuk kegiatan: a. pembangunan sarana dan a. Kegiatan yang
taman nasional laut alam hayati dan o penelitian dan prasarana di zona inti secara mengganggu
ekosistem yang khas dan pengembangan ilmu tidak permamen dan proses ekologis
unik yang masih utuh pengetahuan; terbatas untuk kegiatan yang menunjang
dan alami serta gejala o pendidikan dan penelitian dan pengelolaan kelangsungan
alam yang unik; peningkatan b. pembangunan sarana dan hidup dari flora,
b. memiliki satu atau kesadartahuan prasarana di zona rimba fauna, dan
beberapa ekosistem konservasi alam; atau zona perlindungan ekosistemnya;
yang masih utuh; o penyimpanan dan/atau bahari untuk wilayah b. Kegiatan yang
c. mempunyai luas yang penyerapan karbon, perairansepanjang untuk dapat
cukup untuk menjamin pemanfaatan air serta kepentingan penelitian, mengakibatkan
kelangsungan proses energi air, panas, dan pendidikan, dan wisata alam perubahan
ekologis secara alami; angin serta wisata alam; terbatas keutuhan potensi
dan o pemanfaatan tumbuhan c. pengusahaan pariwisata dan kawasan serta
d. merupakan wilayah dan satwa liar; alam dan pemanfatan perubahan fungsi
yang dapat dibagi ke o pemanfaatan sumber kondisi/jasa lingkungan kawasan;
dalam zona inti, zona plasma nutfah untuk serta pembangunan sarana c. Kegiatan yang
pemanfaatan, zona penunjang budidaya dan prasarana pengelolaan, mengganggu
rimba, dan/atau zona dalam bentuk penelitian, pendidikan, keutuhan potensi,
lainnya sesuai dengan pengambilan, wisata alam dan pemanfatan kawasan, dan
keperluan. pengangkutan, dan atau kondisi/jasa Iingkungan di fungsi kawasan.
penggunaan plasma zona pemanfaatan
nutfah tumbuhan dan d. pemanfaatan potensi dan
satwa yang terdapat kondisi sumberdaya alam
dalam kawasan cagar sesuai dengan kesepakatan
alam; dan ketentuan yang berlaku
o pemanfaatan tradisional di zona tradisional
oleh masyarakat e. pemanfaatan untuk
setempat, berupa menunjang kehidupan
kegiatan pemungutan masyarakat di zona khusus.
hasil hutan bukan kayu,
budidaya tradisional,
serta perburuan
tradisional terbatas
untuk jenis yang tidak
dilindungi.
taman wisata alam dan a. mempunyai daya tarik Pemanfaatan untuk kegiatan: kehidupan dan penghidupan Kegiatan yang
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
taman wisata alam laut alam berupa tumbuhan, o penyimpanan dan/atau masyarakat asli yang ada di mengganggu sistem
satwa atau bentang penyerapan karbon, dalam kawasan taman wisata penyangga kehidupan,
alam, gejala alam serta pemanfaatan air serta alam dan taman wisata alam pengawetan
formasi geologi yang energi air, panas, dan laut dimungkinkan sebagai keanekaragaman jenis
unik; angin serta wisata alam; bagian dari pengelolaan tumbuhan dan satwa,
b. mempunyai luas yang o penelitian dan ekosistem kawasan yang serta pemanfaatan
cukup untuk menjamin pengembangan ilmu berkelanjutan melalui kearifan secara lestari sumber
kelestarian potensi dan pengetahuan; lokal yang dimilikinya daya alam hayati dan
daya tarik alam untuk o pendidikan dan ekosistemnya.
dimanfaatkan bagi peningkatan
pariwisata dan rekreasi kesadartahuan konservasi
alam; dan alam;
c. kondisi lingkungan di o pemanfaatan sumber
sekitarnya mendukung plasma nutfah untuk
upaya pengembangan penunjang budidaya
pariwisata alam. budidaya dalam bentuk
pengambilan,
pengangkutan, dan atau
penggunaan plasma
nutfah tumbuhan dan
satwa yang terdapat
dalam kawasan cagar
alam;
o pembinaan populasi
dalam rangka penetasan
telur dan/atau
pembesaran anakan yang
diambil dari alam; dan
o pemanfaatan tradisional
oleh masyarakat setempat
berupa kegiatan
pemungutan hasil hutan
bukan kayu, budidaya
tradisional, serta
perburuan tradisional
terbatas untuk jenis yang
tidak dilindungi.
