BRONKOPNEUMONIA
Disusun Oleh :
Erdi Maulana, S. Ked
042011101034
Oleh:
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RSUD SYAMRABU BANGKALAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
II. 1. DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai
infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis pneumonia didefinisikan
sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru
yang disebabkan oleh penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain-
lain) lazimnya disebut pneumonitis.2
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada
bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat
yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi
Salurann Pernapasan Atas), demam infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya
tahan tubuh. Sebagai infeksi primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang
tua. 4
Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
a. pneumonia lobaris
b. pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
II.2. ETIOLOGI
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan sampai 2
tahun, . Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur
pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus
group B serta kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. 9
II.5. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus,
sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada.
Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.3,8
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering
terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.8
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif /
produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.8
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga >
15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit >
30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus.
Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih
mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya
positif pada 10-15% kasus terutama pada anak- anak kecil.9,13
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi.
Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus.
Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.3
Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat pada paru
kanan
b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi
atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-
6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai
diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada
infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi
antibiotik. 10
c. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.10
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea,
fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis
maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat
diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.13
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
II.7 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika penyakitnya
berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan mengandung gula dan
elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana rutin yang
harus diberikan. 9
Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai
kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik secara
empiris. Walaupun sebenarnya pneumonia viral tidak memerlukan antibiotik, tapi pasien
tetap diberi antibiotik karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri. 9
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan
dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S.
Aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan
cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokokkus adalah 3-4
minggu. 8
II.8. KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang
dari penyebaran infeksi hematologi.
II.10. PROGNOSIS
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar
dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%.13 Dengan
pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang
dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.5
II.11 PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi/vaksinasi. saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah pneumonia.
Setiap vaksin mencegah infeksi bakteri/virus tertentu sesuai jenis vaksinnya.
Berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah pneumonia :
1. vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus (Invasive
Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia adalah PCV-7 dan
PCV-10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia
2. vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b
3. vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis
4. vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak
5. vaksin influenza untuk mencegah influenza
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Alberta Medical Association. 2001. Guideline for The Diagnosa and Management of
Community Acquired Pneumonia Pediatric. http:/www.albertadoctor.org.
2. Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru dan
Saluran Napas FK Unair : Surabaya.
3. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Surabaya.
4. Coder, J. 2008. Bronkopneumonia. http:/www.IyaLaMedicalInformation.com
5. Departemen Kesehatan RI. 2002.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta.
6. Feldman, William. 2000. Evidence-Based Pediatrics, Pneumonia and Bronchiolitis.
University of Toronto: Canada.
7. Guyton & Hall. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan
Penerbit IDAI : Jakarta
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007. Simposium Penatalaksanaan Penyakit Paru Pada
Anak Terkini. Jember.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI :
Jakarta
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1537.A / MENKES/ SK/XII/ 2002
Tanggal : 5 Desember 2002. Pemberantasan Penyakit ISPA
12. Laskmi, A. 2006. Pneumonia pediatric.http://www.emedicine.com.
13. PP IDAI UKK Pulmologi Bagian IKA FK USU/RS HAM MEDAN. 2003. Tatalaksana
Mutakhir Penyakit Respiratorik pada Anak. Medan.
14. Sarma, S. 2005. Pneumonia, bacterial. http:/www.emedicine.com.
15. Soegijanto, Soegeng dr.SpA(K). 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Penerbit Salemba Medika : Jakarta
16. Rector & Visitors of the University of Virginia.2003. Pneumonia. www.med-
ed.virginia.edu/.../pathology3chest.