kawasan cagar budaya hasil budaya manusia yang Kegiatan pelindungan, Pemanfaatan yang dapat
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
dan ilmu pengetahuan bernilai tinggi yang pengembangan, dan menyebabkan terjadinya
dimanfaatkan untuk pemanfaatan cagar budaya kerusakan wajib didahului
pengembangan ilmu dan ilmu pengetahuan di dengan kajian, penelitian,
pengetahuan darat dan/atau analisis mengenai
dan di air dampak lingkungan.
5. kawasan rawan kawasan rawan tanah Kawasan yang berbentuk a. Kawasan dengan a. Kawasan dengan tingkat d. Kawasan
bencana alam longsor lereng yang rawan terhadap tingkat kerawanan kerawanan tinggi: dengan tingkat
perpindahan material tinggi: kerawanan
pembentuk lereng berupa o Kegiatan dengan o pembangunan/penge tinggi:
batuan, bahan rombakan, fungsi lindung mbangan pusat-pusat o Kegiatan
tanah atau material b. Kawasan dengan hunian beserta sarana yang
campuran. tingkat kerawanan dan prasarana berdampak
Klasifikasi tingkat sedang: pendukungnya tinggi pada
kerawanan: o kegiatan dengan diperbolehkan hanya fungsi
o Kawasan dengan tingkat fungsi lindung prasarana pengelolaan lindung
kerawanan tinggi: o kegiatan budidaya lingkungan yang o penebangan
kawasan berpotensi terkendali langsung memberi pohon tanpa
tinggi mengalami c. Kawasan dengan dampak pada aturan
gerakan tanah dan cukup tingkat kerawanan peningkatan kualitas o pembebanan
padat permukimannya, rendah: lingkungan terlalu
atau terdapat konstruksi o kegiatan-kegiatan (contohnya sistem berlebihan
bangunan sangat mahal pariwisata, hutan drainase), serta pada lereng
atau penting. kota, hutan jaringan prasarana o penggalian
o Kawasan dengan tingkat produksi pada tingkat dan
kerawanan sedang: pelayanan wilayah pemotongan
kawasan berpotensi yang melintasi zona lereng.
tinggi mengalami tersebut. e. Kawasan
gerakan tanah, namun o kegiatan non fisik dapat dengan tingkat
tidak ada permukiman dilaksanakan dengan kerawanan
serta konstruksi ketentuan khusus yang sedang:
bangunan yang terancam diarahkan dengan o kegiatan
relatif tidak mahal dan pendekatan konsep industri,
tidak penting. penyesuaian lingkungan pertambangan,
o Kawasan dengan tingkat o kegiatan pariwisata permukiman,
kerawanan rendah: terbatas, hutan kota, hutan
• berpotensi gerakan hutan produksi, produksi,
tanah tinggi, namun perkebunan, pertanian perkebunan,
tidak ada risiko tanaman pangan, dan pertanian,
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
terjadinya korban perikanan perikanan, dan
jiwa terhadap diperbolehkan dengan peternakan.
manusia dan syarat memenuhi
bangunan; perlindungan sistem
• kurang berpotensi hidrologis kawasan.
untuk mengalami b. Kawasan dengan tingkat
longsoran, namun di kerawanan sedang:
dalamnya terdapat o kegiatan yang terkait
permukiman atau dengan komponen
konstruksi pembentuk struktur
penting/mahal. ruang diperbolehkan
dengan syarat tidak
melampaui daya
dukung lingkungan dan
dilengkapi amdal
o kegiatan pusat hunian
dan jaringan prasarana
pendukungnya (kecuali
prasarana air bersih dan
drainase) dapat
dilaksanakan dengan
beberapa persyaratan
tertentu yang ketat
o kegiatan dengan syarat
tidak mengganggu
kestabilan lereng dan
lingkungan untuk
pariwisata terbatas,
hutan kota, hutan
produksi, perkebunan,
pertanian tanaman
pangan, perikanan,
peternakan,
pertambangan, dan
kegiatan hunian:
c. Kawasan dengan tingkat
kerawanan rendah:
o kegiatan pusat
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
hunian, jaringan
transportasi lokal, dan
kegiatan sarana
prasarana pendukung
lainnya kecuali
jaringan air bersih
dan drainase
diperbolehkan dengan
dilengkapi amdal
o kegiatan permukiman,
pertambangan, hutan
produksi, hutan kota,
perkebunan, pertanian,
perikanan, peternakan,
pariwisata, dan kegiatan
lainnya, dengan
persyaratan yang sama
dengan persyaratan
pada zona berpotensi
longsor dengan tingkat
kerawanan sedang.
kawasan rawan Kawasan sekitar pantai yang a. rekreasi pantai (termasuk a. pemanfaatan jasa semua jenis kegiatan
gelombang pasang rawan terhadap gelombang jalan) serta untuk ruang lingkungan dari ekosistem yang dapat
pasang dengan kecepatan terbuka hijau; hutan pantai tanpa menurunkan nilai
antara 10 sampai dengan b. pengembangan struktur mengganggu fungsi ekologis dan estetika
100 kilometer per jam yang alami dan struktur buatan perlindungan pantai kawasan.
timbul akibat angin kencang untuk mencegah abrasi b. pendirian bangunan dibatasi
atau gravitasi bulan atau dan instrusi air laut; hanya untuk menunjang
matahari c. tanaman yang berfungsi kegiatan rekreasi pantai
pelindung dan pengaman tanpa mengganggu fungsi
pantai perlindungan pantai;
d. penggunaan fasilitas
umum yang tidak
mengubah lahan sebagai
pengaman dan pelestarian
pantai

kawasan rawan banjir Kawasan yang a. Kegiatan berfungsi a. Kegiatan berfungsi budidaya
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
diidentifikasikan sering lindung disyaratkan
dan/atau berpotensi tinggi b. Kegiatan berfungsi mengembangkan rekayasa
mengalami bencana alam budidaya teknis sebagai upaya
banjir. memasukkan air permukaan
ke dalam tanah dengan cara
mempercepat aliran air
permukaan hingga dapat
meresap ke dalam tanah
yang memiliki kelulusan air
yang palimg optimal

6. kawasan lindung kawasan cagar alam


geologi geologi
a. kawasan keunikan • memiliki keragaman o pemantapan kawasan kehidupan dan penghidupan kegiatan yang dapat
batuan dan fosil; batuan dan dapat melalui kegiatan masyarakat asli yang ada di mengakibatkan
berfungsi sebagai pengukuhan kawasan dalam kawasan cagar alam perubahan keutuhan
laboratorium alam; o pemanfaatan untuk geologi dimungkinkan sebagai dan keaslian kawasan
• memiliki batuan yang kegiatan: bagian dari pengelolaan
mengandung jejak atau - penelitian dan ekosistem kawasan yang
sisa kehidupan di masa pengembangan ilmu berkelanjutan melalui kearifan
lampau (fosil); pengetahuan; lokal yang dimilikinya
• memiliki nilai paleo- - pendidikan dan
antropologi dan peningkatan
arkeologi; kesadartahuan
• memiliki tipe geologi konservasi alam;
unik; atau
• memiliki satu-satunya
batuan dan/atau jejak
struktur geologi masa
lalu.
b. kawasan keunikan • memiliki bentang alam o pemantapan kawasan a. kehidupan dan penghidupan a. kegiatan yang
bentang alam; gumuk pasir pantai; melalui kegiatan masyarakat asli yang ada di dapat
• memiliki bentang alam pengukuhan kawasan dalam kawasan cagar alam mengakibatkan
berupa kawah, kaldera, o pemanfaatan untuk geologi dimungkinkan perubahan
maar, leher vulkanik, kegiatan: sebagai bagian dari keutuhan dan
dan gumuk vulkanik; - penelitian dan pengelolaan ekosistem keaslian kawasan
• memiliki bentang alam pengembangan ilmu kawasan yang berkelanjutan b. kawasan karst
pengetahuan; melalui kearifan lokal yang kelas I tidak
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
goa; - pendidikan dan dimilikinya diperbolehkan
• memiliki bentang alam peningkatan b. Kawasan Karst Kelas I untuk kegiatan
ngarai/lembah; kesadartahuan dapat dilakukan kegiatan pertambangan
• memiliki bentang alam konservasi alam; lain, asal tidak berpotensi
kubah; atau o Kawasan Karst Kelas III mengganggu proses
• memiliki bentang alam dapat dilakukan kegiatan- karsifikasi, merusak
karst: kegiatan sesuai dengan bentukbentuk karst di
o kawasan Karst Kelas ketentuan peraturan bawah dan di atas
I perundang-undangan permukaan, serta merusak
o kawasan Karst Kelas yang berlaku fungsi kawasan karst
II c. untuk kawasaan karst kelas
o kawasan Karst Kelas II:
III o kegiatan usaha
pertambangan dan
kegiatan lain, yaitu
seteleh kegiatan
tersebut dilengkapi
dengan studi
lingkungan (Amdal atau
UKL dan UPL)
c. kawasan keunikan • kawasan poton atau o pemantapan kawasan kegiatan yang dapat
proses geologi lumpur vulkanik; melalui kegiatan mengakibatkan
• kawasan dengan pengukuhan kawasan perubahan keutuhan
kemunculan sumber api o pemanfaatan untuk dan keaslian kawasan
alami; atau kegiatan:
• kawasan dengan - penelitian dan
kemunculan solfatara, pengembangan ilmu
fumaroia, dan/atau pengetahuan;
geyser. - pendidikan dan
peningkatan
kesadartahuan
konservasi alam;
kawasan rawan
bencana alam geologi
a. kawasan rawan Kawasan yang berpotensi a. diharuskan melakukan
gempa bumi; dan/atau pernah mengalami penataan ruang guna
gempa bumi dengan skala mencegah dan menghindari
VII sampai dengan XII terjadinya korban jiwa dan
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
Modified Mercally Intensity harta serta dampak yang
(MMI). mungkin timbul ketika
bencana itu terjadi;
b. disyaratkan untuk
mempertimbangkan daya
dukung fisik lingkungan
seperti pusat gempa dan sifat
batuan;
c. disyaratkan untuk
memperhatikan faktor
kemiringan lereng dan
ketebalan lapisan tanah
penutup untuk menghidari
bahaya longsor;
d. disyaratkan untuk
memperhatikan konstruksi
bangunan yang dirancang
tahan atau ramah gempa,
setidaknya mampu menahan
goncangan gempa pada
intensitas maksimal yang
pernah terjadi,
mempertimbangkan faktor
keutamaan dan struktur
bangunan, serta peta bahaya
seismik;
e. disyaratkan untuk
membangun konstruksi
teknis sistem drainase yang
tahan gempa;
a. diharuskan menyediakan
sarana dan prasarana
penunjang tindak darurat
ketika terjadi gempa bumi,
seperti tempat pengungsian,
rumah sakit darurat atau
lapangan, dapur umum,
instalasi penjernih air, sarana
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
sanitasi, lapangan terbang
atau helipad, dan sarana
komunikasi.
b. kawasan rawan Memiliki tingkat kerentanan a. pada kawasan dengan
gerakan tanah; gerakan tanah tinggi. tingkat kerawanan tinggi,
hanya dibolehkan untuk
kawasan lindung dan tidak
layak dibangun;
b. pada kawasan dengan
tingkat kerawanan
menengah, dapat dibangun/
dikembangkan tetapi
mempunyai persyaratan
tertentu;
c. pada kawasan dengan
tingkat kerawanan rendah,
dapat dibangun/
dikembangkan dengan
konstruksi sederhana;
d. pada kawasan dengan
tingkat kerawanan sangat
rendah, memiliki
keleluasaan dibangun/
dikembangkan dengan
berbagai konstruksi.
c. kawasan yang Sempadan dengan lebar a. diharuskan melakukan
terletak di zona minimal 250 meter dari tepi penataan ruang guna
patahan aktif; jalur patahan aktif. mencegah dan menghindari
terjadinya korban jiwa dan
harta serta dampak yang
mungkin timbul ketika
bencana itu terjadi;
b. disyaratkan untuk
mempertimbangkan daya
dukung fisik lingkungan
seperti pusat gempa dan sifat
batuan;
c. disyaratkan untuk
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
memperhatikan faktor
kemiringan lereng dan
ketebalan lapisan tanah
penutup untuk menghidari
bahaya longsor;
d. disyaratkan untuk
memperhatikan konstruksi
bangunan yang dirancang
tahan atau ramah gempa,
setidaknya mampu menahan
goncangan gempa pada
intensitas maksimal yang
pernah terjadi,
mempertimbangkan faktor
keutamaan dan struktur
bangunan, serta peta bahaya
seismik;
e. disyaratkan untuk
membangun konstruksi
teknis sistem drainase yang
tahan gempa;
b. diharuskan menyediakan
sarana dan prasarana
penunjang tindak darurat
ketika terjadi gempa bumi,
seperti tempat pengungsian,
rumah sakit darurat atau
lapangan, dapur umum,
instalasi penjernih air, sarana
sanitasi, lapangan terbang
atau helipad, dan sarana
komunikasi.
d. kawasan rawan Pantai dengan elevasi a. diharuskan menyiapkan jalur
tsunami; rendah dan/atau berpotensi dan sarana evakuasi
atau pernah mengalami penduduk;
tsunami. b. diharuskan penyediakan
sistem peringatan dini
bahaya tsunami yang
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
terintegrasi dengan wilayah
lain;
c. diharuskan mengadakan
pembelajaran dan latihan
menghadapi datangnya
tsunami;
d. disyaratkan untuk
mempertimbangkan daya
dukung fisik lingkungan di
sekitar pesisir pantai dan
daratan rendah, termasuk
sekitar sungai dan muara;
e. disyaratkan untuk
mempertimbangkan
morfologi pantai dan sungai
terhadap tingkat kerusakan
yang dapat diakibatkan oleh
dampak gelombang laut;
f. diharuskan menyediakan
sarana informasi (papan
peringatan) lokasi aman dan
rawan tsunami, jalur
evakuasi, lokasi pengungsian
dan sarana tanggap darurat;
g. disyaratkan untuk
menerapkan konstruksi
bangunan tahan terhadap
hantaman gelombang besar
dan menyesuaikan dengan
kecepatan, ketinggian dan
intensitas tsunami yang
pernah terjadi;
h. diharuskan membangun
tanggul pelindung dan
sistem polder yang
dilengkapi dengan pintu dan
pompa, sesuai dengan
ketinggian rata-rata tsunami
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
yang pernah terjadi;
i. diharuskan menyediakan
sarana dan prasarana
penunjang tindak darurat
ketika terjadi tsunami,
seperti tempat pengungsian,
rumah sakit darurat atau
lapangan, dapur umum,
instalasi penjernih air, sarana
sanitasi, lapangan terbang
atau helipad, dan sarana
komunikasi.
e. kawasan rawan Pantai yang berpotensi pendirian bangunan untuk disyaratkan pengembangan semua jenis kegiatan
abrasi; dan/atau pernah mengalami menunjang kegiatan rekreasi struktur alami dan struktur yang dapat
abrasi. pantai buatan untuk mencegah abrasi; menurunkan luas, nilai
ekologis, dan estetika
kawasan.
kawasan yang
memberikan
perlindungan terhadap
air tanah
a. kawasan imbuhan • memiliki jenis fisik pemanfaatan ruang secara a. disyaratkan penyediaan
air tanah; batuan dengan terbatas untuk kegiatan sumur resapan dan/atau
kemampuan meluluskan budidaya tidak terbangun waduk pada lahan
air dengan jumlah yang yang memiliki kemampuan terbangun yang sudah ada;
berarti; tinggi dalam menahan b. disyaratkan menerapkan
• memiliki lapisan limpasan air hujan; prinsip zero delta Q policy
penutup tanah berupa terhadap setiap kegiatan
pasir sampai lanau; budi daya terbangun yang
• memiliki hubungan diajukan izinnya.
hidrogeologis yang
menerus dengan daerah
lepasan; dan/atau
• memiliki muka air tanah
tidak tertekan yang
letaknya lebih tinggi
daripada muka air tanah
yang tertekan.
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
B.2. Kawasan
Budidaya
1. kawasan hutan produksi • memiliki faktor a. pengelolaan kawasan a. disyaratkan bagi
peruntukan terbatas (HPT) kemiringan lereng, jenis hutan dilakukan melalui pemanfaatan kawasan hutan
hutan produksi tanah, dan intensitas KPH; produksi untuk memiliki
hujan dengan jumlah b. pengembangan usaha kajian studi Analisis
skor 125 – 174; hasil hutan kayu, Mengenai Dampak
• kawasan hutan yang pengembangan jasa Lingkungan (Amdal) yang
secara ruang digunakan lingkungan, pemanfaatan dilengkapi dengan Rencana
untuk budi daya hutan kawasan, dan Pemantauan Lingkungan
alam. pemanfaatan hasil hutan (RPL) dan Rencana
bukan kayu; Pengelolaan Lingkungan
c. kepentingan (RKL);
pembangunan di luar b. disyaratkan untuk tetap
kehutanan tanpa mempertahankan bentuk
mengubah fungsi pokok tebing sungai dan mencegah
kawasan peruntukan sedimentasi ke aliran sungai
hutan produksi; akibat erosi dan longsor;
d. kepentingan c. disyaratkan bagi
pertambangan melalui kepentingan pertambangan
pemberian ijin pinjam terbuka dengan ketentuan
pakai terkait dengan khusus dan secara selektif.
memperhatikan batasan
luas dan jangka waktu
tertentu serta kelestarian
hutan/ lingkungan
hutan produksi tetap • memiliki faktor
(HP) kemiringan lereng, jenis
tanah, dan intensitas
hujan dengan jumlah
skor paling besar 124;
• kawasan hutan yang
secara ruang digunakan
untuk budi daya hutan
alam dan hutan tanaman.
Hutan produksi yang • memiliki faktor
dapat dikonversi kemiringan lereng, jenis
(HPK) tanah, dan intensitas
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
hujan dengan jumlah
skor paling besar 124;
dan/atau
• merupakan kawasan
yang apabila dikonversi
mampu
mempertahankan daya
dukung dan daya
tampung lingkungan;
• kawasan hutan yang
secara ruang
dicadangkan untuk
digunakan bagi
perkembangan
transportasi,
transmigrasi,
permukiman, pertanian,
perkebunan, industri,
dan lain-lain.

2. kawasan hutan • kawasan peruntukan kegiatan pemanenan


rakyat hutan rakyat ditetapkan berdasarkan sistem tebang
dengan kriteria kawasan butuh
yang dapat diusahakan
sebagai hutan oleh orang
pada tanah yang
dibebani hak milik;
• kawasan hutan rakyat
berada pada lahan-lahan
masyarakat dan dikelola
oleh masyarakat.
3. kawasan pertanian lahan basah • memiliki kesesuaian a. pertanian budidaya lahan disyaratkan bagi kegiatan
peruntukan lahan untuk kering tidak produktif pertanian skala besar untuk
pertanian dikembangkan sebagai dapat dialihfungsikan menyerap sebesar mungkin
kawasan pertanian; dengan syarat yang diatur tenaga kerja setempat
• ditetapkan sebagai lahan oleh pemerintah
pertanian lahan kering pertanian pangan abadi; kabupaten dan atau oleh
hortikultura Kementerian Pertanian;
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
• mendukung ketahanan b. kegiatan pertanian skala
pangan nasional; besar, baik yang
dan/atau menggunakan lahan luas
• dapat dikembangkan ataupun teknologi intensif
sesuai dengan tingkat harus terlebih dahulu
ketersediaan air. memiliki kajian studi
Amdal;
c. penanganan limbah
pertanian tanaman (kadar
pupuk dan pestisida yang
terlarut dalam air
drainase) dan polusi
industri pertanian (udara-
bau dan asap, limbah cair)
yang dihasilkan harus
disusun dalam RPL dan
RKL yang disertakan
dalam dokumen Amdal;
d. kawasan yang
menghasilkan produk
perkebunan yang bersifat
spesifik dilindungi
kelestariannya dengan
indikasi ruang.
kawasan peruntukan Perkebunan adalah segala
perkebunan kegiatan yang
mengusahakan tanaman
tertentu pada tanah dan/ atau
media tumbuh lainnya
dalam ekosistem yang
sesuai, mengolah dan
memasarkan barang dan jasa
hasil tanaman tersebut,
dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi,
permodalan serta
manajemen untuk
mewujudkan
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
kesejahteraan bagi pelaku
usaha perkebunan dan
masyarakat.
Kawasan peruntukan Peternakan adalah segala Beberapa kabupaten di Papua
peternakan urusan yang berkaitan memiliki potensi besar bagi
dengan sumber daya fisik, pengembangan kegiatan
benih, bibit dan/atau peternakan. Ini belum
bakalan, pakan, alat dan terakomodasi dalam pedoman
mesin peternakan, budi penyusunan RTRW
daya ternak, panen, Kabupaten.
pascapanen, pengolahan,
pemasaran, dan
pengusahaannya.
4. kawasan perikanan tangkap Wilayah yang dapat a. aktivitas pendukung a. disyaratkan bagi kegiatan dilarang segala
peruntukan dimanfaatkan untuk aktivitas perikanan; perikanan skala besar, baik aktivitas budidaya
perikanan kegiatan penangkapan, budi b. pembangunan bangunan yang menggunakan lahan yang akan
daya, dan industri pengolahan hasil ikan, luas ataupun teknologi mengganggu kualitas
pengolahan hasil perikanan; balai pelatihan teknis, intensif harus terlebih air sungai untuk
dan/atau tidak mengganggu pengembangan sarana dan dahulu memiliki kajian perikanan darat;
kelestarian lingkungan prasarana pengembangan studi Amdal;
hidup. produk perikanan, dan b. disyaratkan bagi industri
pembenihan. perikanan yang
menghasilkan limbah
perikanan dan polusi
(udara-bau) dihasilkan
harus melengkapi RPL dan
RKL yang disertakan
dalam dokumen Amdal;
c. disyaratkan bagi kegiatan
perikanan skala besar untuk
menyerap sebesar mungkin
tenaga kerja setempat.
budi daya perikanan
pengolahan ikan
5. kawasan mineral dan batubara • memiliki sumber daya a. pembangunan fasilitas a. disyaratkan untuk setiap a. menambang batuan
peruntukan bahan tambang yang fisik meliputi jaringan kegiatan pertambangan di perbukitan yang
pertambangan berwujud padat, cair, listrik, jaringan jalan raya, harus memberdayakan di bawahnya
tempat pembuangan masyarakat di lingkungan terdapat mata air
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
atau gas berdasarkan sampah, drainase, dan yang dipengaruhinya guna penting atau
peta/data geologi; saluran air kotor; kepentingan dan permukiman;
• merupakan wilayah b. percampuran kegiatan kesejahteraan masyarakat b. menambang
yang dapat penambangan dengan setempat; bongkah-bongkah
dimanfaatkan untuk fungsi kawasan lain b. disyaratkan untuk kegiatan batu dari dalam
pemusatan kegiatan diperbolehkan sejauh tidak penambangan harus terlebih sungai yang
pertambangan secara mengubah dominasi dahulu memiliki kajian studi terletak di bagian
berkelanjutan; dan/atau fungsi utama kawasan; Amdal yang dilengkapi hulu dan di dekat
• merupakan bagian c. kegiatan permukiman, dengan RPL dan RKL untuk jembatan.
proses upaya mengubah pertanian, perikanan, yang berskala besar, atau
kekuatan ekonomi kawasan lindung, dan UKL dan UPL untuk yang
potensial menjadi industri dikembangkan berskala kecil (tambang
kekuatan ekonomi riil. secara serasi sesuai rakyat);
dengan ketentuan c. kegiatan pertambangan
peraturan perundangan mulai dari tahap
yang berlaku; perencanaan, eksplorasi,
d. kegiatan budidaya eksploitasi, dan pasca
dilakukan pada kawasan tambang disyaratkan agar
peruntukan pertambangan tidak menimbulkan
yang di dalamnya baru perselisihan dengan
terdapat izin usaha masyarakat setempat.
pertambangan eksplorasi;
minyak dan gas bumi e. wilayah dalam kawasan
air tanah di kawasan peruntukan pertambangan
pertambangan yang sudah diberikan izin
usaha pertambangan
operasi produksi/
eksploitasi, masih
dimungkinkan adanya
kegiatan budidaya lain
dengan ketentuan
menyesuaikan dengan
rencana penambangan dan
reklamasi, tidak
mendirikan bangunan
permanen, tidak menjadi
kendala bagi aktivitas
penambangan, serta
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
memperhatikan ketentuan
yang berlaku dalam
lingkungan kegiatan
eksploitasi.
6. kawasan industri besar Berupa wilayah yang dapat a. aktivitas pendukung a. disyaratkan penyelenggaraan
peruntukan dimanfaatkan untuk kegiatan industri; instalasi pengolahan air
industri kegiatan industri; tidak b. aktivitas budidaya limbah;
mengganggu kelestarian produktif lain di luar zona b. disyaratkan bagi kawasan
fungsi lingkungan hidup; penyangga peruntukan peruntukan industri harus
dan/atau tidak mengubah industri memiliki kajian Amdal.
industri sedang lahan produktif.
industri rumah tangga
7. kawasan pariwisata budaya Memiliki obyek dengan a. pengembangan aktivitas a. pengembangan aktivitas
peruntukan daya tarik wisata; dan/atau komersial sesuai dengan perumahan dan permukiman
pariwisata mendukung upaya skala daya tarik dengan syarat di luar zona
pelestarian budaya, pariwisata; utama pariwisata dan tidak
keindahan alam, dan b. pemanfaatan potensi alam mengganggu bentang alam
lingkungan. Kawasan dan budaya masyarakat daya tarik pariwisata;
peruntukan pariwisata dapat sesuai daya dukung dan b. disyaratkan adanya
mencakup sebagian areal daya tampung lingkungan perlindungan terhadap situs
dalam kawasan lindung atau c. pendirian bangunan hanya peninggalan sejarah masa
kawasan budi daya lainnya untuk menunjang lampau;
di mana terdapat konsentrasi pariwisata.
pariwisata alam daya tarik dan fasilitas
Pariwisata buatan penunjang pariwisata.
8. kawasan permukiman kajian lokasi dan fungsi a. kegiatan perdagangan jasa a. disyaratkan penetapan
peruntukan perkotaan masing-masing sesuai dengan skalanya; amplop bangunan; meliputi
permukiman permukiman, terutama b. pengembangan fasum dan garis sempadan bangunan,
dikaitkan dengan karakter fasos sesuai skalanya; koefisien dasar bangunan,
lokasi, misalnya di c. pembangunan koefisien lantai bangunan,
pegunungan, dataran tinggi, permukiman skala besar ketinggian bangunan;
permukiman pantai, dan yang terencana secara b. disyaratkan penetapan jenis
sebagainya menyeluruh dan terpadu dan syarat penggunaan
dengan pelaksanaan yang bangunan yang diizinkan
bertahap.
Permukiman
perdesaan/ kampung
9. kawasan Lahan bergambut, savana, Ekosistem khas Papua yang
KETENTUAN KEGIATAN
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA YANG YANG DIPERBOLEHKAN YANG TIDAK
DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT DIPERBOLEHKAN
peruntukan padang rumput, hutan rawa, belum termasuk dalam
lainnya dll kelompok kawasan budidaya
adalah lahan bergambut di
luar kawasan lindung, savana,
padang rumput, hutan rawa,
dll. Kawasan ini termasuk
rentan terhadap perubahan,
tetapi masih memungkinkan
sebagai kawasan budidaya.
Pedoman penyusunan RTRW
Kabupaten perlu diperkaya
dengan ketentuan jenis
kawasan ini.
Kawasan pesisir dan pulau- Kawasan pesisir dan pulau
pulau kecil kecil perlu arahan tersendiri
mengingat perbedaan
karakteristiknya dengan
wilayah daratan.

GUBERNUR PAPUA,
CAP/TTD
LUKAS ENEMBE, SIP, MH

Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM

CAP/TTD

ROSINA UPESSY, SH

Anda mungkin juga menyukai